KEKURANGAN VITAMIN A
SANITA PUTRI
NIM. (17011122)
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang
Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat
kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang
menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan
anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada
keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan
pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang
terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan
akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena
kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup.
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya Program penanggulangan
masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama
ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang
berada pada usia reproduksi ( Heijthuijsen, et al ,2013).
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak
Balita sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui
distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi
konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan
2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol
kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat,
artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).
2
1.2.3. Apa saja fungsi vitamin A?
1.2.4. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
1.2.5. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
1.2.6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan
Vitamin A?
1.2.7. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A
(KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh
dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran
kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar
luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting.
Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai
akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada
anak.
5
melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel
epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan,
paru-paru, payudara dan kandung kemih (Knutson dan Dame, 2011).
d. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada
manusia. Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon
antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai
kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2008).
6
c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah
tanda-tanda XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih
seperti busa sabun atau keju terutama celah mata sisi luar. Bercak ini
merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda
khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai penentuan
prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat. Dalam keadaan berat
tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh
permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal, berlipat dan
berkerut.
d. Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai
kornea, kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak
kasar.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak
seperti bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi
perforasi kornea.Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir
dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk
cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang
cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus
kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak
menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea
telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan
parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan
walaupun dengan operasi cangkok kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2
biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik.
Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A
dan X3 B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat
yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea
cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk
7
mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang
cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum (Wardani, 2012).
8
diketahui dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari
dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit, seperti
diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka secara
otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
a. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
b. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
c. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
d. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis
konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak
bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian
hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak
seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis
(Xeroftahalmia Scars).
e. Terhentinya proses pertumbuhan.
f. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
g. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya
komplikasi pada anak-anak serta menghambat penyembuhan.
(Melenotte et al,2012)
9
2.6 Pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang
sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan
daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan
penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk
memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta
senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang
vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu,
kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan
penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga
dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus
gizi baik dan tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A
yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk
sekitar dua minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama
kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat
dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung
cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan
anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu
tertentu. Berbagai studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas
memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul
vitamin A setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan
jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan
yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui
seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada
masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan janin dan produksi ASI.
10
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A
melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya
yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera
memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A
masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini
masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis
100.000 SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara
serentak pada bulan Februari dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan
dosis 200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara
serentak pada bulan Februari dan Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu
kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar
bayi memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI,
2009).
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama
kehamilan sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah
maternal and infant morbidity dan mortality. Namun, pada daerah
dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan
dengan kekurangan vitamin A, maka suplementasi vitamin A
direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara khusus,
wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap
harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi
dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga
melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi
populasi berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun
senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak yang
berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)
11
e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah
direkomendasikan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)
12
2.7 Angka kecukupan gizi vitamin A
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG)
anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari
kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang
dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir
telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan
gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam
sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi
telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A.
Sayuran dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari
150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar,
mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan
kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada
jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk
sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar
terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan
udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.
13
BAB III
KRONOLOGIS
Demikian disampaikan Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat
memaparkan Arah Kebijakan Pembangunan Gizi di Indonesia, pada kegiatan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke X tahun 2012 di Jakarta (20/11).
Dalam paparannya, Menkes menyatakan bahwa ada tiga masalah gizi yang
sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan Vitamin A pada anak Balita,
Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.
Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi pada
anak 2-5 tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni 51,5%
(1995) menjadi 25,0% (2006) dan 17,6% (2011).
14
Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari 31% (1989), menjadi
17.9% (2010). Dengan capaian ini target MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya
prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada tahun 2015 diperkirakan dapat
dicapai.
15
bahan makanan yang dapat dilakukan fortifikasi adalah pada MSG atau pada
mie instant.
3. Meningkatkan program pemberian suplemen vitamin A yang sudah berjalan
pada kelompok sasaran yaitu :
a. Bayi umur 6-12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis
100.000 UI setiap bulan februari dan agustus.
b. Anak umur 1-5 tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis
200.00 UI setiap bulan februari dan agustus
c. Ibu nifas : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI, sehari setelah
melahirkan dan diberikan lagi 24 jam kemudian (masing-masing satu
kapsul ).
d. Anak yang terserang campak : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000
UI.
4. Pemberian imunisasi pada anak harus terus dipantau supaya terhindar dari
penyakit infeksi.
5. Mengkonsumsi makanan yang seimbang agar metabolisme vitamin A dalam
tubuh dapat berjalan secara normal.
16
BAB IV
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Kekurangan vitamin A diantaranya disebabkan karena konsumsi
vitamin A yang kurang dari kebutuhan harian, terkena penyakit infeksi,
dan kurangnya kesadaran mengenai pentingnya vitamin A untuk kesehatan
tubuh dan mata. Apabila gejala-gejala kekurangan vitamin A tidak segera
diobati, maka akan menyebabkan penyakit atau gangguan pada mata yang
lebih seris dan dapat menyebabkan kebutaan.
1.2 SARAN
Selain petugas kesehatan Pelatihan kader posyandu yang tepat juga
diperlukan untuk melakukan penyuluhan atau melakukan survei pada
setiap penduduk untuk mengetahui apakah ada keluarga yang anggotanya
terkena KVA. Promosi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penambahan balita atau masyarakat terkena KVA, yatu dengan
mengadakan penerbitan buletin kesehatan setiap minggu atau setiap bulan
dan diberikan kepada masyarakat, untuk menambah kesadaran dan
pengetahuan betapa pentingnya hidup sehat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha
Medika. Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.
http://www.depkes.go.id/article/print/2136/menkes-ada-tiga-kelompok-
permasalahan-gizi-di-indonesia.html
18