Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KONSELING

KONSELING FARMASIS KEPADA IBU HAMIL

Disusun oleh:
Diyana Puspa Rini (G1F013014)
Ismi Fadhila (G1F013022)
Niken Permata Sari (G1F013028)
Murti Setiati (G1F013038)

Jurusan Farmasi
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto
2016
KONSELING FARMASIS KEPADA IBU HAMIL

I. Judul
Konseling farmasis kepada ibu hamil.
II. Tujuan
Memberikan konseling pada ibu hamil dan keluarganya.
III. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi
tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri, bahkan
dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula menimbulkan komplikasi yang sangat
merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal (Hussar, 1995). Terapi obat yang aman
dan efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan
penggunaannya (Cipolle, Strand & Morley, 2004).
Pada pemberian informasi obat terjadi suatu komunikasi antara apoteker dengan
pasien dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari Pharmaceutical Care yang
dinamakan dengan konseling (Jepson, 1990; Rantucci, 2007). Konseling hendaknya
dilakukan di ruangan tersendiri yang dapat terhindar dari berbagai interupsi (Rantucci,
1997). Pelayanan konseling dapat dipermudah dengan menyediakan leaflet atau booklet
yang isinya meliputi patofisiologi penyakit dan mekanisme kerja obat (Purwanti dkk, 2004).
Tatalaksana pelayanan farmasi untuk ibu hamil dan menyusui bertujuan untuk
memastikan bahwa regimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau
meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan
pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan. Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat
prioritas untuk dilakukan telah ulang regimen obat :
a. Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
b. Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang berisiko tinggi untuk
mengalami efek samping yang serius
c. Menderita tiga penyakit atau lebih
d. Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
e. Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
f. Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
g. Berobat pada banyak dokter
h. Mengalami efek samping yang serius, alergi
(Depkes RI, 2006).
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang prinsip-
prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui :
1. Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang sedang
digunakannya
2. Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu hamil/menyusui,
meliputi: obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, obat suplemen
3. Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara penggunaan dan
alasan penggunaan
4. Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu mhamil/menyusui dengan
data yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil pemeriksaan
terhadap obat yang diperlihatkan
5. Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu hamil /
menyusui
6. Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui, baik efek
terapi maupun efek samping
7. Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat penggunaan
obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
(Depkes RI, 2006).

Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan kehamilan, peran
farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga memberikan penyuluhan tentang
kesuburan dan perencanaan kehamilan. Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk
menghindari segala jenis obat, alkohol, rokok, dan obat penenang. Yang harus ditekankan
dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat pada wanita hamil adalah manfat
pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada risiko jika tidak diberikan
pengobatan. Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila pemberian obat
tidak dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan harus berada dalam pengawasan
dan pemantauan dokter. Metode penyuluhan dapat diberikan dengan penyuluhan langsung
(tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat (melalui RS ataupun
puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan menghindari efek-efek yang merusak
janin ataupun bayi (Depkes RI, 2006).
Ibu hamil merupakan individu yang cukup unik karena pada ibu hamil di semua
trimester akan mengalami perubahan psikologi dan perubahan emosi, sehingga diperlukan
teknik tertentu dalam melakukan komunikasi terapeutik (Wahyuningrum, 2010). Cara yang
perlu diterapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien ibu hamil, antara lain:

1. Mendorong pasien untuk bercerita mengenai keluhannya.


2. Menanyakan mengenai kehamilannya.
3. Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh ibu hamil, seperti perubahan fisik dan
psikologi yang kerap terjadi semasa kehamilan.
4. Mengarahkan pada pokok permasalahan.
5. Mendengarkan.
6. Bersikap empati dan perhatian.
7. Meyakinkan dan memecahkan masalah pasien
(Priyanto, 2009).

Perumusan masalah:
Ny. Ayu, seorang ibu hamil bulan ke 7 mengeluh keputihan, yang disertai gatal-
gatal di daerah kewanitaan. Gatal-gatal ini sudah dirasakan sejak 4 hari kemarin.
Keputihannya berlendir, warna coklat muda, sedikit berbau. Ny. Ayu memiliki riwayat
penyakit gatal-gatal, gatal-gatal terjadi saat tidak hamil dan minum dexteem (kombinasi
ctm dan dexametason) langsung sembuh. Ini merupakan kehamilan pertama Ny. Ayu.
Ny. Ayu sangat terganggu dengan rasa gatalnya. Ny. Ayu datang bersama suaminya.
Ny. Ayu tidak pernah menderita DM maupun hipertensi. TD 12/100mmHg. Ny.
Ayu ingin menebus separuh resep terlebih dahulu dan meminta Apoteker untuk segera
menyiapkannya.
dr. Amelia Wahyu, Sp.Og.

Rumah: Praktek:
Jl. Mawar No. 301 Jl. Mewangi No. 123
Purwokerto Purwokerto
Telp. 0281-323571 Telp. 0281-325768

Purwokerto, 21 Maret 2016

R/ Deksametason 0,75 mg tab No X

S 3 dd 1

R/ Flagystatin ovula No X

S s dd 1.ue

R/ Kalk tab No X

S 1 dd 1

R/ Metronidazol 500 mg tab No XV

S 1 dd 1

Pro : Ny. Ayu (30 th)

Rumusan Masalah:
1. Bagaimana cara mengkonfirmasi penggantian obat kepada dokter penulis resep?
2. Bagaimana cara mengkonfirmasi pemberian antijamur kepada dokter penulis resep?
3. Bagaimana memberikan edukasi yang tepat untuk pasien ibu hamil yang mengalami
gatal dan keputihan?
4. Bagaimana cara mencegah keputihan?
5. Bagaimana menyampaikan cara penggunaan ovula?
IV. Pemecahan Masalah Sementara
Kategori obat ibu hamil menurut FDA berdasarkan tingkatan keamanannya dibagi
menjadi ada 5 kategori, yaitu kategori A, B, C, D, dan X. Dexamethasone merupakan salah
satu obat kategori D untuk ibu hamil. Sehingga penggunaannya tidak dianjurkan untuk ibu
hamil. Dexamethasone diindikasikan sebagai obat antiinflamasi-antialergi. Sebagai
rekomendasi obat antialergi yang lebih aman yaitu Chlorpheniramine Maleat atau CTM.
CTM termasuk ke dalam obat kategori B sehingga aman untuk ibu hamil.
Skrining resep merupakan tahapan standar prosedur operasional yang pertama
dilakukan dalam menangani obat resep. Apabila terdapat peresepan yang tidak sesuai dengan
indikasi penyakit maka apoteker wajib menanyakan kepada dokter penulis resep untuk
konfirmasi. Penggantian obat resep dapat dilakukan tergantung pada pertimbangan resiko
dan benefitnya yang didasarkan pada Evidence Based Medicine. Tata cara konfirmasi kepada
dokter penulis resep dapat dilakukan melalui telepon dengan menghubungi nomor yang
tertera pada resep.
Pengobatan keputihan pada ibu hamil menurut CDC (2010), dapat menggunakan
Metronidazole dosis 500 mg dua kali sehari selama 7 hari. Flagystatin ovula memiliki
komposisi Metronidazole 500 mg dan Nystatin 100.000 IU. Sehingga dalam kasus ini
penggunaan dosis Metronidazole masih dapat memenuhi dosis harian yang
direkomendasikan.
Menurut Army (2007), beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mencegah keputihan
patologis antara lain :
a. Menjaga kebersihan, diantaranya:
1. Mencuci bagian vulva (bagian luar vagina) setiap hari dan menjaga agar tetap kering
untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur;
2. Saat menstruasi biasakan mengganti pembalut apabila sudah terasa basah dan lembab;
3. Menggunakan sabun non parfum saat mandi untuk mencegah timbulnya iritasi pada
vagina;
4. Menghindari penggunaan cairan pembersih kewanitaan yang mengandung deodoran
dan bahan kimia terlalu berlebihan, karena hal itu dapat mengganggu pH cairan
kewanitaan dan dapat merangsang munculnya jamur atau bakteri;
5. Setelah buang air besar, bersihkan dengan air dan keringkan dari arah depan ke
belakang untuk mencegah penyebaran bakteri dari anus ke vagina;
6. Menjaga kuku tetap bersih dan pendek. Kuku dapat terinfeksi Candida akibat garukan
pada kulit yang terinfeksi. Candida yang tertimbun dibawah kuku tersebut dapat
menular ke vagina saat mandi atau cebok.
b. Memperhatikan pakaian, diantaranya:
1. Apabila celana dalam yang dipakai sudah terasa lembab sebaiknya segera diganti
dengan yang kering dan bersih;
2. Menghindari pemakaian pakaian dalam atau celana panjang yang terlalu ketat karena
dapat meningkatkan organ kewanitaan;
3. Tidak duduk dengan pakaian basah (misalnya: selesai olahraga dan selesai renang
karena jamur lebih senang pada lingkungan yang basah dan lembab;
4. Menggunakan pakaian dalam dari bahan katun karena katun menyerap kelembaban
dan menjaga agar sirkulasi udara tetap terjaga.
c. Mengatur gaya hidup, diantaranya:
1. Menghindari seks bebas atau berganti–ganti pasangan tanpa menggunakan alat
pelindung seperti kondom;
2. Mengendalikan stres;
3. Rajin berolahraga agar stamina tubuh meningkat untuk melawan serangan infeksi;
4. Mengkonsumsi diet yang tinggi protein. Mengurangi makanan tinggi gula dan
karbohidrat karena dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan;
5. Menjaga berat badan tetap ideal dan seimbang. Kegemukan dapat membuat kedua
paha tertutup rapat sehingga mengganggu sirkulasi udara dan meningkatkan
kelembaban sekitar vagina;
6. Apabila mengalami keputihan dan mendapatkan pengobatan antibiotik oral (yang
diminum) sebaiknya mengkonsumsi antibiotik tersebut sampai habis sesuai dengan
yang diresepkan agar bakteri tidak kebal dan keputihan tidak datang lagi;
7. Apabila mengalami keputihan yang tidak normal segera datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan agar segera mendapatkan penanganan dan tidak memperparah keputihan.
Cara penggunaan ovula adalah sebagai berikut :
1. Cucilah tangan anda dengan air dan sabun. Jika ovula melunak, taruhlah di dalam air
dingin atau masukkan ke dalam lemari pendingin selama 30 menit supaya mengeras
kembali sebelum dibuka bungkusnya. Buka bungkus ovula
2. Buka bungkus ovula
3. Jika menggunakan ovula aplikator, letakkan ovula pada lubang yang terdapat pada
aplikator. Pastikan bahwa sisi ovula yang ditaruh pada aplikator adalah sisi tumpul dari
ovula.
4. Duduklah dengan satu tangan menopang berat tubuh anda dan tangan lainnya memegang
aplikator yang sudah dipasangi ovula. Kedua kaki ditekuk dengan posisi terbuka untuk
mempermudah penggunaan ovula.
5. Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan aplikator ke lubang vagina. Setelah
aplikator berada di dalam vagina, tekan tombol pada aplikator untuk melepaskan ovula.
6. Jika tidak menggunakan aplikator, masukkan ujung lancip vagina kurang lebih sedalam
telunjuk anda.
7. Rapatkan kedua kaki anda untuk beberapa detik. Tetaplah duduk sekitar 5 menit untuk
mencegah ovula keluar kembali.
8. Bersihkan aplikator dengan air hangat dan sabun, keringkan dan jagalah agar tetap bersih.
Cucilah tangan anda dengan sabun untuk membersihkan obat yang mungkin menempel.
(Yankes ITB, 2008).
V. Pembahasan
Menurut Martindale (2007), CTM termasuk Antihistamin H1 (AH1), semua AH1
menimbulkan efek samping yang paling sering yaitu sedasi, untuk ibu hamil yg
mengkonsumsi CTM menyebabkan adanya penurunan fertilasi pada trimester pertama
namun untuk trimester selanjutnya tidak berpengaruh, akan tetapi sebaiknya kontrol
konsumsi CTM pada ibu hamil. Sehingga dalam kasus ini Dexamethasone diganti dengan
CTM dengan mengkonfirmasikan terlebih dahulu kepada dokter mengenai perubahan obat
dalam resep dan dengan persetujuan pasien.
Menurut Lacy, et al. (2008), pasien yang mendapatkan obat metronidazol dan
Flagistatin ovula pada usia kehamilannya masih 7 minggu atau trimester pertama adalah
tidak tepat karena dikontraindikasikan untuk ibu hamil pada trimester pertama (trimester
pertama, ditemukan karsinogenik pada tikus). Dalam kasus ini usia kehamilan pasien adalah
7 bulan atau trimester ketiga sehingga tetap diberikan kombinasi Flagystatin Ovula dan
Metronidazole tablet namun dalam penggunaannya dilakukan penjedan.
Pada saat role play apoteker sudah cukup baik dalam membuat pasien nyaman
sehingga pasien lebih terbuka dalam menyampaikan keluhannya. Namun akan lebih baik
jika apoteker memberikan ucapan selamat atas kehamilan pertama pasien. Saat role play,
apoteker menjelaskan kegunaan obatnya terlebih dahulu namun obat yang dijelaskan belum
disediakan. Seharusnya, saat menjelaskan kegunaan obat, obat harus sudah tersedia. Selain
itu, konfirmasi harga obat harus dilakukan pada pertengahan konseling bukan di akhir
konseling, sehingga pasien lebih mudah untuk menentukan apakah resep akan ditebus
seluruhnya atau hanya setengahnya saja. Apabila pasien hanya menebus setengah resep
maka apoteker harus mengingatkan bahwa resep harus ditebus setengahnya lagi sebelum
obat habis, dan menjelaskan apabila keluhan yang dialami pasien sudah teratasi namun resep
obat setengahnya tetap harus ditebus.
Saat apoteker mengkonfirmasi penggantian obat ke dokter, apoteker tidak boleh
menanyakan untuk indikasi apa dokter memberikan obat tersebut. Seharusnya apoteker
menjelaskan permasalahan yang terjadi setelah melihat kondisi pasien secara langsung,
setelah itu baru melakukan konfirmasi kepada dokter.
Cara yang digunakan untuk melontarkan pertanyaan dan susunan kata yang
digunakan untuk menyampaikan informasi kemungkinan sangat menentukan hasil yang
dicapai dari sesi konseling. Hal yang terpenting adalah harus terjadi komunikasi dua arah,
yaitu dengan memberi banyak kesempatan bagi pasien untuk berdiskusi dan mengajukan
pertanyaan. Sesi konseling harus berlangsung dengan cara yang logis. Pasien terbukti lebih
mudah memahami dan mengingat informasi yang diberikan bila informasi tersebut
dikelompokkan dalam kategorikategori dan tugas-tugas. Sesi konseling dapat dibagi menjadi
5 tahapan :
1. Diskusi pembukaan
a. Perkenalan
b. Menjelaskan tujuan konseling
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi kebutuhan
a. Pasien baru
 Mengumpulkan informasi tentang pasien
 Melaksanakan konsultasi pelaksanaan pengobatan
b. Pasien lama
 Menegaskan informasi tentang pasien
 Menegaskan informasi tentang obat
c. Resep baru
 Pengetahuan tentang tujuan, obat, regimen obat, kondisi pasien dan sasaran
terapi
 Masalah yang mungkin muncul
d. Resep ulangan atau pemantauan lanjutan
 Masalah ketaatan
 Perincian tentang penggunaan obat
 Tanda efek samping
 Keefektifan terapi
 Masalah yang mungkin muncul
3. Diskusi untuk mengatasi masalah dan menyusun rencana asuhan kefarmasian
a. Mendiskusikan masalah yang ada atau masalah yang mungkin muncul
b. Membuat kesepakatan atas pilihan-pilihan
c. Melaksanakan rencana
d. Mendiskusikan hasil terapi dan pemantauannya
4. Diskusi untuk memberikan informasi dan edukasi
a. Resep baru
 Memberikan informasi tentang kondisi dan pengobatan
 Ketaatan dan pemantauan sendiri
 Pengulangan resep dan pemantauan lanjutan
b. Resep ulangan atau pemantauan lanjutan
 Menerangkan kembali informasi tentang obat atau kondisi agar semakin jelas
 Informasi tentang cara pemantauan sendiri
 Merujuk pasien ke dokter bila diperlukan
 Menangani efek samping
 Menentramkan hati pasien/jaminan
c. Obat tanpa resep
 Obat yang disarankan
i. Memberikan informasi tentang kondisi dan pengobatan
ii. Terapi di masa akan datang
iii. Menentramkan hati pasien/jaminan
iv. Pemantauan sendiri
v. Efek samping dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan
vi. Terapi lain yang bukan obat
vii. Tindak lanjut apoteker
 Tidak ada obat yang disarankan
i. Merujuk pasien ke dokter
ii. Manyarankan terapi lain yang bukan obat
iii. Memberikan informasi yang diperlukan
iv. Menentramkan hati pasien/ jaminan
v. Tindak lanjut apoteker
5. Diskusi penutup
a. Mengulangi poin-poin penting
b. Meminta tanggapan dari pasien
c. Mendorong pasien untuk bertanya
d. Menegaskan tindak lanjut untuk pemantauan (Rantucci, 2009).
VI. Kesimpulan
Konseling dengan pasien ibu hamil memerlukan perhatian khusus mengenai
penggunaan obat yang aman terhadap ibu hamil dan janin berdasarkan klasifikasi obat
menurut FDA. Perubahan obat dalam resep dapat dilakukan dengan konfirmasi kepada
dokter penulis resep. Selain itu diperlukan komunikasi mengenai cara merawat kebersihan
diri saat kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA

Army, Y., 2007, Media Sehat,Arfmedia Group, Semarang.

CDC, 2010, Diseases Characterized by Vaginal Discharge, http://www.cdc.gov/std/treatment/


2010/vaginal-discharge.htm, diakses pada 20 Maret 2016.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, Mc Graw
Hill Company, New York.

Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Depkes RI,
Jakarta.

Hussar, D.A., 1995, Patient Compliance, in Remington : The Science and Practice of Pharmacy,
The Philadelpia College of Pharmacy and Science, USA.

Jepson, M.H., 1990, Patient Compliance and Counselling. In: D.M. Collett and M.E. Aulton
(Eds.). Pharmaceutical Practice, Edinburgh: Churchill Livingstone.

Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L., 2008, Drug Information
Handbook, 93-1460, Lexi-Comp, North American.

Martindale, 2007, The Complete Drug Reference (ED 35), The Pharmaceutical Press, New York.

Priyatno, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, LESKONFI, Jabar.

Purwanti, A., Harianto., Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di
Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah Ilmu Kefarmasian, 01:102-115.

Rantucci,M.J., 1997, Pharmacist Talking with Patients, A Guide to Patient Counseling,1th Ed.,
Williams & Winkins, Baltimore, Maryland.

Rantucci, M.J., 2007, Komunikasi Apoteker-Pasien : Panduan Konseling Pasien (Edisi 2),
Penerjemah : A.N. Sani. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Rantucci, M.J., 2009, Komunikasi Apoteker-Pasien, EGC, Jakarta.

Wahyuningrum, E., 2010, Buku Saku Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan,
Trans Infomedia, Jakarta.

Yankes ITB, 2008, Cara Menggunakan Ovula, http://yankes.itb.ac.id/?page_id=330, diakses


pada 18 Maret 2016.

Anda mungkin juga menyukai