Anda di halaman 1dari 24

MODUL 4

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

Standar Kompetensi:
Kemampuan menganalisis dan menerapkan sikap positif terhadap sistem hukum dan
peradilan nasional.
Kompetensi Dasar:
1. Mahasiswa mampu mengkaji macam-macam norma dan sanksinya yang berlaku
dalam masyarakat.
2. Mahasiswa mampu mendiskripsikan pengertian dan penggolongan hukum.
3. Mahasiswa mampu menganlisis peranan lembaga-lembaga peradilan.
4. Mahasiswa mampu menunjukkan sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
A. Nilai, Norma dan Sanksi yang Berlaku dalam Masyarakat
1. Pengertian Nilai
Nilai (dalam bahasa Inggris value) memiliki arti keberhargaan (worth) atau kebaikan
(goodness). Sesuatu yang berharga berarti sesuatu itu memiliki nilai. Jadi nilai selalu
melekat pada objek. Objek itu bermacam-macam, dapat berupa barang, benda, perbuatan,
peristiwa, keadaan, dan lain-lain. Sedangkan nilai itu sendiri bersifat abstrak, sebagaimana
istilah nilai di bidang filsafat yang dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak (Kaelan,
2000: 174). Nilai dapat melekat pada sesuatu objek, misalnya nilai sebuah bangunan, nilai
sebuah pemandangan, nilai sesuatu peristiwa perjuangan bangsa, nilai sesuatu perbuatan
seseorang, nilai sebuah wajah seseorang, dan lain-lain.
Jadi nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu objek.
Sesuatu mengandung nilai berarti ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu
(Kaelan, 2000: 174). Dengan demikian nilai merupakan suatu kenyataan yang tersembunyi
di balik kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Jack R. Fraenkel (1977: 6) menyatakan bahwa nilai adalah sebuah ide, gagasan, konsep
tentang sesuatu yang penting bagi seseorang dalam hidupnya. Ketika seseorang menilai
sesuatu, maka dia menganggap sesuatu itu berharga, memiliki harga, menjadikan berharga
atau mencoba menghasilkan sesuatu itu berharga.

1
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga, benar, indah, baik dan
sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri terkandung sesuatu cita-cita, harapan, dambaan-
dambaan, dan keharusan. (Kaelan, 2000: 175). Berbicara tentang nilai sebenarnya
berbicara tentang sesuatu yang ideal, tentang cita-cita, tentang sesuatu harapan, tentang
dambaan-dambaan, dan keharusan.
Dengan demikian nilai adalah sesuatu yang ideal, bukan faktual (Muchson, 2003: 6).
Nilai berkaitan dengan das sollen (apa yang seharusnya), bukan das sein (apa yang
senyatanya). Nilai bukan sesuatu yang konkrit atau faktual, tetapi sesuatu di balik yang
konkrit atau faktual.
Seperti halnya ide, nilai tidak ada dalam pengalaman, tetapi ada pada akal atau
pikiran manusia. Nilai sebagai patokan tingkah laku, keindahan, efisiensi atau harga dari
masyarakat, dan mereka yang berusaha untuk menikmati hidup sepuas-puasnya atau
mempertahankan hidupnya (Jack R. Fraenkel, 1977: 7).
Benda itu bernilai berarti benda itu berharga. Sesuatu yang berharga berarti sesuatu
itu bernilai. Subjek yang memandang sesuatu itu berharga berarti subjek itu menganggap
sesuatu itu memiliki nilai. Sesuatu bernilai atau tidak sangat tergantung dari subjek yang
memandangnya, misalnya sebuah bangunan kuno bagi seorang sejarawan sangat memiliki
nilai yang tinggi, tetapi bagi seorang arsitektur bangunan tersebut tidak memiliki nilai apa
pun kecuali sebuah bangunan tua yang harus dibongkar untuk dirombak menjadi bangunan
modern.
2. Pengertian Norma
Norma adalah petunjuk hidup yang berisi perintah maupun larangan yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan bermaksud untuk mengatur setiap
perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian.
Norma atau kaidah adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam
masyarakat. Ketentuan tersebut mengikat bagi setiap manusia yang hidup dalam
lingkungan berlakunya norma tersebut, dalam arti setiap orang yang hidup dalam
lingkungan berlakunya norma tersebut harus menaatinya. Di balik ketentuan tersebut ada
nilai yang menjadi landasan bertingkah laku bagi manusia. Oleh karena itu, norma
merupakan unsur luar dari suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam

2
masyarakat, sedangkan nilai merupakan unsur dalamnya atau unsur kejiwaan di balik
ketentuan yang mengatur tingkah laku tersebut.
Pada umumnya norma hanya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu
atau dalam suatu lingkungan etnis tertentu atau dalam suatu wilayah negara tertentu.
Namun demikian ada pula norma yang bersifat universal, yang berlaku di semua wilayah
dan semua umat manusia, seperti misalnya larangan mencuri, membunuh, menganiaya,
memperkosa, dan lain-lain.
3. Macam-Macam Norma
Berdasarkan daya ikatnya, norma dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:
a. Cara (usage), yaitu norma yang memiliki daya kekuatan lemah dibandingkan
dengan norma lainnya. Pelanggaran terhadap norma ini hanya berupa celaan.
Misalnya: makan dengan cara berdesak, membuka mulut lebar-lebar ketika makan.
b. Kebiasaan (folk ways), yaitu perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk sama dan
diakui oleh masyarakat. Misalnya: ramah terhadap orang lain, mengucapkan salam
bila bertemu.
c. Tata kelakuan (mores), jenis norma ini bisa bersifat mengharuskan, bisa juga
bersifat melarang sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota
masyarakat menyesuaikan perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Misalnya:
larangan berzina.
d. Norma hukum, yaitu norma yang tertulis dibuat oleh negara untuk mengatur warga
negaranya serta orang-orang yang bukan warga negaranya yang berada di
wilayahnya. Misalnya:hukum pdana, hukum perdata.
Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam norma, antara lain:
a. Norma susila
Yaitu peraturan hidup yang berasal dari hati nurani manusia. Norma susila
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Norma susila yang mendorong manusia
untuk kebaikan akhlak pribadinya. Norma susila melarang manusia untuk berbuat tidak
baik, karena bertentangan dengan hati nurani setiap manusia yang normal. Contoh-contoh
norma susila antara lain:
- Jangan mencuri barang milik orang lain.
- Jangan membunuh sesama manusia.

3
- Hormatilah sesamamu.
- Bersikaplah jujur.
Norma susila memiliki sanksi atau ancaman hukuman bagi yang melanggar norma
tersebut dan sanksinya adalah perasaan manusia itu sendiri, yang akibatnya adalah
penyesalan.

b. Norma kesopanan
Yaitu ketentuan hidup yang berasal dari pergaulan dalam masyarakat. Dasar dari
norma kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan dan kepatutan yang berlaku dalam
masyarakat. Norma kesopanan sering dinamakan norma sopan santun, tata krama atau adat
istiadat. Norma sopan santun yang aktual dan khas berbeda antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain. Contoh-contoh norma kesopanan, antara lain:
- Yang muda harus menghormati yang lebih tua usianya.
- Berangkat ke sekolah harus berpamitan dengan orang tua terlebih dahulu.
- Memakai pakaian yang pantas dan rapi dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
- Janganlah meludah di dalam kelas.
c. Norma agama
Yaitu ketentuan hidup yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang isinya berupa
larangan, perintah-perintah, dan ajaran. Norma agama berasal dari wahyu Tuhan dan
mempunyai nilai yang fundamental yang mewarnai berbagai norma yang lain, seperti
norma susila, norma kesopanan, dan norma hukum. Contoh-contoh norma agama, antara
lain:
- Tidak boleh membunuh sesama manusia.
- Tidak boleh merampok harta orang lain.
- Tidak boleh berbuat cabul.
- Hormatilah bapak ibumu.
Terhadap pelanggar norma agama akan dikenakan sanksi oleh Tuhan kelak di akhirat
nanti, yang dapat berupa dimasukkan dalam neraka.
d. Norma hukum
Yaitu ketentuan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai sifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidup di masyarakat

4
dan mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat. Contoh beberapa norma hukum, antara
lain:
- Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
- Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Bagi pelanggar norma hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara
ataupun denda maupun pembatalan atau pernyataan tidak sahnya suatu kegiatan atau
perbuatan, dan sanksi tersebut dapat dipaksakan oleh penguasa atau lembaga yang
berwenang.

Latihan
a. Soal Uraian
1. Jelaskan pengertian “nilai” menurut para ahli!
2. Sebutkan dan terangkan jenis-jenis “nilai” menurut para ahli!
3. Apakah yang dimaksud dengan “norma” itu?
4. Apa beda antara norma susila dan norma kesopanan itu?
5. Apa beda antara norma agama dan norma hokum itu?
b. Tugas diskusi
1. Apa perbedaan norma dan nilai.
2. Cari contoh konkrit dalam masyarakat masing-masing 3:
a. norma kesopanan
b. norma kesusilaan
c. norma agama
d. norma hukum

B. Pengertian dan Penggolongan Hukum

5
1. Pengertian Hukum
Hukum mempunyai pengertian bermacam-macam tergantung dari tempat dan
waktu dimana hukum tersebut berlaku. Oleh karena itu, pengertian hukum sangat beragam.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang pengertian hukum, sebagai berikut :
(a) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, dan Dr. B. Arief Sidharta, SH. menyatakan
bahwa hukum adalah perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat.
(b) Dr. E. Utrecht, SH., menyatakan bahwa hukum adalah kumpulan peraturan-
peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan
karena itu harus ditaati oleh masyarakat.
(c) Menurut Simorangkir, SH, hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan.
(d) Menurut Mudjiono, SH., hukum adalah keseluruhan aturan tingkah laku manusia
dalam pergaulan hidup berbangsa dan bernegara, baik tertulis maupun tidak tertulis
yang berfungsi memberikan rasa tentram dan akan berakibat diberikannya sanksi
bagi yang melanggarnya.
Pengertian hukum dapat pula dikaji melalui berbagai pendapat masyarakat,
sebagaimana yang dikemukakan Soerjono Soekanto sebagai berikut :
 Hukum sebagai ilmu, ilmu hukum adalah cabang dari ilmu sosial dan humaniora.
 Hukum sebagai disiplin, pelanggaran terhadap disiplin akan diberi sanksi.
 Hukum sebagai kaedah, yaitu pedoman untuk bertindak.
 Hukum sebagai tata hukum, yaitu kaedah-kaedah yang berlaku pada suatu waktu dan
tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
 Hukum sebagai petugas, menunjuk pada orang yang diberi tugas menegakan hukum.
 Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
2. Fungsi dan Tujuan Hukum
a. Fungsi Hukum
Dua fungsi hukum yang pokok adalah sebagai sarana kontrol sosial dan sebagai
sarana untuk melakukan perubahan masyarakat. Sebagai sarana kontrol sosial, maka
hukum bertugas menjaga agar masyarakat tetap berada di dalam pola-pola tingkah laku

6
yang ditetapkan olehnya. Hukum hanya mempertahankan apa yang telah ditetapkan dan
diterima di dalam masyarakat.
Sedangkan fungsi hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahan masyarakat,
maka hukum bertugas untuk menggerakkan tingkah laku masyarakat ke arah timbulnya
suatu keadaan tertentu yang dikehendaki atau yang direncanakan.
b. Tujuan Hukum
Tujuan utama hukum itu sendiri adalah untuk menciptakan ketertiban. Ketertiban
merupakan suatu syarat utama dari adanya masyarakat yang teratur. Untuk tercapainya
ketertiban tersebut harus ada kepastian. Karena itu hukum harus mengatur hal yang jelas,
baik subjek, objek, wilayah berlakunya. Bentuk hukum harus jelas, apakah bentuknya
peraturan-peraturan tertulis ataukah tidak tertulis..
3. Penggolongan Hukum
a. Menurut waktu berlakunya, hukum dibagi menjadi:
 Ius Constitutum, yaitu hukum yang dibentuk dan berlaku dalam suatu masyarakat
negara pada suatu saat. Ius Constitutum disebut pula hukum positif, yaitu hukum yang
berlaku saat ini.
 Ius Constituendum, yaitu hukum yang dicita-citakan dalam pergaulan hidup negara,
tetapi belum dibentuk menjadi undang-undang atau ketentuan lain.
b. Menurut bentuknya, hukum dibagi menjadi:
 Hukum tertulis, yaitu hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis yang telah
dikodifikasikan (disusun secara sistematis dan teratur dalam sebuah kitab undang-
undang) maupun tidak dikodifikasikan (yang masih tersebar sebagai peraturan yang
berdiri sendiri). Hukum tertulis ini contohnya adalah undang-undang.
 Hukum tidak tertulis, merupakan persamaan dari hukum kebiasaan, atau hukum adat.
Hukum tidak tertulis ini merupakan bentuk hukum yang tertua.

c. Menurut luas berlakunya, hukum dapat dibagi menjadi:

7
 Hukum umum, yaitu aturan hukum yang berlaku pada umumnya. Contohnya : aturan
mengenai sewa-menyewa, hukum pidana. Hukum umum sering dinamakan ius
generale.
 Hukum khusus, yaitu aturan hukum yang berlaku untuk hal-hal khusus. Kekhususannya
dapat menunjuk pada tempat maupun hal-hal tertentu dari kehidupan masyarakat.
Contohnya : aturan mengenai sewa-menyewa rumah, hukum pidana militer. Hukum
khusus dinamakan juga ius speciale.
d. Menurut fungsinya, hukum dapat dibagi menjadi :
 Hukum materiil, yaitu aturan hukum yang berujud perintah-perintah ataupun larangan-
larangan. Contohnya: hukum pidana, hukum perdata, hukum tata usaha negara, dan
sebagainya.
 Hukum formal, yaitu aturan hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan
hukum materiil. Contohnya : hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara
tata usaha negara.
e. Menurut sumbernya, hukum dapat dibagi menjadi :
 Undang-undang, yaitu setiap peraturan yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara
yang diberi kekuasaan membentuk undang-undang, serta berlaku bagi semua orang
dalam wilayah negara.
 Yurisprudensi, yaitu keputusan hakim atau keputusan pengadilan yang digunakan
berulang-ulang sebagai dasar pertimbangan dalam menjatuhkan putusan terhadap
perkara yang serupa.
 Traktat atau perjanjian internasional, yaitu persetujuan antara negara yang satu dengan
negara yang lain di mana negara-negara tersebut telah mengikatkan dirinya untuk
menerima hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian itu.
 Kebiasaan, yaitu pola tindak yang berulang-ulang mengenai sesuatu hal yang sama
yang terjadi dalam masyarakat dalam bidang kegiatan tertentu.
 Pendapat para sarjana terkemuka atau doktrin, yaitu pendapat yang dikemukakan para
sarjana terkemuka mengenai sesuatu yang dapat membantu setiap orang termasuk
hakim dalam memberikan keputusannya sebagai sumber tambahan.
Pembagian hukum menurut sumbernya dapat dikatakan pula sebagai sumber hukum
dalam arti formal yang bertalian dengan persoalan di manakah kita bisa menemukan

8
ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan manusia, sedangkan sumber hukum dalam
arti materiil bertalian dengan tempat dari mana materi hukum itu diambil atau factor-faktor
apa yang membantu pembentukan hukum itu.
4. Jenis-Jenis Hukum Nasional
a. Hukum Publik
Yang termasuk hukum publik, adalah hukum tata negara, hukum administrasi
negara, hukum pidana, dan hukum acara.
Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara yang meliputi
bentuk negara, bentuk pemerintahan, lembaga-lembaga negara, dan wewenangnya,
hubungan antar lembaga negara, hubungan pemerintah pusat dan daerah, serta hak
dan kewajiban warga negara.
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur mengenai cara bekerja
alat-alat perlengkapan negara dalam memenuhi tugasnya masing-masing serta
dalam hubungannya dengan alat-alat perlengkapan negara lainnya.
Hukum Pidana
 Secara materiil, hukum pidana adalah semua perintah dan larangan yang diadakan oleh
negara dan yang diancam dengan suatu pidana bagi barang siapa yang tidak
menaatinya.
 Secara formil, hukum pidana merupakan semua aturan untuk mengenakan dan
menjalankan pidana tersebut.
 Bentuk dan jenis pelanggaran dan kejahatan diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).
 Pelanggaran adalah hal-hal kecil atau ringan yang diancam dengan denda.
 Sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang menyangkut masalah besar, seperti
penganiayaan dan pembunuhan.
b. Hukum Privat
Yang termasuk hukum privat adalah hukum adat, hukum dagang, hukum perdata,
hukum acara perdata, dan hukum Islam (hukum perkawinan dan hukum waris).

9
Hukum adat
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan tidak tertulis yang sangat dipatuhi oleh
masyarakat tertentu. Contoh, tata cara pernikahan daerah Batak dan pembagian warisan
secara matrilineal di Minangkabau.
Hukum dagang
Hukum dagang adalah kumpulan peraturan yang mengatur segala perbuatan antara
produsen dan konsumen untuk memperoleh keuntungan. Hal-hal yang diatur dalam hukum
dagang adalah:
 Hubungan hukum antar produsen serta antara produsen dan konsumen (pembelian,
penjualan, dan pembuatan perjanjian).
 Pemberian kepada para makelar, perantara, komisioner, dan pedagang keliling.
 Hubungan hukum yang terdapat dalam: asosiasi perdagangan, pengangkutan, asuransi.
Hukum Perdata
Hukum perdata adalah himpunan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
kepentingan perorangan dan sebagian dari kepentingan masyarakat.
Hukum Acara Perdata
 Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan
mempertahankan hukum perdata materiil.
 Proses mempertahankan hukum perdata materiil biasanya dilakukan di muka hakim.
 Setiap perkara perdata minimal ada dua pihak yang berhadapan, yaitu penggugat dan
tergugat.
 Penggugat adalah pihak yang mulai membuat perkara atau yang memperkarakan,
sedangkan tergugat adalah pihak yang oleh penggugat ditarik di muka pengadilan.
Hukum Islam
 Hukum Islam adalah hukum yang diyakini oleh para penganut agama Islam sebagai
hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya.
 Wahyu tersebut terdapat dalam Kitab Al-quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad
sebagai rasulnya melalui Sunnah (kitab-kitab hadits).
Latihan
a. Soal Uraian
1. Jelaskan pengertian hukum menurut para ahli!
2. Uraikan prinsip-prinsip rule of law di Indonesia!

10
3. Apa fungsi hukum itu?
4. Apa tujuan diadakannya hukum itu?
5. Apa yang dimaksud “ius Constitutum” itu, apa pula yang dimaksud
dengan “ius constituendum” itu?
6. Apa beda hukum tertulis dan hukum tidak terulis?
7. Jelaskan yang dimaksud dengan hukum umum dan hukum khusus!
8. Apa perbedaan antara hukum publik dan hukum privat?
9. Apa pula yang dimaksud dengan hukum materiil dan hukum formil itu?
10. Jelaskan yang dimaksud hukum sebagai pemaksa dan hukum sebagai
pelengkap!

b. Tugas Diskusi
Buatlah lima kelompok diskusi dalam kelasmu, masing-masing kelompok mengangkat
tema di bawah ini:
1. Prinsip-prinsip rule of law di Indonesia.
2. Fungsi hukum bagi manusia dalam masyarakat.
3. Perbedaan hukum tertulis dan hukum tidak terulis.
4. Perbedaan antara hukum publik dan hukum privat.
5. Perbedaan hukum materiil dan hukum formil.

C. Peranan Lembaga-Lembaga Peradilan


1. Pengertian Kekuasaan Kehakiman.
 Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukum republik Indonesia.
 Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman (menurut UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman) dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah mahkamah Konstitusi.
 Semua peradilan di seluruh wilayah negara republik Indonesia adalah peradilan negara
dan ditetapkan dengan undang-undang. Peradilan negara menerapkan dan menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.

2. Pelaksanaan Peradilan.
 Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
 Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

11
 Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan
kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-
Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
 Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
 Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
3. Kewenangan Mahkamah Agung
 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
 Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan
tata usaha negara.
 Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan
peradilan sebagaimana disebut diatas.
 Mahkamah Agung mempunyai kewenangan :
a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang.
c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
 Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam
lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan undang-undang.
 Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
 Ketentuan mengenai organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan untuk
masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan
kekhususan lingkungan peradilan masing-masing.
4. Kewajiban Pangadilan
 Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

12
 Semua pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. Diantara hakim, seorang
bertindak sebagai ketua dan lainnya sebagai hakim anggota sidang.
 Sidang dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan
pekerjaan panitera. Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum,
kecuali undang-undang menentukan lain.
 Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain. Dalam hal tidak hadirnya
terdakwa, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan
tanpa dihadiri terdakwa.
 Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang
menentukan lain. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana seperti tersebut di atas
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
 Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia. Dalam sidang permusyawaratan,
setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
 Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim
yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
 Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka dan umum.
5. Hak untuk Banding
 Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada
pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
 Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari
dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding
kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
 Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada
Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang
menentukan lain.

13
 Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-
undang.
 Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu
menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili
oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
 Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
 Tiap putusan pengadilan ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan
panitera yang ikut serta bersidang.
6. Kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Memutus pembubaran partai politik.
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
7. Peranan Peradilan Sipil
Peradilan sipil adalah peradilan yang diberlakukan untuk warga sipil seperti
masalah perdata dan pidana. Peradilan sipil dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Selain itu, dapat pula melalui Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, perangkatnya terdiri dari hakim, panitera,
sekretaris dan juru sita.
 Hakim bertugas memeriksa dan mengadili perkara dalam persidangan.

14
 Panitera tugasnya membantu hakim dalam sidang dan membuat berita acara
sidang.
 Sekretaris pengadilan (berdasarkan UU peradilan umum) dirangkap oleh
panitera pengadilan. Tugas sekretaris pengadilan adalah menyelenggarakan
administrasi pengadilan.
 Juru sita adalah seorang pejabat pengadilan yang ditugaskan melakukan
panggilan-panggilan dan peringatan-peringatan atau ancaman-ancaman secara
resmi terhadap orang yang berhutang atau yang telah dikalahkan dalam suatu
perkara perdata. Selain itu juga melakukan penyitaan-penyitaan.
8. Peranan Peradilan Militer
Peradilan militer adalah peradilan yang secara khusus diperuntukkan bagi anggota
militer yang melakukan tindak pidana atau kejahatan.
Lembaga-Lembaga yang Terlibat dalam Peradilan Militer
a. Oditurat
 Oditur militer, yaitu badan penuntut pada pengadilan militer.
 Oditur militer tinggi, badan penuntut pada pengadilan militer tinggi.
 Oditur jenderal, yaitu badan penuntut tertinggi di lingkungan militer.
 Oditur militer pertempuran, yaitu badan penuntut pada pengadilan militer
pertempuran.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Persidangan
 Hakim berperan sebagai pihak yang mengadili.
 Panitera sebagai pembuat berita acara sidang.
 Oditur sebagai penuntut.
 Terdakwa sebagai pihak yang dituntut.
 Penasehat hukum, sebagai pihak yang membela terdakwa.
 Saksi, sebagai pihak yang memberi kesaksian mengenai apa yang diketahuinya
tentang perkara tersebut.
9. Hirarki Pengadilan Umum
Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman oleh badan pengadilan dalam

15
empat lingkungan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Umum di Indonesia dalam Undang-undang N0. 2 tahun 1986. di dalam
Pasal 3 Ayat 1 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum dijalankan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
Puncak kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Umum berada pada Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Negeri Tertinggi. Setiap jenjang lembaga peradilan umum
mempunyai wewenang yang berbeda. Berikut penjelasan wewenang setiap peradilan
tersebut.
a. Peradilan Tingkat Pertama (Peradilan Negeri)
Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri mempunyai kekuasaan hukum
pengadilan meliputi satu daerah tingkat II (Kabupaten/Kota). Wewenang Pengadilan
Negeri adalah memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang khususnya tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan, [penghentian
pengadilan, atau penghentian tuntutan. Pengadilan negeri juga berwenang memeriksa dan
memutuskan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkaranya dihentikan
pada tingkat pengadilan atau penuntutan.
b. Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
Pengadilan Tingkat Kedua atau Pengadilan Tinggi mempunyai kekuasaan hukum
pengadilan meliputi satu daerah tingkat I (provinsi) dengan wewenang sebagai berikut:
1. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang
dimintakan banding.
2. Memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan
memberikan peranan tentang kecakapan dan kewajiban para hakim.
c. Pengadilan Tertinggi (Mahkamah Agung)
Menurut Pasal 24A UUD 1945, Mahkamah Agung mempunyai wewenang sebagai
berikut:
1. Mengadili perkara pada tingkat kasasi
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang.

16
Berkaitan dengan kasasi, wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau
menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi karena peraturan itu salah atau tidak
benar menurut undang-undang
10. Proses Persidangan Perkara Perdata
Perkara perdata adalah perkara yang timbul dalam bidang keperdataan yang
menyangkut kepentingan antara manusia pribadi lawan manusia pribadi, manusia pribadi
lawan kelompok manusia, kelompok manusia lawan kelompok manusia, manusia lawan
badan hukum, badan hukum lawan badan hukum, serta badan hukum lawan kelompok
manusia.
Beberapa sikap yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan perkara
perdata adalah sebagai berikut.
1) Pihak yang berkonflik adalah pihak yang telah atau sedang dalam keadaan tidak
harmonis dengan pihak lain karena satu atau lebih sebab.
2) Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili.
3) Panitera adalah pejabat yang berwenang mencatat hal ihwal yang berhubungan dengan
jalannya persidangan.
4) Penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau
berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.
5) Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri,
dan ia alami sendiri.
11. Proses Persidangan Perkara Pidana
Perkara pidana adalah perkara yang menyangkut perbuatan kejahatan dan
pelanggaran. Ciri umum perkara pidana adalah timbulnya kegoncangan dalam kehidupan
masyarakat.
Beberapa pengertian dasar pihak-pihak yang terkait perkara pidana adalah sebagai
berikut :
1. Terdakwa
Terdakwa dapat mengambil sikap untuk membela kepentingan sendiri. Dia boleh dusta,
menyangkal semua tuduhan demi kepentingan sendiri.

17
2. Pembela atau penasihat hukum
Dalam persidangan, pembela selalu menyandarkan kepada kepentingan si terdakwa.
Meskipun demikian, dia harus tetap obyektif. Dia harus menggunakan ukuran-ukuran
obyektif walaupun disandarkan untuk kepentingan si terdakwa. Si pembela dapat
mengungkapkan hal-hal yang dapat meringankan si terdakwa atau bahkan
membebaskannya. Namun demikian, dia tidak boleh berdusta dan harus berusaha
mencari kebenaran. Dia juga tidak boleh berbuat dan bersikap yang merugikan si
terdakwa.
3. Penuntut umum
Penuntut umum adalah wakil negara yang harus menyandarkan kepada kepentingan
masyarakat dan negara secara luas. Dia harus obyektif dalam menentukan tutntutan
hukum kepada terdakwa. Apabila dia tidak menemukan kesalahan pada terdakwa,
maka dia pun harus membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.
4. Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negar yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Dalam mengambil keputusan, hakim harus selalu berdasarkan pada
pertimbangan obyektif, yaitu pada aspek kepentingan masyarakat dan kepentingan
terdakwa. Misalnya :
 Alasan terdakwa melakukan pencurian itu disebabkan oleh alasan tekanan
ekonomi atau untuk kebutuhan foya-foya.
 Apakah terdakwa melakukan tindak pidana untuk pertama kali atau bukan.
Hal ini penting untuk menentukan berat hukuman yang akan dijatuhkan.
Dalam persidangan, ada tiga orang hakim, yaitu 1 orang hakim ketua dan 2 orang hakim
anggota.
Latihan
a. Soal Uraian
1. Jelaskan pengertian kekuasaan kehakiman dengan kalimatmu sendiri!
2. Sebutkan asas-asas pelaksanaan peradilan!
3. Apa saja yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung itu?
4. Apa yang dimaksud dengan pengadilan khusus itu?
5. Sebutkan apa saja yang menjadi kewajiban pengadilan!

18
6. Uraikan bagaimana prosedur banding itu!
7. Jelaskan apa saja yang menjadi tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi!
8. Apa yang dimaksud peradilan sipil itu?
9. Siapa saja penegak hukum yang terlibat dalam peradilan sipil?
10. Apa yang kamu ketahui tentang peradilan militer?
11. Siapa saja penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan militer?
12. Jelaskan hirarkhi peradilan umum!
13. Terangkan proses persidangan perdata!
14. uraikan proses persidangan pidana!
b. Tugas Diskusi
1. Proses persidangan perdata di sebuah Pengadilan Negeri.
2. Proses persidangan pidana di sebuah Pengadilan Negeri.
D. Sikap yang Sesuai dengan Ketentuan Hukum yang Berlaku
1. Bagaimana Sikap Kita TerhadapTersangka, Terdakwa, dan Saksi
Sebagaimana telah dirumuskan dalam KUHAP Pasal 1 butir ke 14 bahwa tersangka
adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Terhadap tersangka harus tetap diberlakukan
asas praduga tak bersalah. Seorang tersangka memang bisa ditangkap dan ditahan, tetapi
tata cara penangkapan dan penahanannya harus sesuai dengan undang-undang.
Sedangkan dalam KUHAP Pasal 1 butir ke 5 disebutkan bahwa terdakwa adalah
seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Begitu juga
terhadap terdakwa, dia harus tetap diperlakukan secara adil, hak-haknya harus tetap
dihormati sesuai ketentuan undang-undang.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya,
dilihatnya, atau dialaminya sendiri. Setiap warga negara seharusnya mau menjadi saksi
apabila ia mengetahui sebuah perkara pidana. Fungsi saksi ini sangat penting dalam
menegakkan kebenaran. Indonesia sudah waktunya untuk memiliki undang-undang
tentang perlindungan saksi. Mengingat banyak saksi malah dikira mencemarkan nama baik
bagi tersangka/terdakwa. Sehingga banyak orang menghindar untuk menjadi saksi.
2. Bersikap Menghormati Asas Praduga Tak Bersalah

19
Dalam pasal 8 UU No. 14 tahun 1970 dinyatakan bahwa “setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.” Berdasarkan asas ini, maka
bagi seseorang sejak disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan
yang mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim pengadilan, maka masih memiliki hak-
hak individunya sebagai warga negara.
Dengan hak-hak individu tersebut, seseorang dapat mengajukan dirinya kepada
yang berwenang untuk segera mendapat permohonan oleh penyidik (tidak dibiarkan
sampai berlarut-larut dengan alasan banyak tugas), hak segera mendapat pemeriksaan oleh
pengadilan dan mendapat putusan yang seadil-adilnya, hak untuk memperoleh
pemberitahuan tentang hal yang disangkakan dan didakwakan, hak untuk mempersiapkan
pembela, hak untuk memperoleh juru bahasa kalau dirinya kurang paham menggunakan
bahasa Indonesia, hak untuk mendapat bantuan hukum dan selama berada di tahanan
berhak untuk mendapat kunjungan dari keluarga.
3. Menghormati Hak Tersangka dalam Proses Penyidikan dan Pemeriksaan
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 50 KUHAP, tersangka berhak segera
mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum
serta segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, hal mana mencegah terkatung-
katungnya suatu perkara sehingga tidak bisa segera mengetahui bagaimana nasibnya.
Dalam pemeriksaan, polisi dapat melakukan penangkapan seseorang yang dicurigai
melakukan suatu tindak pidana. Penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan
oleh penyidik atas perintah penyidik dan penyidik (penuntut umum) pembantu.
Berdasarkan ketentuan tersebut, seseorang dapat ditangkap atau bahkan dapat dilakukan
penahanan kalau diperlukan.
Suatu penahanan dapat dilakukan berdasarkan dugaan dan bukti yang cukup bahwa
seseorang telah melakukan tindak pidana tertentu dan dikhawatirkan melarikan diri yang
dapat menghilangkan bukti-bukti atau mengulang tindak pidana lagi.
4. Memberikan Bantuan Hukum pada Tersangka/Terdakwa
Berkaitan dengan bantuan hukum ini dalam HIR diatur pada:

20
(a) Pasal 83h ayat (1), yang menyatakan bahwa jika seseorang dituduh bersalah
melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, maka jaksa
hendaklah menanyakan kepadanya apakah ia mau dibantu di pengadilan oleh
seorang penasihat hukum/sarjana hukum
(b) Pasal 25A ayat (1), yang menyatakan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang
yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
5. Menghormati Profesi dan Hak-hak Penasihat Hukum
Hak-hak penasihat hukum itu antara lain untuk:
(a) Menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat
pemeriksaan.
(b) Berbicara dengan tersangka pada setiap pemeriksaan dan setiap waktu untuk
kepentingan pembelaan perkaranya; jika terbukti penasihat hukum tersebut
menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka ia diberi
peringatan, bila peringatan ini tidak diindahkan maka hubungan itu diawasi dan
jika setelah diawasi masih juga dilanggar maka hubungan itu dilarang.
(c) Sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka
diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan
tanpa mendengar isi pembicaraan, kecuali dalam hal kejahatan terhadap
keamanan negara pejabat-pejabat termaksud dapat mendengar isi pembicaraan.
(d) Atas permintaannya atau permintaan tersangka pejabat yang bersangkutan
memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaan
(turunan bisa berupa foto copy).
(e) Berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki
olehnya.
(f) Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dengan terdakwa
sebagaimana dimaksudkan dalam huruf b dan c dilarang setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan.
6. Menghormati Lembaga Bantuan Hukum
Bantuan hukum pada hakikatnya adalah pelayanan hukum yang diberikan oleh
penaseha hukum dalam upaya memberikan perlindungan hukum dan pembelaan terhadap

21
hak asasi tersangka sejak ditangkap, ditahan, sampi dengan diperolehnya putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam persoalan bantuan hukum, yang dibela bukanlah kesalahan tersangka,
melainkan hak-hak asasinya. Semua ditujukan agar seseorang yang dituduh bersalah agar
terhindar dari tindakan sewenang-wenang dapi penegak hukum. Pengertian bantuan hukum
menurut para ahli.
(1) Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat nasional 1998.
Bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada
golongan yang tidak mampu baik secara perorangan maupun kepada kelompok-
kelompok masyarakat mampu secara kolektif.
(2) Simposium Badan Profesi Hukum.
Bantuan hukum merupakan pemberian bantuan kepada seseorang pencari keadilan
yang tidak mampu yang sedang menghadapi kesulitan di bidang hukum di luar maupun
di muka pengadilan tanpa imbal jasa.
(3) Clarence J. Dias.
Bantuan hukum adalah segala bentuk pemberian layanan oleh kaum profesi hukum
kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada
seorangpun di dalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh nasihat-
nasihat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber
daya finansial yang cukup.
(4) Adnan Buyung Nasution
Bantuan hukum merupakan sebuah program yang yang diarahkan pada perubahan
tuntunan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan masyarakat yang lebih mampu
memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas.
(5) Bambang Sunggono dan Aries Harianto
Bantuan hukum merupakan salah satu kegiatan dari pelayanan hukum.

7. Memahami Jenis-Jenis Bantuan Hukum


Ada dua konsep bantuan hukum, yaitu:
a. Bantuan hukum tradisional
Bantuan hukum tradisional merupakan konsep yang sejalan dengan sistem hukum
yang ada di mana bantuan hukum pada kasus yang menurut hukum beralasan untuk dibela.
Penekanannya lebih kepada hukum itu sendiri, hukum yang diandalkan netral, sama rasa
dan sama rata.
b. Bantuan hukum konstitusional
Bantuan hukum konstitusional adalah bantuan hukum untuk rakyat miskin yang
dilakukan dalam kerangka usaha dan tujuan a) menyadarkan hak-hak masyarakat miskin
sebagai subyek hukum; b) penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia

22
sebagai sendi utama bagi tegaknya upaya hukum. Jenis bantuan hukum ini lebih aktif
dimana bantuan hukum tidak hanya diberikan kepada individu tetapi juga kepada
kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif.

Daftar Pustaka:
Bachar, Djazili, 1995. Eksekusi Putusan Perkara Perdata (Segi Hukum dan Pencegahan
Hukum). Jakarta: Penerbit Akademika Pressindo.
Bosu, Beny. 1991. Buku Pintar Peradilan. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional
Djamali, Abdoel, R., SH. 2003. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Departemen Kehakiman RI. 1997. Bantuan Hukum bagi Golongan Masyarakat yang
Kurang Mampu.
Dwiyono, Agus dkk. 2005. Kewarganegaraan SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit
Yudistira.
Hamzah, Andi, SH, Dr. 1986. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Harahap, Yahya, SH. 2003. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP
Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Mudjiono, SH. 2000. Sistem Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Prinst, Darwan, SH. 2003. Peradilan Militer. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Subekti, R. 1992. Kekuasaan Mahkamah Agung. Bandung: Penerbit Alumni.
Sunggono, Bambang dan Aries Hartanto. 2001. Lembaga Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Bandung:Penerbit Mandar Maju.
Thaib, Dahlan, dkk. 2003. Teori dan Hukum Konstitusi. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
Raja Grafindo.
Tim Grasindo. 2005. Kewarganegaraan SMP Kelas 3. Jakarta: Penerbit Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985
Tentang Mahkamah agung.
Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970
Tentang Ketentuan –Ketentuan Pokok kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 1986
Tentang Peradilan Umum.
Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang No 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan RI.

23
24

Anda mungkin juga menyukai