Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Teknik Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan dan Pelaporan Zakat

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah :


Hukum Zakat dan Wakaf

Dosen Pengampu :
Reni Dwi Puspitasari, M.Sy

Disusun oleh kelompok 3 :

Lola Afridatudina (12102183035)

Lailatul Nur Fa’izah (12102183088)

Aliq Sayyidatul Marifah (12102183184)

Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum


Jurusan Hukum Keluarga Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
Tahun Akademik 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayahnya,
serta Inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang, yakni addinul
Islam. Semoga kita mendapat syafa’atnya min yaumil kiyamah. Amin.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberi
izin kepada kami untuk melanjutkan study.
2. Reny Dwi Puspitasari, M.Sy , selaku dosen mata kuliah Hukum Zakat dan
Wakaf telah memberikan bimbingan serta pengarahan atas pembuatan makalah ini.
3. Admisi pendidikan selaku tenaga kerja perpustakaan.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan materi dan moril.
5. Serta semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa yang disajikan dalam makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan kepada semua pihak atas kritik dan saran dari
kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas terselesainya tugas makalah


ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Tulungagung, 17 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................1

BAB 2 : PEMBAHASAN
2.1 Pengumpulan Zakat .................................................................................................2
2.2 Pendistribusian Zakat ...............................................................................................5
2.3 Pendayagunaan Zakat ..............................................................................................8
2.3 Pelaporan Zakat .....................................................................................................10

BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................12
3.2 Saran ......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zakat merupakan ibadah pokok dan kewajiban bagi seluruh umat muslim yang
memiliki harta yang cukup. Zakat merupakan sebagian dari harta seorang muslim
yang harus diserahkan kepada yang berhak menerimanya (mustahik). Dalam
perkembangannya zakat diharapkan mampu untuk dikelola agar lebih produktif atau
dimanfaatkan lebih luas hingga ke seluruh sektor kehidupan untuk membangun bekal
untuk berbuat kebajikan terlebih dimanfaatkan untuk berjuang di jalan Allah.

Pengelola zakat atau yang biasa disebut amil zakat, diharapkan mampu
mengelola zakat lebih produktif dan lebih baik dalam mendistribusikan zakat kepada
yang lebih berhak untuk menerimanya. Pengelolaan zakat merupakan proses
pengumpulan hingga pelaporan zakat itu sendiri. Dalam pengelolaan zakat dilakukan
dengan cara menggunakan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat.

Namun masih banyak yang belum mengetahui tentang bagaimana pengelolaan


itu sendiri, mulai dari proses pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan hingga
pelaporan zakat. Makalah ini dibuat karena permasalahan diatas, maka dalam makalah
ini akan dijelaskan bagaimana proses pengelolaan zakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara pengumpulan zakat ?
2. Bagaimana cara pendistribusian zakat ?
3. Bagaimana cara pendayagunaan zakat ?
4. Bagaimana cara pelaporan zakat ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui cara pengumpulan zakat.
2. Mengetahui cara pendistribusian zakat.
3. Mengetahui cara pendayagunaan zakat.
4. Mengetahui cara pelaporan zakat.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengumpulan Zakat

A. Lingkup Kewenangan Pengumpulan Zakat

1. Badan Amil Zakat (BAZ)

Badan Amil Zakat adalah lembaga pengelola zakat yang didirikan oleh
pemerintah yang atas usul kementrian agama dan disetujui oleh presiden.

Badan Amil Zakat terbagi menjadi tiga bagian :

a. Badan Amil Zakat Nasional

Badan Amil Zakat Nasional berkedudukan di ibu kota Negara dan melakukan
pengumpulan zakat dapat melalui Baznas, Unit Pengumpulan Zakat (UPZ), Bank dan
Account yang terdapat di :

- Badan Amil Zakat Nasonal


- Instansi Pemerinyah tingkat pusat (setingkat kementerian dan non Kementerian)
- Kantor konsultan perwakilan negara lain yang berada dalam negera RI (kedutaan
luar negeri)
- Kantorperwakilan RI diluar negeri (kedutaan besar dan konsultan jendral RI
- Badan usaha milik negara (BUMN) kantor pusat Jakarta
- Perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing milik orang Islam berkala
nasional yang beroperasi di Jakarta.
-
b. Badan Amil Zakat Kabupaten / Kota

Badan amil zakat daerah kabupaten / kota berkedudukan di ibu kota kabupaten
/ kota dan yang bersangkutan dan melakukan pengumpulan zakat dapat melaui
BAZDA Kab/Kota, UPZ atau Bank dan Account yang terdapat di :

- Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota


- UPZ pada instansi pemerintah daerah/ dinas daerah kabupaten/kota
- UPZ pada badan usaha milik daerah dan BUMN cabang kabupaten/kota
- UPZpada perusahaan swasta dan usaha milik orang Islam di daerah setempat
- Perorangan.

Selain itu bagi muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya melalui UPZ
tertentu, dapat melakukan penyetoran dana zakatnya langsung ke rekening
BAZDA kabupaten/kota atau langsung ke counter BAZDA kabupaten / kota

2
dengan menggunakan bukti setor zakat yang telah ditetapkan oleh BAZDA
kabupaten/kota.

c. Badan Amil Zakat Kecamatan

Badan Amil Zakat Daerah kecamatan berkedudukan di ibu kota kecamatan dan
yang bersangkutan dan melakukan pengumpulan zakat dapat melalui, BAZDA
Kecamatan, UPZ atau Bank dan Account yang terdapat di :

- Badan Amil Zakat Kecamatan


- UPZ pada instansi pemerintah daerah/ dinas daerah kecamatan
- UPZ pada badan usaha milik daerah dan BUMN cabang kecamatan
- UPZ pada perusahaan swasta dan usaha milik orang Islam di daerah setempat
- Perorangan.

Selain itu bagi muzakki yang tidak menyalurkan zakatnya melalui UPZ
tertentu, dapat melakukan penyetoran dana zakatnya langsung ke rekening
BAZDA Kecamatan atau langsung ke counter BAZDA Kecamatandengan
menggunakan bukti setor zakat (BAZDA) yang telah ditetapkan oleh BAZDA
Kecamatan.

2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Amil Zakat adalah lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh
swasta atau diluar pemerintahan. LAZ adalah institusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di
bidan dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam.

Lembaga Amil Zakat terbagi menjadi dua bagian :

a. Lembaga Amil Zakat Tingkat Pusat

Lembaga Amil Zakat tingkat pusat dibentuk oleh organisasi Islam atau lembaga
dakwah yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan kemaslahatan ummat yang
telah memiliki jaringan di dua pertiga jumlah provinsi di Indonesia. Syarat
membentuk lembaga amil zakat tingkat pusat menurut Keputusan Menteri Agama No.
373 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

- Berbadan hukum
- Memilikidata muzakki dan mustahik
- Telah beroperasi minimal selama 2 tahun
- Memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun
terakhir
- Memiliki wilayah operasi secara nasional minimal 10 provinsi
- Mendapat rekomendasi dari Forum Zakat (FOZ)

3
- Telah mampu mengumpulkan dana sebesar Rp, 1.000.000.000,00 dalam satu
tahun
- Bersedia disurvey oleh tim yang dibentuk oleh Kementerian Agama dan diaudit
oleh akuntan publik
- Dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat
dan Kementerian Agama.

b. Lembaga Amil Zakat Tingkat Provinsi

Lembaga Amil Zakat tingkat provinsi dibentuk oleh organisasi Islam atau
lembaga dakwah yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan kemaslahatan
ummat yang telah merniliki jaringan di dua pertiga jumlah kabupaten/kota di
Indonesia. Syarat membentuk lembaga amil zakat tingkat pusat menurut Keputusan
Menteri Agama No. 373 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

- Berbadan hukum
- Memiliki data muzakki dan mustahik
- Telah beroperasi minimal selama 2 tahun
- Memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik selama 2 tahun
terakhir
- Memiliki wilayah operasi secara nasional minimal 40 % dari jumlah
kabupaten/kota di provinsi temp at lembaga berada
- Mendapat rekomendasi dari Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi
setempat
- Telah mampu mengumpulkan dana sebesar Rp.500.000.000,00 dalam satu tahun
- Bersedia disurvey oleh tim yang dibentuk oleh Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi setempat dan diaudit oleh akuntan publik
- Dalam melaksanakan kegiatan bersedia berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat
Daerah dan Kantor Wilayah Kementerian Agama setempat.

B. Cara Pengumpulan Zakat

1. Pembentukan Unit Pengumpul Zakat

Untuk memudahkan pengumpulan baik kemudahan bagi badan Amil zakat


dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan bagi para muzakki untuk
membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat dapat membuka Unit Pengumpul
Zakat.

2. Pembukaan Counter Penerimaan Zakat

Selain membuka unit pengumpul zakat diberbagai tempat, lembaga amil zakat
dapat membuka counter atau loket tempat pembayaran zakat dikantor atau sekretariat
lembaga yang bersangkutan. Counter atau loket tersebut harus dibuat yang

4
refresentatif seperti layaknya loket lembaga keuangan profesional yang dilengkapi
dengan ruang tunggu bagi muzakki yang akan membayar zakat, disediakan alat tulis
dan penghitung seperlunya, disediakan tempat penyimpanan uang atau berangkas
sebagai tempat pengamanan sementara sebelum disetor ke bank, ditunggui dan
dilayani oleh tenaga penerima zakat yang siap setiap saat sesuai jam pelayanan yang
sudah ditentukan.

3. Pembukaan Rekening Bank

Suatu kemudahan bagi para muzakki untuk membayar zakat dan juga
kemudahan bagi lembaga amil zakat dalam menghimpun dana zakat dari para
muzakki adalah dibukanya rekening pembayaran zakat, infaq dan shadaqah di bank
dan dipublikasikan secara luas kepada masyarakat. Nomor rekening sedapat mungkin
diupayakan nomor-nomor yang menarik dan mudah diingat. Sebaiknya nomor
rekening untuk zakat dipisahkan dengan nomor rekening untuk infaq dan shadaqah,
agar memudahkan para muzakki untuk membayar zakat atau infaq dan shadaqah

4. Penjemputan Zakat Langsung

Sesuai kaidah fiqh bahwa zakat itu harus diambil dari orang yang telah
mempunyai kewajiban zakat, maka atas dasar itulah amil atau pengurus lembaga
pengelola zakat dapat menjemput langsung zakat dari muzakki baik atas permintaan
muzakki yang bersangkutan maupun atas inisiatif sendiri.

5. Short Message Servis (SMS)

Pembayaran infaq melalui short message servis (SMS)sudah banyak dilakukan


lembaga amil zakat untuk mempermudah masyarakat berinfaq dan bersadaqah.

2.2 Pendistribusian Zakat

Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera


disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun.
Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tergambar dalam
surat At-Taubah ayat 60:

َّ ‫سبِي ِل‬
‫َّللاِ َواب ِْن‬ ِ ‫ب َو ْالغ‬
َ ‫َار ِمينَ َوفِي‬ ِ ‫املِينَ َعلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َوفِي‬
ِ ‫الرقَا‬ ِ َ‫ين َو ْالع‬
ِ ‫سا ِك‬ َ ‫اء َو ْال َم‬ِ ‫صدَقَاتُ ِل ْلفُقَ َر‬َّ ‫إِنَّ َما ال‬
َّ َ‫ضةً ِمن‬
َّ ‫َّللاِ ۗ َو‬
‫َّللاُ َع ِلي ٌم َح ِكي ٌم‬ َ ‫س ِبي ِل ۖ فَ ِري‬
َّ ‫ال‬
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

5
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Menurut ayat diatas para mustahik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
 Fakir dan miskin

Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan cukup signifikan, akan


tetapi dalam teknis operasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak
memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak
mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
Zakat yang disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif, yaitu untuk
memenuhi keperluan konsumsi sehari-harinya dan dapat pula bersifat produktif.1

Adapun penyaluran zakat secara produktif sebagaimana yang pernah terjadi di


zaman Rasulullah yang dikemukakan dalam sebuah hadist riwatah imam Muslim dari
salim bin abdillah bin umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan
kepadanya zakat lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.
Dalam kaitan dengan pemberian zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang
menarik sebagaimana dikemukakan yusuf al-Qardhawi dalam fiqih zakat2 bahwa
pemerintah islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-
perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikannya dan keuntungan bagi
kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang
masa.

 Kelompok amil (petugas zakat).

Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari zakat, maksimal 1/8 atau
12,5%, dengan catatan petugas ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan
sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut.
Jika hanya diakhir bulan Ramadhan saja (biasanya hanya untuk pengumpulan zakat
fitrah), maka seyogyanya para petugas ini mendapatkan bagian zakat 1/8, melainkan
hanya sekedarnya saja untuk keperluan administrasi ataupun konsumsi yang mereka
butuhkan.

1
Asnaini, zakat produktif dalam persepektif hukum Islam, (Bengkulu: pustaka pelajar offset. 2008), hal. 133
2
Yusuf al Qardhawi, fiqih zakat, (Beirut: muassalah risalah, 1991), hal. 576

6
 Kelompok muallaf

Kelompok muallaf, yaitu kelompok yang dianggap masih lemah imannya,


karena baru masuk islam. Mereka diberi agar bertambah kesungguhannya dalam ber-
Islam dan bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan mereka dengan
sebab masuk islam tidaklah sia-sia. Bahwa Islam dan umatnya sangat memperhatikan
mereka, bahkan memasukkannya ke dalam bagianpenting dari salah satu rukun islam
yaitu rukun islam yang ke tiga.

 Dalam memerdekakan budak belian

Yang artinya, zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan
budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan. Para ulama berpendapat
bahwa cara membebaskan perbudakan biasanya dilakukan dengan dua hal, yaitu:

1. Menolong pembebasan mukatab, yaitu budak yang memiliki kesepakatan dan


perjanjian dengan tuannya, bahwa dia sanggup membayar sejumlah harta
(misalnya uah) untuk membebaskan dirinya.
2. Seseorang atau sekelompok orang dengan uang zakatnya atau petugas zakat
dengan uang zakat yang telah terkumpul dari para muzakki, membeli budak
atau ammah (budak perempuan) untuk membebaskannya.

 Kelompok gharimin

Yakni, kelompok orang yang berutang, yang sama sekali tidak melunasinya.
Para ulama membagi kelompok ini pada dua bagian, yaitu kelompok orang yang
mempunyai hutang untuk kebaikan dan kemaslahatan diri sendiri dan keluarga. Yusuf
al-Qardhawi mengemukakakan bahwa salah satu kelompok yang termasuk sharimin
adalah kelompok yang mendapatkan berbagai bencana dan musibah, baik pada
dirinya maupun pada hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan mendesak untuk
mreminjam bagi dirinya dan keluarganya.3 Dalam sebuah riwayat dikemukakan oleh
imam Mujahid, berkata, bahwa “tiga kelompok orang yang termasuk mempunyai
hutang: orang yang hartanya terbawa banjir, orang yang hartanya musnah terbakar,
dan orang yang mempunyai keluarga akan tetapi tidak mempunyai harta sehingga ia
berutang untuk menafkahinya.

3
Ibid, hlm. 623

7
 Fii sabilillah

Pada zaman Rasulullah golongan yang termasuk kategori ini adalah para
sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji tetap. Tetapi, berdasarkan lafadz fii
sabilillah, sebagian ulama membolehksn memberi zakat untuk membangun masjid,
lembaga pendidikan, perpustakan atau lain sebagainya.

 Ibnu sabil

Yakni, orang yang terputus bekalnya dalam perjalanannya. Untuk sekarang,


disamping para masafir yang mengadakan perjalanan yang dianjurkan agama, seperti
silaturahmi, mungkin juga dapat dipergunakan untuk pemberian beasiswa atau
beasantri bagi mereka yang terputus pendidikannya.

Salah satu tugas utama dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat dalam
mendistribusikan zakat, adalah menyusun skala prioritas berdasarkan program-
program yang disusun berdasarkan data-data yang akurat. Karena badan amil zakat
dan lembaga zakat kini jumlahnya semakin banyak, maka tampaknya perlu semacam
spesialisasi dari masing-masing lembaga.

2.3 Pendayagunaan Zakat

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia bahwa kata daya berarti kemampuan
melakukan sesuatu dan kata guna yang berarti manfaat sehingga kata pendayagunaan
berarti pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat, bisa pula
bermakna peningkatan kegunaan atau memaksimalkan kegunaan4

Zakat yang terkumpul dalam dana BAZ dapat didayagunakan untuk mustahiq
sesuai dengan ketentuan agama. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 pemberdayaan itu
mempunyai dua bentuk, yaitu:5

1. Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan sesaat, yaitu membantu mustahiq
dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak/darurat. (Pasal
14 ayat 3)

4
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III cet. II 2002), hal. 242
5
Kementrian Agama R.I Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat,
Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Zakat (Kantor Kementrian Agama Madiun, 2010), hal. 24

8
2. Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan yaitu membantu
mustahiq untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun
kelompok melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan. (Pasal 14 ayat 4)

Bentuk pertama disebut dengan pemberdayaan konsumtif, dan kedua disebut


dengan pemberdayaan produktif karena dana zakat yang diterima oleh penerima zakat
dapat berkembang sehingga menghasilkan dana yang lebih banyak.

1. Pemberdayaan Zakat Konsumtif

Dana yang didistribusikan dalam bentuk pemberdayaan konsumtif ini


hanyalah zakat, tidak dana yang lain. Dana-dana zakat yang didistribusikan dalam
bentuk konsumtif dapat dibedakan dalam dua sifat.

a. Konsumtif tradisional

Zakat dibagikan kepada mustahiq secara langsung untuk kebutuhan konsumsi


sehati-hari seperti pembagian zakat fitrah berupa beras atau pembagian zakat amal
untuk fakir miskin yang sangat membutuhkan. Pola ini merupakan program jangka
pendek dalam mengatasi permasalahan umat yang diberikan dalam bentuk:

- Pembagian bahan makanan secara langsung


- Pemberian uang untuk pembelian kebutuhan sehari-hari
- Pemberian sandang
- Pemberian obat-obatan
- Pemberian uang utuk menyewa rumah
- Pemberian tempat tinggal

b. Konsumtif kreatif

Zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk
membantu fakir miskin dalam mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang
dihadapinya, bantuan tersebut antara lain berupa:

- Pemberian beasiswa untuk anak keluarga miskin


- Alat-alat sekolah untuk para pelajar
- Bantuan sarana ibadah seperti sarung, mukena, dan sajadah
- Bantuan alat pertanian seperti cangkul untuk petani
- Bantuan sarana usaha untuk pedagang kesil seperti gerobak jualan.

2. Pemberdayaan Zakat Produktif

Pemberdayaan zakat, infaq, shadaqah, hibah, waiat, waris, dan kafarat


diutamakan untuk usaha produktif dengan tujuan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat

9
Dana BAZ dapat didayagunakan:6

- Berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq, tidak semua asnaf menerima


bantuan
- Dimanfaatkan untuk usaha produktif.

Dana BAZ didayagunakan dengan persyaratan:

- Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq 8 asnaf


- Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan
dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan
- Mendahulukan mustahiq dalam suatu wilayah.

Pendayagunaan dana BAZ untuk usaha produktif dilakukan berdasarkan persyaratan


sebgai berikut:

- Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan


- Ditasyarufkan melalui Koperasi Dhuafa yang pendiriannya telah dibidani oleh
BAZ.

2.4 Pelaporan Zakat

Pengelolaan dana zakat bukan semata-mata dilakukan secara individual dari


muzakki langsung diserahkan kepada mustahik, akan tetapi pengelolaan zakat lebih
baik dikelola oleh lembaga yang benar-benar khusus menangani zakat. Secara
professional dibutuhkan suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan
syari’ah mulai dari perhitungan dan pengumpulan zakat hingga pendistribusiannya
yang disebut dengan Amil Zakat.Amil zakat inilah yang mempunyai tugas
memberikan penyuluhan untuk sosialisasi zakat, hal ini menduduki fungsi kunci
untuk keberhasilan pengumpulan ZIS. Serta untuk pengelolaan zakat, menghitung ,
mencari orang- orang yang butuh (mustahik) , serta membagikan kepada mereka 7

Sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kritis, kini terjadi


seleksi alam atas keberadaan yayasan maupun Lembaga Amil Zakat yang ada.
Masyarakat menuntut diterapkannya good governance atau tata kelola organisasi yang
baik pada yayasan. Pada pelaksanaannya prinsip-prinsip transparansi dan
akuntabilitas harus dapat dibuktikan.8 Caranya Lembaga Amil Zakat harus
menggunakan pembukuan yang benar dan siap diaudit oleh akuntan publik, karena
audit merupakan salah satu hal penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap Lembaga Pengelola Zakat.Manajemen pengeluaran dana cukup menset
sistem akuntansi sebagaimana jiwa dan harapan. Pengurus juga harus memberikan
laporan periodik dan transparan, melakukan penyaksian dengan melakukan
pemeriksaan audit, oleh orang independen misalnya akuntan publik. Sehingga
6
Atik Abidah, Zakat Filantropi dalam Islam (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), hal. 120
7
Quraish shihab, Membumikan Al-qur’an,(Bandung:Mizan 1994), hlm.326
8
Pahala Nainggolan, Akuntansi Keuangan Yayasan dan Lembaga Nirlaba Sejenis (Jakarta :PT Raja
Grafindo,2005), hlm.5.

10
pengeluaran dana yang dilakukan dapatdipertanggung jawabkan baik kepada umat
maupun kepada Allah SWT, hal ini sangat di jaga oleh islam

Dalam mengelola zakat harus memiliki akuntabilitas dan transparansi.


Artinya, semua proses diatas harus benar-benar dilakukan secara bertanggung jawab.
Karena itu , menjadi penting bagi lembaga pengelola zakat untuk bisa menyusun
laporan keuangan yang baik dan transparan yang sesuai dengan PSAK No.109 yang
diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang bertujuan untuk mengatur
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi zakat
infak/sedekah.Lembaga Amil Zakat yang mempunyai tugas mengelola zakat
memerlukan laporan keuangan untuk mempermudah kinerjanya . Laporan Keuangan
digunakan sebagai bentuk transparansi dalam pengelolaannya dan juga sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada donator atau pengguna laporan keuangan lainnya . Maka
dari itu, di butuhkan laporan keuangan sebagai media antara pengelola dan
masyarakat. Laporan keuangan lembaga amil zakat harus berbasis pada Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 109 yang terdiri dari:

1. Laporan Neraca/posisi keuangan.


2. Laporan Perubahan Dana.
3. Laporan Aktivitas atau Sumber dan Penggunaan Dana.
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan atas Laporan Keuangan.

Salah satu Lembaga nirlaba yang mengelola zakat itu diantaranya adalah Pos
Keadilan Peduli Umat (PKPU). Lembaga Amil Zakat Pos Keadilan Peduli Umat
adalah lembaga swadaya masyarakat yang banyak bergerak dibidang pembangunan
umat dan amil zakat.PKPU adalah salah satu institusi yang peduli terhadap
kepentingan umat dengan pengelolaan yang amanah dan professional di
Indonesia.karena itu , dalam laporan keuangan yang di audit oleh akuntan publik
disebutkan adanya klasifikasi dana terikat untuk keperluan tertentu seperti dana
bencana kemanusiaan, untuk yatim dan janda,untuk zakat, wakaf, dan sebagainya.
Juga ada dana yang tidak terikat peruntukannya sehingga bisa digunakan secara
fleksibel oleh pengurus PKPU.

Untuk memelihara citra organisasi yang amanah dan professional, PKPU


melaksanakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas . Dengan prinsip
transparansi dan akuntabilitas ini PKPU membuka akses kepada muzaki untuk
mengetahui mengapa,bagaimana, dan apa alasan suatu kebijakan di buat. Masih
menyangkut transparansi dan akuntabilitas PKPU senantiasa membuat laporan
keuangan yang dilakukan perbulan,pertahun, dan rekapitulasi selama 7 tahun sejak
1999-2016. Laporan keuangan PKPU tersebut telah diaudit 15 kali yaitu tahun 2001
sampai 2016 oleh akuntan publik Husni Mucharram dan Rasidi.

11
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Proses pengumpulan zakat dilakukan oleh badan yang berwenang dalam


mengumpulkan zakat. Badan tersebut adalah Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.
Badan Amil Zakat terdiri atas Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Kabupaten /
Kota, Badan Amil Zakat Kecamatan. Apabila Lembaga Amil Zakat terdiri atas Lembaga
Amil Zakat Pusat, Lembaga Amil Zakat Provinsi. Pengumpulan zakat dapat dilakukan
dengan cara pembukaan UPZ, pembukaan counter pengumpulan zakat, pembukaan rekening
bank, penjemputan zakat langsung atau melalui SMS.

Pendistribusian zakat diberikan pada kelompok tertentu atau orang tertentu.


Kelompok itu adalah fakir miskin, kelompok amil (petugas zakat), kelompok muallaf, budak,
kelompok gharimin, fii sabilillah, dan ibnu sabil.

Zakat yang terkumpul dalam dana BAZ dapat didayagunakan untuk mustahiq sesuai
dengan ketentuan agama. Proses pemberdayaan terdapat dua bentuk yaitu, pemberdayaan
zakat konsumtif dan pemberdayaan zakat produktif. Pemberdayaan zakat konsumtif terbagi
atas konsumtif traditional dan konsumtif kreatif.

Dalam mengelola zakat harus memiliki akuntabilitas dan transparansi. Artinya, semua
proses diatas harus benar-benar dilakukan secara bertanggung jawab. Karena itu , menjadi
penting bagi lembaga pengelola zakat untuk bisa menyusun laporan keuangan yang baik dan
transparan yang bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi zakat infak/sedekah.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alqardhawi, Yusuf. 1991. Fiqih Zakat. Beirut : Muassalah Risalah.


Asnaini. 2008. Zakat Produktif Dalam Persepektif Hukum Islam. Bengkulu : Pustaka Pelajar
Offset.
Abidah, Atik. 2011. Zakat Filantropi Dalam Islam. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Hafidhudin, Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III Cet. II. Jakarta : Balaipustaka. 2002.

13

Anda mungkin juga menyukai