Anda di halaman 1dari 12

SeminarNasional

Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

PENGGUNAAN SERASAH DAUN MANGROVE Avicennia sp. PADA PEMELIHARAAN pRB-14


UDANG WINDU (Penaeus monodon) DI LABORATORIUM

Muliani* dan Gunarto

Balai Penelitian dan Pengmbangan Budidaya Air Payau


Jl. Makmur DG. Sitakka 129, Maros Sulawesi Selatan
*E-mail: mulianim@yahoo.com

Abstrak

Penelitian dilakukan di laboratorium basah Instalasi Penelitian Tambak Maranak, Maros, Sulawesi
Selatan menggunakan akuarium ukuran 0,6 x 0,3 x 0,25 m sebanyak 21 unit. Dasar akuarium diisi
tanah tambak dengan ketebalan 3 - 4 cm, dimana sebelum digunakan tanah tambak tersebut
dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, dikapur, diisi air, dipupuk untuk menumbuhkan plankton.
2
Selanjutnya masing-masing bak ditebari tokolan udang windu PL 30 dengan padat tebar 10 ekor/m .
Tanaman mangrove yang digunakan adalah jenis api-api, Avicennia sp. Daun Avicenia sp
dikumpulkan dari daun yang jatuh di sekitar pematang dan sebelum digunakan terlebih dahulu
dikerikan dengan sinar matahari.Penelitian ini terdiri atas dua faktor yaitu: Faktor I adalah konsentrasi
daun mangrove yaitu : A). 0,125 g/L; B). 0,25 g/L ; C). 0,5 g/L; dan faktor II adalah teknik penempatan
daun tanaman mangrove yang terdiri atas (1) daun mangrove ditempatkan di bak tandon kemudian
air dipompa masuk ke bak pemeliharaan benur windu; (2) secara langsung serasah daun mangrove
ditempatkan langsung pada bak pemeliharaan benur windu. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali
dengan lama pemeliharaan udang 60 hari. Pengamatan bakteriologi pada air dan sedimen dilakukan
setiap 10 hari, sedangkan sintasan dan produksi udang windu diamati pada akhir penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada akhir penelitian, total bakteri pada air pemeliharaan udang
5 4
windu tertinggi pada perlakuan C2 (2,29x10 CFU/mL) dan terendah pada perlakuan A1 (3,72x10
6
CFU/mL), sedangkan pada sedimen tertinggi pada perlakuan kontrol (3,10x10 CFU/g) dan terendah
5
pada perlakuan B1(2,05x10 CFU/g). Total Vibrio sp pada air pemeliharaan udang windu tertinggi
3 2
pada perlakuan A1(1,45x10 CFU/mL) dan terendah pada perlakuan B2 (3,98x10 CFU/mL),
4
sedangkan pada sedimen tertinggi pada perlakuan A2 (4,27x10 CFU/g dan terendah kontrol
3
(2,40x10 CFU/g). Sintasan udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada kontrol yaitu 96,67%
kemudian disusul perlakuan A1 yaitu 93,33% dan terendah pada perlakuan A2 yaitu 63,33% dan
secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan A1. Produksi udang pada akhir penelitian
tertinggi pada perlakuan B2 yaitu 25,40 ± 3,21 kemudian disusul oleh perlakuan A1 yaitu 25,23 ±
3,12. Penggunaan daun mangrove Avicenia sp pada konsentrasi 0,125 g/L yang ditempatkan di
tandon kemudian air dipompa masuk ke wadah pemeliharaan benur windu, lebih baik jika dibanding
dengan konsentrasi Avicenia sp 0,25 g/L dan 0,5 g/L. Sistem penempatan serasah daun mangrove
yang ditempatkan pada bak tandon kemudian air dipompa masuk ke bak pemeliharaan lebih baik jika
dibanding dengan sistem penempatan langsung pada bak pemeliharaan udang windu.

Kata kunci: Avicennia sp., mangrove, P. monodon, sintasan, total bakteri, total Vibrio spp.

Pengantar

Kasus kematian udang windu di tambak masih didominasi oleh penyakit Vibrio harveyi dan penyakit
bintik putih yang disebabkan oleh ”White Spot Syndrome virus” (WSSV). Beberapa laporan
menunjukkan adanya korelasi antara populasi vibrio penyebab penyakit udang dengan serangan
WSSV. Sehingga pengendalian penyakit bintik putih yang disebabkan oleh WSSV seyogyanya
sepadan dengan pengendalian penyakit vibriosis.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi serangan penyakit pada udang, baik itu dilakukan
oleh pemerintah maupun instansi terkait, namun sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat.
Penggunaan obat-obatan merupakan salah satu upaya yang sangat tidak dianjurkan, namun
demikian hal ini masih sering ditemukan di lapangan. Para petani tambak menggunakan obat-obatan
yang banyak dijual bebas di pasaran untuk mengatasi permasalahan penyakit udang. Tanpa disadari
oleh mereka bahwa penggunaan obat-obatan justru akan semakin menambah permsalahan
dilapangan akibat efek samping yang ditimbulkan. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk
menghindarkan para petani tambak dari penggunaan obat-obatan yang tidak jelas kegunaanya
dengan menyediakan alternatif pengganti obat-obatan tersebut yang lebih efisien dan ramah

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 1


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

lingkungan dan salah satu diantaranya adalah pemanfaatan tanaman mangrove sebagai anti bakteri
maupun anti virus.
Tanaman mangrove berperan meningkatkan kandungan nutrien dalam substrat melalui serasah
berupa daun yang gugur dan materi organik/debris yang terjebak oleh akar. Substrat akan kehilangan
zat hara lebih cepat jika komunitas mangrove menghilang. Kathiresan 2001 melaporkan, bahwa
kerusakan komunitas mangrove di wilayah Queensland Utara, Australia, menyebabkan hilangnya
konsentrasi nitrogen dan fosfor secara signifikan dari dalam substrat.

Tanaman mangrove disamping menyumbang nutrient ke perairan yang berasal dari dekomposisi
daun mangrove, juga dilaporkan mampu menyerap nutrient N, P, Fe dan logam berat (Ahmad dan
mangampa, 2000). Berbagai jenis tanaman mangrove tumbuh di perairan pantai Indonesia,
Rhizophora mucronata merupakan satu diantara beberapa spesies komponen utama tanaman
mangrove (Gunarto 2004). Pada era tahun 1980 – 1995, banyak hutan mangrove telah dikonversi
menjadi pertambakan. Namun oleh karena serangan penyakit udang terutama WSSV yang terjadi
lebih kurang 10 tahun terakhir ini, maka banyak tambak terbengkelai akibat gagal panen, padahal
udang masih merupakan komoditas perikanan pantai yang diandalkan sebagai penyumbang devisa
negara.

Penggunaan tanaman herbal sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya perikanan
mulai dikembangkan diantaranya penanggulangan bakteri pada ikan mas (Wahjuningrum et al. 2007;
Ahilan et al. 2010; Grandiosa, 2010), sedangkan Wahyuningrum et al, (2007) telah menggunakan
campuran daun sambiloto, daun jambu biji dan daun sirih untuk pencegahan penyakit pada ikan lele
dumbo, sebagai immunostimulan dan antibakteri pada ikan nila (Yin, et al. 2008), sebagai
immunostimulan pada udang windu (Sankar et al. 2011; Rajeswari et al. 2012), Immunostimulan pada
ikan (Maqsood et al. 2011; Govind et al. 2012), penanggulangan penyakit VNN pada ikan kerapu
(Amelia et al, 2012), penanggulangan penyakit Vibrio parahaemolyticus pada udang windu
(Rajasekar et al, 2011), sebagai antibakteri pada udang putih (Velmurugan et al. 2010 dan 2012).
Ahmad et al. (1998a) melaporkan bahwa tanaman mangrove dapat dimanfaatkan sebagai
bioremediator terutama dalam hal memperbaiki produktivitas tambak, mutu air yang layak, serta
dapat mereduksi penyakit pada budidaya udang windu, selain itu juga sebagai sumber bakteri
probiotik (Muliani et al 2004). Selanjutnya (Sudiro et al., 1996, 1997; Harahap 1997), melaporkan
mengenai kandungan bioaktif yang terdapat pada tanaman mangrove antara lain steroid dalam fraksi
non polar yang bersifat bakteriostatik dan senyawa Verbacosida dan turunan asam fenolat dari daun
jeruju yang merupakan asosiasi tanaman mangrove, senyawa flavonoid dan asam fenolat dari
tumbuhan Rhizophora mucronata. Hasil pemurnian dan penapisan dari 28 spesies tanaman
mangrove yang dapat mereduksi penyakit pada budidaya udang windu khususnya penyakit vibriosis
antara lain antara lain Avicenia alba, Acanthus ilicifolius, Carbera manghas, Clerodendron inerme,
Euphatorium inulifolium, Exoecaria agalocha, Osbornia octodonta, dan Soneratia caseolaris (Suryati
et al 2001, Suryati et al 2002).

Dalam era perdagangan bebas yang melanda dunia, persaingan dagang semakin ketat terutama
mengenai mutu hasil produksi dari suatu negara. Di lain hal isu pelestarian sumberdaya alam
termasuk perikanan dan isu internasional lainnya telah dipolitisir menjadi alat oleh negara maju
menjadi semacam aturan penentu dalam dunia perdagangan bebas. Di bidang kehutanan dan
perikanan telah didengungkan tentang eco-labelling yang kaitannya dengan usaha pengelolaan
sumberdaya alam secara terkendali dan berkesinambungan. Pencegahan eksploitasi alam yang
berlebihan tanpa memperhitungkan ambang batas toleransinya, misalnya penangkapan udang
ataupun ikan yang tidak ramah lingkungan menggunakan pukat harimau dimana semua jenis dan
ukuran ikan akan tertangkap. Contoh lainnya adalah produksi udang dari budidaya tambak hasil
konversi hutan bakau yang tidak terkendali. Hal-hal semacam itu telah dijadikan alasan oleh negara
maju untuk menolak produksi suatu negara masuk ke pasaran dunia, sehingga produk tersebut
menjadi tidak laku dengan alasan tidak menerapkan eco-labelling ataupun eco-friendly dalam sistem
produksinya. Untuk mengantisipasi hal-hal diatas dan upaya untuk memulihkan kondisi perairan
pantai yang telah rusak dan berakibat munculnya berbagai penyakit udang di tambak, serta
terciptanya ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan ikan, udang dan budidayanya di tambak,
maka peranan mangrove dianggap sangat penting dalam perbaikan lingkungan pantai dan
keberlanjutan budidaya udang di tambak. Oleh karena itu pada saat ini telah berkembang model
tambak ramah lingkungan yang terintegrasi dengan mangrove di Indonesia dan Vietnam (Hai dan
Yakupitiyage, 2005). Di Indonesia dikenal budidaya sistem silfofishery (wanamina) pola empang parit
atau komplangan (Bengen, 2000) yaitu kegiatan untuk meningkatkan produktivitas hutan mangrove

2 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)


SeminarNasional
Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

dengan memanfaatkannya sebagian lahannya untuk budidaya ikan. Pemanfaatan mangrove juga
sebagai tandon atau biofilter pada budidaya udang di tambak (Ahmad dan Mangampa, 2000, Gunarto
et al, 2003; Shimoda et al, 2005).

Tumbuhan mangrove berperan meningkatkan kandungan nutrien dalam substrat melalui serasah
berupa daun yang gugur dan materi organik/debris yang terjebak oleh akar. Substrat akan kehilangan
zat hara lebih cepat jika komunitas mangrove menghilang. Kathiresan 2001 melaporkan, bahwa
kerusakan komunitas mangrove di wilayah Queensland Utara, Australia, menyebabkan hilangnya
konsentrasi nitrogen dan fosfor secara signifikan dari dalam substrat.

Menurut Barnes dan Hughes (1999), mangrove menghasilkan serasah sebanyak 20 ton/ha/tahun
dengan produktifitas primer sebesar 0.5-2.4 gram C/m2/hari. Sebagian besar dari serasah atau
bahan organik yang berada di daerah mangrove tidak langsung dimanfaatkan oleh organisme
melainkan akan memasuki jaring-jaring makanan dalam bentuk bahan organik terlarut (Dissolved
Organic Matter). Mann (2000) menyatakan bahwa rata-rata produksi serasah mangrove yang berasal
dari daun dan ranting yang gugur mencapai 0,5 – 1,0 kg/m2/tahun.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek penggunaan serasah daun mangrove, Avicenia sp
terhadap, total bakteri, total bakteri Vibrio sp, dan sintasan udang pada pemeliharaan udang windu
skala laboratorium.

Bahan dan Metode

Persiapan Daun Mangrove


Daun tanaman mangrove Avicennia sp diambil dari daun-daun yang jatuh disekitar Instalasi Tambak
Penelitian Maranak, BRPBAP Maros, Sulawesi Selatan, kemudian dikeringkan dibawah sinar
matahari sampai kering, selanjutnya diketahui persentase kadar airnya sebelum diujikan ke wadah
pemeliharaan udang windu (Gambar 1)

Gambar 1. Pengeringan daun mangrove Avicennia sp. dengan sinar matahari

Perlakuan dan Rancangan Percobaan


Penelitian dilaksanakan di laboratorium basah instalasi Penelitian Tambak Maranak, Balai Penelitian
dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan akuarium kaca ukuran 0,6 x 0,3 x
0,25 m sebanyak 24 unit. Dasar akuarium diisi tanah tambak dengan ketebalan 3 - 4 cm. Tanah
tambak diratakan, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari sampai retak-retak. Setelah kering,
dikapur dan dibilas sesuai dengan perlakuan yang dilakukan pada persiapan tambak. Selanjutnya
diisi air dan dipupuk untuk menumbuhkan plankton. Setelah semua persiapan telah selesai,
2
selanjutnya masing-masing bak ditebari tokolan udang windu PL 30 dengan padat tebar 10 ekor/m .
Pada saat persiapan wadah penelitian dilakukan, dalam waktu yang bersamaan juga telah dilakukan
persiapan daun mangrove yang akan digunakan, dimana daun magrove dikeringkan dibawah sinar
matahari 3- 4 hari. Tanaman mangrove yang digunakan adalah daun Avicennia sp. Penelitian ini
terdiri atas dua faktor yaitu: Faktor I adalah konsentrasi daun mangrove, Avicennia sp yaitu : A).
0,125 g/L; B). 0,25 g/L ; C). 0,5 g/L; dan faktor II adalah teknik penempatan daun tanaman mangrove,
Avicennia sp yang terdiri atas (1) daun mangrove, Avicennia sp ditempatkan di bak tandon kemudian
air dipompa masuk ke wadah pemeliharaan benur windu; (2) secara langsung daun mangrove,
Avicennia sp direndam dalam wadah pemeliharaan benur windu. Dengan demikian diperoleh
kombinasi perlakuan adalah; A1) konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang
ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan larva udang windu; A2)
konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak
pemeliharaan udang windu; B1) konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 3


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

pada tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang; B2) konsentrasi daun mangrove
Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak pemeliharaan udang windu; C1)
konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya dialirkan
ke bak pemeliharaan udang; C2) konsentrasi daun mangrove, Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan
langsung dalam bak pemeliharaan larva udang windu. Sebagai kontrol adalah tanpa penggunaan
daun mangrove (K). Masing-masing perlakuan dengan tiga ulangan. Aerasi di set di setiap akuarium
sebagai sumber oksigen dan untuk menggambarkan bahwa akuarium tersebut sebagai miniatur
tambak intensif untuk budidaya udang windu. Pada awal pemeliharaan pakan udang komersial
diberikan sebanyak 20% perhari dari total bobot biomassa benur dengan frekuensi pemberian 2 kali
sehari, selanjutnya persentase pakan yang diberikan menurun sejalan dengan semakin lamanya
pemeliharaan dan meningkatnya bobot udang yang dipelihara (Gambar 2)

Gambar 2. Akuarium tempat pemeliharaan tokolan udang windu dengan perlakuan penambahan
daun Avicennia sp.

Sampling dan Analisis Bakteriologi Air dan Sedimen


Sampling dan pengamatan parameter biologi air yang dilakukan meliputi pengamtan total bakteri dan
total Vibrio sp pada air dan sedimen yang dilakukan satu kali setiap 10. Sampel air dan sedimen
untuk bakteri diambil masing-masing sebanyak 50 mL dan dan 10 g kemudian dimasukkan ke dalam
botol sampel steril, selanjutnya dibawa ke laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPPBAP
dalam keadaan dingin untuk analisis selanjutnya. Pengamatan bakteri dilakukan dengan sistem
pengenceran, dimana untuk sampel air diambil 1 mL dari sampel asli kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi 9 mL larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah disterilkan, campuran
tersebut kemudian dihomogenkan. Sedangkan sampel sedimen ditimbang sebanyak 1 g dari sampel
aslinya, kemudian digerus dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 9 mL larutan garam fisiologis
(NaCl 0,85%) yang telah disterilkan, campuran tersebut kemudian dihomogenkan. Selanjutnya
-1 -2 -3
dilakukan pengenceran secara berseri (10 , 10 , 10 , dst). Hasil pengenceran diinokulasi dalam
media Triptic Soy Agar (TSA) untuk mengetahui total bakteri dan medai Thiosulfate-citrate-Bile
o
Sucrose (TCBS) Agar untuk total vibrio. Inokulum selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 C selama 48
jam. Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA dan TCBS dihitung berdasarkan metode Total
Palte Count (TPC), Koloni yang tumbuh pada media TSA dihitung sebagai total bakteri, sedangkan
koloni bakteri yang tumbuh di media TCBSA dihitung sebagai total Vibrio sp. Selanjutnya dikalikan
dengan faktor pengenceran dan hitung berdasarkan rumus:

N= T x 1 x 1
QSV

Dimana:
N = jumlah koloni (CFU/ g)
T = total koloni bakteri pada plate dengan tingkat pengenceran
yang sama
Q = jumlah plate yang digunakan
V = Volume sampel yang diinokulasikan (0,1 mL)
-1 -2 -5
S = Tingkat pengenceran (S1 = 10 , S2 = 10 , ... S5 = 10 , dst.)

Sintasan Udang Windu dan Analisis Statistik


Sintasan udang windu diamati pada akhir penelitian dan untuk mengetahui adanya pengaruh antar
perlakuan maka data yang diperoleh di dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (Steel & Torrie 1981). Sedangkan data populasi bakteri dalam air dan sedimen dan populasi
Vibrio sp dalam air dan sedimen selama penelitian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk grafik.

4 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)


SeminarNasional
Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Total Bakteri Pada Air Pemeliharaan


Hasil analisis total bakteri pada air di sajikan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
total bakteri pada air pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun mangrove,
Avicennia sp dari awal hingga akhir penelitian mengalami fluktuasi pada setiap perlakuan.

7
Toptal Bakteri dala Air(log CFU/mL)

6
A1
5
A2
4 B1
B2
3 C1
2 C2
K
1

0
Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari
Waktu Sampling

Keterangan A1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan pada
Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
A2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
B1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon
dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
B2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
C1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada
tandondan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
C2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)
Gambar 3. Total bakteri dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian
5
Pada awal penelitian (sebelum ada perlakuan) total bakteri tertinggi pada kontrol yaitu 8,10x10
4
CFU/mL dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 2,13x10 CFU/mL. Pada 10 hari pemeliharaan total
5
bakteri pada air tretinggi pada perlakuan B1 yaitu 7,40x10 CFU/mL dan terendah pada kontrol yaitu
4
6,75x10 CFU/mL. Pada 20 hari hingga 40 hari pemeliahraan, total bakteri dalam air cenderung
menurun kecuali pada perlakuan A1, A2, B1, dan kontrol yang mengalami peningkatan dan kemabali
menurun pada hari kelima puluh. Selanjutnya pada hari keenam puluh pemeliharaan, total bakteri
pada semua perlakuan cenderung meningkat, kecuali pada perlakuan B2 yang mengalami penurunan
dari hari kelima puluh. Total bakteri pada akhir penelitian (hari keenam puluh) tertinggi pada
perlakuan C2 dan terendah pada perlakuan A1. Secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian
total bakteri pada perlakuan ini cenderung mengalami penurunan dan populasinya lebih stabil
dibanding dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan serasah daun
mangrove, Avicennia sp pada konsentrasi 0,125 g/L yang ditempatkan pada tandon mampu menekan
dan menstabilkan populasi bakteri dalam wadah pemeliharaan larva udang windu.

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 5


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Total Vibrio sp pada Air Pemeliharaan


Hasil analisis total Vibrio sp pada air di sajikan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
total Vibrio sp pada air pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun mangrove,
Avicennia sp dari awal hingga akhir penelitian mengalami fluktuasi pada setiap perlakuan, namun
masih lebih stabil jika dibanding dengan total bakteri secara keseluruhan dalam air.
4
Total Vibrio sp dalam air (log CFU/mL)

3.5

2.5 A1
A2
2
B1
1.5 B2
C1
1 C2
K
0.5

0
Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari

Waktu Sampling

Keterangan A1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan pada
Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
A2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
B1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon
dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
B2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
C1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada
tandondan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
C2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Gambar 4. Total Vibrio sp dalam air pemeliharaan udang windu selama penelitian
3
Pada awal penelitian (sebelum ada perlakuan) total bakteri tertinggi pada perlakuan A1 yaitu 1,03x10
2
CFU/mL dan terendah pada perlakuan B1 yaitu 1,05x10 CFU/mL. Pada 10 hari pemeliharaan,
populasi bakteri Vibrio sp mengalami peningkatan pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan A1
yang mengalami penurunan. Selanjutnya menurun kembali pada hari ke-20 dan relatif stabil hingga
hari ke-30. Pada hari ke 20 tersebut nampak penekanan populasi Vibrio sp terjadi pada perlakuan
rendaman daun Avicennia sp (0,125 g/L) langsung di wadah pemeliharaan tokolan udang windu
2
(perlakuan A2) sehingga konsentrasi Vibrio sp di air menjadi 2 x 10 cfu/mL. Sedangkan konsentrasi
2
Vibrio sp di kontrol adalah 7,9 x 10 cfu/mL. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari et al., (2008) yang
menganalisis daya hambat ekstrak daun mangrove api-api (Avicenia alba) terhadap bakteri Vibrio sp
dan Aeromonas sp pada media agar berbeda, yang menunjukkan bahwa semakin besar dosis
ekstrak daun mangrove (0,25 – 1 g/mL), maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri yang tumbuh
pada media agar. Memasuki hari ke-40 populasi bakteri Vibrio sp kembali meningkat dan terus
meningkat hingga hari ke-50, kecuali pada perlakuan A2 yang teru mengalami penurunan dari hari
ke-20 hingga hari ke-40. Populasi bakteri Vibrio sp pada air pemeliharaan udang selama penelitian
terjadi pada hari ke-40, dan hal ini ditunjukkan oleh perlakuan A2. Dari hari ke-50 hingga hari ke-60
(akhir penelitian) populasi bakteri Vibrio sp pada beberapa perlakuan relatif stabil, namun beberapa
diantaranya mengalami penurunan, seperti yang terjadi pada perlakuan A2, B2, dan, C2. Hal
sebaliknya terjadi pada perlakuan A1, yang justru mengalami peningkatan pada akhir penelitian. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan serasah daun mangrove Avicnia sp yang ditempatkan
langsung pada wadah pemeliharaa udang windu baik pada dosis 0,125 g/mL dan 0,25 g/mL, maupun
pada dosis 0,5 g/mL, mampu menekan pertumbuhan bakteri Vibrio sp, hal ini terlihat pada Gambar 4,

6 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)


SeminarNasional
Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

dimana pada perlakuan A2, B2, dan C2 dari awal hinggga akhir penelitian populasi bakteri Vibrio sp
cenderung lebih rendah dibanding perlakuan lainnya. Pada akhir penelitian (hari ke-60), populasi
bakteri Vibrio sp tertinggi pada perlakuan tertinggi pada perlakuan A1 dan C1 yaitu masing-masing
3 3
1,43x10 CFU/mL dan 1,28x10 CFU/mL dan terendah pada perlakuan B2 dan A2 yaitu masing-
2 2
masing 3,9x10 CFU/mL 5,10x10 CFU/mL.

Total Bakteri Pada Sedimen


Hasil analisis populasi bakteri pada sediemn di sajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat
7
bahwa populasi bakteri pada sedimen pada awal penelitian tertinggi pada B1 yaitu1,03x10 CFU/mL
6
dan terendah pada B2 yaitu 3,0x10 CFU/mL. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan
Avicenia sp dapat menekan perkembangan total bakteri umum dalam air pemeliharaan udang windu
dengan penambahan serasah mangrove Avicenia sp. Pada Gambar 4 terlihat pula bahwa populasi
bakteri pada semua perlakuan dari awal hingga akhir penelitian cenderung menurun, kecuali pada
perlakuan A1 yang mengalami peningktan pada hari ke-10 dan turun kembali pada hari ke-20 hingga
hari ke-30. Pada perlakuan ini populasi bakteri sedikit lebih berflutuasi dibanding perlakuan lainnya.
Pada akhir penelitian pupolasi bakteri pada sedimen tertinggi pada perlakuan kontrol (tanpa
6
penambahan serasah daun mangrove) yaitu 3,10x10 CFU/mL dan terendah pada perlakuan B1 yaitu
5
2,05x10 CFU/mL.

9
Total bakteri dalam sedimen (log CFU/g)

8
7
6
A1
5 A2
B1
4 B2
C1
3 C2
K
2
1
0
Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari

Waktu sampling

Keterangan A1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan pada
Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
A2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
B1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon
dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
B2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
C1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada
tandondan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
C2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Gambar 5. Total bakteri dalam sedimen pemeliharaan udang windu selama penelitian

Total Vibrio sp Pada Sedimen


Hasil analisis total Vibrio sp pada sedimen di sajikan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat
bahwa total Vibrio sp pada sedimen pemeliharaan udang windu dengan penambahan serasah daun
mangrove, Avicennia sp mengalami fluktuasi dari awal hingga akhir penelitian. Pada awal penelitian
populasi bakteri Vibrio sp tertinggi perlakuan B2 yaitu 6,08x104 CFU/mL dan terendah pada
perlakuan C2 yaitu 6,80x103 CFU/mL. Pada hari ke- 10 pemeliharaan populsi Vibrio sp pada

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 7


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

sedimen realtif stabil pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan A2 yang mengalami penurunan
yang cukup drastis, namun kembali meningkat pada hari ke-20. Penurunan populasi Vibrio sp selama
penelitian yang cukup signifikan diperlihatkan oleh perlakuan A1, hal ini terlihat dari awal hingga hari
ke-30 terus mengalami penurunan, namun demikian kembali meningkat setelah ke-40 hingga akhir
penelitian. Populasi Vibrio sp selama penelitian yang cukup stabil diperlihatkan oleh perlakuan C2,
hal ini menunjukkan bahwa penggunaan serasah daun mangrove Avicenia sp yang ditempatkan
langsung dalam bak pemeliharaan udang windu dengan konsentrasi 0,5 g/L, dapat mngendalikan
fluktuasi populasi Vibrio sp pada seidmen pemeliharaan udang windu. Telah dilaporkan sebelumnya
bahwa beberapa daun mangrove dan asosiasinya memiliki bahan aktif yang dapat menekan
pertumbuahan Vibrio sp. Muliani et al., (2005) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak daun
kopasanda Euphatorium inulifolium pada konsentrasi hingga 1000 ppm pada pemeliharaan udang
windu mampu menekan populasi bakteri Vibrio harveyi setelah 84 jam pemeliharaan dengan sintasan
pasca larva udang windu mencapai 80,47%. Suryati et al., (2006) melaporkan hasil uji pendahuluan
toksisitas ekstrak mangrove (Avicenia alba, Euphathorium inulifolium dan Osbornia octodonta
terhadap larva udang windu menunjukkan toksisitas yang rendah. Hasil tersebut mengindikasikan
peluang yang besar dalam pemanfaatannya sebagai bakterisida pada pemeliharaan larva udang
windu.

6
Total Vibrio sp dalam sedimen (log CFU/g)

5
A1
4 A2
B1

3 B2

C1
C2

2 K

1
0
Awal 10 hari 20 hari 30 hari 40 hari 50 hari 60 hari
Waktu sampling

Keterangan: A1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan
pada Tandona dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
A2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan
langsung dalam bak pemeliharaan udang windu
B1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan pada
tandon dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
B2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan
langsung dalam bak pemeliharaan udang windu
C1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandon
dan airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
C2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan langsung
dalam bak pemeliharaan udang windu
K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Gambar 6. Total Vibrio sp dalam sedimen pemeliharaan udang windu selama penelitian

Sintasan Udang Windu (P. monodon)


Sintaasan, berat akhir, dan produksi udang windu pada akhir penelitian disajikana pada Tabel 1.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa Sintasan udang windu pada akhir penelitian tertinggi pada kontrol
yaitu 96,67% kemudian disusul perlakuan A1 yaitu 93,33% dan terendah pada perlakuan A2 yaitu
63,33%. Berat akhir udang windu tertinggi pada perlakuan C2 yaitu 2,99 ± 0,44 g dan terendah pada

8 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)


SeminarNasional
Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

perlakuan C1 yaitu 2,23 ± 0,43 g, sedangkan produksi udang pada akhir penelitian tertinggi pada
perlakuan B2 yaitu 25,40 ± 3,21 g kemudian disusul oleh perlakuan A1 yaitu 25,23 ± 3,12 g.

Tabel 1. Rata-rata berat (g), sintasan (%), dan produksi tokolan udang windu pada akhir penelitian
Berat Awal Produksi (g)/
Perlakuan/ (g)/Initial Weigh (g) Berat akhir(g)/ Sintasan (%)/ Production (g)
Treatment Weigh Gaints (g) Survival Rate (%)

A1 0,34 2,55 ± 0,48 93,33±5,77 25,23 ± 3,12

A2 0,34 2,84 ± 0,497 63,33±25,17 17,34 ± 4,56

B1 0,34 2,50 ± 0,37 76,67±20,82 19,59 ± 1,34

B2 0,34 2,87 ± 0,61 83,33±20,82 25,40 ± 3,21

C1 0,34 2,23 ± 0,43 83,33±5,77 18,41 ± 2,54

C2 0,34 2,99 ± 0,44 70±10 22,07 ± 0,14

K (Kontrol 0,34 2,29 ± 0,10 96,67±5,77 22,07 ± 1,02

Keterangan A1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan pada Tandona dan
airnya dialirkan ke bak pemeliharaan udang
A2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,125 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak
pemeliharaan udang windu
B1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan pada tandon dan airnya
dialirkan ke bak pemeliharaan udang
B2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,25 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak
pemeliharaan udang windu
C1= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan pada tandondan airnya
dialirkan ke bak pemeliharaan udang
C2= konsentrasi daun mangrove Avicenia sp 0,5 g/L yang ditempatkan langsung dalam bak
pemeliharaan udang windu
K= kontrol (tanpa penggunaan daun mangrove)

Rendahnya sintasan udang windu pada perlakuan dimana daun mengrove Avicenia sp ditempatkan
langsung pada wadah pemeliharaan udang windu diduga karena terjadinya pembusukan serasah
daun mangrove di dasar akuarium dan bersinggunagan langsung dengan udang sehingga zat toksit
dari daun mangrove diduga bersifat mematikan udang. Hal ini terlihat dimana pada perlakuan C2 dan
A2 merupakan perlakuan dimana sintasan udang paling rendah dibanding dengan perlakuan lainnya.
Soewandi (1979) melaporkan bahwa pada daun mangrove terdapat senyawa triterpen yang beracun.
Ekstrak air (segar) dari daun Rhizophora diuji toksisitasnya pada ikan nila merah menunjukkan
kematian seluruh ikan uji pada konsentrasi 30.000 ppm. Wibowo et al., (2010) melaporkan telah
mengidentifikasi dan mengkuantifikasi bahan dan zat yang terdapat didalam berbagai jaringan (buah /
biji, daun, kulit biji, kulit batang, kayu, akar dan getah) dari 3 spesies mangrove (Avicennia. marina, A.
lanata dan A alba), yang punya potensi sebagai pangan dan obat. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat kandungan alkaloid, saponin dan glikosida dalam jumlah yang cukup
tinggi dalam semua jaringan tumbuhan tersebut. Tannin terdapat pada daun, biji (buah), dan kulit biji,
serta dalam jumlah yang rendah di batang, getah dan akar. Flavonoid terdapat dalam jumlah besar di
kulit biji, kulit batang dan biji (buah), batang dan akar.

Kesimpulan

Produksi udang pada akhir penelitian tertinggi pada perlakuan B2 yaitu 25,40 ± 3,21 kemudian
disusul oleh perlakuan A1 yaitu 25,23 ± 3,12.

Penggunaan daun mangrove Avicenia sp pada konsentrasi 0,125 g/L yang ditempatkan di tandon
kemudian air dipompa masuk ke wadah pemeliharaan benur windu, lebih baik jika dibanding dengan
konsentrasi Avicenia sp 0,25 g/L dan 0,5 g/L.

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 9


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Sistem penempatan serasah daun mangrove yang ditempatkan pada bak tandon kemudian air
dipompa masuk ke bak pemeliharaan lebih baik jika dibanding dengan sistem penempatan langsung
pada bak pemeliharaan udang windu.

Ucapan Terima Kasih

Kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi yang penuh dedikasi dan tanggung jawab membantu
terlaksananya penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh Ristek 2010.

Daftar Pustaka

Ahilan, B., Nithiyapriyatharshini, A., 2, Ravaneshwaran, K. 2010. Influence of certain herbal additives
on the growth, survival and disease resistance of goldfish, Carassius auratus (linnaeus).
Tamilnadu J. Veterinary & Animal Sciences 6 (1) 5-11.

Ahmad, T. 1998. The use of mangrove stands for shrimp ponds waste-water treatment. International
Workshop on Brackishwater Mangrove Ecosystem-Productivity and sustainable Utilization.
JIRCAS, Tsukuba, Japan.

Ahmad, T dan M. Mangampa. 2000. The use of mangrove stands for bioremediation in a close shrimp
culture system. Proceeding of International symposium on marine biotechnology. Bogor
Agriculture University, Bogor, p : 114 – 122.

Amelia, N., Prayitno, S. B. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava) Untuk
Menginaktifkan Viral Nervous Necrosis (VNN) Pada Ikan Kerapu Bebek (Epinephelus
fuscoguttatus. Jour. Of Aqua. Manag.and Tech. 1 (1): 264-278

Barnes, R. S. K. dan R. N. Hughes. 1999. An Introduction to Marine Ecology. Third Edition. Blackwell
Science, Ltd. Oxford. 286 p.

Bengen, D. G. 2000. Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pedoman teknis. Pusat
Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan IPB, 58 hlm.

Govind, P., Madhuri, S., Mandloi, A. K. Immunostimulnat effect of medicinal plants on fish. IRJP
(3):112-114

Grandiosa, R. 2010. Efektivitas penggunaan larutan filtrat jintan hitam (nigella sativa) dengan
konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila secara in-vitro dan
uji toksisitasnya terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Laporan Hasil Penelitian Mandiri.
Universitas Padjadjaran. 16 hal.

Gunarto, Suharyanto, Muslimin. 2003. Budidaya udang windu menggunakan tandon mangrove
dengan pola resirkulasi berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, edisi Akuakultur, 9 (2) :
57 – 64.

Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan pantai. Jurnal
penelitian dan pengembangan Pertanian 23 (1) : 15 – 21.

Hai, T. N., dan A. Yakupitiyage. 2005. The effects of decomposition of mangrove leaf litter on water
quality, growth and survival of black tiger shrimp (Penaeus monodon Fabricius, 1798).
Aquaculture 250 : 700 – 712.

Harahap, S. 1997. Analisis beberapa senyawa kimia dalam fraksi n-heksan dan fraksi benzen kulit
batang bakau Rhizophora mucronata Lamk. Thesis Pascasarjana, Universitas Hasanuddin,
Ujung pandang. 48 hal.

Kathiresan, K. dan B. L. Bingham. 2001. Biology of Mangroves and Mangrove Ecosystems. Advances
in Marine Biology Vol 40 : 81 – 251 .

10 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)


SeminarNasional
Seminar NasionalTahunan
TahunanXXHasil
HasilPenelitian
PenelitianKelautan
Kelautandan
danPerikanan,31
Perikanan, 31 Agustus
Agustus 2013
2013

Mann, K. H. 2000. Ecology of Coastal Waters: with Implications for Management. Second Edition.
Blackwell Science Publishing. Massachusetts. 406 p

Maqsood, S., Singh, P., Samoon, M. H, Munir, M. 2011. Emerging role of immunostimulants in
combating the disease outbreak in aquaculture. Int Aquat Res (3): 147-163

Muliani, Nurbaya, Tompo, A., dan Atmomarsono, M. 2004. Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanaman
mangrove sebagai Bakteri Probiotik Pada Budidaya Udang Windu Penaeus monodon, J. Pen.
Perik. Ind. 2:47-57.

Muliani, Nurbaya, E. Suryati dan A. Tenriulo. 2005. Pengaruh penggunaan ekstrak daun kopasanda,
Euphatorium inulifolium terhadap populasi Vibrio harveyi dan sintasan pasca larva udang
windu, Penaeus monodon. Prosiding Seminar Akuakultur Indonesia, Masyarakat Akuakultur
Indonesia. Hotel Sahid Jaya Makassar, 23-25 Nopember 2005.

Rajeswari, P. R., Velmurugan, S., Babu, M. M., Dhas, S, Kesavan, K, Citasaru T. 2012. A study on
the influence of selected Indian herbal active principles on enhancing the immune system in
Fenneropenaeus indicus against Vibrio harveyi infection. Aquaculture International (20):1009-
1020

Sankar, G., Elavarasi, A., Sakkaravarthi, K., and Ramamoorthy, K. 2011. Biochemical Changes and
Growth Performance of Black Tigher Shrimp Larvae after using Ricinus communis extract as
Feed additive. Inter. Jour. of PharmTech Res. 3 (1): 201-208.

Sari, R.P., M. Muhaemin dan Wardiyanto. 2008. Efektifitas ekstrak daun mangrove api-api (Avicenia
alba) sebagai senyawa anti bakteri Vibrio sp dan Aeromonas sp pada media agar berbeda
secara in Vitro. Program Studi Budidaya Perairan. Universitas Lampung.

Shimoda, T., C. Shrithong dan C. Aryuthaka. 2005. Attempt at purification of effluent and sediment in
shrimp aquaculture pond using mangrove trees. JARQ 39 (2) : 139 – 145.

Soediro, S , K. Ruslan, I. Soediro, 1996. Verbaskosida dan asam fenolat dari daun jeruju (Acanthus
illicifolius Li nn. Acanthaceae) suatu tumbuhan mangrove. Seminar Interen Jur. Farmasi ITB. 18
hal.

Soediro, S , K. Ruslan, I. Soediro, 1997. Telaah kandungan senyawa flavonoid dan asam fenolat
dalam kulit batang Rhizophora mucronata Lmk (Rhizophoraceae), suatu tumbuhan mangrove.
Seminar Interen Jur. Farmasi ITB. 14 hal.

Soewandi. 1989. Studi senyawa beracundalam daun Rhizophora sp yang tumbuh di hutan mangrove.
Lembaga PenelitianUniversitas Airlangga. Surabaya.

Suryati, E., Rosmiati dan A. Parenrengi. 2006. Diversifikasi bioaktif dari berbagai sumber daya alam
untuk penanggulangan penyakit pada budidaya perikanan pantai. Media Akuakultur. Vol 1(2):
103-112.

Velmurugan, S., Citarasu, T. 2010. Effect of Herbal Antibacterial Extracts on the Gut Floral Changes
in Indian White Shrimp Fenneropenaeus indicus. Romanian Biotechnological Letters 15 ( 6):
5709-5717

Velmurugan, S., Babu, M. M., Punitha, S. M. J., Viji, V. T., Citarasu, T. 2012. Screening and
characterization of antiviral compounds from Psidium guajava Linn. Root bark against White
Spot Syndrome Virus. Indian Journal of Natural Products Resources. 3 (2):208-214

Wahjuningrum, D., Tarono., Angka, S. L. 2007. Efektifitas rebusan campuran sambiloto Andrographis
paniculata (Burn.f. Ness), daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan daun sirih (Piper betle L.)
untuk pencegahan penyakit MAS (Motil Aeromonad Seticaemia) pada ikan lele dumbo
(Claurias sp.) . Junal Akuakultur Indonesia, 6:122-133.

Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14) 11


Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31 Agustus 2013

Wibowo, P., C. Kusmana, A. Suryani, Y. Hartati, dan P. Oktadiyani. 2010. Pemanfaatan pohon
mangrove api-api (Avicennia spp.) sebagai bahan pangan dan obat. Dep. Silvikultur, Fakultas
Kehutanan Institur Pertanian Bogor.

Yin, G., Ardo, L., Jeney, Z., Xu, P. and Jeney, G. 2008. Chinese herbs (Lonicera japonica and
Ganoderma lucidum) enhance non-specific immune response of tilapia, Oreochromis niloticus,
and protection against Aeromonas hydrophila, pp. 269-282. In Bondad-Reantaso, M.G., Mohan,
C.V., Crumlish, M. and Subasinghe, R.P. (eds.). Diseases in Asian Aquaculture VI. Fish Health
Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. 505 pp

Tanya Jawab
-

12 Semnaskan_UGM/Poster Rekayasa Budidaya (pRB-14)

Anda mungkin juga menyukai