Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
pada mata kuliah Bea Materai dengan judul Sanksi Penggunaan Bea Materai
Ditinjau dari KUHP. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan
studi pada pada Mata Kuliah Bea Mataeri.
Makalah ini dapat diselesaikan, atas dorongan dan bimbingan serta
petunjuk dari berbagai pihak, baik materi maupun teknik penyusunannya. Terima
kasih yang tak terhingga kepada Bapak Sulistiyo, SH, S.pN., sebagai pemangku
Mata Kuliah Bea Materai.
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik maupun saran dari semua
pihak akan penulis terima dengan senang hati.
Akhir kata, semoga apa yang telah diberikan kepada penulis dan segala
bantuan serta jasa, akan mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pontianak, April 2010

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Segenap warga negara berperan dalam menghimpun dana
Pembangunan Nasional. Salah satu caranya adalah dengan memenuhi
kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Materai terhadap dokumen-
dokumen tertentu yang digunakan oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum.
Bea Materai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Materai 1921
(Zegelverordening 1921) sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir dengan
UU No. 13 Tahun 1985. Bea Materai adalah pajak atas dokumen seperti yang
telah disebutkan dalam Undang-undang Bea Materai. Benda materai adalah
materai tempel dan kertsa materai yang dikelarkan oleh pemerintah republik
Indonesia.
Banyak masyarakat yang belum mengerti benar akan maksud dari
penggunaan Bea Materai, sehingga menimbulkan pelanggaran dalam
pengenaan Bea Materai. Sehubungan dengan hal itu, perlu diadakan
pengaturan kembali tantang Bea Materai yang lebih bersifat sederhana dan
mudah dilaksanakan oleh masyarakat.
Yang menjadi objek Bea Materai adalah dokumen. Dokumen adalah
kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang:
perbuatan, keadaan/kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan. Tidak semua dokumen dikenakan Bea Materai, adapun
dokumen yang tidak dikenakan bea materai adalah dokumen yang berupa
surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan
barang, keterangan pemindahan yang ditulis diatas dokumen surat
penyimpanan barang, konosemen dan surat angkutan penumpang dan barang,
bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat
pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-surat lainnya
yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas dan segala bentuk ijazah.
Selain itu yang tidak dikenakan bea materai adalah tanda terima gaji,
uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu, tanda bukti penerimaan uang negara dari kas
negara, kas pemerintah daerah dan bank, kuitansi untuk semua jenis pajak dan
untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas
pememerintah daerah dan bank, tanda penerimaan uang yang dibuat untuk
keperluan intern organisasi, dokumen yang menyebutkan tabungan,
pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-
badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut, surat gadai yang diberikan
oleh Perum Pegadaian, tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,
dengan nama dan bentuk apapun.
Walaupun di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1983 yang
operasionalnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000
tentang tarif bea materai telah menjelaskan secara rinci tentang dokumen yang
wajib atau tidak wajib diberi materai, namun masih saja terdapat pelanggaran
dalam penggunaan Bea Materai. Pelanggaran Bea Materai ringan seperti
kurang materai tempel dapat dilakukan dengan pemetraian kemudian. Namun
pemalsuan atau perbuatan dengan sengaja membuat atau meniru Bea Materai
merupakan tindakan melanggar hukum yang dapat dituntut secara pidana.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mencoba untuk membahas
permasalahan “Bagaimanakah pengenaan sanksi pelanggaran Bea Materai
menurut UU No. 13 Tahun 1985 dan menurut Kitap UU Hukum Pidana”.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengenaan Sanksi Bea Materai Menurut Undang-undang Nomor 13


Tahun 1985 Tentang Bea Materai

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dokumen adalah


kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan. Setelah dokumen diberi materai, maka dokumen tersebut
wajib untuk ditanda tangani. Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana
lazimnya dipergunakan, termasuk pula parap, teraan atau cap tandatangan atau
cap parap, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan.
Dokumen-dokumen yang Dikenakan Bea Meterai:
1. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 3.000,-:
a. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1) Menyebutkan penerimaan uang;
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan;yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai
dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b. Cek dan Bilyet Giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal;
c. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
d. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal
sampai dengan Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 6.000,:
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang, dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap rangkapnya;
d. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau
e. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan, yaitu:
1) Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
2) Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, selain dari maksud semula;
f. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
1) Menyebutkan penerimaan uang;
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan; yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
g. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan mempunyai harga nominal lebih dari Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah);
h. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
tercantum dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal
lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai
Dokumen yang terutang/dikenakan Bea Meterai yang tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200%
(dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang
dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya harus
melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara
pemeteraian kemudian.
Cara Pelunasan Bea Meterai :
1. Meterai Tempel
a. Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di
atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai;
b. Meterai tempel direkatkan di tempat dimana Tanda tangan akan
dibubuhkan;
c. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu,
sehingga sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi di
atas meterai tempel;
d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di
atas kertas.
e. Apabila cara diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan
dianggap tidak bermeterai.
2. Kertas Meterai
a. Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk
dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk
bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak
bermeterai;
b. Membubuhkan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,
bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu
diatas kertas Meterai;
c. Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
Apabila ketentuan diatas tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan
dianggap tidak bermeterai.Pelunasan Bea Meterai dengan
membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai
hanya diperkenankan kepada penerbit dokumen yang melakukan
pemeteraian dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal sebanyak 50
dokumen.
Selain itu, pelunasan bea materai dapat juga dilakukan dengan masin
teraan bea materai dengan syarat :
1. Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan
membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan mesin teraan meterai
harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat;
2. Mencantumkan jenis/merk dan tahun pembuatan mesin teraan meterai
yang akan digunakan;
3. Melampirkan surat pernyataan tentang jumlah ratarata dokumen yang
harus dilunasi Bea Meterai setiap hari;
4. Harus melakukan penyetoran Bea Meterai di muka minimal sebesar Rp
15.000.000,- (lima belas juta Rupiah) dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (F.2.0.32.01) Ke Kas Negara melalui Bank Presepsi.
Selain sanksi administrasi di atas, juga terdapat sanksi pidana seperti yang
tecantum dalam pasal 13 dan 14 UU No. 13 Tahun 1985 yang berbunyi:
 Pemalsuan/peniruan meterai tempel, kertas meterai atau tanda tangan yang
perlu untuk mensyahkan meterai.
 Menyimpan dengan maksud untuk mengedarkan atau memasukkan ke
negara Indonesia meterai palsu/dipalsukan.
 Menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan meterai
yang seolah-olah belum digunakan.
 Menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahui untuk
meniru atau memalsukan benda meterai.
 Menggunakan cara lain untuk pelunasan bea meterai tanpa seijin dari
Menteri Keuangan.
 Sanksi pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
B. Pengenaan Sanksi Bea Materai Menurut Kitap Undang-undang Hukum
Pidana

Ditinjau dari Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),


pelanggaran dari penggunaan merupakan tindakan yang dapat dipidanakan.
Hal ini terlihat dalam Buku Kedua Tentang Kejahatan, Bab XI Kejahatan
Pemalsuan Materai dan Merek. Menurut KUHP Pasal 253, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia, atau jika diperlukan tanda-tangan untuk sahnya
meterai itu, barang siapa meniru atau memalsu tanda-tangan, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai meterai itu
sebagai meterai yang asli dan tidak dipalsu atau yang sah;
2. barang siapa dengan maksud yang sama, membikin meterai tersebut
dengan menggunakan cap yang asli secara melawan hukum.
Selanjutnya, dalam Pasal 255 diancam dengan pidana penjara paling
lama enam tahun:
1. barang siapa membubuhi barang yang wajib ditera atau yang atas
permintaan yang berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi
dengan tanda tera Indonesia yang palsu, atau barang siapa memalsu tanda
tera yang asli, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai barang itu seolah-olah tanda teranya asli dan tidak dipalsu;
2. barang siapa dengan maksud yang sama membubuhi merek pada barang
tersebut dengan menggunakan cap yang asli secara melawan hukum;
3. barang siapa memberi, menambah atau memindahkan tera Indonesia yang
asli kepada barang yang lain daripada yang semula dibubuhi tanda itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai barang
itu seolah-olah tanda tersebut dari semula diadakan pada barang itu.
Kemudian, pada pasal 257 yang berbunyi : Barang siapa dengan
sengaja memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai
persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke Indonesia, meterai, tanda atau
merek yang tidak asli, dipalsu atau dibikin secara melawan hukum, ataupun
benda-benda di mana merek itu dibubuhkannya secara melawan hukum
seolah-olah meterai, tanda atau merek itu asli, tidak dipalsu dan tidak dibikin
secara melawan hukum, ataupun tidak dibubuhkan secara melawan hukum
pada benda-benda itu, diancam dengan pidana penjara sama dengan yang
ditentukan dalam pasal 253 - 256, menurut perbedaan yang ditentukan dalam
pasal-pasal itu.
Seterusnya, pada pasal 260 :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
a. barang siapa pada meterai Pemerintah Indonesia yang telah dipakai,
menghilangkan cap yang gunanya untuk tidak memungkinkan
dipakainya lagi, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai, seolah-olah meterai itu belum dipakai;
b. barang siapa pada meterai Pemerintah Indonesia yang telah dipakai,
dengan maksud yang sama menghilangkan tanda tangan, ciri atau
tanda saat dipakainya, yang menurut ketentuan undang-undang harus
dihubuhkan di atas atau pada meterai-meterai tersebut.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai,
menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual
atau memasukkan ke Indonesia meterai yang capnya, tanda tangannya, ciri
atau tanda saat dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai belum dipakai.
Pada Pasal 260 :
(1) Ketentuan dalam pasal 253, 256, 257, dan 260 berlaku juga menurut
perbedaan yang ditentukan dalam pasal-pasal itu, jika perbuatan yang
diterangkan di situ dilakukan terhadap meterai atau merek yang dipakai
oleh Jawatan Pos Indonesia atau suatu negara asing.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap meterai atau merek yang dipakai oleh
jawatan pos negara asing, maksimum pidana pokok yang ditentukan bagi
kejahatan itu dikurangi sepertiga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik
kesimpulan :
1. Bea materai merupakan pajak atas dokumen seperti yang telah disebutkan
dalam Undang-undang Bea Materai. Benda materai adalah materai tempel
dan kertsa materai yang dikelarkan oleh pemerintah republik Indonesia.
2. Pelanggaran Sanksi Tidak atau Kurang Melunasi Bea Meterai
Dokumen yang terutang/dikenakan Bea Meterai yang tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya menurut Undang-undang Bea Materai
Nomor 13 Tahun 1985 dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua
ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang
dokumen atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya
harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara
pemeteraian kemudian.
3. Pelanggaran Bea Materai ditinjau dari UU KUHP adalah terlihat dalam
Buku Kedua Tentang Kejahatan, Bab XI Kejahatan Pemalsuan Materai
dan Merek. Menurut KUHP Pasal 253, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun. Selanjutnya, hal ini diatur juga dalam Pasal 255
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, pasal 257 dan,
pada pasal 260.

B. Saran
Dalam pembahasan ini, penulis menyarankan :
1. Agar pemerintah selalu mensosialisasikan tentang manfaat pajak bagi
pembangunan negeri ini.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang
berada di pedalaman tentang bagaimana penggunaan bea metarai dan
dampak dari penyalahgunaan bea materai tersebut.
3. Agar diberikan hukuman yang setimpal supaya dapat menimbulkan efek
jera pada penyalahgunaan/penyimpangan bea materai sepeti pemalsuan
dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Kitap Undang-undang Hukum Pidana, www.hukum.go.id, diakses tanggal 25


Maret 2010.
Mardiasmo, Perpajakan, (edisi revisi), Andi Offset Yogyakarta, 2002.

Undang-undang Bea Materai Nomor 13 Tahun 1985. www.pajak.go.id

Anda mungkin juga menyukai