Anda di halaman 1dari 6

menjenguknya lagi?

” (pertanyaan runtun dari Deva)


               “Hello Deva, kalau nanya satu-satu dong. Kamu bukan mau wawancara kan?” jawab Diana
               “Emang, kami orang tuanya? Kami juga belum tahu keadaannya. Ayo kita jenguk aja sama-
sama pulang sekolah” tegas Lizy
               Bunyi bel panjang bertanda telah berakhir jam pelajaran. Hujan yang tampak lebat, membuat
para siswa harus menunggu sampai hujan reda. Tiba-tiba handphone Deva berbunyi, padahal
peraturan sekolah dilarang membawa handphone, suara di seberang membawa berita buruk.
               Hujan yang lebat tak mereka perdulikan. Mereka lari basah-basahan menuju rumah sakit
sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat khawatir dan tak percaya bahwa kabar itu memang
benar nyata. Sahabat mereka Lintang meninggal dunia. Nyawanya tak dapat tertolong lagi karena
penyakitnya semakin hari semakin parah. Orang tua Lintang merasa kehilangan dan terpukul, namun
semua adalah kehendak-Nya. Orang tua Lintang juga sangat berterima kasih pada Lizy, Diana, dan
Deva. Menganggap mereka sebagai anaknya.
***
“Tak sempat ku berikan
Tak sempat ku sampaikan”
_LiDiZyVa_
Kalimat itu selalu melintas dipikiran Diana. Begitu pula Lizy dan Deva. Kerasa tak percaya, kehilangan,
kerinduan, tersirat dibenak mereka. Mereka termenung di tepi danau sambil menyanyikan lagu
“Semua Tentang Kita” yang biasa mereka nyanyikan.
Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Belum sempat lagu itu dinyanyikan, butiran air mata membasahi di pipi ketiganya. Orang tua Lintang
tiba-tiba dating dan ikut duduk di antara mereka. Memberikan semangat pada Lizy, Diana dan Deva
bahwa masa depan mereka juga menjadi kebanggaan orang tua angkat mereka. Ibu Lintang tiba-tiba
menyerahkan secarik kertas berwarna biru yang bergambar bunga. Tangan Deva bergetar ketika
memegang kertas itu. Rasa penasaran membuat ia segera membuka dan membacanya seperti
sedang lomba baca puisi.
Sahabatku impianku
Cita-citaku imajinasiku
Bukan hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah mempunyai tujuan
Tujuan seperti sinar
Kesana lah kita berlari
Dan untuk itulsh kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri
               “Waahh, sungguh bersemangatnya dia. Aku piker karena fisiknya lemah, jiwanya akan goyah.
Tapi aku salah. Hebat!! Puji Diana. Sambil melanjutkan lukisannya.
               “Iya..”sambung Lizy sambil meneteskan air mata.
                            Suasana menjadi hening kembali. Kemudian Diana berteriak girang sambil meneteskan
butiran air mata yang melintas di pipinya.
               “Lukisan dengan simbol “LiDiZyVa” akhirnya selesai”
               “Waahh..keren.!”
               Mereka menatap terpesona lukisan yang melambangkan persahabatan ini yang terlihat indah
karena di sekitar tulisan itu ada gambar wajah mereka masing-masing. Di danau inilah sejarah
persahabatanku. Dan tempat inilah aku dan sahabatku berbagi walau hanya sekedar untuk
mengenang Lintang.
SELESAI
Sebuah Janji
Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum
disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-
temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti
ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana.
Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk
merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang
datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak
Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata
dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget
sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya
ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di
depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun
akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen
gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut
sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak
membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik
bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai
membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai
mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa
dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum
kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya
sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari
motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah
sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah
menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan
temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi
ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok
permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar
nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu
berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud
mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak
menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah
membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali
menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya,
Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh,
sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi
tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin
biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa
kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin
sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya
nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda
mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh.
Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu
organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak
menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara.
Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja
putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada
yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha,
mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina.
Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau
berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di
depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal
melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja.
Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya.
Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya.
Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang
jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah
memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo
berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas
Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa
ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah
kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang
dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh
terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan.
Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak
menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah
tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak
pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo
nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”


***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri
tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi
Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex
nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang
namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin
dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal
seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan
termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa
pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen
segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi
sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-
uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru
kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara
ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak
gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat
nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah
ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun
jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-
buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia
bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah
berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan
Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel
belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat
kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex
selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex
mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran
lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat
Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat
mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

    Dear wina,

    Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue
ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat
pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto.
Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu
hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu
itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.

“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel
tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue
dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai
temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi
seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk
kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur
tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum
sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya
jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.


***

By : Rai Inamas Leoni


TTL : Denpasar, 08 Agustus 1995
Sekolah : SMA Negeri 7 Denpasar

Demikianlah Contoh Cerpen Yang dapat admin sampaikan pada kesempatan kali ini semoga
bermanfaat.....

Suamiku Ngaceng
Selama 4 Jam
Aku Jadi Basah Melihatnya

Baca sebelum dihapus!

ohimo.ru

Contoh Cerpen | Kumpulan Contoh Cerpen Terbaik Lengkap Menyentuh Hati dan Terbaru 2016 | Contoh
Cerpen Persahabat, Cinta, Kehidupan, Lucu, Romantis, Sedih, Pendidikan

Share on Facebook Twitter Google+

Berita : Kumpulan Contoh Cerpen Terbaik Lengkap Menyentuh Hati dan Terbaru
2016
Kumpulan Contoh Cerpen Terbaik Lengkap Menyentuh Hati dan Terbaru 2016
Contoh Cerpen Terbaik - Cerpen adalah cerita pendek, jenis karya sastra yang
memaparkan kisah ataupun cerit ...

6 komentar Urut Berdasarkan Paling Lama

Tambahkan Komentar...

Aslam Islami Bekerja di Real Madrid C.F.


kata nya cerpen kok panjang sih wkwkwkwkw....
Suka · Balas · Tandai sebagai spam · 1 · 28 November 2016 18:40

Almirah Laksita Chandrawati Daerah Khusus Ibukota Jakarta


Tau tuh panjang bat
Suka · Balas · Tandai sebagai spam · 1 · 15 Januari 2017 16:30

Muat 5 komentar lainnya

Plugin Komentar Facebook

Newer Post Home Older Post

DMC

© www.Teoripendidikan.Com | Privacy Policy | About Us

Anda mungkin juga menyukai