Anda di halaman 1dari 24

CYCLOTHYMIA

oleh:
dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked
Departement of Medical Education
Agung Bagus Sista Satyarsa (1502005079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2016

i
KATA PENGHANTAR

Om Swastyastu,
Pertama-tama, penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas restu dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini dengan tepat waktu dan lancar. Karya ilmiah ini telah
diselesaikan dengan observasi dan bantuan dari berbagai pihak untuk dapat
menyelesaikan dan melengkapi berbagai kekurangan dalam penyelesaiannya.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam karya tulis ini. Oleh
karena itu, penulis berharap kepada pembaca agar dapat memberikan saran, kritik
dan rekomendasi yang dapat membuat Karya tulis ini lebih baik selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua
orang.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 24 Juni 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ......................................................................................................... i


Kata Penghantar ....................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
Daftar Tabel .............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi .............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 3
2.3 Etiologi ............................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi.................................................................................. ...... 5
2.5 Diagnosis ............................................................................................ 7
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................... ...... 11
2.7 Diagnosis Banding .............................................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan dan Upaya Preventif ................................................ 13
2.9 Prognosis ............................................................................................ 16

BAB III SIMPULAN


3.1 Simpulan ....................................................................................................... 17
3.2 Saran ............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Obat, Dosis Obat, Efek Samping Obat, dan


Farmakodinamik Obat yang dapat Direkomendasikan pada
Cyclothymia ..................................................................................................... 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi ini, semakin banyak orang sibuk akan pekerjaan dan
aktivitas yang padat, mendapat banyak tuntutan dan permasalahan yang dapat
memicu terjadinya stress dan depresi. Pelajar juga terkena dampaknya, seperti
pada masalah pribadi seperti putus dengan pacar atau saat menghadapi ujian
semester, dan masih banyak masalah lainnya, untuk beberapa orang hal tersebut
akan menimbulkan respon yang berbeda-beda seperti terjadinya gangguan mood
(keadaan emosi) (Perugi dkk, 2015).
Menurut Perugi dkk, (2015) gangguan mood sering terjadi dengan berbagai
macam kasus dan gejala yang beraneka ragam. Berdasarkan American Psychiatric
Association’s Diagnostic and Statistical Manual, Fifth Edition (DSM-V), pada
keadaan yang saling berubah antara keadaan depresi dan senang (manic) dapat
diartikan sebagai dua kutub berbeda yang disebut bipolar. Jika episode depresi
dalam tingkatan ringan dan episode manic dalam keadaan ringan (hipomanik),
maka akan menyebabkan gangguan siklotimik (Cyclothymia) (APA, 2013).
Gangguan siklotimik atau disebut pula cyclothymia bukan gangguan mood
baru. Sejarang cyclothymia didasarkan pada observasi Emil Kraepelin dan Kurt
Schneider bahwa sepertiga sampai duapertiga pasien dengan gangguan mood
menunjukan gangguan kepribadian (Kaplan, 2015). Para peneliti telah banyak
mengindentifikasi gangguan mood seperti Major Depressive Disorder,
Dysthymia, Bipolar Type I and II secara epidemiologi, psikologi, biologi, dan
studi klinis. Dengan demikian, gangguan cyclothymia dapat disebut gangguan
bipolar yang kronis, gangguan afektif tempramen, dan gangguan kepribadian
(Akiskal, 1977; Parker, 2011; Sebastian dkk, 2014). Pada individu yang
mengalami cyclothymia terdapat gejala-gejala depresi yang ringan namun terus
menerus dan silih berganti dengan gejala manik yang ringan juga.
Berdasarkan data statistik, kejadian cyclothymia ini terjadi pada usia remaja
hingga dewasa dengan rentangan usia 16-36 tahun dan terdapat sekitar 3%-10%
kasus cyclothymia (Perugi dkk, 2015; Axelon, 2015). Maka masyarakat dihimbau
2

untuk mewaspadai gejala cyclothymia ini dikarenakan pada berpeluang menjadi


Major Depression Disoders (MDD) dan gangguan Bipolar (Yen, 2015).
Diperlukan penegakan diagnosis yang pasti pada cyclothymia untuk
memperkirakan prognosis pasien dengan gangguan siklotimik.
Fenomena ini selanjutnya masuk kriteria diagnosis secara internasional, yang
secara khusus difokuskan pada aspek cyclothymia dari "mood" (misalnya antara
episode depresi dan gejala hypomanic dalam bentuk dilemahkan), dengan
mempertimbangkan aspek-aspek psikologis, gejala perilaku dan fitur klinis yang
penting, seperti reaktivitas suasana hati yang berlebihan, impulsif dan kecemasan
(Axelson, 2015).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka melalui karya tulis ini penulis ingin
memberikan informasi tentang cyclothymia dengan tujuan memperjelas tanda dan
manifestasi klinis yang timbul, hubungan dengan gangguan mental lainnya dan
tentu saja jangka panjang dari cyclothymia. Dengan demikian, penulis dalam
karya tulis ini, dapat merekomendasikan terapi baik secara psikoedukasional
efektif dan manajemen klinis yang spesifik dari pasien dengan cyclothymia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Cyclothymia atau cyclothymia terdiri dari dua kata yakni “Cycle” yang
artinya perputaran dan “thymic” yang artinya mood atau keadaan perasaan
seseorang. Maka dapat diartikan bahwa Cyclothymia dapat berarti “mood swing”
adalah keadaan perasaan seseorang yang berubah-ubah sesuai siklus yang berlaku
dimana bias dalam episode hipomania dan episode depresi dengan tingkat ringan
(Kaplan, 2015).
Cyclothymia dapat disebut sebagai gangguan cyclothymic adalah bentuk
ringan gangguan bipolar. Seperti gangguan bipolar, cyclothymia adalah gangguan
suasana hati (mood) kronis yang menyebabkan naik turunnya emosi. Terkadang
penderita berada puncak emosi, namun tiba-tiba emosi turun drastis di titik
terendah yang dapat membuat pendeita merasa putus asa dan bunuh diri.
Sedangkan pada saat suasana hati stabil (antara emosi tinggi dan rendah),
penderita merasa baik-baik saja (Perugi dkk, 2015).

2.2 Epidemiologi

Pasien dengan gangguan siklotimik dapat mencapai 3% - 10% pasien


psikiatri rawat jalan, terutama mungkin mereka yang memiliki keluhan
bermakna mengenai kesulitan perkawinan dan interpersonal (Perugi dkk, 2015).
Di dalam populasi umum, prevalensi seumur hidup gangguan distimik
diperkirakan sekitar 1%. Gambaran ini mungkin lebih rendah daripada
prevalensi yang sebenarnya karena seperti pada pasien gangguan bipolar I,
pasien ini mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah
psikiatri (Kaplan, 2015; Van Meter, 2012).
Gangguan siklotimik, seperti juga gangguan distimik, sering timbul
bersamaan dengan gangguan kepribadian ambang. Sekitar 10% pasien rawat
jalan dan 20% dari pasien rawat inap dengan gangguan kepribadian ambang
juga memiliki diagnosis gangguan siklotimik. Rasio perempuan laki-laki pada
gangguan distimik sekitar 3:2, dan 50 sampai 75% pasien antara usia 15 dan
4

25 tahun. Keluarga orang-orang dengan gangguan siklotimik sering memiliki


anggota keluarga dengan gangguan terkait zat (Kaplan, 2015; Yen, 2015).

2.3 Etiologi

Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah gangguan


siklotimik terkait dengan gangguan mood, baik secara biologis ataupun
psikologis. Sejumlah peneliti telah menghipotesiskan bahwa gangguan
siklotimik memiliki hubungan yang lebih dekat dengan gangguan kepribadian
ambang daripada gangguan mood. Walaupun terdapat kontroversi ini, data
biologis dan genetik menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar-
benar gangguan mood (Perugi dkk, 2015; Birmaher dkk, 2014).
2.3.1 Faktor Biologi
Data genetika merupakan pendukung yang paling kuat untuk hipotesis
bahwa gangguan siklotimik adalah gangguan mood. Kira-kira 30% dari
semua pasien gangguan siklotimik memiliki riwayat keluarga yang positif
untuk gangguan bipolar I; angka tersebut serupa dengan angka bagi pasien
dengan gangguan bipolar I (Perugi dkk, 2015). Selain itu, silsilah keluarga
dengan gangguan bipolar I sering dihubungkan dengan pasien gangguan
siklotimik. Pengamatan Bahwa sepertiga persen dengan gangguan
siklotimik memiliki gangguan mood utama, bahwa mereka khususnya
rentan terhadap hipomania akibat antidepresan, dan bahwa kira-kira sekitar
60% berespon terhadap litium mendukung gangguan siklotimik
merupakan gangguan bipolar I yang dilemahkan (Fava, 2011).

2.3.2 Faktor Psikososial


Sebagian besar teori psikodinamika mendalilkan bahwa perkembangan
gangguan siklotimik terletak pada trauma dan fiksasi selama stadium oral
dalam perkembangan bayi. Menurut Freud, keadaan siklotimik adalah
usaha ego untuk mengatasi superego yang kuat dan suka menghukum (Del
Calro, 2013; Perugi dkk, 2015). Hipomania dijelaskan secara
psikodinamika terjadi jika orang terdepresi membuang beban superego
yang sangat kuat. Sehingga menyebabkan tidak adanya kritik diri dan tidak
5

adanya pengekangan. Mekanisme pertahanan utama pada hipomania


adalah penyangkalan (Parker, 2012).

2.4 Patofisiologi

Presentasi klinis cyclothymia sangat kaya akan manifestasi psikopatologis.


Dalam pengertian ini diagnostik definisi dasarnya berdasarkan adanya gejala
suasana hati yang sangat sederhana dan menyesatkan. Gejala suasana hati yang
dapat didefinisikan akan dilemahkan dan bahkan mungkin tidak dilaporkan, atau
dapat dianggap sebagai tidak lebih dari perifer pada banyak pasien. Pada
kenyataannya, cyclothymia dapat didefinisikan oleh suasana hati dan emosi labil,
dan lebih reaktivitas untuk rangsangan positif atau negatif, baik dalam hal
intensitas ataupun durasi (Birmaher dkk, 2014; Van Meter, 2013).
Pasien cyclothymia sering tiba-tiba mengalihkan suasana hati dengan singkat
pada episode depresi dan episode hypomanic. Keadaan ini dianggap sebagai
cyclers ultra-cepat atau ultradian (Perugi dkk, 2015). Intensitas, kecepatan dan
ketidakpastian perubahan suasana hati adalah penyebab utama dari ketidakstabilan
dalam hal harga diri, kepribadian dan hubungan interpersonal.
Cyclothymia memiliki suasana hati yang tidak teratur, sementara periode
stabilitas suasana hati jarang terjadi dalam beberapa kasus episode suasana hati
utama kedua polaritas mungkin muncul (Akiskal dkk, 1977; Perugi dkk, 2015).
Menurut teori stress-vulnerability model, ada beberapa resiko atau faktor
penyebab gangguan cyclothymia, selain dalam keadaan mental tersebut terdapat
patofisologis pada cyclothymia baik secara biologi, secara psikologi, maupun
secara sosial, yakni sebagai berikut (Kaplan, 2015; Perugi dkk, 2015).
2.4.1 Biologi
Penderita cyclothymia lebih sering dijumpai pada penderita yang
mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar jenis ini.
Riwayat pada keluarga dengan cyclothymia bukan berarti anak atau saudara
akan pasti menderita gangguan bipolar (Van Meter, 2012). Seseorang
dengan gangguan cyclothymia ini mempengaruhi kondisi pasien. Artinya
ada faktor predisposisi terhadap gangguan bipolar. Hanya saja, tanpa
adanya faktor pemicu maka yang bersangkutan tidak akan terkena
6

gangguan bipolar. Faktor predisposisi gangguan bipolar bisa terjadi juga


karena anak meniru cara bereaksi yang salah dari orang tuanya yang
menderita gangguan bipolar. Secara biologis, terdapat beberapa perubahan
kimia di otak yang diduga terkait dengan gangguan cyclothymia (Stone,
2014; Sebastian dkk, 2014).

2.4.2 Psikologi
Penderita cyclothymia dapat dilihat memiliki gangguan pada psikologi
dimana terlihat secara penampilan fisik yang cenderung eksentrik,
menggunakan pakaian dengan warna yang mencolok, terdapatpula
penampilan seperti orang pada umunya, dan bertindak apatis dengan apa
yang dikatakan dan dipikirkan masyarakat tentang dirinya. Kerentanan
psikologis (psychological vulnerability) dinilai pada kepribadian dan cara
seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam
mendorong munculnya gangguan bipolar (Yen, 2015).

2.4.3 Sosial
Penderita cyclothymia dapat memiliki gangguan secara sosial dimana
cenderung apatis, egois, dan cenderung penyendiri. Gangguan siklotimik
dapat mempengaruhi pula kegiatan sosial seperti gangguan dalam bekerja
dan gangguan beraktivitas yang menyebabkan kesalahan tindakan dan
mengganggu kegiatannya tersebut (Kaplan, 2015).

Psikopatologi gangguan cyclothymia dapat disama artikan dengan gangguan


bipolar. Banyak teori telah diajukan mengenai patofisiologi gangguan
cyclothymia yang menjadi bipolar, teori yang paling popular berpendapat bahwa
gangguan cyclothymia disebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter
norepinefrin yang diperkirakan menyebabkan gejala gangguan bipolar (Stone,
2014). Penggunaan dari beberapa substansi yang mempengaruhi sistem syaraf
pusat (misalnya, alkohol, antidepresan, kafein, stimulant sistem syaraf pusat,
halusinogen atau ganja) dapat memperburuk gejala mania atau depresi (Perugi,
2015). Penyebab umum gangguan cyclothymia bersifat komplek atau multi faktor.
7

Maka dapat disimpulkan bahwa gangguan cyclothymic bukan hanya disebabkan


oleh adanya gangguan keseimbangan kimia di dalam otak yang cukup
disembuhkan dengan minum obat obatan (Sebastian dkk, 2014).
Terdapat berbagai macam faktor risiko dalam gangguan mood, khususnya
pada cyclothymia dimana terdapat perubahan mood yang berulang antara depresi
dan hipomanik. Berdasarkan patofisologi di atas, adapun faktor resiko kejadian
cyclothymia sama halnya dengan kasus bipolar yakni sering merasa cemas, terjadi
penurunan konsentrasi, pikiran tidak bisa dibayangkan baik senang maupun duka,
terjadi penyimpangan gaya hidup, penggunaan zat aditif berlebih dapat pula
menjadi faktor risiko yang jelas pada pasien cyclothymia, dan pada kasus
gangguan mood yang non-psikosis (Pompili, 2012; Perugi dkk, 2015).

2.5 Diagnosis

Diagnosis dari cyclothymia dapat ditentukan dari berbagai penilaian dan


berdasarkan pedoman penggolongan untuk gangguan penyimpangan mental.
Selain itu diagnonis cyclothymia diperoleh dengan menilai keadaan dan perasaan
pasien dengan beberapa parameter. Klinisi harus dipertimbangkan diagnosis
gangguan siklotimik jika seorang pasien dating dalam permasalahan perilaku
sosiopatik (Kaplan, 2015; Van Meter, 2013). Walaupun terdapat laporan
anecdotal adanya peningkatan produktivitas dan kreativitas pada pasien saat
episode hipomanik, sebagaian besar klinisi melaporkan bahwa pasiennya menjadi
kacau dan tidak efektif dalam bekerja dan sekolah selama periode tersebut
(Hantouche, 2012).
Kriteria diagnosik pada pasien dengan cyclothymia dapat dilakukan dengan
Panduan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ-III), DSM-V, dan
Global Assasment Factor Mental Scale (GAF) atau pada aksis V. Dengan
demikian diperoleh diagnosis pasti untuk cyclothymia sebagai berikut.
2.5.1 PPDGJ – III (F34.0)
Berdasarkan PPDGJ-III, ciri esensial ialah ketidak-stabilan menetap
dari afektif (suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan
hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup
lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau
8

gangguan depresif berulang (F33.-). Setiap episode alunan afektif (mood


swing) tidak memenuhi kriteria untuk kategori manapun yang disebutkan
dalam episode manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-) (Maslim, 2013).

2.5.2 American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual,


Fifth Edition (DSM-V)
Berdasarkan DSM-V terdapat beberapa kriteria pada cyclothymia
sebagai berikut (Maslim, 2013; APA, 2013).
A. Selama minimal 2 tahun (minimal 1 tahun pada anak-anak dan remaja)
ada banyak periode dengan gejala hypomanic yang tidak memenuhi
kriteria untuk episode hypomanic dan ada banyak periode dengan
gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi
mayor.
B. Selama periode 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak-anak dan remaja),
terdapat periode hypomanik dan depresi untuk setidaknya setengah
waktu dan individu belum atau tanpa gejala selama lebih dari 2 bulan
pada suatu waktu.
C. Tidak ditemukan kriteria yang menunjukan episode depresi mayor,
manik, atau hipomanik.
D. Gejala pada kriteria A tidak merujuk pada gangguan skizoafektif,
skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau
spektrum skizofrenia yang tidak spesifik atau yang tidak spesifik
lainnya dan gangguan psikotik lainnya.
E. Gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misal:
penyalahgunaan obat & medikasi) atau kondisi medis lain (misal:
hipertiroidisme).
F. Gejala menyebabkan kesulitan atau gangguan klinis yang signifikan
dalam sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang penting lainnya.
Fitur penting dari gangguan cyclothymia yaitu kronis, gangguan mood
yang fluktuatif yang melibatkan berbagai periode gejala hipomanik dan
periode gejala depresi yang berbeda satu sama lain (Kriteria A) (APA,
2013). Gejala hypomanic dari cyclothymia yaitu tidak mencukupi jumlah,
9

tingkat keparahan, mudah menyebar, atau durasi untuk memenuhi kriteria


episode hipomanik, dan gejala depresi nya juga tidak mencukupi jumlah,
tingkat keparahan, mudah menyebar, atau durasi untuk memenuhi kriteria
untuk episode depresi berat (Maslim, 2013; Kaplan 2015). Selama periode
2 tahun pertama (1 tahun untuk anak-anak atau remaja), gejala harus terus-
menerus, dan apabila gejala hilang berlangsung tidak lebih dari 2 bulan
(Kriteria B). Diagnosis gangguan cyclothymia ditegakkan hanya jika
kriteria untuk depresi berat, manik, atau episode hipomanik tidak
ditemukan (Kriteria C). Jika seorang individu dengan gangguan
cyclothymia (setelah 2 tahun pertama pada orang dewasa atau 1 tahun
pada anak-anak atau remaja) kemudian mengalami depresi berat, manik,
atau episode hipomanik, maka diagnosis akan berubah menjadi gangguan
depresi berat, gangguan bipolar I, atau gangguan biplar spesifik atau tidak
spesifik lainnya dan gangguan terkait (disubklasifikasikan sebagai episode
hipomanik episode depresi berat) (Maslim, 2013; Fava, 2011).
Diagnosis gangguan cyclothymia tidak ditegakkan jika pola perubahan
suasana hati (mood swing) lebih merujuk pada gangguan skizoafektif,
skizofrenia, gangguan schizofrreniform, gangguan waham, atau spektrum
skizofrenia yang tidak spesifik atau yang tidak spesifik lainnya dan
gangguan psikotik lainnya (Kriteria D), di mana gejala afektif dianggap
fitur terkait dari gangguan psikotik. Gangguan afektif juga harus tidak
disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis (Kriteria
E). Meskipun beberapa individu dapat beraktivitas dengan baik selama
beberapa periode hipomanik, namun selama terjadi hipomanik pasti
terdapat gangguan yang signifikan pada kondis sosial, pekerjaan, atau
lainnya sebagai akibat dari gangguan afektif tersebut (Kriteria F).
Gangguan pada kondis sosial, pekerjaan tersebut terjadi sebagai hasil dari
perubahan mood dalam siklus jangka waktu yang lama dan sering tidak
terduga (misal: individu dapat dianggap sebagai temperamental, moody,
tak terduga, tidak konsisten, atau tidak dapat diandalkan) (Del Carlo, 2013;
Maslim, 2013).
10

2.5.3 Parent General Behavior Inventory (P-GBI)


Pada diagnosis P-GBI ini menunjukan bahwa terdapat kriteria dalam
menegakkan diagnosis pasien dari orang tuanya. Penilain dengan P-GBI
ini telah lama ditemukan untuk menilai mood dan gangguan tidur. Pada
pasien cyclothymia keadaan mood swing sering terjadi. Maka diberikan
kuesioner dan wawancara terhadap orang tua pasien. Keluhan yang
spesifik dapat menjadi acuan dalam menegakkan diagnosis cyclotymia
(Axelson, 2015).

2.5.4 Family Index of Risk for Mood (FIRM)


Pada diagnosis dengan FIRM ini menunjukan bahwa terdapat kriteria
dalam cyclothymia sama halnya dengan P-GBI namun perbedaanya
kepada indeks keluarga pasien. Pada pemeriksaan FIRM, pasien
cyclothymia diberikan tes kuesioner yang mengacu permasalahan dalam
kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan keluarga. FIRM dapat
mendiagnosis terjadinya cyclothymia dari penurunan dan peningkatan dari
indeksnya (Birmaher dkk, 2014).

2.5.5 Halberstadt Mania Inventory (HMI)


Pada diagnosis HMI ini menunjukan bahwa terdapat kriteria dalam
menegakkan diagnosis pasien dengan cyclothymia. Penilaian cyclothymia
dengan melakukan tes wawancara dan tes kuesioner. Pada hasil diagnosis
dengan HMI ini dapat membedakan antara gangguan siklotimik dengan
gangguan bipolar (Francis-Raniere, 2006; Van Meter, 2013).

2.5.6 Patologi Klinis


Secara patologi klinis dapat pula mendiagnosis dan menunjukan bahwa
pasien dengan gangguan siklotimik. Dimana pemeriksaan sel darah, urine,
kadar glukosa, dan LED memiliki keterkaitan dalam menegakkan
diagnosis pada pasien dengan gangguan siklotimik (Van Meter, 2013).
11

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada Cyclothymia diketahui pada PPDGJ-III dan DSM V


dapat diklasifikasi gejala pada penderita gangguan siklotimik. Penerangan dari
pasien juga diperlukan untuk menunjang keakuratan terhadap manifestasi klinis
yang spesifik pada penderita gangguan siklotimik ini (Kaplan, 2015; Maslim,
2013).
Gejala gangguan siklotimik identik dengan gejala gangguan bipolar II.
kecuali bahwa gejala gangguan siklotimik umumnya lebih ringan. Meskipun
demikian, kadang-kadang keparahan gejala dapat setara tetapi dengan durasi
yang lebih singkat daripada yang ditemukan pada gangguan bipolar II
(Axelson, 2015). Sekitar setengah dari semua pasien dengan gangguan
siklotimik memiliki geiala depresi sebagai gejala utama, dan pasien seperti ini
paling cenderung mencari bantuan psikiatri ketika sedang depresi, Beberapa
pasien dengan gangguan siklotimik terutama memiliki gejala hipomanik dan
cenderung lebih jarang berkonsultasi dengan psikiater daripada pasien depresi
(Landaas, 2012). Hampir semua pasien dengan gangguan siklotimik memiliki
periode gelala campuran dengan iritabilitas yang nyata.
Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang ditemui oleh
psikiater tidak berhasil di dalam kehidupan profesional maupun sosial karena
gangguan mereka tetapi sejumlah kecil pasien berhasil, terutama mereka yang
bekerja untuk waktu yang lama dan tidur hanya sedikit. Kemampuan
sejumlah orang mengendalikan gejala gangguan bergantung pada berbagai
atribut individual, sosial, dan budaya (Kaplan, 2015).
Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik sulit. Siklus
gangguan cenderung jauh lebih singkat daripada siklus di dalam gangguan bipolar
I. Di dalam gangguan siklotimik, perubahan mood terjadi tidak tentu dan
mendadak serta kadang-kadang terjadi dalam beberapa jam. Periode mood normal
dan sifat perubahan mood yang tidak dapat diduga menimbulkan stres yang
hebat (Perugi dkk, 2015). Pasien sering merasa mood mereka tidak dapat
dikendalikan. Pada periode iritabel dan campuran, mereka dapat terlibat di dalam
perseteruan tanpa pencetus dengan teman, keluarga, atau pekerja (Yen, 2015).
12

Pada pasien yang memiliki episode selama dua tahun sebelumnya mengalami
beberapa gejala yang karakteristiknya untuk episode depresi dan hipomanik (Del
Calro, 2013). Pasien cyclothymia mempercayai terdapat karakteristik hari baik
dimana itu pada episode hipomanik dan hari buruk pada episode depresi. Selain
itu, siklus singkat adalah saling bergantian dengan iregularitas intermiten atas
dasar berulang. Dengan demikian diagnosis yang tepat adalah gangguan
siklotimik (Fava, 2011; Kaplan, 2015).

2.7 Diagnosis Banding

Jika suatu diagnosis gangguan siklotimik dipertimbangkan, semua penyebab


medis dan berhubungan zat yang mungkin untuk depresi dan manic yang perlu
dipertimbangkan (Parker, 2012). Berdasarkan diagnosis dan manifestasi klinis
cyclothymia di atas, maka terdapat diagnosis banding yang menyerupai
manifestasi klinis dari cyclothymia yakni sebagai berikut (Kaplan, 2015).
2.7.1 Gangguan Afektif Bipolar dan Gangguan Depresif Berulang
Cyclothymia meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania
ringan sehingga tidak memenuhi kriteria afektif bipolar dan depresif
berulang. Terdapat pula gangguan kepribadian ambang, anti sosial,
histrionic, dan narsitik. Gejala cyclothymia dapat disebut sebagai
gangguan bipolar kronis yang berbahaya dimana terdapat keadaan
perubahan keadaan emosi atau mood swing (Yen, 2015; Maslim, 2013).

2.7.2 Gangguan Bipolar II


Cyclothymia harus dibedakan dari gangguan bipolar II atas gejalanya
yang lebih ringan. Selain itu gangguan fungsi pada gangguan siklotimik
tidak seberat yang diderita penderita gangguan bipolar II. Gangguan
cyclothymia dapat menjadi faktor risiko kuat terjadinya gangguan bipolar
tipe II ini (Axelson, 2015; Perugi dkk, 2015).

2.7.3 Gangguan Akibat Zat Teretentu


Diagnosis dari gangguan siklotimik tidak harus disebabkan oleh
kondisi medis umum maupun penggunaan zat (kokain, amfetamin, dan
13

sterois). Penyalahgunaan alkohol dan zat lain sering ditemukan pada


pasien dengan gangguan siklotimik, yang menggunakan zat (alcohol,
benzodiazepine, dan marijuana) untuk mengobati dirinya sendiri tanpa
rekomendasi dokter psikiatri. Sekitar 5-10% penderita cyclothymia
mengalami ketergantungan dalam zat aditif (Perugi dkk, 2015; Kaplan,
2015).

2.8 Penatalaksanaan dan Upaya Preventif


Kompleksnya penatalaksanaan pasien gangguan cyclothymia yakni upaya
kuratif atau medikasi dengan obat-obatan dan dengan psikoterapi. Namun dari
berbagai upaya dalam men-treatment pasien, terdapat pula upaya preventif dalam
menekan terjadinya kejadian hipomanik dan depresi ringan pada pasien
cyclothymia. Adapun medikasi dalam upaya terapi pasien cyclothymia yakni
sebagai berikut (Perugi dkk, 2015; Fava, 2011).

2.8.1 Upaya Kuratif


Dalam menangani pasien dengan gangguan siklotimik diperlukan
upaya lebih dan berhati-hati pada perubahan mood yang mendadak. Maka
upaya kuratif dapat dilakukan dengan metode psikofarmakoterapi dan
metode psikoterapi sebagai berikut.
a. Psikofarmakoterapi
Dalam psikofarmakoterapi pada pasien cyclothymia tidak jauh beda
dengan gangguan mood pada bipolar. Obat antimanik merupakan
pengobatan lini pertama untuk pasien dengan gangguan siklotimik
(Maslim, 2014). Walaupun data percobaan terbatas pada panggunaan
lithium, obat antimanik lainnya, contohnya carbamazepine dan valproate
(Depakene) juga efektif (Baldessarini, 2011). Dosis dan konsentrasi
plasma dari obat tersebut harus sama seperti dengan gangguan bipolar I.
Pengobatan pasien dengan gangguan siklotimik yang mengalami depresi
dengan antidepresan harus berhati-hati, karena dapat terjadi peningkatan
kepekaannya terhadap episode hipomanik atau manic. Dikarenakan sekitar
40-50% pasien cyclothymia yang diberikan antidepresan mengalami
14

episode tersebut (Perugi dkk, 2015). Pada Tabel 1 di bawah ini


menjelaskan beberapa jenis obat yang direkomendasikan untuk pasien
gangguan cyclothymia (Maslim, 2014; Sebastian dkk, 2014).

Tabel 1. Daftar Obat direkomendasikan, Dosis Obat, Alternatif Obat,


Durasi Obat, dan Onset Obat yang dapat Direkomendasikan pada
Cyclothymia.

Nama Waktu
Obat Dosis Anjuran Onset
Alternatif Paruh Obat
DEPAKOTE Devalproex 3x 250 mg/h 12-24 jam 7-10 hari
Sodium 1-2x 500 mg/h
Lithium Eskalith 200-500 mg/hefek 7-10 hari 2-8
Lithobid dan 2-3 bulan Minggu
Lithonate lanjutan Fase Akut
TEGRETOL Carbamazepine
300-600 mg/h 1 jam 1-2
Carbatrol 2-3 x perhari Selama 2-3x minggu
Epitol /hari
DEPAKENE Valproic Acid
2x 250 mg/h 1 jam 7-10 hari
Selama 2-3x
/hari
HALOPERIDOL HALOPERIDOL 5-20 mg/h 5 mg/ml 1-2
HALDOL 5mg /(1/2)h i.m selama ½ jam minggu
SERENACE
Max. 20 mg
SSRI (Selective Sertraline 50-150 mg/h 12-48 jam 2-4
Serotonin Re- Flouxetine 10-40 mg/h (Pemberian minggu
uptake Inhibitor) Citalopram 10-60 mg/h 1-2x/hari)
(Dipilih salah
satu sesuai
kondisi)

Penatalaksanaan dengan upaya kuratif harus diperlukan pengawasan


baik dari pihak keluarga pasien dan pihak tenaga medis. Dalam
penggunaan obat-obat berdasarkan table 1, dilakukan upaya kuratif dengan
obat yang sesuai dengan gejala yang menonjol, agar memperoleh hasil
yang maksimal yakni dengan mengurangi gejala gangguan siklotimik.
Untuk mencegah recurrent clothymia dan mengurangi dosis hingga
terbebas dari penggunaan obat-obatan dan perlu bimbingan (konseling).
Selain itu, makanan bergizi dapat menjadi salah satu upaya kuratif untuk
penderita gangguan siklotimik.
15

b. Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien gangguan siklotimik paling baik
diarahkan kepada meningkatkan kondisi kesadaran pasien tentang
kondisinya dan membantu mereka mengembangkan mekanisme
mengatasi pergeseran moodnya. Ahli terapi biasanya perlu membantu
pasien memperbaiki tiap kerusakan yang dilakukan selama episode
hipomanik. Kerusakan tersebut dapat termasuk masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan dan berubungan dengan keluarga
(Perugi dkk, 2015).
Menurut Baldessarini (2011) dan Hantouche (2007) yakni pada
penderita gangguan siklotimik dilakukan terapi dengan
psychoeducational affective dimana kondisi pasien dihubungkan
dengan pengembangan afektive pasien cyclothymia dengan
mendengarkan audioterapi dan visualterapi untuk membentuk alam
bawah sadar yang baik yang menimbulkan efek positif dimana terjadi
peningkatan kualitas mood secara signifikan dan masih dilakukan
terapi lanjutan untuk mempertahankan kondisi tersebut. Pasien
cyclothymia juga memerlukan penanganan secara intrapersonal (Fava,
2011).
Sifat gangguan siklotimik yang jangka panjang, pasien sering kali
memerlukan terapi seumur hidup. Terapi dilakukan oleh keluarga dan
kelompok yang dapat berupa psikoterapi suportif yakni dengan
memberikan suport, motivasi yang mendukung keadaan mental
menjadi kembali seperti keadaan normal, psikoedukasional, dan
terapeutik interaksi sosial untuk pasien serta mereka yang terlibat
dalam kehidupan pasien (Hantouche, 2007; Perugi dkk, 2015).
Dengan memaksimalkan upaya kuratif dengan cara psikofarmakoterapi dan
psikoterapi diharapkan pasien dengan gangguan siklotimik dapat kembali
beraktivitas seperti biasanya, serta diperlukan pengawasan untuk mencegah
recurrent dari cyclothymia dengan menghindari stressor. Maka diperlukan upaya
preventif dalam mencegah baik recurrent maupun mencegah secara dini
cyclothymia.
16

2.8.2 Upaya Preventif


Adapun upaya preventif yang dapat dilakukan untuk menekan
terjadinya cyclothymia dengan cara 5M yakni sebagai berikut (Kaplan,
2015); Van Meter, 2012).
a. Mengetahui sejak dini (sebelum onset 2 tahun) perubahan interaksi
sosial dengan melakukan konseling dengan psikolong ataupun
psikiater.
b. Meningkatkan keterbukaan dengan keluarga dan lingkungan sosial.
c. Mengurangi beban pikiran dan melakukan interaksi sosial.
d. Mengetahui perubahan episode depresi dan hipomanik secara dini dan
melakukan terapi didukung oleh tenaga medis bidang psikiatri.
e. Melakukan kegiatan positif seperti melakukan hobi yang disukai
dengan keluarga ataupun sahabat.

2.9 Prognosis

Beberapa pasien dengan gangguan cyclothymia ditandai dengan peka,


hiperaktif, atau murung pada saat masih kecil. Onset gangguan yang jelas
gangguan cyclothymia sering kali terjadi secara samar-samar dalam usia belasan
tahun dan awal usia 20-an. Terjadi fluktuasi suasana hati yang parah dapat
mempengaruhi dalam setiap aspek kehidupan mereka (Perugi dkk, 2015; Parker,
2012). Timbulnya gejala pada waktu tersebut mungkin mengganggu prestasi
orang tersebut di sekolah dan kemampuannya mendapatkan persahabatan dengan
teman sebayanya. Reaksi pasien terhadap gangguan tersebut bervariasi, pasien
dengan strategi mengatasi atau pertahanan ego yang adapatif memiliki hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan strategi mengatasi yang buruk (Del
Carlo, 2013). Sekitar sepertiga dari semua pasien gangguan siklotimik
berkembang memiliki gangguan depresif berat, paling sering gangguan bipolar II.
Jika cyclothymia dapat segera diketahui maka prognosisnya baik dan dapat
kembali normal seperti orang pada umumnya (Perugi dkk, 2015; Kaplan, 2015).
BAB III
SIMPULAN

3.1 Simpulan
Cyclothymia adalah gangguan mood yang bersiklus antara episode depresi dan
episode hipomanik disebut sebagai mood swing. Proporsi pasien yang dapat
diklasifikasikan sebagai cyclothymia naik secara signifikan jika aturan diagnostik
yang diusulkan oleh DSM-V dan PPDGJ-III yang dipertimbangkan kembali dan
pendekatan yang lebih luas. Karena suasana hati yang ekstrim, reaktivitas
emosional, konsekuensi psikologis dan perilaku yang terkait menyebabkan
banyak pasien cyclothymia dapat didiagnosis sebagai dipengaruhi oleh gangguan
kepribadian, terutama mereka yang sering kambuh, impulsif parah dan
ketidakstabilan suasana hati yang ekstrim. Dengan demikian, cyclothymia sebagai
sindrom klinis dengan onset awal dan berlarut-larut tentu saja, dapat dianggap
sebagai common denominator dari komorbiditas kompleks dengan kecemasan,
kontrol impuls dan gangguan adiktif. Alkohol dan penyalahgunaan zat dapat
diartikan sebagai terkait nasib sendiri stimulasi dan mencari sensasi.
Penyalahgunaan tersebut kemungkinan akan lebih memperburuk impulsif dan
suasana hati ketidakstabilan.
Penatalaksanaan dan manajemen klinis cyclothymia merupakan tantangan
besar. Penggunaan antidepresan mungkin menjadi masalah bagi sejumlah besar
pasien yang menderita gangguan siklotimik. Stabilisator suasana hati adalah
pilihan pertama, dengan penambahan antidepresan hanya dalam kasus yang sulit.
Antipsikotik atipikal harus dipertimbangkan dalam kasus dimana impulsif atau
campuran fitur yang parah yang hadir. Sebuah pendekatan psikologis dan
psikoedukasi yang fokus tidak hanya pada pencegahan episode suasana hati tetapi
juga pada komorbiditas kompleks dan disregulasi temperamental dasar, harus
dikaitkan dengan farmakoterapi dari awal. Ini harus menunjukkan bahwa evaluasi
yang benar dari peran dan efektivitas dari jenis intervensi farmakologis dan non-
farmakologis. Disamping keterbatasan ini, deteksi dini faktor risiko dan
pengobatan cyclothymia dapat menjamin perubahan yang signifikan dalam
18

prognosis jangka panjang, jika sesuai suasana hati menstabilkan farmakoterapi,


pendekatan psikologis yang spesifik dan menerapkan psychoeducation.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam student project ini adalah
sebagai berikut.
3.2.1 Perlu adanya perkembangan terbaru untuk artikel dan jurnal-jurnal khusus
pada penatalaksanaan gangguan siklotimik.
3.2.2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut kepada spesifikasi keadaan mental dan
gangguan mood yang dapat memberikan pandangan yang jelas tentang
manifestasi klinis pada pasien cyclothymia.
DAFTAR PUSTAKA

Akiskal, H., Djenderedjian, A., Rosenthal, R., Khani, M., 1977. Cyclothymic
disorder: validating criteria for inclusion in the bipolar affective group.
The American Journal of Psychiatry 134 (11), 1227–1233.

American Psychiatric Association (APA). 2013. Diagnostic Criteria from


DSM-5. 1st ed. Washington: American Psychiatric Association.

Axelson, D., Goldstein, B., Goldstein, T., Monk, K., Yu, H., Hickey, M.B.,
Sakolsky, D., Diler, R., Hafeman, D., Merranko, J., Iyengar, S., Brent, D.,
Kupfer, D., Birmaher, B., 2015. Diagnostic precursors to bipolar disorder
in offspring of parents with bipolar disorder: a longitudinal study.
appiajp201414010035. Am. J. Psychiatry (Epub ahead of print).

Baldessarini, R.J., Vazquez, G., Tondo, L., 2011. Treatment of cyclothymic


disorder: commentary. Psychother. Psychosom. 80, 131–135.

Birmaher, B., Gill, M.K., Axelson, D.A., Goldstein, B.I., Goldstein, T.R., Yu,
H., Liao, F., Iyengar, S., Diler, R.S., Strober, M., Hower, H., Yen, S.,
Hunt, J., Merranko, J.A., Ryan, N.D., Keller, M.B., 2014. Longitudinal
trajectories and associated baseline predictors in youths with bipolar
spectrum disorders. Am. J. Psychiatry 171, 990–999.

Del Carlo, A., Benvenuti, M., Toni, C., Dell'osso, L., Perugi, G., 2013.
Impulsivity in patients with panic disorder-agoraphobia: the role of
cyclothymia. Compr. Psychiatry 54, 1090–1097.

Fava, G.A., Rafanelli, C., Tomba, E., Guidi, J., Grandi, S., 2011. The
sequential combination of cognitive behavioral treatment and well-being
therapy in cyclothymic disorder. Psychother. Psychosom. 80, 136–143.

Francis-Raniere, E.L., Alloy, L.B., & Abramson, L.Y. 2006. Depressive


personality styles and bipolar spectrum disorders: Prospective tests of the
event congruency hypothesis. Bipolar Disorders, 8, 382–399.

Hantouche, E., Perugi, G., 2012. Should cyclothymia be considered as a


specific and distinct bipolar disorder? Neuropsychiatry 2, 407–414.

Hantouche, E.G., Majdalani, C., Trybou, V., 2007. Psychoeducation in Group


Therapy for Cyclothymic Patients; A Novel Approach. IRBD, Rome.

Kaplan, I. H., Sadock, J. B., 2015. Synopsis of Psychiatry: Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 11th ed. Cyclothymia. Lippincott Williams &
Wilkins.
Landaas, E.T., Halmoy, A., Oedegaard, K.J., Fasmer, O.B., Haavik, J., 2012.
The impact of cyclothymic temperament in adult ADHD. J. Affect.
Disord. 142, 241–247.

Muslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: PT Nuh Jaya.

Maslim, Rusdi. 2013. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III


dan DSM-5. Jakarta : PT Nuh Jaya.

Parker, Gordon., McCraw, Stacey., Fletcher, Kathryn., 2012. Article Riview:


Cyclothymia. Depression and Anxiety 00:1–8.

Perugi, Guiliou., Hantouche, Elie., Vannucchi, Giulia., Pinto, Olavo., 2015.


Cyclothymia reloaded: A reappraisal of the most misconceived affective
disorder. Journal of Affective Disorders 183 (2015) 119–133.

Pompili, M., Innamorati, M., Rihmer, Z., Gonda, X., Serafini, G., Akiskal, H.,
Amore, M., Niolu, C., Sher, L., Tatarelli, R., Perugi, G., Girardi, P., 2012.
Cyclothymic-depressiveanxious temperament pattern is related to suicide
risk in 346 patients with major mood disorders. J. Affect. Disord. 136,
405–411.

Sebastian, A., Jung, P., Krause-Utz, A., Lieb, K., Schmahl, C., Tuscher, O.,
2014. Frontal dysfunctions of impulse control – a systematic review in
borderline personality disorder and attention-deficit/hyperactivity disorder.
Front. Hum. Neurosci. 8, 698.

Stone, M.H., 2014. The spectrum of borderline personality disorder: a


neurophysiological view. Curr. Top. Behav. Neurosci. 21, 23–46.

Van Meter, A., Youngstrom, E.A., Demeter, C., Findling, R.L., 2013.
Examining the validity of cyclothymic disorder in a youth sample:
replication and extension. J. Abnorm. Child Psychol. 41, 367–378.

Van Meter, A., Youngstrom, E.A., Findling, R.L., 2012. Cyclothymic


disorder: a critical review. Clin. Psychol. Rev. 32, 229–243.

Yen, S., Frazier, E., Hower, H., Weinstock, L.M., Topor, D.R., Hunt, J.,
Goldstein, T.R., Goldstein, B.I., Gill, M.K., Ryan, N.D., Strober, M.,
Birmaher, B., Keller, M.B., 2015. Borderline personality disorder in
transition age youth with bipolar disorder. Acta Psychiatr. Scand. (Epub
ahead of print).

Anda mungkin juga menyukai