Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi
Dasar Hukum Mahkamah Konstitusi
4
kali
Yang pertama pasal : 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20 dan 21 (19 oktober 1999)
Yang kedua pasal : 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, dan 35 (18 agustus 2000)
Yang ketiga pasal : 1, 3, 6, 11, 17, 23, dan 24 (9 november 2001)
Yang keempat pasal : 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 29, 31, 32, 33, 34, dan 37 (11 agustus 2002)
Mahkamah konstitusi adalah salah satu lembaga negara yang berousat di Ibukota Negara
yaitu Jakarta. Dan berikut beberapa hal tentang dasar hukum mahkamah konstitusi yang perlu
dibahas adalah :
1. Susunan MK
Berdasarkan pada UU RI nomor 24 pada tahun 2003 yang berada pada pasal 4 ayat 1, 2, 3, 4,
dan 5 yang membahas dan menyatakan tentang susunan dari MK adalah:
2. Wewenang
Wewenang mahkamah konstitusi diatur dialam UU nomor 24 pada tahun 2003 di dalam BAB
III yang menyatakan tentang kekuasaan mahkamah konstitusi pada pasal 10 yang
menyatakan tentang:
2. Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban dalam memberikan keputusan atas adanya
pendapat danopini dari DPR bahwa presiden maupun wakil dari presiden diduga telah
melakukan sebuah atau beberapa pelanggaran hukum yang merupakan dampak dari
penghianatan terhadap negara dan melakukan tindakan penyuapan, korupsi, perbuatan tercela
maupun tindakan pidana berat lainnya yang akan menyebabkan hak dan kewajiban sebagai
presiden amupun wakil presiden tidak lagi terpenuhi seperti yang tercantum di UUD Negara
RI pada tahun 1945.
Adanya tindakan pengkhianatan terhadap NKRI adalah suatu tindakan pidana yang
akan mengancam keamanan negara yang telah dituangkan di dalam UUD.
Tindakan pidana yang berupa penyuapan dan korupsi sebagaimana telah dicantumkan
apda UU.
Adanya tindakan pidana berat lainnya yang merupakan salah satu tindakan pidana
yang akan mendapatkan ancaman 5 tahun atau lebih di dalam kurungan penjara
Perbuatan tercela seperti melecehkan dan merendahkan pemimpin negara sang
presiden maupun wakil presiden
Presiden dan wakilnya yang tidak lagi memenuhi beragam persyaratan mutlak untuk
menjadi seorang presiden mauoun seorang wakil presiden yang telah ditentukan di
dalam pasal 6 di UUD NKRI.
Kedudukan yang dimiliki oleh MK ini menjadi salah satu perbedaan mahkamah agung dan
mahkamah konstitusi dimana kekuasaan kehakiman telah ditetapkan di dalam UUD NKRI
tahun 1945 pada pasal 24 bahwa adanya kekuasan dari kehakiman akan di gunakan oleh
sebuah mahkamah agung dan juga badan peradilan yang merupakan bawahan dari
lingkungan peradilan agama, mahkamah konstitusi, lingkungan peradilan tata usaha negara,
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.
Mahkamah konstitusi ini adalah bentuk dari sebuah bagian kekuasaan kehakiman yang
berupa kekuasaan merdeka yang digunakan untuk penegakan keadilan dan penegakan hukum
sebagimana yang telah dituangkan pada pasal 24 UUD NRI yang disahkan tahun1945
tersebut. Dimana telah dinyatakan dengan jelas bahwa Mahkamah agung bukan merupakan
bagian dan menyatu dnegan mahkamah konstitusi dalam sebuah makna perkaitan dari
struktur unity of jurisdiction, yang merupakan salah satu sistem hukum Anglo Saxon.
Menyatakan bahwa MK berdiri sendiri dan juga terpisah dari MA secara duality of
jurisdiction. Mahkamah konstitusi ini memiliki sebuah kedudukan yang sma rata dengan MA
dimana kedua lembaga negara tersebut adalah penyelenggara tertinggi dari adanya kekuasaan
kehakiman di NRI.
Berikut beberapa tahapan dalam pengajuan permohonan perkara yang berdasarkan dasar
hukum mahkamah konstitusi yaitu:
Perlu anda ketahui bahwa MA dan juga MK merupakan 2 buah lembaga tinggi negara yang
terbentuk berdasarkan adatas UUD 1945 sebagaimana yang telah dinyatakan pada pasal 24 di
dalam ayat 2 yang berbunyi :
Hanya saja dari segi sejarah maka lembaga MA telah berdiri semenjak tanggal 19 Agustus
tahun 1945 ini bisa anda lihat dan buktikan sendiri di dalam MA RI pada laporan tahunan
tahun 2010, Februari 2011. Sedangkan MK sendiri mulai berdiri semnjak tanggal 17 Agustus
2003. walupun mereka memiliki kedudukan setara namun jelas MA telah jauh berdiri lama
sebelum MK di tetapkan untuk dibangun pada tahun 2003.
MA dan juga MK yang bertindak sebagai pelaku dari kuasa kehakiman negara kita yang telah
merdeka ini bisa melakukan penyelenggaraan dari peradilan demi penegakan dari keadilan
dan hukum yang berdasrkan atas dasar UUD 1945 dan juga pancasila sebagai pedoman
negara. Berlakunya 2 jenis pedoman tersebut adalah demi terselenggaranya sebuah negara
hukum di NRIyang telah dinyatakan di dalam pasal 1 ayat 1 UU nomor 48 pada tahun 2009
yang berisi tentang kekuasaan kehakiman atau merupakan UU tentang Kehakiman.
Dasar Hukum:
UUD 1945
UU nomor 14 pada tahun 1985 yang berisi tentang MA yang telah mengalami
perubahan pertama kali dengan isi UU nomor 5 pada tahun 2004 dengan kali kedua
dari UU nomor 3 tahun 2009.
UU nomor 22 pada tahun 2002 dan UU nomor 48 tahun 2009.
(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat dipertanggungjawabkan
perolehannya secara hukum.
(3) Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
(4) Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan
Mahkamah Konstitusi.
"Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan" dari bunyi pasal 31 ayat 1 ini mengandung
maksud bahwa semua warga negara baik kecil, besar, muda, tua, pria maupun wanita tanpa
terkecuali berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya"
dari bunyi pasal 31 ayat 2 ini mengandung penjelasan bahwa semua warga negara tanpa
pandang usia dan jenis kelamin wajib mengikuti pendidikankan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya, untuk melaksanakan ini makanya alokasi dana pendidikan diperbesar sehingga
sekolah bisa gratis khususnya pendidikan dasar yang semula 6 tahun sekarang menjadi 9 tahun
atau setingkat SLTP.
Penjelasan pasal 31 ayat 3 UUD 1945
"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia"
dari bunyi pasal 33 ayat 5 ini mengandung maksud bahwa dalam usahanya memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak boleh mengabaikan norma - norma agama dan persatuan
bangsa. tujuan dari memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia, khususnya warga negara Indonesia.