Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Klasifikasi barang dalam aset keuangan adalah dasar akuntansi. Klasifikasi akan

mempengaruhi cara pengguna menginterprestasikan kinerja perusahaan keuangan dan

akibatnya akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Klasifikasi dapat

mempengaruhi persepsi risiko dan solvabilitas. Meskipun aset adalah subyek dari beberapa

standar akuntansi dan sejumlah referensi yang dibuat dalam hukum perusahaan, hal tersebut

tidak sampai pengembangan kerangka kerja konseptual pada tahun 1980-an yang mana definisi

otoritatif dari term aset (istilah IASB, AASB).

Banyaknya perusahaan yang masih sukar dalam mengklasifikasikan barang dalam aset

keuangan. Contohnya ialah tanah, kita akan berpikir jika tanah adalah bagian dari aset. Namun

tidak akan ada yang bisa memastikan, jika tanah tidak akan terkontaminasi dengan zat

radioaktif untuk beberapa ribu tahun mendatang. Aphakah tanah akan lebih cocok

dikategorikan sebagai kewajiban dibanding aset? Bagaimana jika perusahaan melakukan

pekerjaan restorasi atas tanah dan dalam proses pengembangan teknologi yang memiliki

potensi untuk penjualan global yang sangat menguntungkan? Apakah akan menimbulkan biaya

atau sekedar pengembangan aset? Dalam chapter ini kita akan membahas bagaimana aset di

definasikan dan menyelidiki pengakuan dan pengukuran serta mempertimbangkan dan

mempelajari informasi tentang aset bersejarah pada studi kasus 7.1.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan aset?

2. Bagaimana cara pengakuan dan pengukuran aset?

3. Bagaima informasi tentang nilai aset bersejarah pada studi kasus 7.1?
1.3 Tujuan dan Manfaat Pembahasan

Tujuan khusus kami untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi, Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Indonesia Banking School. Serta dengan penulisan makalah ini diharapkan
bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan tentang teori akuntansi khusnya mengenai
aset baik bagi penulis maupun pembaca.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Case Study 7.1 Aset Bersejarah

Pada tahun 2006, Dewan Standar Akuntansi Inggris mengusulkan agar aset bersejarah seperti

koleksi seni dan bangunan bersejarah ditampilkan di neraca lembaga yang menampungnya. Barker

(2006) menjelaskan bahwa aset bersejarah didefinisikan sebagai aset dengan kualitas historis, artistik,

ilmiah, teknologi, geofisika atau lingkungan yang dipegang dan dikelola terutama untuk kontribusinya

terhadap pengetahuan dan budaya ketika tujuan ini merupakan pusat tujuan entitas pelapor. Barker

menambahkan karena kebanyakan aset bersejarah tidak sering bergerak di pasaran, maka itu adalah

masalah dalam menilai aset bersejarah. Draft paparan Inggris mengusulkan bahwa aset bersejarah

dapat dikapitalisasi jika dapat dipraktikan untu memperoleh penilaian yang memberikan informasi

berguna dan relevan.

1. Dalam hal apa aset bersejarah mirip dengan aset entitas nirlaba dan dalam hal apa mereka

berbeda?

2. Apakah pantas untuk mengakuii aset bersejarah dalam laporan keuangan entitas yang memiliki

hak dan tanggung jawab atas aset tersebut?

3. Apakah ada pengguna untuk informasi tentang nilai aset bersejarah?

4. Bisakah nilai finansial diberikan pada aset bersejarah?

Jawaban
1. Adapun kesamaan antara aset bersejarah dan aset nirlaba sebagai berikut :
 Berwujud.
 Berharga atau bernilai.
 Keduanya memiliki manfaat ekonomik atau potensi jaya.
 Timbul atas kejadian masa lalu.
 Dikuasai atau dikendalikan entitas.
2. Jika aset bersejarah memenuhi kriteria pengakuan dan suatu entitas dapat mengukur aset tersebut

dengan handal, aset tersebut harus dicatat dalam laporan keuangan. Mereka dilindungi oleh standar

yang sama dengan item-item lain seperti properti , pabrik dan peralatan dan karenanya memiliki

persyaratan pengukuran dan pengungkapan yang sama. Untuk entitas yang diharuskan menyusun

laporan keuangan tujuan umum dan memiliki hak dan tanggung jawab atas pengungkapan aset

bersejarah diperlukan. Alasan kebijakan dibalik ini adalah bahwa aset bersejarah biasanya merupakan

bagian penting dari aset yang berada dibawah kendali entitas. Karenanya untuk menghilangkan

sepenuhnya dari laporan keuangan entitas menjadikan ini gambaran yang tidak lengkap dan tidak

nyata dari entitas. Ada manfaat lain dari mengenali secara tepat koleksi aset bersejarah dalam laporan

keuangan. Pembaca laporan keuangan juga mungkin tertarik pada ruang lingkup dan skala aset yang

dikendalikan oleh entitas. Entah itu bangunan bersejarah, koleksi artefak budaya atau sejenisnya.

Menggunakan laporan keuangan untuk mengkomunikasikan hal ini dengan jelas dan sepenuhnya

kepada para pemangku kepentingan yang dapat menghasilkan dukungan yang lebih baik karena

visibilitas yang ditingkatkan dari signifikansi aset dibawah kendali entitas. Seringkali fokusnya pada

persyaratan pelaporan keuangan juga menimbulkan peningkatan fokus pada pencatatan detail

pengumpulan. Ini dapat bermanfaat untuk tujuan lain, seperti memastikan bahwa perlindungan

asuransi yang sesuai sudah ada dan berpotensi mengungkap aset yang bernilai. Hal ini juga dapat

menunjukan langkah menuju entitas yang lebih fokus pada penilaian aset mereka. Pelaporan aset

bersejarah yang tepat akan memastikan bahwa laporan sejalan dengan tren sektor ke arah penyertaan

aset tersebut.

3. Ada, seperti yang telah diketahui dari poin 2 pengguna laporan keuangan mungkin tertarik pada

ruang lingkup dan skala aset yang dikendalikan oleh entitas, entah itu bangunan bersejarah, koleksi

artefak budaya atau sejenisnya. Peningkatan visibilitas dari signifikansi aset yang dikendalikan entitas

kepada para pemangku kepentingan dapat menghasilkan dukungan yang lebih baik.
4. Nilai finansial dapat diberkan pada aset bersejarah , nilai aset bersejarah tersebut biasanya akan

dicatat dengan mengacu pada pasar aktif. Walaupun mungkin hanya ada pasar lokal yang sangat kecil

untuk banyak aset bersejarah, seringkali akan ada pasar internasional yang dapat digunakan untuk

memperoleh nilai. Aset yang dibeli akan dicatat pada nilai yang dibayarkan. Jika aset disumbangkan,

nilai ini harus dinilai pada saat sumbangan yang biasanya akan membutuhkan penilai spesialis untuk

digunakan. Jika memungkinkan, ini haruslah orang yang independen, namun dalam keadaan tertentu

satu-satunya, atau sejauh ini, spesialis dengan kualifikasi terbaik mungkin ada di dalam organisasi.

Selanjutnya revaluasi dapat dilakukan dengan persyaratan yang sama seperti untuk kategori lain dari

properti, pabril, peralatan, atau aset dapat terus dicatat dengan biaya. Biasanya aset bersejarah tidak

akan terdepresiasi, atau masa manfaatnya akan sangat panjang dan sulit untuk dinilai sehingga

perhitungan penyusutan yang andal tidak mungkin dilakukan. Paling umum, aset bersejarah tidak akan

didepresiasi dan disimpan dalam laporan keuangan dengan biaya, tetap diuji setiap tahun untuk

penurunan atau penaikan nilai. Pengungkapan yang tepat atas perlakuan yang digunakan dengan

catatan akan penting untuk membantu pemahaman pembaca tentang metode yang digunakan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

3.1 Simpulan

Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan

bahwasanya
DAFTAR PUSAKA

1. Harahap, Sofyan Syafri, Teori Akuntansi. (Jakarta : Rajawali Press, cet.3, 1993).

2. Harahap, Sofyan Syafri, Teori Akuntansi Laporan Keuangan. (Jakarta : Bumi Aksara,

cet.3, 2002)

3. Martin, Carrick A, An Introduction to Accounting . (Australia : McGraw-Hill Book

Company, 1994)

Anda mungkin juga menyukai