Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

“PEMATAHAN DORMANSI BIJI”

Oleh :
Dwi Ikmalul Wahyuni
170210103111
Kelompok 5/C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
I. JUDUL
Pematahan Dormansi Biji
II. TUJUAN
2.1 Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji
berkulit keras dengan fisik dan kimiwi.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan adalah proses penting dalam metabolisme tanaman,
bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio menjadi
tanaman lengkap. Dilihat dari sudut pandang fisiologis, perkecambahan terdiri
dari empat fase: (i) Imbuhan air; (ii) Peregangan sel; (iii) Pembelahan sel dan;
(iv) Diferensiasi sel menjadi jaringan. Dormansi memiliki fungsi ekologis,
karena merupakan mekanisme bertahan hidup spesies, memastikan
kelangsungannya sampai kondisi lingkungan memadai untuk pembentukan dan
pertumbuhan semai. Di sisi lain, hal itu merupakan hambatan untuk
perkecambahan awal, merusak produksi skala besar tanaman. Dormansi
biasanya dikaitkan dengan faktor intrinsik yang terkait dengan benih itu sendiri,
seperti kekerasan dan impermeabilitas integumen terhadap air dan gas, embrio
belum matang, inhibitor, dan faktor abiotik seperti suhu, cahaya, kelembaban
dan substrat (Prudente et al., 2018).
Dormansi benih adalah proses benih bawaan yang mendefinisikan
kondisi lingkungan di mana benih tidak dapat berkecambah (Ali et al., 2011).
Dormansi benih merupakan suatu keadaan benih tidak memiliki kemampuan
untuk berkecambah dalam jangka waktu tertentu meskipun pada lingkungan
yang memenuhi syarat perkecambahan. Tanaman yute memiliki benih yang
termasuk benih ortodoks dan memiliki kadar air rendah. Benih dengan kadar
air yang rendah dapat menurunkan laju perkecambahan, menyebabkan benih
menjadi dorman dan keras sehingga menyebabkan kematian embrio benih. Tipe
dormansi benih berbeda antara semua jenis benih. Dormansi dapat terbagi ke
dalam dormansi embrio, dormansi kulit benih, dan kombinasi keduanya.
Perlakuan perendaman dengan air dapat dilakukan untuk memecah kulit biji dan
memudahkan embrio menyerap air (Hidayat et al., 2017).
Dormansi merupakan cara embrio biji mempertahankan diri dari
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Dormansi biji dibedakan
menjadi dormansi fisik, mekanis, dan kimia (Agromedia., 2018). Dormansi
dapat dinyatakan sebagai kondisi terjadinya hambatan perkecambahan yang
disebabkan embrio mengalami belum matang dan beberapa kendala seperti kulit
benih atau adanya suatu zat atau materi yang menutupi jaringan benih.
Penyebab dormansi yang sangat meluas adalah pada beberapa jenis tanaman
benih yang memiliki organ tambahan berupa struktur penutup benih berkulit
keras (Uyatmi et al., 2016).
Dormansi terjadi karena adanya mantel biji atau penutup lainnya terlalu
keras yang mencegah embrio mengembang selama perkecambahan. Pada
kondisi lingkungan, mantel biji dari benih yang tidak aktif secara fisik menjadi
permeabel air seiring waktu melalui pemanasan dan pendinginan berulang-
ulang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun di tanah. (Arya et al.,
2017). Dormansi benih secara umum dapat didefinisikan sebagai blokade dari
perkecambahan benih di bawah kondisi perkecambahan yang menguntungkan.
Benih yang tidak aktif adalah benih yang mampu berkecambah di bawah semua
kondisi lingkungan yang memungkinkan dan biasanya kompatibel dengan
perkecambahan biji untuk spesies tanaman tertentu. Pelepasan dormansi adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan benih dorman yang kehilangan
dormansinya. Dormansi benih primer didirikan selama pematangan (Chahtane
et al., 2016).
Penyebab biji mengalami dormansi diantaranya adalah permeabilitas
kulit biji terhadap air dan gas, embrio belum matang, ketahanan kulit biji
terhadap gaya mekanik, kandungan zat penghambat dan jaringan dalam biji,
kebutuhan khusus terhadap penyinaran, dan kebutuhan suhu dingin (Utama.,
2015). Hal ini menyebabkan perkecambahan biji menjadi sangat lambat atau
mengalami dormansi.. Beberapa perlakuan dapat diberikan pada biji, sehingga
tingkat dormansinya dapat diturunkan dan presentase kecambahnya tetap tinggi.
Perlakuan tersebut dapat ditujukan pada kulit biji, embrio, maupun endosperm
biji. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan faktor penghambat
perkecambahan dan mengaktifkan kembali sel-sel yang dorman (Agurahe et al.,
2019).
Sifat dormansi benih dapat dipatahkan melalui perlakuan pematahan
dormansi. Perlakuan pematahan dormansi adalah istilah yang digunakan untuk
proses atau kondisi yang diberikan guna mempercepat perkecambahan benih.
Perlakuan pematahan dormansi dapat dilakukan melalui skarifikasi secara
mekanik dan kimia maupun stratifikasi (Melasari et al., 2018).
IV. METODE PENGAMATAN
4.1 Alat dan Bahan
1.1.1 Alat
1. Beaker glass
2. Petridish
3. Kertas Amplas
1.1.2 Bahan
1. Biji asam atau biji ain yang berkulit keras
2. Asam sulfat pekat
3. Kertas hisap
4. Air
1.2 Prosedur Kerja
vvv
Memilih 30 biji asam, membagi dalam 3 kelompok

Merendam 10 biji dengan hati-hati dalam asam sulfat selama 15


menit kemudian cuci dengan air

Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya


dengan cara digosok menggunakan amplas sebanyak 10 biji,
membilas dengan air
Menyusun biji-biji di atas bak perkecambahan yang telah dilapisi
kertas hisap basah, menutup dengan kertas hisap basah lagi
diatasnya.

Menyirap dengan air secukupnya agar tetap lembab

Perlakuan sebagai kontrol, perkecambahan terhadap 10 biji tanpa


perlakuan

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)


dengan ulangan sesuai jumlah kelompok

Mengamati proses terbentuknya radikal yang menandai biji telah


berkecambah dan menghitung prosentase perkecambahannya.
Menghentikan pengamatan setelah dua minggu

Menganalisis data hasil pengamatan dengan software SPSS.

DAFTAR PUSTAKA
Agromedia, R. 2018. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Agurahe, L., H. L. Rampe1., F. R. Mantiri. 2019. Pematahan Dormansi Benih Pala
(Myristica fragrans Houtt.) Menggunakan Hormon Giberalin.
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT. 8(1): 30-40.
Ali, H. H., A. Tanveer., M. A. Nadeem., and H. N. Asghar. 2011. Methods To Break
Seed Dormancy Of Rhynchosia Capitata, A Summer Annual Weed. Chilean
Journal Of Agricultural Research. 71(3): 483-487.
Arya, P., and R. Gothalwal. 2017. Seed dormancy testing and germination
frequency determination of Psoralea corylifolia L., an endangered
medicinal plant. Tropical Plant Research. 4(1): 49–54.
Chahtane, H., W. Kim., and L. L. Molin. 2016. Primary seed dormancy: a
temporally multilayered riddle waiting to be unlocked. Journal of
Experimental Botany. 68(4): 857–869.
Ginting, S. P. 2012. Indigofera Sebagai Pakan Ternak. Jakarta: IAARD Press.
Hidayat, T., dan Marjani. 2017. Teknik Pematahan Dormansi untuk Meningkatkan
Daya Berkecambah Dua Aksesi Benih Yute ( Corchorus o litorius L.).
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri. 9(2): 73-81.
Melasari, N., Suharsi, T. K., dan A. Qadi. 2018. Penentuan Metode Pematahan
Dormansi Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) Aksesi Cilacap.
Bul. Agrohorti. 6(1) : 59-67.
Prudente, D. O., and R. Paiva. 2018. Seed Dormancy and Germination:
Physiological Considerations. J Cell Dev Biol. 2(1): 1-2.
Utama, Z. H. 2015. Budidaya Padi Pada Lahan Marjinal. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Uyatmi, Y., E. Inoriah., dan Marwanto. 2016. Pematahan Dormansi Benih Kebiul
(Caesalphinia bonduc L.) dengan Berbagai Metode. Akta Agrosia. 19(2):
147 – 156.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai