Anda di halaman 1dari 3

REGULASI KOPERASI

 Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stbl. Nomor 431 Tahun 1915)


Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131 IS)
yang ada di Indonesia. Peraturan ini timbul atas adanya kekosongan hukum akan
pengaturan koperasi. Dengan adanya asas konkordansi, maka ketentuan yang ada di
Belanda dapat dikatakan sama dengan yang ada dalam Verordening op de Cooperatieve
Verenigingen, dan sistem yang diberlakukan tanpa penyesuaian ini menimbulkan
kesulitan penduduk golongan III yaitu pribumi. Dalam mendirikan badan usaha koperasi
harus memiliki prasyarat mulai dari akta notaris, akta pendirian berbahasa Belanda,
meterai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche Courant. Biaya yang dikeluarkan
oleh pelaku usaha yang ingin membuat koperasi pada saat itu sangatlah besar sehingga
sehingga Verordening op de Cooperatieve Verenigingen dirasa tidak memberikan
manfaat dan ditentang oleh kaum pergerakan nasional.

 Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stbl Nomor. 91Tahun 1927) Pada saat
politik balas budi Belanda baru saja didengungkan, perjuangan para nasionalis berhasil
dengan keluarnya “Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen”. Peraturan Koperasi
ini tunduk pada Hukum Adat dan bukan pada BW( Hukum Perdata Belanada). Sehingga
dalam penerapannya Verordening op de Cooperatieve Verenigingen menjadi untuk Gol. I
dan Gol II, sedangkan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen hanya untuk Gol.
III saja.

 Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb Nomor . 108 Tahun 1933)


merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku
bagi penduduk golongan I, II dan III, namun di sisi lain Regeling Inlandsche
Cooperatieve Verenigingen masih diberlakukan untuk Gol. III (pribumi). Pada masa ini,
Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari
pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale. Keberatan-
keberatan untuk pembentukan koperasi yang tadinya ada, sejak Algemene Regeling op de
Cooperatieve Verenigingen sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

 Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. Nomor 179 Tahun 1949). Regulasi yang
pertama kali dicetuskan sejak kemerdekaan Indonesia ini, muncul karena adanya krisis
yang berkepanjangan mulai dari agresi militer Belanda, hingga pemberontakan PKI.
Regulasi ini mengubah definisi koperasi dengan menambahkan unsur syarat
pendiriannya. Hal ini diluncurkan mengantisipasi Konfrensi Meja Bundar yang
dilaksanakan sebelum Regeling ini dibuat. Pada saat regulasi ini berlaku banyak hal yang
terjadi mulai dengan adanya Kongres Pertama Koperasi seluruh Indonesia, yang hari 12
Juli 1947 dijadikan sebagai, “Hari Koperasi”, adanya Bank Koperasi Provinsi, hingga
pembekuan oleh Mentri Kehakiman atas Algemene Regeling op de Cooperatieve
Verenigingen.

 Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 Tentang Perkumpulan Koperasi. Undang undang


ini dibuat dengan sangat tergesa-gesa, sehingga tidak membawa banyak perubahan bagi
eksistensi kelembagaan koperasi. Namun UU yang mencabut Regeling-regeling
sebelumnya tentang koperasi ini, memodifikai dengan menyerap prinsip koperasi
Rochdale. Definisi Koperasi dalam UU ini disebutkan bahwa koperasi ialah sebuah
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak
merupakan konsentrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan meningkatkan
kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan kesukarelaan, dan dalam
pendiriannya harus menggunakan akta yang didaftarkan. Organisasi koperasi pada saat
regulasi ini berlaku sebagai alat perjuangan di bidang ekonomi melawan kapitalisme,
dengan berprinsip dengan tidak mencari keuntungan (non-profit) tetapi mengutamakan
pelayanan (service). Istilah saham yang biasa dikenal di Perseroan Terbatas, ternyata
diganti menjadi “Simpanan Pokok”, yang memiliki fungsi yang lebih sosial yang
mengajarkan kehidupan menabung dan kesediaan anggotanya untuk berpartisipasi.

 UU Nomor 14 tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Undang-Undang sebagai


pengejahwantahan prinsip nasakom ini mengebiri prinsip koperasi yang telah ada di
Indonesia. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi ekonomi dan alat revolusi yang
berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme
Indonesia beradasarkan Pancasila. Kemudian pengesahan UU ini pada saat Musyawarah
Nasional Koperasi memperlihatkan sensasinya kepada dunia dengan keluarnya Indonesia
dalam keanggotaan di International Coperative Allliace (ICA).

 Undang-Undang No. 12 tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Perkoperasi


Undang-undang racikan pemerintahan Orde Baru, Soeharto ini mendapatkan tanggapan
positif dari semua perkumpulan koperasi karena kembalinya hakikat koperasi itu sendiri.
UU yang memurnikan asas koperasi yang sejati dan menyingkirkan depolitisasi koperasi
ini secara tegas mencabut UU 14/1965 tentang perkoperasian. Hubungan baik yang
sempat terputus dengan ICA kembali diperbaiki pada berlakunya UU 12/1967. Koperasi
didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatakkan sosial,
beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata
susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini
merupakan UU pertama yang menjadikan koperasi adalah badan hukum apabila koperasi
tersebut telah menyesuaikan diri dengan UU 12 Tahun 1967.
 Undang-Undang No. 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri,
tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan koperasi
untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD
1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi
menurut UU No. 25 Tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi serta berdasar pada asas kekeluargaan.

 Undang-Undang No. 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian


o (belum nemu jelas tentang uu ini karna uu ini dicabut sama MK dan skrg masih
dalam tahan pembuatan UU baru)

Referensi:
Wirana, Anjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, 2005, Hukum Koperasi
Indonesia : pemahaman, regulasi, pendirian, dan modal usaha, Jakarta : Kencana

Anda mungkin juga menyukai