Anda di halaman 1dari 4

2 Kronologis Masa Transisi (1966-1967)

30 September 1965

Terjadinya pemberontakan G30S PKI.

11 Maret 1966

Letjen Soeharto menerima Supersemar dari presiden Soekarno untuk melakukan pengamanan.

12 Maret 1966

Dengan memegang Supersemar, Soeharto mengumumkan pembubaran PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang.

22 Februari 1967

Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden Soekarno.

7 Maret 1967

Melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden
oleh MPR dan hasil pemilu.

12 Maret 1967

Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus menjadi masa awal mula lahirnya
era orde baru.

3 Peristiwa Masa Transisi (1966-1967)

Lahirnya Kesatuan Aksi

Terjadi di Jakarta

Di latar belakangi oleh tuntutan penyelesaian bagi para pelaku G30 S/PKI

Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi mahasiswa (KAMI), pemuda –pemuda (KAPPI), dan pelajar (KAPI).
Kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI (Sarjana), KAWI (Wanita), dan KAGI (guru).

Pada tanggal 26 OKtober 1965, kesatuan-kesatuan aksi tersebut bergabung dalam satu front, yaitu
FRONT PANCASILA yang menentang G30S/PKI.
4 Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat)

Tritura dipelopori KAMI dan KAPPI

Pada tanggal 10 Januari 1966 kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila memenuhi
halaman DPR-GR dan mereka menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) kepada pemerintah, yang
berisi :

1.Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya.

2.Pembersihan Kabinet DWIKORA dari unsur-unsur G 30 S/PKI.

3.Penurunan harga dan perbaikan ekonomi.

5 Perubahan Kabinet Oleh Presiden Soekarno

Perubahan Kabinet tidak memuaskan hati rakyat

Dalam Kabinet banyak tokoh yang di duga terlibat dalam G 30 S/PKI

Pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan tanggal 24 Februari 1966 terjadi demonstrasi besar-
besaran dan bentrok di sekitar Istana Merdeka

Mahasiswa UI yang bernama Arief Racham Hakim tewas tertembak oleh Resimen Cakrabirawa

Presiden sebagai Panglima Komando Gayang Malaysia membubarkan KAMI.

6 Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR)

Tanggal 11 Maret 1966 berlangsung sidang Kabinet Dwikora, ditengah persidangan Soekarno menerima
laporan bahwa Istana Bogor dimasuki pasukan yang tak dikenal.

Soekarno pergi ke Istana Bogor untuk memastikan , dan Presiden Soekarno memutuskan untuk
memberikan surat perintah kepada Letjen Soeharto.

Pemberian surat Pada Letjen Soeharto merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus wewenang
kepada Soeharto untuk mengatasi keadaan yang menentu.

Surat Perintah 11 Maret berisi perintah kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden / Pangti ABRI /
Pemimpin Besar Revolusi mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan
dan ketenangan serta kestabilan pemerintahan.

Dikeluarkannya SUPERSEMAR memulai babak baru dalam perjalanan bangsa Indonesia yaitu Orde Baru.
7 Dualisme Kepemimpinan Nasional

Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan nasional yang mengarah pada dualisme
kepemimpinan

Presiden Soekarno masih menjabat presiden, namun pamornya telah kian merosot.

Soekarno dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan masyarakat yang mendesak agar PKI dibubarkan

Sementara itu Soeharto setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Presiden Soekarno dan
sehari sesudahnya membubarkan PKI, namanya semakin populer

Dalam pemerintahan yang masih dipimpin oleh Soekarno, Soeharto sebagai pengemban Supersemar,
diberi mandat oleh MPRS untuk membentuk kabinet, yang diberi nama Kabinet Ampera.

8 Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai pemimpin kabinet, tetapi pelaksanaan pimpinan dan
tugas harian dipegang oleh Soeharto.

Kondisi ini berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan nasional”, yaitu Soekarno sebagai
pimpinan pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan.

Presiden Soekarno sudah tidak banyak melakukan tindakan-tindakan pemerintahan, sedangkan


sebaliknya Letjen Soeharto banyak menjalankan tugas-tugas harian pemerintahan.

Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” akhirnya menimbulkan pertentangan politik dalam


masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto.

Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan Juni sampai awal Juli 1966 memutuskan menjadikan
Supersemar sebagai Ketetapan (Tap) MPRS. Dengan dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara
hukum Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Presiden Soekarno.

9 Bahkan sebaliknya secara hukum Soeharto mempunyai kedudukan yang sama dengan Soekarno, yaitu
Mandataris MPRS. Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai membatasi hak prerogatif Soekarno selaku
Presiden. Secara eksplisit dinyatakan bahwa gelar “Pemimpin Besar Revolusi” tidak lagi mengandung
kekuatan hukum. Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan pidato pertanggungjawabannya
yang diberi judul “Nawaksara”.

Mr. Hardi, menemui Presiden Soekarno dan memohon agar Presiden Soekarno membuka prakarsa untuk
mengakhiri dualisme kepemimpinan negara, karena dualisme kepemimpinan inilah yang menjadi sumber
konflik politik yang tidak kunjung berhenti. Mr. Hardi menyarankan agar Soekarno sebagai mandataris
MPRS, menyatakan non aktif di depan sidang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran PKI.
Pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia
oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution.Setelah setahun menjadi pejabat presiden, Soeharto
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968 dalam Sidang Umum V MPRS.
Melalui Tap No. XLIV/MPRS/1968, Jenderal Soeharto dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia
hingga terpilih presiden oleh MPR hasil pemilu. Pengukuhan tersebut menandai berakhirnya dualisme
kepemimpinan nasional dan dimulainya pemerintahan Orde Baru.

Anda mungkin juga menyukai