4242 11993 1 PB PDF
4242 11993 1 PB PDF
Abstrak
Pendahuluan: Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi alergi yang dipicu oleh aktivasi IgE. Hipersensitivitas
tipe I dapat berupa reaksi anafilaktik sistemik atau reaksi lokal yang ditandai oleh inflamasi dan kerusakan epitel
mukosa. Telur ayam dikenal sebagai makanan yang sering memicu alergi akibat kandungan protein di dalamnya
merangsang reaksi sistem imun secara berlebihan pada pasien tertentu. Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan membahas
penatalaksanaan stomatitis alergika disertai dermatitis perioral yang disebabkan oleh alergi telur ayam. Kasus:
Seorang wanita berusia 18 tahun datang dengan keluhan utama bibir terasa perih dan tebal serta terdapat sariawan di
lidah yang terasa perih bila disentuh. Keluhan dirasakan sejak pasien mengkonsumsi telur 3 hari sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat alergi terhadap telur dan makanan laut. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan edema, deskuamasi
dan hiperpigmentasi di sekitar bibir. Pemeriksaan intraoral menunjukkan deskuamasi pada mukosa labial dan
mukosa bukal, serta bercak putih yang terasa sakit pada dorsum dan lateral lidah. Tatalaksana: Pemeriksaan darah
menunjukkan peningkatan kadar IgE total. Pasien dirawat dengan obat kumur anti-inflamasi non steroid dan dirujuk
untuk pemeriksaan alergi lebih lanjut, serta diberikan krim kortikosteroid topikal untuk mengatasi hiperpigmentasi
dan rasa tebal pada daerah perioral. Pasien dianjurkan menghindari alergen. Perbaikan dicapai dalam 3 minggu dan
pemeriksaan alergi menunjukkan positif alergi terhadap telur. Simpulan: Klinisi harus memahami berbagai manifestasi
reaksi hipersensitivitas agar dapat menegakkan diagnosis dengan tepat dan menemukan pemicunya sehingga dapat
memberikan perawatan yang tepat.
Kata kunci: alergi makanan, hipersensitivitas tipe 1, stomatitis alergika, dermatitis perioral
Abstract
Introduction: Type I hypersensitivity is allergic reaction triggered by the activation of IgE. Type I hypersensitivity
reaction may occur as a generalized anaphylaxis or as a localized reaction characterized by inflammation
and epithelial damage. Chicken eggs are known as a common trigger of food allergy due to the protein content
that stimulates excessive immune reaction in certain patients. Purpose: This case report aimed to discuss about
management of allergic stomatitis accompanied by perioral dermatitis triggered by chicken egg. Case: An 18 year-old
woman complained of thick sensation and tenderness on the lips, and sore on the tongue. Complaints arose since the
patient consumed a fried egg three days before. The patient had a history of allergy to eggs and seafood. Extraoral
examination showed oedema, desquamation and hyperpigmentation surrounding the lips. Intraoral examination
showed desquamation on the labial and buccal mucosa, as well as painful white patches on the dorsal and lateral of
tongue. Case management: Haematological examination showed elevated total IgE level. Patient was treated with non
32
Erna Sung, Desiana Radithia | Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis Perioral Akibat Alergi Telur
steroidal anti-inflammatory mouthwash and referred for further allergy tests, and was given a topical corticosteroid
cream to reduce hyperpigmentation dan thick sensation of the perioral region. Patient was strictly advised to avoid
allergen. Improvement was achieved within 3 weeks and allergy tests showed positive on allergy to eggs. Conclusion:
Clinicians must comprehend the various manifestations of hypersensitivity reactions in order to establish the right
diagnosis and find out the source of trigger to give the appropriate therapy.
Erna Sung, Desiana Radithia | Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis Perioral Akibat Alergi Telur
(Gambar 2A&B). Hasil pemeriksaan darah diberikan adalah krim mometasone furoate
lengkap didapatkan laju endap darah (LED) 0.1% yang dioleskan tipis pada daerah perioral
11-23 mm/jam (N ≤ 12 per jam), eosinofil yang mengalami hiperpigmentasi, digunakan
3% (N 1-2%), segmen 72% (N 54-62), IgE satu kali per hari hingga hiperpigmentasinya
total 206 IU/ml (N <100 IU/ml), dan hasil memudar. Pasien diintruksikan untuk
laboratorium lainnya dalam batas normal. menghindari alergen yang menunjukkan hasil
Diagnosis pada kunjungan ini adalah stomatitis positif pada skin prick test dan kontrol 1 minggu
alergika disertai dermatitis perioral dengan kemudian.
dugaan alergi telur. Pasien diinstruksikan
untuk melanjutkan pemakaian obat kumur dan Tabel 1. Hasil pemeriksaan alergi
Alergen + ++ +++
menghindari makanan yang mengandung telur
Debu rumah
serta dirujuk untuk melakukan pemeriksaan
Daging ayam
alergi (skin prick test) di poli THT RSUD Dr. Susu sapi
Soetomo Surabaya. Putih telur ayam
Pada kunjungan ketiga, pasien merasa Kuning telur ayam
bibirnya sudah membaik, namun garis Udang
Bandeng
kehitaman pada tepi bibir bawah belum
Pindang
menghilang. Pasien masih menggunakan obat
Pisang
kumur secara teratur dan telah melakukan Keterangan :
pemeriksaan alergi di poli THT RSUD + = Urtikaria dengan diameter ≤ 2 mm
Dr. Soetomo Surabaya dan diberikan obat ++ = Urtikaria dengan diameter 2-4 mm
Loratadine 10 mg sebanyak 10 tablet dengan +++ = Urtikaria dengan diameter 4-6 mm
adanya abnormalitas (Gambar 3). Pasien perut dan diare), serta saluran napas (bersin-
diinstruksikan untuk menghentikan penggunaan bersin, ingus yang encer dan bening, ataupun
obat oles dan tetap menghindari makanan yang sesak nafas).1
bersifat alergen. Pada kasus ini, seorang wanita berusia
18 tahun mengeluhkan rasa tebal dan perih
PEMBAHASAN pada bibir dan timbul bercak putih perih pada
Berdasarkan klasifikasi yang diusulkan oleh lidah muncul sejak 3 hari yang lalu setelah
European Academy of Allergy and Clinically pasien mengkonsumsi telur, dimana pada
Immunology (EAACI), alergi telur ayam pemeriksaan klinis terdapat plak putih pada
adalah suatu reaksi adversi dengan mekanisme dorsum lidah dan papula multipel berwarna
imunologi patogenik yang disebabkan oleh putih yang terasa perih serta adanya deskuamasi
asupan atau kontak dengan telur dan proteinnya.3 pada mukosa mulut, dan adanya peradangan
Putih telur mengandung 23 glikoprotein; pada daerah perioral berupa deskuamasi dan
ovomucoid (Gal d1, 11%), ovalbumin (Gal hiperpigmentasi mengikuti bentuk bibir disertai
d2, 54%), dan ovotransferrin (Gal d3, 12%), rasa perih. Pada pemeriksaan darah lengkap
lysozyme (Gal d4, 3.4%) merupakan protein dan kadar IgE total didapatkan hasil adanya
putih telur yang alergenik.6 Ovomucoid resisten peningkatan LED dan eosinofil dan serum
terhadap pemanasan dan degenerasi enzim IgE total, dan SPT menunjukkan hasil positif
pencernaan sehingga ovomucoid merupakan terhadap telur dan beberapa alergen lainnya.
protein yang paling alergenik, sedangkan Berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan
ovalbumin merupakan protein paling banyak klinis dan pemeriksaan penunjang maka kami
dalam putih telur.4 Beberapa alergen lainnya mendiagnosis sebagai stomatitis alergika
yang diidentifikasi dalam kuning telur, meliputi disertai dermatitis perioral akibat alergi telur.
vitellenin (apovitellenin I) dan apoprotein B Hipersensitivitas segera (tipe I) merupakan
(apovitellenin VI), meskipun perannya dalam reaksi alergi akibat aktivasi subset TH2 dari sel
alergi makanan masih belum jelas.4 T-helper CD4+ oleh antigen lingkungan, yang
Alergi telur ayam merupakan alergi makanan menyebabkan produksi antibodi IgE yang akan
yang dimediasi IgE paling umum pada anak- berikatan dengan sel mast. Apabila molekul IgE
anak.10 Alergi ini cenderung bermanifestasi tersebut mengikat alergen dari protein telur, sel
dibawah usia 2 tahun dan 50% pasien mampu mast akan terpicu untuk melepaskan mediator
mencapai toleransi pada usia 3-4 tahun, 60- yang mempengaruhi permeabilitas vaskular dan
74% pada usia 5 tahun.3 Frekuensi alergi telur menginduksi kontraksi otot polos pada berbagai
3 kali lebih tinggi pada anak-anak daripada organ secara sementara, juga memperpanjang
orang dewasa.11 Pada umumnya manifestasi inflamasi. Reaksi hipersensitivitas segera dapat
klinis alergi makanan melibatkan kulit (gatal, terjadi sebagai suatu kelainan sistemik atau
urtikaria, eczema dan bercak eritematous), sebagai kelainan lokal. Bentuk reaksi seringkali
saluran cerna (bengkak dan gatal pada bibir, ditentukan oleh pintu masuk pajanan antigen.
mulut atau tenggorok, mual, muntah, kram Pajanan sistemik terhadap antigen protein
36
Erna Sung, Desiana Radithia | Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis Perioral Akibat Alergi Telur
atau obat dapat menyebabkan anafilaksis mereda dalam 60 menit. Kedua, reaksi fase
sistemik. Reaksi lokal biasanya terjadi apabila lambat, yang biasanya mulai 2 sampai 8 jam
antigen terbatas pada tempat tertentu, seperti kemudian dan mungkin berlangsung beberapa
pada kulit (kontak, menyebabkan utikaria), hari dan ditandai oleh inflamasi dan kerusakan
saluran pencernaan (ditelan, me-nyebabkan jaringan seperti kerusakan epitel mukosa. Sel
diare), atau lambung (inhalasi, menyebabkan radang yang dominan adalah neutrofil, eosinofil
bronkokonstriksi).12 dan limfosit terutama sel TH2.12
Reaksi alergi terhadap telur dimediasi Manifestasi alergi telur pada kasus ini
imunoglobulin E merupakan karakteristik berupa stomatitis alergika dan dermatitis
dari reaksi alergi makanan tipe ini. Kegagalan perioral. Stomatitis alergika merupakan suatu
perkembangan toleransi terhadap makanan reaksi hipersensitivitas yang dapat disebabkan
yang masuk melalui mulut menyebabkan oleh alergen, seperti obat-obatan, makanan dan
produksi antibodi IgE spesifik yang berlebihan. bahan kedokteran gigi. Manifestasi oral dari
Antibodi IgE berikatan dengan reseptor afinitas stomatitis alergika diawali dengan adanya
tinggi FcɛRI pada sel mast dan basofil, serta vesikula multipel yang akan menjadi ulser yang
reseptor afinitas rendah FcɛRII (CD23) pada ditutupi fibrin dengan tepi eritematous disertai
makrofag, monosit, limfosit dan platelet. Ketika inflamasi dan rasa nyeri. Pada umumnya reaksi
alergen telur menembus barrier mukosa dan alergi pada mukosa mulut berupa ulser multipel
berikatan dengan antibodi IgE pada sel mast yang dapat terjadi diseluruh bagian rongga
dan basofil, sel-sel ini melepaskan berbagai mulut16, namun pada kasus ini manifestasinya
mediator inflamasi antara lain vasoaktif amin berupa plak dan papula putih yang nyeri pada
yang dilepaskan dari penyimpanan dalam lidah dan deskuamasi disertai hiperpigmentasi
granula, mediator lipid yang baru disintesa, pada daerah perioral.
dan sitokin. 3,10,12,13 Degranulasi sel mast Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang
menyebabkan pelepasan histamin dan substansi ditandai dengan inflamasi, kekambuhan kronik
lainnya yang dapat mengakibatkan peningkatan dan lesi eksim yang gatal.17 Dermatitis atopik
permeabilitas vaskuler dan menyebabkan pada orang dewasa, lesi dermatitis kurang
pembengkakan jaringan lunak (angioedema)14, karakteristik, dapat di wajah, tubuh bagian
seperti pada kasus ini menyebabkan rasa tebal atas, fleksura, bibir dan tangan.18 Lesi berupa
pada bibir pasien dan inflamasi lokal berupa papula/plak eritematosa, kering, berskuama
stomatitis alergika pada lidah dan mukosa dan terdapat likenifikasi. Pada kulit berwarna
mulut, sehingga menimbulkan gejala yang gelap, hipopigmentasi paska inflamasi maupun
khas dari hipersensitivitas segera.12,15 hiperpigmentasi dapat terjadi, hiperpigmentasi
Reaksi yang dipicu IgE mempunyai dua terutama terjadi di daerah likenifikasi.17
fase yang jelas yaitu reaksi segera, ditandai oleh Stomatitis alergika dan dermatitis atopik
vasodilatasi, kebocoran vaskular dan spasme pada daerah perioral ini kami klasifikasikan
otot polos, biasanya terjadi 5 sampai 10 menit ke dalam hipersensitivitas tipe I reaksi fase
setelah pemajanan terhadap alergen dan akan lambat, karena inflamasi dan kerusakan
37
Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017
epitel terjadi beberapa jam setelah pemajanan Pemeriksaan kadar IgE total sering dikerjakan
alergen dan berlangsung beberapa hari disertai pada evaluasi awal penderita alergi, total namun
adanya peningkatan kadar IgE total. Sitokin pemeriksaan tersebut tidak memastikan alergen
yang dilepaskan dari sel mast, basofil dan sel karena hanya mengukur kadar IgE dalam serum
TH2 yang teraktivasi sangat berperan pada darah penderita. Kadar total IgE yang tinggi
inflamasi yang berhubungan dengan reaksi hanya memberikan indikasi bahwa pasien
fase lambat.13 Sitokin tersebut meliputi TNF, memiliki bakat atau kecenderungan yang kuat
IL-1, IL-4, IL-5, IL-13, CCL3, CCL4, dan untuk mengalami reaksi alergi.1 Peningkatan
berbagai colony-stimulating factor seperti IL-3 eosinofil menunjukkan adanya reaksi alergi atau
dan granulocyte-monosit colony-stimulating infeksi parasit (terutama cacing) di dalam tubuh.
factor (GM-CSF). TNF mengaktivasi ekspresi Sementara peningkatan nilai LED disebabkan
molekul adhesi endotel dan bersama dengan oleh meningkatnya viskositas plasma terjadi
sejumlah kemokin untuk infiltrasi neutrofil pada kondisi infeksi akut dan kronis.16,21
dan monosit. Sitokin IL-5 yang dihasilkan sel Skin prick test (SPT) merupakan prosedur
TH2 mengaktivasi eosinofil dan merekrutnya in vivo standar yang cukup aman dan dapat
ke daerah inflamasi reaksi fase lambat. IL-5 mendeteksi adanya IgE terhadap protein
merupakan sitokin eosinophil-activating poten, spesifik yang terdapat pada makanan. Pada
yang meningkatkan kemampuan eosinofil untuk umumnya SPT dianggap positif bila didapatkan
melepaskan konten granula.13 Granula eosinofil bintul dengan diameter ≥ 2-3 mm dibandingkan
mengandung major basic protein dan eosinophil diameter kontrol negatif dan dapat disertai
cationic protein yang bersifat toksik terhadap eritema berdiameter 10 mm atau lebih
parasit tetapi juga menyebabkan nekrosis sel disekelilingnya. Hasil positif terhadap alergen
epitel.12,13 Di samping IL-5, IL-3 dan GM-CSF tertentu pada SPT semata-mata menunjukkan
berkontribusi pada pengaktifan eosinofil pada bahwa pada penderita didapatkan IgE spesifik
inflamasi alergi melalui kapasitasnya untuk terhadap alergen tersebut.1 Pada kasus ini,
memperpanjang kelangsungan hidup eosinofil pasien mempunyai alergi terhadap debu, daging
dan memicu aktivasi eosinofil.19 Eosinofil yang ayam, putih telur ayam dengan nilai SPT +3,
teraktivasi, seperti halnya sel mast dan basofil, dan +2 untuk kuning telur, susu sapi, bandeng
memproduksi dan melepaskan mediator lipid, dan udang, sedangkan pindang dan pisang +1.
diantaranya LTC4 dan PAF yang meningkatkan Semakin besar ukuran bintul yang timbul,
inflamasi.12,13 Reaksi fase lambat ini dapat terjadi semakin besar pula kemungkinannya individu
tanpa didahului reaksi hipersensitivitas segera.13 tersebut bereaksi dengan komponen makanan
Imunoglobulin E (IgE) adalah antibodi yang dicurigai tersebut, namun demikian hal ini
yang berperan pada proses alergi.1 Pemeriksaan tidak bisa diartikan sebagai prediktor beratnya
kadar IgE total diperlukan untuk mendeteksi manifestasi klinis yang muncul.1
penyakit alergi tipe I dan penyakit non alergi Penatalaksanaan untuk kasus ini, pasien
(infeksi parasit/jamur, immunodefisiensi, disarankan untuk menghindari konsumsi telur
keganasan contohnya leukemia-limfoma).1,16,20 dan produk makanan yang mengandung telur dan
38
Erna Sung, Desiana Radithia | Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis Perioral Akibat Alergi Telur
diberikan perawatan yang bersifat simptomatis topikal potensi sedang atau tinggi efektif
karena reaksi alergi yang dialami berupa reaksi untuk dermatitis atopik dan eksim pada orang
lokal, pasien tidak mengalami functio laesa dan dewasa dan anak-anak.25 Kortikosteroid topikal
masih bisa beraktivitas. Peresepan obat kumur yang diresepkan pada kasus ini adalah krim
yang mengandung chlorine dioxide, zinc dan aloe mometasone furoate 0,1%. Mometasone furoate
vera sebagai terapi simptomatis. Chlorine dioxide 0,1% merupakan kortikosteroid topikal potensi
menghasilkan oksigen yang dapat membantu sedang yang menekan pembentukan, pelepasan
proses penyembuhan jaringan. Oksigen dan aktivitas mediator inflamasi endogen
penting untuk metabolisme sel, khususnya termasuk prostaglandin, kinin, histamin,
produksi energi melalui adenosine triphosphate enzim liposomal dan sistem komplemen;
(ATP). Oksigen mencegah infeksi pada ulser, memodifikasi respon imun tubuh.26
merangsang angiogenesis, meningkatkan Keberhasilan dalam penatalaksanaan
diferensiasi, migrasi dan re-epitelisasi keratinosit, reaksi alergi ini bukan hanya ditentukan oleh
meningkatkan proliferasi fibroblas dan sistesis perawatan yang diberikan, tetapi diperlukan
kolagen, serta memicu kontraksi ulser. Selain juga kerjasama pasien dalam mematuhi
itu, kadar produksi superoksida yang diperlukan instruksi yang diberikan.
oleh leukosit polimorfonuklear untuk membunuh
bakteri sangat bergantung pada kadar oksigen.22 SIMPULAN
Zinc merupakan ko-enzim yang berperan dalam Penatalaksanaan alergi makanan dapat
proliferasi sel, penyembuhan luka, proteksi berhasil dengan baik bila klinisi memahami
terhadap radikal bebas, proteksi terhadap tentang manifestasi klinis dan patogenesis
infeksi, regenerasi epitel dan sistem imunitas.23 reaksi hipersensitivitas terhadap makanan
Kandungan aloe vera dalam obat kumur memiliki sehingga dapat membantu dalam menegakkan
efek simptomatis yaitu sebagai anti inflamasi diagnosis dan pemilihan perawatan yang tepat.
diharapkan dapat mengurangi keluhan pasien. Selain itu, dibutuhkan juga kepatuhan pasien
Aloe vera dapat menjadi agen anti inflamasi dalam perawatan dan menghindari alergen
melalui kemampuannya menghambat sitokin makanan yang menjadi penyebabnya.
pro inflamasi.23
Pemberian kortikosteroid topikal REFERENSI
dimaksudkan untuk mengatasi dermatitis 1. Tjokroprawiro, A., Setiawan, P.B., Santoso,
atopik pada daerah perioral. Kortikosteroid D., Soegiarto, G. Buku ajar ilmu penyakit
telah dikenal dan dikembangkan pada tahun dalam. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga
1952 sebagai terapi topikal pada berbagai University Press. pp 13-67, 2015.
dermatosis karena keunggulannya, terutama 2. Wang, J., Sampson, H.A. 2011. Food
sebagai anti-inflamasi, anti-alergi dan anti allergy. J Clin Invest, 121(3):827–35.
proliferasi.17 Kortikosteroid topikal merupakan 3. Martorell, A., Alonso, E., Boné, J.,
obat lini pertama pada dermatitis atopik sedang Echeverría, L., López, M.C., Martín,
dan dermatitis atopik berat.17,24 Kortikosteroid F., Nevot, S., Plaza, A. 2013. Position
39
Insisiva Dental Journal, Vol. 6 No.1 Bulan Mei Tahun 2017
Erna Sung, Desiana Radithia | Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis Perioral Akibat Alergi Telur
Gambar 1A. Pada kunjungan pertama, terlihat adanya deskuamasi dan sakit pada daerah perioral.
B. Pada dorsum lidah terdapat plak putih berbentuk oval, ukuran 5x10 mm, berbatas jelas, tepi
irreguler, sakit. C. Pada lateral lidah terdapat papula warna putih, multipel, diameter ± 1 mm,
berbatas
Gambarjelas1A. dengan tepi reguler,
Pada kunjungan dan sakit.
pertama, terlihat adanya deskuamasi dan sakit pada daerah perioral.
B. Pada dorsum lidah terdapat plak putih berbentuk oval, ukuran 5x10 mm, berbatas jelas, tepi
GambarGambar 1A. Pada
1 A. Pada kunjungan
kunjungan pertama, terlihat
pertama, terlihat adanya
adanya deskuamasi
deskuamasi dandaerah
dan sakit pada sakit perioral.
pada daerah
irreguler, sakit. C. Pada lateral lidah terdapat papula warna putih, multipel, diameter ± 1 mm,
perioral.
B. PadaB.dorsum
Pada dorsum lidah
lidah terdapat plakterdapat plak putih
putih berbentuk
berbatas jelas dengan tepi reguler, dan sakit.
oval, berbentuk oval,berbatas
ukuran 5x10 mm, ukuran 5x10
jelas, tepimm,
berbatas jelas,
irreguler, tepi
sakit. C. irreguler,
Pada lateralsakit. C. Padapapula
lidah terdapat lateral lidah
warna terdapat
putih, multipel,papula
diameterwarna
± 1 mm,putih,
berbatas jelas dengan tepi reguler, dan sakit.
multipel, diameter ± 1 mm, berbatas jelas dengan tepi reguler, dan sakit.
Gambar
Gambar 2A&B. 2A&B.
Pada kunjungan ke-2, lesi
Pada kunjungan ke-2,dilesi
lidah telah
di lidah telahsembuh
sembuh
Gambar 2A&B. Pada kunjungan ke-2, lesi di lidah telah
sembuh