“ VAKSINASI ”
Disusun Oleh :
Kelompok 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya :”Berobatlah, karena Allah tidak membuat penyakit kecuali membuat obatnya,
kecuali satu penyakit yaitu pikun”.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari vaksinasi ?
2. Untuk mengetahui hukum vaksinasi menurut syariah islam ?
3. Untuk mengetahui bagaimana prosedur dari vaksinasi ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN
Istilah vaksin berasal dari Edward Jenner 1796 yang berasal dari bahasa
latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin adalah bahan antigenik yang
digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga
dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau
liar.Vaksin cacar ditemukan oleh Edward Jenner (1749-1823). Jenner menyusun
tulisan ilmiahnya tentang kekebalan terhadap cacar pada manusia yang pernah
tertular cacar sapi. Sesudah penemuan Jenner diuji coba dan dikonfirmasi banyak
ilmuwan vaksinasi cacar mulai meluas di London kemudian menyebar di Inggris,
seluruh Eropa, dan dunia.2
Vaksinasi adalah tindakan pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun dalam tubuh
manusia.(2) Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika
vaksin masuk kedalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin
tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika
tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka
antibodi akan tercipta lebih cepat dan banyak walaupun antigen bersifat lebih kuat
dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya.(3) Vaksin dengan segala
kemampuannya untuk mencegah morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit infeksi
merupakan pencapaian terbesar di bidang kesehatan masyarakat.(4) Sejarah
imunisasi pada balita di Indonesia sudah ada sejak tahun 1956 sampai sekarang.
Kewajiban imunisasi telah diatur didalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun
2009 bagi yang melanggar maka akan dikenakan saksi. Mengenai vaksin imunisasi
terdapat pro dan kontra, dalam penggunaannya.(3) Sebagian setuju dengan
pemberian vaksin karena vaksin diyakini dapat mencegah terjadinya penyakit
berbahaya yang ditimbulkan akibat virus sebagai tindakan preventif. Sebagian tidak
setuju karena tubuh manusia sudah alamiah memiliki kekebalan tubuh yang didapat
dari lahir sehingga tidak perlu adanya tambahan vaksin dari luar, terlebih vaksin
terbuat dari virus dan bakteri yang justru membahayakan tubuh.2
Prosedur vaksinasi5
2.4 Peraturan Perundang-undang Tentang Vaksinasi
BAB II VAKSINASI
Pasal 2
1. Setiap orang yang akan melakukan perjalanan internasional dari dan ke negara
terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu dan/atau atas permintaan
negara tujuan wajib diberikan Vaksinasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Klinik KKP, Klinik,
atau Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Vaksinasi untuk
Jemaah Haji dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Persyaratan bagi Klinik KKP, Klinik, atau Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) sebagai berikut:
a. memiliki tenaga kesehatan pelaksana Vaksinasi.
b. memiliki fasilitas manajemen rantai dingin (cold chain) sesuai standar.
c. memiliki izin operasional fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d. memiliki sarana dan prasarana sistem manajemen teknologi informasi
yang terhubung secara daring.
Pasal 4
1. Vaksinasi dilakukan oleh dokter yang telah memiliki surat izin praktik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
1. Pada saat Vaksinasi ditemukan adanya kontra indikasi terhadap Vaksin yang akan
diberikan, setiap orang yang akan melakukan perjalanan internasional tersebut
diberikan Profilaksis.
2. Pemberian Profilaksis juga dapat dilakukan untuk melindungi masyarakat
terhadap penyakit menular yang belum ada Vaksinnya.
3. Pemberian Profilaksis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan berdasarkan standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 7
Dalam hal Vaksinasi berdampak terjadinya gangguan kesehatan yang merupakan
kejadian ikutan pasca imunisasi berdasarkan hasil investigasi dan kajian kasus,
terhadap pasien diberikan pengobatan dan perawatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENGADAAN VAKSIN
Pasal 8
1. Pengadaan Vaksin untuk Vaksinasi yang dilakukan oleh Klinik KKP, Klinik,
2. atau Rumah Sakit dilaksanakan oleh KKP, Klinik, atau Rumah Sakit yang
bersangkutan.
3. KKP, Klinik, atau Rumah Sakit melaksanakan pengadaan Vaksin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui e-purchasing berdasarkan katalog
elektronik (e-catalogue) atau mekanisme lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pengadaan Vaksin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai rencana
kebutuhan yang sudah disampaikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya
melalui aplikasi e-monev katalog obat pada tahun sebelumnya yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pengadaan Vaksin untuk Vaksinasi bagi Jemaah Haji dilakukan oleh direktorat
jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.5
Vaksin yang memiliki sertifikasi halal MUI saat ini ada tiga yaitu Menveo
Meningococcal dan Mevac ACYW135 sebagai vaksin meningitis untuk radang
selaput otak. Biasanya diberikan kepada orang yang mau berangkat haji dan
umroh. Selain itu, vaksin BCG juga tahun ini mendapatkan sertifikasi halal.
BCG adalah singkatan dari Bacille Calmette-Guerin (BCG) yang merupakan
vaksin untuk tuberkulosis (TBC). Vaksin dibuat dari baksil Mycobacterium bovis
yang telah dilemahkan. Vaksin BCG mampu mencegah penyakit selama 15
tahun dengan tingkat efektivitas 80 persen.8
Anggota komisi fatwa MUI, Dr Hamdan Rasyid, MA, menuturkan
pemberian sertifikasi halal bagi vaksin yang masih sangat sedikit bukan karena
MUI tidak ingin memberikan, tetapi harus ada kajian yang lebih mendalam
tentang obat atau vaksin tersebut.9
Vaksin meningitis berasal dari bakteri atau kuman yang diambil dari
penderita penyakit meningitis. Bakteri itu diisolasi dan dikembangbiakkan oleh
lembaga lembaga riset tertentu. Sesuai dengan teknologi yang ada pada waktu
itu, pada media pengembangbiakkan bibit bakteri, selalu mempergunakan enzim
babi. Enzim babi itu berfungsi sebagai pisau pemotong/pelembut nutrisi makanan
bakteri tersebut. Enzim babi ini tidak bercampur (ihthilath) dengan bakteri tadi.
Ia hanya bersinggungan (mulaqah) dengan bakteri tadi, bisa langsung atau tidak
langsung.
Dalam perjalanan selanjutnya kemudian ada yang mengganti dengan yang
halal dari selain babi dan hewani. Ada juga yang melibatkan bulu bebek, darah
kambing segar, kaldu sapi dan rambut manusia. Dalam proses selanjutnya,
semuanya tidak pernah lepas dari keterlibatan alkohol, selanjutnya yang diambil
untuk vaksin bukan bakterinya, tetapi polisakarida yang diambil dari dinding
bakteri bagian dalam. Itupun ukurannya amat sangat sedikit, hanya sekian mikro
mili gram. Jadi bukan mili gram apa lagi gram. Dalam proses pembuatan vaksin
ada pencucian 3x, penyaringan 3x, dan penjernihan. Dan perlu dicatat pada
produk akhir vaksin ini semua unsur yang najis dan haram tersebut sudah tidak
terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut, bagimanakah hukum vaksin tersebut kalau
dikaji dalam ilmu fiqh melalui teori pencucian najis seperti telah diuraikan
diatas? dalam artikel ini terjawab bahwa hukumnya adalah suci yang oleh
karenanya halal diinjeksikan kepada calon jamaah haji dan umrah.
Bagaimana caranya,yakni dengan memilih salah satu alternatif pintu fiqh
antara lain: Pertama, mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa cara
pencucian najis babi sama dengan najis biasa, tidak perlu dicampur dengan tanah
(fiqh Hanafi dan qaul qadim mazhab Syafi‟i yang dipandang kuat oleh Imam
Nawawi). Dalam proses ada cukup banyak air dalam tangki-tangkinya. Jelas di
sini telah terjadi proses tathhir syar‟an.Airnya jauh lebih banyak kurang lebih
90%. Dengan demikian tidak disyaratkan warid (mengalir atau dituangkan)
sebagaimana disebutkan dalam buku-buku fiqh. Kedua, mengikuti pandangan
Imam Nawawi mujtahid mazhab Syafi‟i yang menyatakan bahwa selain tanah
dapat berfungsi seperti tanah dalam pencucian najisnya babi. Bukankan bakteri
itu telah dicuci tiga kali, disaring tiga kali dan dijernihkan dengan zat-zat tertentu
pada setiap tahapan.
Ketiga, mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa benda suci baik
padat maupun cair dapat mensucikan najis,fiqh Hanafi yang dinilai rajih/kuat
oleh Syekh Abdul Majid Mahmud Shalahin. Keempat, mengikuti pandangan fiqh
Hanafi dan Maliki yang menyatakan tidak ada najis hukmi (artinya setelah
produk akhir, najis itu tidak terdeteksi maka la hukma lah, tidak dapat diterapkan
hukum najis padanya. Berarti vaksin itu dihukumi suci.Kelima, mengkuti
pandangan Hanafi, Maliki dan Dhahiri tentang istihalah yang dapat mengubah
najis (mutanajjis)menjadi suci. Proses pembuatan vaksin telah memenuhi teori
istihalah secara sempurna.
Argumentasi inilah yang dipedomani oleh para ulama Islam di negara-
negara Islam yang lain, termasuk di Timur Tengah, sehingga tidak pernah
mempersoalkannya, karena mengikuti fiqh Hanafi yang menyatakan pemanasan
dan penguapan dapat mensucikan najis. Pembuatan vaksin telah memenuhi
proses pemanasan sekian drajat berkali-kali dan penguapan, mengikuti pendapat
yang menyatakan boleh berobat dengan najis (mutanajjis) (Mazhab Hanafi dan
Dhahiri), tidak harus menunggu darurat,dan berpedoman dengan Nadhariyyah al-
Ma‟fuat (teori pemaafan), di mana najis yang sedikit termasuk mughalladhah
sekalipun (mughalladhah ala fiqh Syafi‟i) dimaafkan (dima‟fu), dalam hal ini
fuqaha‟ telah konsensus. Vaksin yang diinjeksikan itu hanya sekian mikro mili
gram, jadi amat sedikit.
Jelas bahwa dalam proses tersebut telah memenuhi kriteria istihalah secara
sempurna yang karenanya vaksin itu dihukumi suci, sehingga mubah
dipergunakan. Istihalahadalah perubahan yang terjadi pada sesuatu, sehingga
sesuatu itu berubah sifat dan hakikatnya sebagai wujud benda yang lain (inqilab
asy-saii min haqiqatin au sifatin ila uhkra).Dalam fiqh Hanafi, Maliki dan
Dhahiri, istihalah dapat mengubah sesuatu yang najis menjadi suci.Dengan
mengikuti uraian di atas maka dapat mengambil kesimpulan bahwa vaksin
tersebut jelas suci dan halal.
Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi,
darah orang yang tertular penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat
bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syari’at. Efek samping yang
membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium,
benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme,
cacat otak, dan lain-lain. Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak
efek sampingnya.Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang.
Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat.13
Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan
meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan
generasi muda mereka. Bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka
yang berkepentingan. Mengambil uang orang-orang muslim. Menyingkirkan
metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara
muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda. Adanya
ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi. Adanya beberapa
laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru
lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.13
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahui,
menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari seutuhnya masih banyak
kekurangan yang ada dalam makalah ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-
teman sekalian, penulis juda berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA