Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN MAKALAH

KEKURANGAN VITAMIN A

SANITA PUTRI

NIM. (17011122)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

STIKes HANG TUAH PEKANBARU

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala,


karena berkat rahmat-Nya kami bias menyelesaikan makalah yang berjudul
KEKURANGAN VITAMIN A. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Epidemiologi Gizi.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Pekanbaru, 09 September 2019

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan ..........................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4

2.1 Pengertian Vitamin A...................................................................................4

2.2 Pengertian Kekurangan Vitamin A .............................................................4

2.3 Fungsi Vitamin A .........................................................................................5

2.4 Tanda-tanda/Gejala Kekurangan Vitamin A ................................................6

2.5 Akibat Kekurangan Vitamin A ....................................................................8

2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A ........................10

2.7 Angka Kecukupan Gizi Vitamin A ............................................................13

BAB III KRONOLOGIS .......................................................................................14

BAB IV PENUTUP ...............................................................................................17

4.1 Kesimpulan ................................................................................................17

4.2 Saran ...........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan
utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA
terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami
defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi
kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah,
eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi
nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja
hingga masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan
dengan baik di atas anak usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa
KVA pada wanita usia reproduksi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan
kematian selama kehamilan dan periode awal postpartum. KVA yang berat
pada maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat
akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai
konsekuensi dari meningkatnya pemahaman tentang KVA maka sangat
penting bahwa beban kesehatan yang dihasilkan dikuantifikasi setepat
mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta evaluasi program
pencegahan selanjutnya. Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade
terakhir dalam memperkirakan beban KVA, terutama dengan
menggabungkan dan mengekstrapolasikan data prevalensi dari negara
dimana telah dikumpulkan dalam populasi dengan profil demografis yang
sama dan risiko yang telah diantisipasi. Dalam beberapa tahun terakhir,
KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254 juta anak
prasekolah setiap tahun, jauh dari jarak yang akurat. Tidak ada perkiraan
permasalahan kesehatan global KVA ibu atau adanya insidensi tahunan
kebutaan malam ibu (XN) ( Arlappa, 2012; Keith dan West, 2008).

1
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang
Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat
kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang
menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan
anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada
keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan
pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang
terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan
akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena
kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup.
Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya Program penanggulangan
masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama
ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang
berada pada usia reproduksi ( Heijthuijsen, et al ,2013).
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak
Balita sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui
distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi
konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan
2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol
kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat,
artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).

1.2. Rumusan Masalah


Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
antara lain sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?

2
1.2.3. Apa saja fungsi vitamin A?
1.2.4. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
1.2.5. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
1.2.6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan
Vitamin A?
1.2.7. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?

1.3. Tujuan Penulisan


Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai
berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian vitamin A
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian Kekurangan Vitamin A (KVA)
1.3.3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A
1.3.4. Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A
1.3.5. Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A
1.3.6. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan
Vitamin A
1.3.7. Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu
meningkatkan dam menambah wawasan pembacanya tentang Kekurangan
Vitamin A.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian vitamin A


Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan
struktur kimianya disebut retinol atau retina atau disebut juga dengan asam
retinoat, terdapat pada jaringan hewan dimana retinol 90-95% disimpan
pada hati (Haryadi, 2009).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang
sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan
daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit
infeksi). Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu :
a. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya
sumber retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati,
minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.
b. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah
mengalami proses pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene
berasal dari makanan yang berwarna orange atau hijau tua, seperti
wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.

2.2 Pengertian kekurangan vitamin A


Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat
menyebabkan rabun senja, xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung
parah dan berkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia (Tadesse,
Lisanu, 2005).

4
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A
(KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh
dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran
kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar
luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting.
Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai
akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada
anak.

2.3 Fungsi vitamin A


a. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya
remang. Bila kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki
ruangan yang remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata
beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung
dengan vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda pertama
kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A
dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena
kekurangan vitamin A (Melenotte et al., 2012).
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel
yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan
vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak
normal. Pada anak–anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan
dalam pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan
sebagai asam retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).
c. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel
telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin
A dalam bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah
mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam

5
melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel
epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan,
paru-paru, payudara dan kandung kemih (Knutson dan Dame, 2011).
d. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada
manusia. Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon
antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai
kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2008).

2.4 Tanda-tanda dan gejala klinis kekurangan vitamin A


KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel
dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ
lain. Akan tetapi gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat
oleh mata. Kelainan kulit pada umumnya terlihat pada tungkai baeah
bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit nampak kering dan
bersisik. Kelainan ini selain diebabkan oleh KVA dapat juga disebabkan
kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika
menderita penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi
lainnya.Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai
berikut :
a. Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang
retina. Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di
ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya yang
terang. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tidak
dapat melihat lingkungan yang kurang cahaya.
b. Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang
mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi
dengan permukaan kasar dan kusam.

6
c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah
tanda-tanda XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih
seperti busa sabun atau keju terutama celah mata sisi luar. Bercak ini
merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda
khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai penentuan
prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat. Dalam keadaan berat
tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh
permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal, berlipat dan
berkerut.
d. Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai
kornea, kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak
kasar.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak
seperti bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi
perforasi kornea.Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir
dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk
cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang
cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus
kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.
f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak
menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea
telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan
parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan
walaupun dengan operasi cangkok kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2
biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik.
Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A
dan X3 B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat
yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea
cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk

7
mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang
cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu
memperhatikan kesehatan secara umum (Wardani, 2012).

2.5 Akibat kekurangan vitamin A


Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat
pengatur dan memperlancar proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai
vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A membangun sel-sel kulit dan
memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga dan melindungi mata, menjaga tubuh
dari infeksi, serta menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi
tersebut, vitamin A sangat bagus dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan anak. Vitamin A juga berperan dalam epitil, misalnya pada
epitil saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit. Vitamin A berkaitan
erat dengan kesehatan mata. Vitamin A membantu dalam hal integritas
atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata. Vitamin A fungsinya
tak secara langsung mengobati penderita minus, tapi bisa menghambat
minus. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan
diri terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai
konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala
senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila
kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami
xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu kekurangan
vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan virus.
Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh
rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak
usia balita sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya
rentan terhadap penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk itu
peran ibu sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni
dengan memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh
yang cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup dalam tubuh, dapat

8
diketahui dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari
dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit, seperti
diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan, maka secara
otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
a. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
b. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
c. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
d. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis
konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak
bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian
hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak
seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis
(Xeroftahalmia Scars).
e. Terhentinya proses pertumbuhan.
f. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
g. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya
komplikasi pada anak-anak serta menghambat penyembuhan.
(Melenotte et al,2012)

Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis


Vitamin A yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain:

a. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut


cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering
dan gatal-gatal.
b. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-
mual dan diare. (Sugiarno, 2010).

9
2.6 Pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang
sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar
dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan
daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan
penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk
memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta
senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang
vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu,
kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan
penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga
dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus
gizi baik dan tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A
yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk
sekitar dua minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama
kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat
dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung
cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI
akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan
anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu
tertentu. Berbagai studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas
memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul
vitamin A setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan
jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan
yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui
seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada
masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan janin dan produksi ASI.

10
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A
melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya
yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera
memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A
masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini
masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis
100.000 SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara
serentak pada bulan Februari dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan
dosis 200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara
serentak pada bulan Februari dan Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu
kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar
bayi memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI,
2009).
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama
kehamilan sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah
maternal and infant morbidity dan mortality. Namun, pada daerah
dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan
dengan kekurangan vitamin A, maka suplementasi vitamin A
direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara khusus,
wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap
harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi
dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga
melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi
populasi berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun
senja ≥5% pada wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak yang
berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)

11
e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah
direkomendasikan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)

Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain


membuat orang menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin,
termasuk kekurangan vitamin A. penyakit usus yang menahun akan
mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk
melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter
akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang.
Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan
sayur-sayuran yang berwarna ( Hassan, 2008).

Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya


penting untuk mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak
Indonesia. Tujuan Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul
vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam
satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan
secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan
Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk
membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang
pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan
kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).

Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu


sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A
ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari
kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama
pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi
dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi.

12
2.7 Angka kecukupan gizi vitamin A
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG)
anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari
kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang
dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir
telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan
gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam
sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi
telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A.
Sayuran dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari
150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar,
mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan
kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada
jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk
sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar
terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan
udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.

13
BAB III

KRONOLOGIS

Dari berbagai sumber data, perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat


dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah
terkendali; Masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah
gizi yang sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging).
Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah
defisiensi vitamin D.

Demikian disampaikan Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, saat
memaparkan Arah Kebijakan Pembangunan Gizi di Indonesia, pada kegiatan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke X tahun 2012 di Jakarta (20/11).

Dalam paparannya, Menkes menyatakan bahwa ada tiga masalah gizi yang
sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan Vitamin A pada anak Balita,
Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun.

Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita


sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul
vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber
vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara
nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah
batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara
nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan


semua garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm. Data
status Iodium pada anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang
Iodium selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang konsisten. Median
Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara 200-
230 g/L, dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di bawah 20%. Secara nasional
masalah gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat.

Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi pada
anak 2-5 tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni 51,5%
(1995) menjadi 25,0% (2006) dan 17,6% (2011).

Selanjutnya, Menkes menjelaskan bahwa masalah gizi yang belum selesai


adalah masalah gizi kurang dan pendek (stunting). Pada tahun 2010 prevalensi
anak stunting 35.6 %, artinya 1 diantara tiga anak kita kemungkinan besar pendek.

14
Sementara prevalensi gizi kurang telah turun dari 31% (1989), menjadi
17.9% (2010). Dengan capaian ini target MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya
prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada tahun 2015 diperkirakan dapat
dicapai.

Disparitas masalah gizi kurang menurut propinsi sangat lebar. Beberapa


propinsi mengalami kemajuan pesat dan prevalensinya sudah relatif rendah, tetapi
beberapa propinsi lain prevalensi gizi kurang masih sangat tinggi, kata Menkes.

Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 mengungkapkan bahwa faktor


pengetahuan, perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap kejadian gizi
kurang di masyarakat. Data lain menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang juga
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

Sementara itu, masalah gizi yang mengancam kesehatan masyarakat


(emerging) adalah gizi lebih. Hal ini merupakan masalah baru selama beberapa
tahun terakhir, yang menunjukkan kenaikan. Prevalensi gizi lebih, baik pada
kelompok anak-anak maupun dewasa meningkat hampir satu persen setiap tahun.
Prevalensi gizi lebih pada anak-anak dan dewasa, masing-masing 14,4% (2007)
dan 21,7% (2010).

Di samping itu, Menkes menyebutkan bahwa secara umum pola konsumsi


pangan masih belum mencerminkan pola makan yang sesuai dengan pedoman gizi
seimbang. Karakteristik pola konsumsi pangan masyarakat (Susenas, 2011),
antara lain: Konsumsi kelompok minyak dan lemak, sudah diatas anjuran
kecukupan; Konsumsi sayur/buah baru mencapai 63,3%; Konsumsi pangan
hewani 62,1%; Konsumi kacang-kacangan 54%; Konsumsi umbi-umbian 35,8%;
dan Kontribusi pangan olahan dalam pola makan sehari-hari sudah tinggi.

Melihat dampak yang dapat diakibatkan oleh kekurangan vitamin A


seperti yang dijelaskan di atas, maka masalah defisiensi vitamin A ini tidak boleh
diremehkan karena dapat menyebabkan kematian. Untuk mengatasi hal ini, ada
beberapa langkah yang harus terus dilakukan, antara lain :

1. Memperbaiki pola makan masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan


sehingga masyarakat kita semakin gemar mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan.
2. Melakukan fortifikasi vitamin A terhadap beberapa bahan makanan yang
banyak dikonsumsi masyarakat dengan memperhatikan syarat-syarat
fortifikasi, missal tidak menyebabkan perubahan rasa pada bahan makanan
tersebut atau tidak menyebabkan kenaikan harga yang terlalu tinggi. Contoh

15
bahan makanan yang dapat dilakukan fortifikasi adalah pada MSG atau pada
mie instant.
3. Meningkatkan program pemberian suplemen vitamin A yang sudah berjalan
pada kelompok sasaran yaitu :
a. Bayi umur 6-12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis
100.000 UI setiap bulan februari dan agustus.
b. Anak umur 1-5 tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis
200.00 UI setiap bulan februari dan agustus
c. Ibu nifas : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI, sehari setelah
melahirkan dan diberikan lagi 24 jam kemudian (masing-masing satu
kapsul ).
d. Anak yang terserang campak : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000
UI.
4. Pemberian imunisasi pada anak harus terus dipantau supaya terhindar dari
penyakit infeksi.
5. Mengkonsumsi makanan yang seimbang agar metabolisme vitamin A dalam
tubuh dapat berjalan secara normal.

16
BAB IV

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Kekurangan vitamin A diantaranya disebabkan karena konsumsi
vitamin A yang kurang dari kebutuhan harian, terkena penyakit infeksi,
dan kurangnya kesadaran mengenai pentingnya vitamin A untuk kesehatan
tubuh dan mata. Apabila gejala-gejala kekurangan vitamin A tidak segera
diobati, maka akan menyebabkan penyakit atau gangguan pada mata yang
lebih seris dan dapat menyebabkan kebutaan.

1.2 SARAN
Selain petugas kesehatan Pelatihan kader posyandu yang tepat juga
diperlukan untuk melakukan penyuluhan atau melakukan survei pada
setiap penduduk untuk mengetahui apakah ada keluarga yang anggotanya
terkena KVA. Promosi juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penambahan balita atau masyarakat terkena KVA, yatu dengan
mengadakan penerbitan buletin kesehatan setiap minggu atau setiap bulan
dan diberikan kepada masyarakat, untuk menambah kesadaran dan
pengetahuan betapa pentingnya hidup sehat.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha
Medika. Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Sediaoetama,Achmad Djaeni.2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan


Profesi.Jakarta : Dian Rakyat.

http://www.depkes.go.id/article/print/2136/menkes-ada-tiga-kelompok-
permasalahan-gizi-di-indonesia.html

18

Anda mungkin juga menyukai