Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN EKOLOGI

PESTISIDA NABATI DARI TANAMAN SERAI

Disusun Oleh :

KELOMPOK : 5 (LIMA)
NAMA KELOMPOK : VICTORIA CLARITA (ACD 117 001)
M. FRENGKY SETIAWAN (ACD 117 006)
MARDINA (ACD 117 007)
KELAS : A
DOSEN PENGAMPU : WIDYA KRESTINA, S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2018
BAB I

1.1 Latar Belakang


Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu
faktor pembatas penting dalam upaya peningkatan produksi sayuran.
Serangan OPT terjadi di semua tahap pengelolaan agribisnis sayuran dimulai
dari sebelum masa tanam, di pertanaman, sampai penyimpanan dan
pengangkutan produk. Masyarakat sudah tidak asing dengan nama-nama
OPT sayuran, seperti ulat daun kubis, lalat pengorok daun, kutu daun,
penyakit hawar daun, penyakit layu bakteri, penyakit bengkak akar,
nematoda sista kentang (NSK) dan masih banyak lagi. Kehilangan hasil
tanaman sayuran akibat serangan OPT di pertanaman diperkirakan mencapai
25-100% dari potensi hasil. Di samping sangat menurunkan kuantitas
produksi, serangan OPT juga dapat menurunkan kualitas dan harga produk,
serta daya saing produk di pasar. Secara ekonomis kerugian tersebut
mencapai miliaran rupiah setiap tahun.
Dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi usaha tani sayuran
akibat serangan OPT, pada umumnya para petani masih sangat
menggantungkan pada penggunaan pestisida sintetik. Pestisida sintetik
sering digunakan di Indonesia untuk mengendalikan hama dan penyakit
yang menyerang tanaman. Catatan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia)
mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi keracunan pestisida
hingga lebih dari 44.000 kasus keracunan, bahkan dari angka tersebut yang
terbanyak terjadi di negara berkembang. Dampak negatif lain dari
penggunaan pestisida diantaranya adalah meningkatnya daya tahan hama
terhadap pestisida, membengkaknya biaya perawatan akibat tingginya harga
pestisida dan penggunaan yang salah dapat mengakibatkan racun bagi
lingkungan, manusia serta ternak.
Adanya serangan hama pada tanaman sayuran, menyebabkan para
petani berusaha melindungi tanaman dari kerusakan hama dengan
menggunakan bahan kimia seperti pestisida sintetik. Penggunaan pestisida
sintetik berkembang dengan cepat dikarenakan para petani menilai
penggunaan pestisida sintetik ini lebih praktis untuk mengobati tanaman
yang terserang hama. Pada mulanya pestisida sintetik sangat membantu
petani untuk melindungi tanaman dari serangan hama tetapi pada akhirnya
insektisida tersebut menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap
lingkungan dan manusia itu sendiri.
Pestisida nabati merupakan salah satu jenis insektisida yang
potensial untuk digunakan dalam mengendalikan hama utama tanaman
pertanian. Insektisida nabati diperoleh dari ekstrak atau penyulingan
tanaman yang berfungsi sebagai senyawa pembunuh, penolak, pengikat dan
penghambat pertumbuhan. Peluang pengembangan pestisida nabati di
Indonesia dinilai sangat strategis mengingat tanaman sumber bahan
insektisida banyak tersedia dengan berbagai macam kandungan kimia yang
bersifat racun ( Soehardjan, 1994).
Menurut Grainge dan Ahmed (1988) lebih dari seribu tanaman
berpotensi sebagai pengendali hama tanaman. Tanaman biofarmaka dan
atsiri merupakan tanaman yang dapat digunakan sebagai insektisida nabati.
Tanaman tersebut umumnya termasuk ke dalam famili Meliaceae,
Annonaceae, Asteraceae, Pipericeae dan Rutaceae (Prakash and Rao, 1997 ;
Priyono et al., 2006).
Minyak atsiri dari tanaman aromatik diketahui mengandung senyawa
aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida. Hal ini berkaitan
dengan sifatnya yang mampu membunuh, mengusir dan menghambat
makan hama. Beberapa minyak atsiri dari tanaman aromatik yang diduga
bersifat pestisida antara lain minyak cengkeh (Eugenia aromatica), minyak
serai wangi (Andropogon nardus) dan minyak kayu manis (Cinnamomum
spp.).
Penggunaan bahan kimia alami dari tanaman bioaktif tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, baik tanah, air dan udara, tidak
meninggalkan residu di alam, mudah dilaksanakan serta biaya
pelaksanaannya relatif murah (Sastroutomo, 1992). Kardinan (2004),
menyatakan bahwa tanaman serai (Andropogon nardus L.) adalah salah satu
tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk pengendalian
hama tanaman. Penggunaan ekstrak batang serai sebagai insektisida botanis
merupakan salah satu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai potensi tanaman serai (Andropogon nardus L.) yang
dapat digunakan sebagai bahan aktif pestisida nabati pengganti pestisida
sintetik yang lebih aman dan ramah lingkungan.
1.3 Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang diidentifikasi di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1) Komponen kimia apa saja yang terkandung di dalam tanaman serai
(Andropogon nardus L.) sehingga dapat digunakan sebagai pestisida
alami?
2) Bagaimana cara pemanfaatan tanaman Serai (Andropogon nardus L.)
sebagai bahan aktif pestisida nabati pengganti pestisida sintetik yang
aman dan ramah lingkungan?
BAB II

2.1 Alat dan Bahan

No. Alat dan Bahan Jumlah


1. Pisau 1 Buah
2. Baskom 2 Buah
3. Sendok 1 Buah
4. Telenan 1 Buah
5. Saringan 1 Buah
6. Botol Semprotan 1 Buah
7. Cobek dan Ulekan 1 Set
8. Piring 1 Buah
9. Gelas 1 Buah
10. Tanaman Serai 11 Batang
11. Deterjen 1 Sendok
12. Air Secukupnya

2.2 Prosedur Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan
pestisida nabati dari tanaman serai.
2. Memilih tanaman serai yang baik kemudian memisahkan bagian daun
serai yang kering.
3. Mencuci tanaman serai sampai bersih dengan menggunakan air.
4. Mengiris tanaman serai atau mencincang tanaman serai.
5. Mengulek tanaman serai sampai halus.
6. Serai yang sudah diulek sampai halus kemudian dimasukan kedalam
baskom dan mencampurkan satu sendok deterjen setelah itu
memasukan satu gelas air.
7. Setelah bahan tercampur semua kemudian mengaduk sampai rata dan
diamkan selama 20 menit.
8. Setelah 20 menit menyaring tanaman serai untuk memisahkan air dari
ampas tanaman serai.
9. Memasukan air saringan kedalam botol semprot.
10. Pestisida nabati dari tanaman serai siap digunakan.
BAB III
3.1 Data Hasil Penggunaan Percobaan
Dari data hasil penggunaan percobaan yang kami lakukan pada
tanaman hias yang daunnya dimakan oleh serangga kami coba semprotkan
pestisida nabati dari tanaman serai pada bagian daun dan batang. Proses
pemulihan tanaman yang dimakan oleh serangga tidak berlangsung dengan
cepat akan tetapi serangga seperti semut yang berada disekitar tanaman hias
tersebut setelah disemprotkan pestisida menjauh dan ada beberapa semut
yang mati. Jadi hasil percobaan yang kami lakukan untuk membasmi hama
pada tanaman dapat dikatakan berhasil tanpa mempengaruhi pertumbuhan
tanaman hias tersebut. Hal ini dapat dilihat setelah beberapa hari tanaman
hias tersebut tetap tumbuh dan tidak ada hama yang mendekatinya.
3.2 Pembahasan
Serai memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin, flavonoid,
polifenol, (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), alkaloid dan minyak atsiri
(Leung dan Foster, 1996). Saponin merupakan kelompok glikosida yang
tersusun oleh aglikon bukan gula yang berikatan dengan rantai gula. Sifat
antimikroba dari senyawa saponin disebabkan oleh kemampuan senyawa
tersebut berinteraksi dengan sterol pada membran sehingga menyebabkan
kebocoran protein dan enzim-enzim tertentu (Oleszek 2000). Senyawa
flavonoid merupakan kelompok pigmen-pigmen tanaman aromatik dengan
atom C15 (Naidu et al 2000). Flavonoid terdiri dari flavon, flavonon,
isoflavon, antosianin, dan leukoantosianidin (Ikan 1991). Flavonoid
merupakan senyawa polifenol yang merupakan turunan dari 2-fenil kromon
atau 2-fenil benzopiron (Hall III dan Cuppet 1997). Flavonoid dapat
berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba. Sebagai antioksidan
flavonoid dapat mencegah oksidasi lipid dengan mengikat (mengkelat)
logam-logam yang bersifat prooksidan (Hall III dan Cuppet 1997). Senyawa
flavonoid lipofilik memiliki kemampuan penetrasi dalam membran sel
(Naidu et al 2000). Senyawa flavonoid lipofilik memiliki aktivitas
antimikroba karena memiliki kemampuan penetrasi dalam membran sel
(Naidu et al, 2000).

Gambar kandungan minyak atsiri tanaman serai

Kandungan dari serai yang utama adalah minyak atsiri dengan


komponen sitronelal 32-45%, geraniol 12-18%, sitronelol 11-15%, geranil
asetat 3-8%, sitronelil asetat 2-4%, sitral, kavikol, eugenol, elemol, kadinol,
kadinen, vanilin, limonen, kamfen. Minyak serai mengandung 3 komponen
utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Wardani 2009). Hasil
penyulingan dari Andropogon nardus L dapat diperoleh minyak atsiri yang
disebut Oleum citronellae, Kandungan minyak atsiri tanaman serai sebesar
0.25-0.5% (Oyen 1999). Komponen kimia dalam minyak serai wangi cukup
kompleks, namun komponen yang terpenting adalah sitronelal dan geraniol.
Kadar komponen kimia penyusun utama minyak serai tidak tetap, dan
tergantung pada beberapa faktor. Biasanya jika kadar geraniol tinggi maka
kadar sitronelal juga tinggi (Harris 1987).
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan kimia tanaman
serai yang paling besar adalah sitronelal yaitu sebesar 32-45%. Senyawa
sitronelal mempunyai sifat racun dehidrasi (Desiccant), racun tersebut
merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena
kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati
karena kekurangan cairan (Abdillah, 2004).
Serai merupakan tanaman bermarga Andropogon, dengan nama
spesies Andropogon nardus L. Serai merupakan tanaman rumput-rumputan
tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang sangat dalam dan kuat.
Batangnya membentuk rumpun, pendek, massif dan bulat. Penampang
lintang batang berwarna merah. Daun serai merupakan daun tunggal,
lengkap dan pelepah daunnya silindris, gundul, seringkali bagian permukaan
dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian, lebih dari separuh
menggantung, remasan berbau aromatik. Susunan bunganya malai atau bulir
majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata, biasanya
berwarna sama umumnya putih.
Tanaman serai memiliki kandungan kimia yang terdiri dari saponin,
flavonoid, polifenol, (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991), alkaloid dan
minyak atsiri (Leung dan Foster, 1996). Minyak atsiri yang terdapat pada
tanaman serai terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol,
metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan limonene
(Wijayakusumah, 2000). Minyak atsiri tanaman serai mengandung 3
komponen utama yaitu sitronelal, sitronelol dan geraniol (Wardani 2009).
Dari ke 3 komponen ini, senyawa yang mempunyai sifat racun bagi hama
adalah senyawa sitronelal, sehingga tanaman ini memiliki potensi untuk
dijadikan sebagai insektisida nabati yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Secara umum penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida
nabati, mulai dari teknik penyediaan bahan baku sampai produksi masih
terbatas. Cara sederhana pemanfaatan pestisida nabati yang umum dilakukan
oleh petani di Indonesia dan di negara berkembang lainnya adalah
penyemprotan cairan hasil perasan tumbuhan (ekstraksi menggunakan air),
pengolahan sederhana, penempatan langsung atau penyebaran bagian
tumbuhan di tempat – tempat tertentu pada lahan pertanaman, pengasapan
(pembakaran bagian tanaman yang mengandung bahan aktif pestisida),
penggunaan serbuk tumbuhan untuk pengendalian hama di penyimpanan,
dan pembuatan pestisida nabati dengan cara fermentasi.
Sebelum digunakan sebagai insektisida nabati, tanaman serai perlu
diekstrak terlebih dahulu kandungan kimianya. Untuk mendapatkan ektrak
dari tanaman serai ini dapat ditempuh dengan beberapa cara yang cukup
sederhana salah satunya yaitu melalui pencampuran dengan zat aktif seperti
etanol yang setelah diproses akan menghasilkan ekstrak tanaman serai.
Ekstrak inilah yang dapat dipergunakan sebagai insektisida nabati untuk
mengatasi hama yang menyerang tanaman.

3.3 Kesimpulan
Tanaman serai (Andropogon nardus L.) memiliki kandungan kimia
yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri.
Minyak atsiri serai terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol,
farsenol, metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan
limonene. Karena kandungannya inilah, serai berpotensi sebagai tanaman
penghasil pestisida nabati yang lebih aman dan ramah lingkungan.
Pengolahan pestisida nabati dari tanaman serai dapat dilakukan melalui
beberapa cara salah satunya yaitu pencampuran dengan bahan aktif yang
akan menghasilkan ekstrak tanaman serai. Ekstrak tanaman serai yang
dihasilkan mengandung senyawa sitronelal yang mempunyai sifat racun
dehidrasi (Desiccant), racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat
mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Arswendiyumna, Regalado. 2011. MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG
TANAMAN DUA SPESIES GENUS CYMBOPOGON, FAMILI
GRAMINEAE SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI DAN ANTIBAKTERI.

Anonim. 2017. Serai–Wikipedia. https://id.m.wikipedia.org/wiki/-


Serai?_e_pi_=7%2CPAGE_ID 10%2C4247277607 Diakses pada 29 Juni
2018 Pukul 14:00.

Lansida. 2011. Sereh (Cymnbopogon nardus (L.) Rendle. ).http://lansida/-


.blogspot.com/-2011/03/ Sereh-cymbopogon-nardus-l-rendle.html.
Diakses pada 29 Juni 2018 Pukul 14:30
LAMPIRAN

Foto Tata Cara Pembuatan Pestisida Nabati Dari Tanaman Serai


Foto Tanaman Hias Yang Disemprotkan Pestisida Nabati Dari Tanaman Serai

Sebelum Disemprotkan

Anda mungkin juga menyukai