Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telah sejak lama, kita mendengar bahwa persediaan bahan bakar minyak di
Bumi ini mulai menipis. Ada banyak perkiraan oleh pakar bahwa tahun sekian
pasokan bahan bakar minyak akan benar-benar habis. Sementara untuk
memperbarui minyak yang terkandung di Bumi, juga bukan hal mudah dan instan.
Sehingga, mau tidak mau, manusia dipaksa untuk terus menemukan energi
alternatif sebagai pengganti dari bahan bakar minyak. Salah satu energi alternatif
yang dapat dikembangkan adalah energi biomassa.
Disadari atau tidak, sejak zaman dulu manusia telah menggunakan biomassa
sebagai sumber energi. Contohnya adalah penggunaan kayu bakar untuk
menyalakan api unggun. Kayu bakar merupakan bahan biologis yang terdapat di
alam dan dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber energi tanpa perlu diolah
terlebih dahulu. Namun sejak ditemukannya bahan bakar fosil, penggunaan
biomassa mulai terlupakan. Minyak bumi, gas bumi, dan batubara lebih dipilih
sebagai sumber energi dalam kehidupan di masyarakat.

B. Permasalahan
Sejumlah isu akan terjadinya krisis energi yang mengancam kelangsungan
hidup manusia memerlukan klarifikasi dalam rangka memahami potensi biomass
sebagai sumber energi yang berkesinambungan: mengenai sumber daya dan
ketersediaannya, aspek logistik, biaya-biaya rantai bahan bakar, dan dampaknya
terhadap lingkungan.
Para ilmuwan memperkirakan dalam hitungan tahun persediaan minyak
dunia akan terkuras habis. Karena itu penggunaan sumber energi alternatif kini
digiatkan, termasuk di antaranya penggunaan biomassa. Di sisi lain juga timbul
pertanyaan berapa kuantitas residu yang dapat digunakan dari suatu sumber
biomassa, dimana dan bagaimana harus dikembangkan, apa dan bagaimana
kebutuhan infrastruktur harus dipenuhi, kesemuanya memerlukan pertimbangan
yang seksama. Makalah singkat ini akan memaparkan potensi pengembangan
biomassa sebagai bahan substitusi minyak bumi (energi fosil) dan kontribusinya
kepada pengurangan emisi CO2 di Indonesia. Khususnya sebagai sumber energi
bagi pembangkit tenaga biomasa (PLTBM)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber-sumber Energi Biomassa
Sejumlah pakar berpendapat, penggunaan biomassa sebagai sumber energi
terbarukan merupakan jalan keluar dari ketergantungan manusia pada bahan bakar
fosil.
Apa yang sebenarnya dimaksud dengan biomassa? Dalam sektor energi,
biomassa merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat
digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya
biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan
sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang
digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas. Biomassa dapat pula
meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar.
Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses
geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi. Biomassa biasanya
diukur dengan berat kering.
Sumber lain menyebutkan biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan
melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh
biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian,
limbah hutan, limbah perkotaan, tinja dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk
tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, miyak nabati, bahan bangunan
dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).
Umum yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai
ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain
merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat
menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Di
Indonesia, biomassa merupakan sumber daya alam yang sangat penting dengan
berbagai produk primer sebagai serat, kayu, minyak, bahan pangan dan lain-lain
yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik juga diekspor dan
menjadi tulang punggung penghasil devisa negara.

B. Potensi Biomassa di Indonesia


Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi
jumlahnya sangat melimpah. Limbah yang berasal dari hewan maupun tumbuhan
semuanya potensial untuk dikembangkan. Tanaman pangan dan perkebunan
menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat dipergunakan untuk
keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan limbah sebagai bahan
bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi
energi secara keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah
cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua,
penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal dari
pada memanfaatkannya. Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan
sampah karena penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan
mahal, khususnya di daerah perkotaan.
Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber
energi juga akhir-akhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak,
kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorghum, sago
merupakan tanaman-tanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan
pembuatan bioethanol.
Potensi biomassa yang besar di negara, hingga mencapai 49.81 GW tidak
sebanding dengan kapasitas terpasang sebesar 302.4 MW. Bila kita maksimalkan
potensi yang ada dengan menambah jumlah kapasitas terpasang, maka akan
membantu bahan bakar fosil yang selama ini menjadi tumpuan dari penggunaan
energi. Hal ini akan membantu perekonomian yang selama ini menjadi boros
akibat dari anggaran subsidi bahan bakar minyak yang jumlahnya melebihi
anggaran sektor lainnya.
Energi biomassa menjadi penting bila dibandingkan dengan energi
terbaharukan karena proses konversi menjadi energi listrik memiliki investasi
yang lebih murah bila di bandingkan dengan jenis sumber energi terbaharukan
lainnya. Hal inilah yang menjadi kelebihan biomassa dibandingkan dengan energi
lainnya. Proses energi biomassa sendiri memanfaatkan energi matahari untuk
merubah energi panas menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis yang
selanjutnya diubah kembali menjadi energi panas. (moechah.wordpress.com)

C. Political Will
Semua potensi tersebut tidak bernilai tanpa adanya dukungan dan political
will dari pemerintah serta masyarakat luas. Pembentukan tim nasional
pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan blue print dan road
map bidang energi untuk mewujudkan pengembangan BBN merupakan langkah
yang strategis sehingga dapat dicapai kemandirian energi melalui pengembangan
biomassa. Peran serta masyarakat akan sangat membantu dalam
pengimplemetasian pengembangan tanaman penghasil bioenergi, sehingga pada
akhirnya bangsa ini mampu keluar dari krisis energi dengan pasokan energi bahan
bakar nabati yang berkelanjutan.

D. Konversi Biomassa
Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana
sebenarnya telah dilakukan oleh nenek moyang kita beberapa abad yang lalu.
Penerapannya masih sangat sederhana, biomassa langsung dibakar dan
menghasilkan panas. Di zaman modern sekarang ini panas hasil pembakaran akan
dikonversi menjadi energi listrik melali turbin dan generator. Panas hasil
pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer
kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator.
Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet
dalam generator.
Pembakaran langsung terhadap biomassa memiliki kelemahan, sehingga
pada penerapan saat ini mulai menerapkan beberapa teknologi untuk
meningkatkan manfaat biomassa sebagai bahan bakar, dijelaskan pada Gambar 4.
Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang
digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan
bakar yang dihasilkan.

Gambar 1 Teknologi Konversi Biomassa

Dari gambar 1 di atas secara umum teknologi konversi biomassa menjadi


bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi
termokimiawi dan konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan
teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat
langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi
merupakan teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu
terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi
biokimiawi merupakan teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba
dalam menghasilkan bahan bakar.
Beberapa penerapan teknologi konversi biomassa yaitu :

a. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber
energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga
bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara
namun tidak hanya batubara saja yang bisa di bikin briket. Biomassa lain seperti
sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa
yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak
terlalu rumit. Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai
dari yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin.
b. Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu
yang lebih dari 150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses,
yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder.
Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan),
sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap
hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena
panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan
memicu reaksi pembakaran Proses ini sebenarnya bagian dari proses karbonisasi
yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi sebagian menyebut pada
proses pirolisis merupakan high temperature carbonization (HTC), lebih dari 500
oC. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon,
cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lainn adalah gas
berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki
kandungan kecil

c. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan
proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke
cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan
pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi
liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat
transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.

d. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi
pada senyawa ester dengan alkohol

e. Densifikasi
Praktek yang mudah untuk meningkatkan manfaat biomassa adalah
membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan dalam
penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan densitas dan
memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum densifikasi
(pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa keuntungan (bhattacharya
dkk, 1996) yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan dan
diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.

f. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik
menjadi arang . pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah
terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta
zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang
dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

g. Anaerobic digestion
Proses anaerobic digestion yaitu proses dengan melibatkan mikroorganisme
tanpa kehadiran oksigen dalam suatu digester. Proses ini menghasilkan gas
produk berupa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa gas yang
jumlahnya kecil, seperti H2, N2, dan H2S. Proses ini bisa diklasifikasikan
menjadi dua macam yaitu anaerobic digestion kering dan basah. Perbedaan dari
kedua proses anaerobik ini adalah kandungan biomassa dalam campuran air. pada
anaerobik kering memiliki kandungan biomassa 25 – 30 % sedangkan untuk jenis
basah memiliki kandungan biomassa kurang dari 15 % (Sing dan Misra, 2005).

h. Gasifikasi
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses
konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan
bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan
generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam
rangka program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan
membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu :
(a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi
atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.

i. Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia.
Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis,
fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian
bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia.
Adapun tahapan proses anaerobik digestion adalah diperlihatkan pada Gambar .
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong
dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau
glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi,
karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi
glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi
dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti
bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas
99.5%. (moechah.wordpress.com)
E. Dampak Pemanfaatan Energi Biomassa
Semua jenis energi di alam baik itu yang tak terbarukan maupun
terbarukan pastinya tak lepas dari dampak yang ditimbulkan. Begitu juga dengan
energi biomassa tentu mempunyai dampak baik itu dampak positif maupun
negatif.
a. Dampak Positif
Ada banyak sumber energi alternatif yang dapat dikembangkan. Biomassa pun
bisa dijadikan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pemanfaatan energi
biomassa sebagai sumber energi khususnya sebagai bahan baku produksi energi
listrik mempunyai kelebihan atau dampak positif, antara lain:
1. Merupakan sumber energi paling murah karena jumlahnya melimpah tersedia di
alam bisa dikatakan gratis
2. Dapat diperoleh dengan mudah misalnya sampah atau limbah disekitar kita
3. Biaya operasional sangat rendah, hal ini karena bahan baku tersedia melimpah dan
gratis
4. Tidak mengenal problem limbah karena dari limbah justru akan diperoleh energy
biomassa
5. Proses produksinya lebih ramah lingkungan karena proses pembakarannya lebih
sempurna, tidak meninggalkan residu atau sisa pembakaran semisal co2.
6. Tidak menyebabkan efek rumah kaca atau global warming
7. Tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
8. Mengurangi polusi udara; pembakaran biomassa dari limbah pertanian dilakukan
di dalam ruang bakar menggunakan boiler untuk mengurangi efek polusi asap
karena pembakaran dalam industri menggunakan peralatan kendali polusi untuk
mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada pembakaran
langsung.
9. Mengurangi hujan asam dan kabut asap; Melalui pembakaran biomassa efek hujan
asam ini akan direduksi, karena pembakaran biomassa akan menghasilkan partikel
emisi asam sulfur (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) yang lebih sedikit
dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran biomasa lebih
efisien dan sempurna bila diproses melalui karbonisasi karena akan menghasilkan
bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau gas mudah terbakar.

b. Dampak Negatif
1. Ekonomi
Dari segi ekonomi terutama biomassa yang diperoleh dari bahan baku pangan
semisal gandum, tebu dan jagung akan memberikan dampak samping salah
satunya naiknya harga bahan baku pangan. Penyebabnya macam-macam. Di
Jerman misalnya, produksi listrik biomassa mendapat subsidi pemerintah kata ahli
biologi Dr. Andre Baumann: “Ini memicu persaingan antar petani yang menanam
gandum untuk pangan dan petani biomassa. Selama ini, produsen gandum untuk
biomassa mendapat keuntungan lebih besar daripada petani biasa. Baru
belakangan ini, dengan naiknya harga untuk susu dan gandum, petani biasa dapat
bersaing dengan petani biomassa. Produsen biogas tak lagi dapat membeli bahan
dasar gandum dengan harga murah seperti dalam lima tahun terakhir.“
Di Jerman, 100 kilogram gandum menghasilkan energi biomassa seharga 25
Euro. Tapi bila gandum tersebut dijual sebagai bahan baku pangan, harganya
hanya 18 Euro. Kini di sejumlah negara muncul kekuatiran bahwa para petani
bahan pangan beralih ke produksi tanaman untuk biomassa. Padahal, produksi
bahan pangan saat ini saja belum mencukupi untuk menutup kebutuhan pangan
dunia.

2. Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan
pada alam. Andre Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup
Jerman NABU menegaskan produksi tanaman untuk biomassa harus memenuhi
standar amdal: “Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu
produk biomassa tidak diangkut dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan.
Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya digunakan di pertanian yang sama
sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang, manusia memakai
truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa,
ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“ Contohnya di
Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan
Tropis dan Subtropis Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan
„Di Afrika sumber daya alam yang dapat diperbarui luas digunakan. Banyak
warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak negatifnya adalah
kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya
vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya,
lahan pertanian pun makin berkurang.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan.
Akibatnya siklus kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk
lahan pertanian menyebabkan karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal
karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan
global.

F. Kendala Penghambat Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia


Di indonesia ada beberapa kendala yang menghambat pengembangan
energi biomassa khususnya untuk produksi energi listrik, seperti:
1. Harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara, di Indonesia
masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga solar/minyak disel di Indonesia
Rp.380,-/liter sementara di Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam
kali lebih tinggi.
2. Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen utamanya belum
dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih harus mengimport dari luar negeri.
3. Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah finansial pada
penyediaan modal awal.
4. Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap, karena masih
terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
5. Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian energi fosil.
6. Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber daya energinya
sangat bergantung pada kondisi alam yang perubahannya tidak tentu.

G. Strategi Pengembangan Energi Biomassa di Indonesia


Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan peran energi biomassa khususnya pada
produksi energi listrik, maka beberapa strategi yang mungkin diterapkan, antara
lain:
1. Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan dengan; pelaksanaan
identifikasi setiap jenis potensi sumber daya energi biomassa secara lengkap di
setiap wilayah; upaya perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem
konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia; pembuatan
"prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar dan standar rekayasanya;
perbaikan kontinuitas penyediaan energi listrik; pengumpulan pendapat dan
tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan energi biomassa tersebut.

2. Menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan produksi massal sistem


pembangkitannya, dan mengupayakan agar sebagian komponennya dapat
diproduksi di dalam negeri, sehingga tidak semua komponen harus diimport dari
luar negeri. Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung terhadap
biaya produksi.

3. Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengadakan analisis


dan evaluasi lebih mendalam tentang kelayakan operasi sistem di lapangan
dengan pembangunan beberapa proyek percontohan.

4. Meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi dan upaya


pelestarian lingkungan.

5. Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki potensi sangat


tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.

6. Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial pada tahap


pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan oleh konsumen berupa
rekening yang harus dibayarkan pada setiap periode waktu tertentu. Dana yang
terkumpul dari rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan
sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.

Berdasarkan bahan bakar yang digunakan :


- Solid Fuel
Tipe boiler bahan bakar padat memiliki karakteristik : harga bahan baku
pembakaran relatif lebih murah dibandingkan dengan boiler yang menggunakan
bahan bakar cair dan listrik. Nilai effisiensi dari tipe ini lebih baik jika
dibandingkan dengan boiler tipe listrik.
Cara kerja : pemanasan yang terjadi akibat pembakaran antara percampuran bahan
bakar padat (batu bara, baggase, rejected product, sampah kota, kayu) dengan
oksigen dan sumber panas.

BAB III
PENUTUP

Energi berbasis biomassa berpotensi besar dalam mendukung pasokan


energi yang berkelanjutan di masa mendatang. Meskipun demikian,
pengembangannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga berefek positif
terhadap pembangunan sosial ekonomi masyarakat dan di pihak lain juga tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan. Semua teknologi konversi biomassa
menjadi energi bisa diterapkan di Indonesia, dengan pengembangan disesuaikan
dengan besaran supply biomassa, teknologi yang telah dikuasai, ketersediaan
anggaran dan jenis produk yang dibutuhkan pasar di masing-masing daerah.
Alternatif teknologi konversi dalam mengantisipasi kelangkaan BBM misalnya,
akan lebih tepat bila teknologi gasifikasi dan proses anaerobik yang diterapkan;
selain lebih efisien, produknya pun berupa bahan bakar gas yang dapat digunakan
sebagai sumber panas, listrik dan bahan bakar kendaraan. Peran serta masyarakat
dan kebijakan pemerintah yang komprehensif dan terintegrasi dengan sektor
terkait juga perlu dirancang guna merangsang iklim investasi yang kondusif dan
kompetitif. Pengembangan energi berbasis biomassa sebagai energi yang dapat
diperbaharui pada akhirnya akan mampu mensubstitusi bahan bakar fosil dengan
kuantitas besar, yang pada gilirannya akan mereduksi jumlah CO2 yang
diemisikan ke atmosfir. Dalam konteks global, untuk mereduksi gas rumah kaca
dalam jangka panjang, pasokan biomassa yang stabil dan berkelanjutan
merupakan tuntutan mutlak bagi pengembangan energi biomassa. Dengan
demikian struktur insentif dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan perlu
diciptakan secara kompetitif.
Daftar Pustaka

http:// www.kamase.org/biomassa-sebagai-pilihan-sumber-energi-terbarukan/
http:// id.wikipedia.org/wiki/Biomassa
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/media/Energi%20dan%20Listrik%20Perta
nian/MATERI%20WEB%20ELP/Bab%20III%20BIOMASSA/pendahuluan.htm
http://moechah.wordpress.com/2008/09/17/energi-alternatif-itu-bernama-
biomassa/
http:// www.dw-world.de/dw/article/0,,3057079,00.html
http:// www.dw-world.de/dw/article/0,,3057079_page_2,00.html
http://beyoureself.blogspot.com/2008/09/pengembangan-energi-terbarukan-
di.html

Anda mungkin juga menyukai