Persoalan moral dan akhlak mendapat perhatian cukup besar dalam islam.
Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa menampilkan akhlak yang
mulia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu akhlak mulia yang ditekankan
dalam islam adalah untuk bersikap tawadhu atau rendah hati, lawan dari sifat
sombong. Jika seseorang menghiasi dirinya dengan sifat tawadhu, maka ia akan
berusaha menghilangkan sifat-sifat tidak terpuji seperti kesombongan,
keangkuhan, merasa paling hebat, tinggi hati, dan segudang penyakit hati yang
lain dari dalam dirinya.
عنَ مِ ن ُكمَ يَرت َََّد َمنَ آ َمنُوا الَّذِينََ أَيُّ َها يَا
َ فَ دِينِ َِه ََّ َعلَى أَذِلَّةَ َويُحِ بُّونَ َهُ يُحِ بُّ ُهمَ بِقَوم
َ َّللاُ يَأتِي ف
َ سو َ ََعلَى أَع َِّزةَ ال ُمؤمِ نِين َ ََيُ َجا ِه َُدونََ الكَاف ِِرين
ل فِي
َِ سبِي
َ ّللا ََ ل ذَلِكََ َلئِمَ لَو َم َةَ يَخَافُونََ َو
ََِّ ل َُ ّللا فَض
ََِّ ّللاُ يَشَا َُء َمنَ يُؤتِي َِه
ََّ علِيمَ َواسِعَ َو َ
ََّن َل َ علَي ِه َم ت َحزَ نَ َو َلَ مِ ن ُهمَ أَز َوا ًجا بِ َِه َمتَّعنَا َما ِإلَى
ََّ عينَيكََ ت َ ُمد َ َلِل ُمؤمِ نِينََ َجنَا َحكََ َواخفِض
Dan segala apa yang ada di langit dan di bumi hanya bersujud kepada Allah,
yaitu semua makhluk bergerak (bernyawa) dan juga para malaikat, dan mereka
(malaikat) tidak menyombongkan diri. – (Q.S An-Nahl: 49)
َّ ََشونََ الَّذِين
الرح َم ِنَ َو ِعبَا َُد ُ علَى يَم
َ ض َ جا ِهلُونََ خَا
َ ِ طبَ ُه َُم َوإِذَا هَونًا اْلَر ََ س ََل ًما قَالُوا ال
َ
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, mereka itu adalah orang-
orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-
orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata hinaan), mereka
membalasnya dengan mengucapkan “salam,”. – (Q.S Al-Furqan: 63)
Negeri akhirat itu Kami ciptakan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan
diri dan juga tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang
baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa. – (Q.S Al-Qasas: 83)
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan penuh keangkuhan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. – (Q.S Luqman: 18)
خ ُّروا ِب َها ذُك ُِروا ِإذَا الَّذِينََ ِبآيَا ِتنَا يُؤمِ نَُ ِإنَّ َما
ََ س َّجدًا
ُ سبَّ ُحوا ََ ََيَست َك ِب ُرون
َ ل َوه َُم َر ِب ِه َم ِب َحم ِدَ َو
َض ًّرا لَ ُكمَ أَملِكَُ َلَ ِإنِي قُل َ يرنِي لَنَ ِإنِي قُلَ * َر
َ َشدًا َو َل ََِّ َن أ َ َحد
َ ّللا مِ نََ ي ُِج َ َل * ُملت َ َحدًا دُو ِن َِه مِ نَ أ َ ِج ََد َول ََّ غا ِإ
ً ّللا مِ نََ بَ ََل
ََِّ
س َالتِ َِه
َ ص َو َمنَ َو ِر َ
َََّ ُسول َه
َ ِ ّللا يَع ُ ن َو َر َ ََ أَبَدًا فِي َها خَا ِلدِينََ َج َهن ََم ن
ََّ ِ َار ل َهُ فَإ َّ
Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang
sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan
diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya.
Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga
sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-
fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada
orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah
memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba
sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang
memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.”
(HR. Muslim no. 2588). Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di
dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan
memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia.
Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena
sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Tawadhu’ juga merupakan akhlak mulia dari para nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam.
Lihatlah Nabi Musa ‘alaihis salam melakukan pekerjaan rendahan, memantu memberi
minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah
tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya
sendiri. Nabi Zakariya dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan
dalam perkataannya,
“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi
celaka.” (QS. Maryam: 32). Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’,
mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat.
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah
seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.”
(HR. Muslim no. 2865).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih memberi salam pada anak kecil dan yang
lebih rendah kedudukan di bawah beliau. Anas berkata,
أن النبي صلى هللا عليه و سلم كان يزور األنصار ويسلم على صبيانهم ويمسح رؤوسهم
Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya. Beliau
membantu istrinya. Bahkan jika sendalnya putus atau bajunya sobek, beliau menjahit dan
memperbaikinya sendiri. Ini beliau lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan
mengurus umat.
َ َ عر َوَة
َعن َُ ل َ ِل يَصنَ َُع َكانََ شَيءَ أي ال ُمؤ ِمنِينََ أ ََُّم يَا ِلعَائ
ََ ش َةَ قُلتَُ َقا َُ سو ُ إِ َذا وسلم عليه للا صلى للاَِ َر
ََقَالَتَ ِعن َد ِك؟ َكان: “ل َما َ َ
َُ َف أه ِل َِه ِمهنَ َِة فِي أ َح ُد ُكمَ يَفع َُ ” َدل َوَهُ َو َيرفَ َُع ثَوبَ َهُ َوي ُِخي
ِ ط نَعلَ َهُ يَخ
َُ ص
Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah
menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika
sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat
air di ember.” (HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676. Sanad
hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Lihatlah beda dengan kita yang lebih
senang menunggu istri untuk memperbaiki atau memerintahkan pembantu untuk
mengerjakannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa rasa malu membantu pekerjaan istrinya.
‘Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
berada di rumah. Lalu ‘Aisyah menjawab,
ُ ت فَإ ِ َذا أَه ِل ِهَ ِخد َم َةَ ت َع ِني أَه ِل ِهَ ِمهنَ ِةَ ِفي َي ُك
ََونَ َكان َ ض َر َّ ص ََل ِةَ ِإلَى خ ََر َجَ ال
َ ص ََلَة ُ َح َّ ال
“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau
keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari no. 676). Beda dengan kita yang mungkin
agak sungkan membersihkan popok anak, menemani anak ketika istri sibuk di dapur, atau
mungkin membantu mencuci pakaian.
أن تخرج من منزلك فال تلقى مسلما ً إال رأيت له: هل تدرون ما التواضع؟ التواضع:قال الحسن رحمه هللا
. ًعليك فضال
Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau
keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa
bahwa ia lebih mulia darimu.”
» من ال يرى فضله: وأكبر الناس فضال، من ال يرى قدره: « أرفع الناس قدرا:يقول الشافعي
Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak
pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak
pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)
الحارث بن بشر يقول: “”فقير ي َدي بين جالسَ غنيَ من أحسنََ رأيتَُ ما.
Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-
tengah orang fakir.” Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.
‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu
di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau
memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi,
6: 298)
عيينة بن سفيان قال: مشتهيَا ً عصى السَلم عليه آدم فإن التوبة له فارج شهوة في معصيته كانت من
له فغفر فاستغفر، اللعنة عليه فاخش كبر من معصيته كانت فإذا. فلعن مستكبرَا ً عصى إبليس فإن.
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka taubat akan
membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam ‘alaihis salam bermaksiat karena nafsu
syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun pada Allah), Allah pun akhirnya
mengampuninya. Namun, jika siapa yang maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari
tawadhu’), khawatirlah karena laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu
bermaksiat karena sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.”
. والشرف في التواضع، والغنى في اليقين، وجدنا الكرم في التقوى:قال أبو بكر الصديق
Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari
sifat takwa, qona’ah (merasa cukup) muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah),
dan kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu’.”
. وكل نعمة محسود عليها إال التواضع،التواضع أحد مصائد الشرف: قال عروة بن الورد
‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap
nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.”
ما رأيت مثل أحمد بن حنبل!! صحبناه خمسين سنة ما افتخر علينا بشيء مما كان عليه: قال يحيى بن معين
من الصالح والخير
Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam Ahmad! Aku
telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau sama sekali tidak pernah
menyombongkan diri terhadap kebaikan yang ia miliki.”
Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu adalah
seperti pohon yang tidak berbuah.”[1]
Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari sifat sombong.
“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah
padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut
kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).