A. Definisi
B. Etiologi
1. Usia dan Jenis Kelamin
Risiko rheumatoid arthritis lebih besar dua hingga tiga kali lipat pada
wanita dibandingkan pria serta ditemukan pada usia lanjut dengan rata-rata
usia awal 40-60 tahun. Keadaan ini berhubungan dengan kondisi hormonal
seperti titer dehidroepoandrosteron, estradiol, dan testosteron.
2. Genetik
Kerentanan terhadap rheumatoid arthritis berkaitan dengan
hipervariabilitas alel DRβ1, yang dikenal sebagai kerentanan epitope.
Selain itu, 70% pasien memiliki korelasi genetika pada HLADR4
dibandingkan kelompok kontrol dengan peningkatan risiko rheumatoid
arthritis sebesar 4 hingga 5 kali lipat. Gen lain yang terlibat dalam
perjalanan penyakit ini adalah protein tyrosine phosphatase 22 (PTPN 22)
lokus TRAF1/C5, 6q23, 4q27, CD40, dan CCL21 pada populasi Kaukasia,
serta peptidyl arginasedeiminase (PADI-4), FCRL3, dan SLC22A4 yang
meningkatkan risiko timbulnya rheumatoid arthritis dua kali lipat terutama
pada populasi Asia.
3. Infeksi
Agen infeksius seperti virus Epstein-Barr, sitomegalovirus, Proteus sp.,
dan Escherichia coli berkaitan dengan risiko timbulnya rheumatoid
arthritis secara langsung serta melalui produknya seperti heat-shock
proteins. Salah satu mekanisme yang diduga terlibat adalah terjadinya
induksi faktor rheumatoid, yang merupakan autoantibodi berafinitas tinggi
yang melawan Fc pada imunoglobulin.
D. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadaan awal tidak menunjukan tanda yang jelas. Keluhan tersebut
dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra
dkk, 2013).
1. Keluhan Umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2. Kelainan Sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan
tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena
seperti sendi siku, bahu stemo-klavikula, punggul, pergelangan kaki.
Kelainan tulang belakang terbatas pada pembengkakan dan nyeri sendi.
3. Kelainan diluar Sendi
a. Kulit : Nodul subukutan (nodul rematoid)
b. Paru: Kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura).
c. Saraf: Berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering
terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas
dengan gejala foot or wrist drop.
d. Mata: Terjadi sindrom sjogren (ketatokonjungtivis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase
perforans.
e. Kelenjar Limfe: Sindrom Felty adalah RA dengan speenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Serologi
a. Sedimentasi eritrosit meningkat
b. Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
2. Pemeriksaan Radiologi
c. Periarticular osteoporosis, permulaan persendian erosi.
d. Kelanjutan penyakit : ruang sendi menyempit, sup luksasi dan
ankilosis
3. Aspirasi Sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari
sendi di kultur dan bisa diperiksa secara makroplastik.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi :
a. Analgetik dapat berupa paracetamol dan obat anti inflamasi non
steroid seperti ibuprofen. Dapat juga diberikan agen cyclo-
oxygenase-2 (COX2) inhibitor seperti celecoxib.
1) Paracetamol dosis : 3 x 500 mg digunakan bila perlu
2) Celecoxib dosis : 2 x 100 – 200 mg digunakan bila perlu
3) Ibuprofen dosis : 3- 4 x 400 – 800 mg, maksimal 3.2 gram per
hari, digunakan bila perlu
b. Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs)
Merupakan agen yang menghambat umpan balik positif pemberian
sinyal inflamasi pada keadaan rheumatoid arthritis. Preparat yang
sering digunakan adalah:
1) Azathioprine : 1 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis
selama 6 – 8 minggu, dapat dinaikkan 0.5 mg/kgBB/hari setiap
4 minggu, maksimal 2.5 mg/kgBB/hari.
2) Siklosporin (cyclosporine A) : 2.5 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 2 dosis selama 6-8 minggu, dapat ditingkatkan hingga
4 mg/kgBB/hari secara bertahap.
3) D-penicillamine : digunakan pada kasus aktif yang berat
dengan dosis 125-250 mg per hari selama 1 bulan. Dapat
ditingkatkan dengan jumlah dosis yang sama setiap 4 – 12
minggu hingga remisi. Hentikan penggunakan obat ini apabila
tidak ada respon dengan pengobatan adekuat selama 12 bulan.
4) Hydroxychloroquine : dosis inisial 400 mg per hari dibagi
menjadi 1-2 dosis. Dosis rumatan 200-400 mg per hari sesuai
respon terhadap pengobatan.
5) Leflunomide : dosis inisial 100 mg satu kali per hari selama 3
hari. Dilanjutkan dosis rumatan 10 – 20 mg satu kali per hari.
6) Methotrexate (MTX) : diberikan 7.5 mg per minggu. Dosis
dapat dinaikkan sesuai respon terhadap pengobatan, hingga
maksimal 20 mg/ minggu.
7) Sulfasalazine (SSZ) : dosis awal 500 mg per hari selama 1
minggu pertama, dilanjutkan sesuai respon pengobatan. Dapat
ditingkatkan 500 mg setiap minggu, hingga maksimal 3 gram
per hari dibagi dalam 3-4 dosis.
c. Agen Biologik
Agen Biologik, merupakan golongan obat yang menghambat reaksi
inflamasi pada beberapa tahapan imunologi seperti antagonis faktor
nekrosis tumor (TNFAs) dan inhibitor sitokin. Dapat digunakan
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan DMARDs, seperti
methotrexate. Preparat yang paling umum digunakan adalah:
1) Tumour necrosis factor alpha (TNFα) blockers:
2) Adalimumab : dosis 40 mg sebagai dosis tunggal setiap minggu
berselang
3) Etanercept : dosis 25 mg dua kali per minggu dengan jarak
antar dosis 3-4 hari atau 50 mg satu kali per minggu.
Pengobatan dihentikan apabila tidak ada respon terapi dalam 6
bulan.
d. Monoclonal antibodies against B cells:
1) Rituximab : diberikan sebagai dua kali dosis 1 gram infus
intravena dengan jarak anatar dosis 2 minggu. Digunakan
sebagai terapi kombinasi dengan MTX.
e. Interleukin 1 (IL-1) blockers:
1) Anakinra : dosis 100 mg per hari, sebaiknya diberikan di waktu
yang sama setiap hari. Dapat digunakan sebagai terapi
kombinasi dengan MTX.
f. Steroid
Karena adanya dugaan keterlibatan sistem imun, steroid juga diduga
bermanfaat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis. Dapat
diberikan prednisone 5-10 mg per hari sebagai terapi kombinasi
dengan regimen terapi lainnya.
2. Non-farmakologi
a. Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang
penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu
diperlukan konseling diet untuk pasien osteoarthritis yang
mempunyai kelebihan berat badan.
b. Terapi fisik dan rehabiltasi
Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin
dan program olahraga bagi membanti untuk menjaga dan
mengembalikan rentang pergerakan sendi dan mengurangi rasa sakit
serta spasmus otot. Program olahraga dengan menggunakan teknik
isometric didisain untuk menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi
dan pergerakan serta menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit dan
kebutuhan akan penggunaan analgesik.
c. Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat
bantu gerak, heel cups, dan insole dapat digunakan selama olahraga
atau aktivitas harian. Pasien osteoarthritis lutut yang memakai sepatu
dengan sol tambahan yang empuk yang bertujuan untuk meratakan
pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi
tekanan di lutut.
d. Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk
memelihara sendi, mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya
kekakuan (Priyono, 2008). Kompres hangat dan dingin dilakukan
pada bagian sendi yang mengalami nyeri.
e. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat diteapkan dengan mempunyai gaya
hidup sehat. Penurunan berat badan dapat membanti mengurangi
beban atau mengurangi gejala pada bagian yang mengalami penyakit
osteoarthritis terutamannya pada lutut dan pinggul (Felson, 2008).
f. Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain
itu juga istirahat dapat menghindari taruma pada persendian secara
berulang (Priyono, 2008).
g. Pembedahan
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit
parah yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau
rasa sakit yang menyebabkan ketidakmampuan fungsional
substansial dan mempengaruhi gaya hidupn (Elin dkk, 2008).
Beberapa sendi, terutama sendi pinggul dan lutut, dapat diganti
dengan sendi bantuan. Biasanya dengan pembedahan dapat
memperbaiki fungsi dan pergerakan sendi serta mengurangi nyeri.
Terdapat bebrapa jenis pembedahan yang dapat dilakukan. Antara
pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi pengobatan tidak dapat
berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien adalah
Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion.
G. Komplikasi
1. Neuropati perifer mempengaruhi saraf yang paling sering terjadi di tangan
dan kaki, hal ini dapat mengakibatkan kesemutan, mati rasa, atau rasa
terbakar.
2. Cervical myelopathy. Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis
menyerang sendi tulang leher dan mengganggu saraf tulang belakang
3. Skleritis, adalah suatu peradangan pada pembuluh darah di mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan kornea, skleromalasia dan dalam kasus yang
parah skleritis modular atau perforasi.
4. Infeksi
5. Masalah Gastrointestinal
6. Osteoporosis. Kondisi ini terjadi karena efek samping pengobatan, yang
dapat membuat tulang menjadi rapuh dan rentan patah
7. Penyakit paru.
8. Penyakit jantung. Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh
menimbulkan peradangan di pembuluh darah jantung
9. Sindrom Sjogren, yaitu gangguan sistem kekebalan tubuh yang ditandai
dengan mata kering dan mulut kering. Gangguan ini bisa menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat sendiri yang memproduksi
air liur dan air mata.
10. Sindrom Felty (radang limpa). Komplikasi ini terjadi oleh kehadira 3
patologi stimultan, yaitu rheumatoid arthritis, pembesaran limpa dan
leukopenia (sel darah putih rendah)
11. Sindrom aktivasi makrofag, merupakan komplikasi parah, berpotensi
mengancam jiwa, beberapa penyakit rematik kronis pada masa kanak-
kanak.
A. Pengkajian
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesahatan
a. Ds : Pasien mengatakan memiliki riwayat merokok dan minum
alcohol
Pasien mengatakan bekerja sebagai kuli panggul
Pasien mengatakan dulu sering mengonsusmsi obat prenisilon
b. Do : Hasil foto rotgen : terdapat osteofit
Hasil laboratorium WBC : 17.000/m
LED : 40 m/h
2. Pola aktivitas dan latihan
a. Ds : Pasien mengatakan sering kaku pada pagi hari
Pasien mengatakan cepat capek
Pasien mengatakan bengkak pada kedua ekstremitas
b. Do : Pasien tampak sakit
Pasien tampak kaku pada pagi hari (pada kaki)
3. Pola presepsi kognitif
a. Ds : Pasien mengatakan bengkak,dan rasa sakit pada ibu jari
Pasien mengatakannyeri pada sendi kalau digerakan
Pasien mengatakan nyeri pada punggung
b. Do : Pasien tampak perubahan pada postur tubuh ,kemerahan pada
sendi disertai nyeri
4. Pola tidur dan istirahat
a. Ds : Pasien mengatakan demam
b. Do : Pasien tampak teraba panas dengan suhu 38C
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agens cedera biologis batasi aktivitas
2. Gangguan citra tubuh b/d penyakit
3. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal
C. Intervensi Keperawatan
D. Discharge Planning
1. Anjurkan pasien untuk latihan fisik/olahraga teratur
2. Edukasi pasien untuk mengurangi pekerjaan yang berat
3. Edukasi pasien untuk mengurangi makanan yang mencetuskan rematik,
misal: kacang panjang, melinjo, ikan teri, emping, dan jeroan
4. Anjurkan pasien untuk minum air putih 10 gelas per hari untuk mendukung
kelancaran metabolisme tubuh menghindari gejala rematik yang cukup
mengganggu kesehatan