Anda di halaman 1dari 2

KONDISI EKSPOR INDONESIA PER AGUSTUS 2019

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara
lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil higga
menengah atas sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional.

Ekspor merupakan salah satu penyumbang devisa Negara. Besaran ekspor juga
dapat menentukan seberapa besar pendapatan nasional. Namun, pada kenyataannya
ekspor Indonesia belum bisa stabil. Dan sering lebih kecil dari pada nilai impor.

Nilai ekspor Indonesia Januari 2019 mencapai US$13,87 miliar atau menurun 3,24
persen dibanding ekspor Desember 2018. Demikian juga dibanding Januari 2018
menurun 4,70 persen. Ekspor nonmigas Januari 2019 mencapai US$12,63 miliar, naik
0,38 persen dibanding Desember 2018. Sementara itu ekspor nonmigas turun 4,50 persen.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Januari 2019 terhadap Desember 2018 terjadi pada
bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$80,3 juta (37,08 persen), sedangkan penurunan
terbesar terjadi pada mesin-mesin/pesawat mekanik sebesar US$127,1 juta (22,42
persen).

Berdasar data dari Badan Pusat Statistik, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan
Januari 2019 turun 4,47 persen dibanding Januari 2018, demikian juga ekspor hasil
tambang dan lainnya turun 6,25 persen, sementara ekspor hasil pertanian naik 9,99
persen.

Ekspor nonmigas Januari 2019 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$1,71 miliar,
kemudian Amerika Serikat US$1,51 miliar dan Jepang US$1,20 miliar, dengan kontribusi
ketiganya mencapai 34,96 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar
US$1,38 miliar.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari 2019 berasal
dari Jawa Barat dengan nilai US$2,58 miliar (18,62 persen), diikuti Kalimantan Timur
US$1,46 miliar (10,55 persen) dan Jawa Timur US$1,43 miliar (10,30 persen).
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik mencatat ekspor Indonesia pada Juli 2019
mencapai USD 15,45 miliar. Nilai ekspor tersebut naik sebesar 31,02 persen
dibandingkan Juni 2019 namun turun sekitar 5,12 persen jika dibandingkan dengan
periode Juli 2018.

Suhariyanto mengatakan, sektor nonmigas menyumbang sekitar USD 13,84 miliar


sedangkan sektor migas menyumbang sekitar USD 1,61 miliar. Kenaikan ekspor bulan
Juli salah satunya disebabkan oleh masa kerja industri yang sudah mulai normal pasca
adanya libur panjang Ramadan.

Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2019 defisit
sebesar USD 63,5 juta. Defisit tersebut disumbang oleh defisit sektor migas sebesar USD
142,4 juta sedangkan sektor nonmigas surplus USD 78,9 juta.

Suhariyanto mengatakan, sepanjang Januari hingga Agustus neraca perdagangan


Indonesia mengalami defisit sebesar USD 1,9 miliar. Sementara jika dibandingkan tahun
lalu defisit menurun karena tahun lalu defisit necara perdagangan Indonesia lebih besar
sekitar USD 3,2 miliar.

Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa ekspor Indonesia masih dipengaruhi oleh
berbagai situasi global termasuk perundingan perang dagang antara Tiongkok dan
Amerika Serikat. Tidak hanya perang dagang, ekspor Indonesia juga dipengaruhi oleh
kondisi sosial dalam negeri seperti pemilu dan konflik di beberapa daerah.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan ke depan, pemerintah akan terus


mencermati perkembangan yang ada. Penurunan ekspor dan impor pada akhirnya akan
berpengaruh pada perekonomian ekonomi. Salah satunya menghambat pertumbuhan
industri manufaktur. Untuk itu, pemerintah akan menjaga sumber pertumbuhan ekonomi
lain seperti investasi maupun konsumsi.

SUMBER :

- BADAN PUSAT STATISTIK


- KOMPAS.COM
- CNN
- DETIK FINANCE

ADINDA PUTRI NURAINI – 195020101111033


EKONOMI PEMBANGUNAN - AD

Anda mungkin juga menyukai