oleh:
dr. I Gde Haryo Ganesha, S.Ked
Departement of Medical Education
Agung Bagus Sista Satyarsa (1502005079)
i
KATA PENGHANTAR
Om Swastyastu,
Pertama-tama, penulis ingin memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas restu dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini dengan tepat waktu dan lancar. Karya ilmiah ini telah
diselesaikan dengan observasi dan bantuan dari berbagai pihak untuk dapat
menyelesaikan dan melengkapi berbagai kekurangan dalam penyelesaiannya.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam karya tulis ini. Oleh
karena itu, penulis berharap kepada pembaca agar dapat memberikan saran, kritik
dan rekomendasi yang dapat membuat Karya tulis ini lebih baik selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi semua
orang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi .............................................................................................. 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................................... 3
2.3 Etiologi ............................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi.................................................................................. ...... 5
2.5 Diagnosis ............................................................................................ 7
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................... ...... 11
2.7 Diagnosis Banding .............................................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan dan Upaya Preventif ................................................ 13
2.9 Prognosis ............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini, semakin banyak orang sibuk akan pekerjaan dan
aktivitas yang padat, mendapat banyak tuntutan dan permasalahan yang dapat
memicu terjadinya stress dan depresi. Pelajar juga terkena dampaknya, seperti
pada masalah pribadi seperti putus dengan pacar atau saat menghadapi ujian
semester, dan masih banyak masalah lainnya, untuk beberapa orang hal tersebut
akan menimbulkan respon yang berbeda-beda seperti terjadinya gangguan mood
(keadaan emosi) (Perugi dkk, 2015).
Menurut Perugi dkk, (2015) gangguan mood sering terjadi dengan berbagai
macam kasus dan gejala yang beraneka ragam. Berdasarkan American Psychiatric
Association’s Diagnostic and Statistical Manual, Fifth Edition (DSM-V), pada
keadaan yang saling berubah antara keadaan depresi dan senang (manic) dapat
diartikan sebagai dua kutub berbeda yang disebut bipolar. Jika episode depresi
dalam tingkatan ringan dan episode manic dalam keadaan ringan (hipomanik),
maka akan menyebabkan gangguan siklotimik (Cyclothymia) (APA, 2013).
Gangguan siklotimik atau disebut pula cyclothymia bukan gangguan mood
baru. Sejarang cyclothymia didasarkan pada observasi Emil Kraepelin dan Kurt
Schneider bahwa sepertiga sampai duapertiga pasien dengan gangguan mood
menunjukan gangguan kepribadian (Kaplan, 2015). Para peneliti telah banyak
mengindentifikasi gangguan mood seperti Major Depressive Disorder,
Dysthymia, Bipolar Type I and II secara epidemiologi, psikologi, biologi, dan
studi klinis. Dengan demikian, gangguan cyclothymia dapat disebut gangguan
bipolar yang kronis, gangguan afektif tempramen, dan gangguan kepribadian
(Akiskal, 1977; Parker, 2011; Sebastian dkk, 2014). Pada individu yang
mengalami cyclothymia terdapat gejala-gejala depresi yang ringan namun terus
menerus dan silih berganti dengan gejala manik yang ringan juga.
Berdasarkan data statistik, kejadian cyclothymia ini terjadi pada usia remaja
hingga dewasa dengan rentangan usia 16-36 tahun dan terdapat sekitar 3%-10%
kasus cyclothymia (Perugi dkk, 2015; Axelon, 2015). Maka masyarakat dihimbau
2
2.1 Definisi
Cyclothymia atau cyclothymia terdiri dari dua kata yakni “Cycle” yang
artinya perputaran dan “thymic” yang artinya mood atau keadaan perasaan
seseorang. Maka dapat diartikan bahwa Cyclothymia dapat berarti “mood swing”
adalah keadaan perasaan seseorang yang berubah-ubah sesuai siklus yang berlaku
dimana bias dalam episode hipomania dan episode depresi dengan tingkat ringan
(Kaplan, 2015).
Cyclothymia dapat disebut sebagai gangguan cyclothymic adalah bentuk
ringan gangguan bipolar. Seperti gangguan bipolar, cyclothymia adalah gangguan
suasana hati (mood) kronis yang menyebabkan naik turunnya emosi. Terkadang
penderita berada puncak emosi, namun tiba-tiba emosi turun drastis di titik
terendah yang dapat membuat pendeita merasa putus asa dan bunuh diri.
Sedangkan pada saat suasana hati stabil (antara emosi tinggi dan rendah),
penderita merasa baik-baik saja (Perugi dkk, 2015).
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.4.2 Psikologi
Penderita cyclothymia dapat dilihat memiliki gangguan pada psikologi
dimana terlihat secara penampilan fisik yang cenderung eksentrik,
menggunakan pakaian dengan warna yang mencolok, terdapatpula
penampilan seperti orang pada umunya, dan bertindak apatis dengan apa
yang dikatakan dan dipikirkan masyarakat tentang dirinya. Kerentanan
psikologis (psychological vulnerability) dinilai pada kepribadian dan cara
seseorang menghadapi masalah hidup kemungkinan juga berperanan dalam
mendorong munculnya gangguan bipolar (Yen, 2015).
2.4.3 Sosial
Penderita cyclothymia dapat memiliki gangguan secara sosial dimana
cenderung apatis, egois, dan cenderung penyendiri. Gangguan siklotimik
dapat mempengaruhi pula kegiatan sosial seperti gangguan dalam bekerja
dan gangguan beraktivitas yang menyebabkan kesalahan tindakan dan
mengganggu kegiatannya tersebut (Kaplan, 2015).
2.5 Diagnosis
Pada pasien yang memiliki episode selama dua tahun sebelumnya mengalami
beberapa gejala yang karakteristiknya untuk episode depresi dan hipomanik (Del
Calro, 2013). Pasien cyclothymia mempercayai terdapat karakteristik hari baik
dimana itu pada episode hipomanik dan hari buruk pada episode depresi. Selain
itu, siklus singkat adalah saling bergantian dengan iregularitas intermiten atas
dasar berulang. Dengan demikian diagnosis yang tepat adalah gangguan
siklotimik (Fava, 2011; Kaplan, 2015).
Nama Waktu
Obat Dosis Anjuran Onset
Alternatif Paruh Obat
DEPAKOTE Devalproex 3x 250 mg/h 12-24 jam 7-10 hari
Sodium 1-2x 500 mg/h
Lithium Eskalith 200-500 mg/hefek 7-10 hari 2-8
Lithobid dan 2-3 bulan Minggu
Lithonate lanjutan Fase Akut
TEGRETOL Carbamazepine
300-600 mg/h 1 jam 1-2
Carbatrol 2-3 x perhari Selama 2-3x minggu
Epitol /hari
DEPAKENE Valproic Acid
2x 250 mg/h 1 jam 7-10 hari
Selama 2-3x
/hari
HALOPERIDOL HALOPERIDOL 5-20 mg/h 5 mg/ml 1-2
HALDOL 5mg /(1/2)h i.m selama ½ jam minggu
SERENACE
Max. 20 mg
SSRI (Selective Sertraline 50-150 mg/h 12-48 jam 2-4
Serotonin Re- Flouxetine 10-40 mg/h (Pemberian minggu
uptake Inhibitor) Citalopram 10-60 mg/h 1-2x/hari)
(Dipilih salah
satu sesuai
kondisi)
b. Psikoterapi
Psikoterapi untuk pasien gangguan siklotimik paling baik
diarahkan kepada meningkatkan kondisi kesadaran pasien tentang
kondisinya dan membantu mereka mengembangkan mekanisme
mengatasi pergeseran moodnya. Ahli terapi biasanya perlu membantu
pasien memperbaiki tiap kerusakan yang dilakukan selama episode
hipomanik. Kerusakan tersebut dapat termasuk masalah yang
berhubungan dengan pekerjaan dan berubungan dengan keluarga
(Perugi dkk, 2015).
Menurut Baldessarini (2011) dan Hantouche (2007) yakni pada
penderita gangguan siklotimik dilakukan terapi dengan
psychoeducational affective dimana kondisi pasien dihubungkan
dengan pengembangan afektive pasien cyclothymia dengan
mendengarkan audioterapi dan visualterapi untuk membentuk alam
bawah sadar yang baik yang menimbulkan efek positif dimana terjadi
peningkatan kualitas mood secara signifikan dan masih dilakukan
terapi lanjutan untuk mempertahankan kondisi tersebut. Pasien
cyclothymia juga memerlukan penanganan secara intrapersonal (Fava,
2011).
Sifat gangguan siklotimik yang jangka panjang, pasien sering kali
memerlukan terapi seumur hidup. Terapi dilakukan oleh keluarga dan
kelompok yang dapat berupa psikoterapi suportif yakni dengan
memberikan suport, motivasi yang mendukung keadaan mental
menjadi kembali seperti keadaan normal, psikoedukasional, dan
terapeutik interaksi sosial untuk pasien serta mereka yang terlibat
dalam kehidupan pasien (Hantouche, 2007; Perugi dkk, 2015).
Dengan memaksimalkan upaya kuratif dengan cara psikofarmakoterapi dan
psikoterapi diharapkan pasien dengan gangguan siklotimik dapat kembali
beraktivitas seperti biasanya, serta diperlukan pengawasan untuk mencegah
recurrent dari cyclothymia dengan menghindari stressor. Maka diperlukan upaya
preventif dalam mencegah baik recurrent maupun mencegah secara dini
cyclothymia.
16
2.9 Prognosis
3.1 Simpulan
Cyclothymia adalah gangguan mood yang bersiklus antara episode depresi dan
episode hipomanik disebut sebagai mood swing. Proporsi pasien yang dapat
diklasifikasikan sebagai cyclothymia naik secara signifikan jika aturan diagnostik
yang diusulkan oleh DSM-V dan PPDGJ-III yang dipertimbangkan kembali dan
pendekatan yang lebih luas. Karena suasana hati yang ekstrim, reaktivitas
emosional, konsekuensi psikologis dan perilaku yang terkait menyebabkan
banyak pasien cyclothymia dapat didiagnosis sebagai dipengaruhi oleh gangguan
kepribadian, terutama mereka yang sering kambuh, impulsif parah dan
ketidakstabilan suasana hati yang ekstrim. Dengan demikian, cyclothymia sebagai
sindrom klinis dengan onset awal dan berlarut-larut tentu saja, dapat dianggap
sebagai common denominator dari komorbiditas kompleks dengan kecemasan,
kontrol impuls dan gangguan adiktif. Alkohol dan penyalahgunaan zat dapat
diartikan sebagai terkait nasib sendiri stimulasi dan mencari sensasi.
Penyalahgunaan tersebut kemungkinan akan lebih memperburuk impulsif dan
suasana hati ketidakstabilan.
Penatalaksanaan dan manajemen klinis cyclothymia merupakan tantangan
besar. Penggunaan antidepresan mungkin menjadi masalah bagi sejumlah besar
pasien yang menderita gangguan siklotimik. Stabilisator suasana hati adalah
pilihan pertama, dengan penambahan antidepresan hanya dalam kasus yang sulit.
Antipsikotik atipikal harus dipertimbangkan dalam kasus dimana impulsif atau
campuran fitur yang parah yang hadir. Sebuah pendekatan psikologis dan
psikoedukasi yang fokus tidak hanya pada pencegahan episode suasana hati tetapi
juga pada komorbiditas kompleks dan disregulasi temperamental dasar, harus
dikaitkan dengan farmakoterapi dari awal. Ini harus menunjukkan bahwa evaluasi
yang benar dari peran dan efektivitas dari jenis intervensi farmakologis dan non-
farmakologis. Disamping keterbatasan ini, deteksi dini faktor risiko dan
pengobatan cyclothymia dapat menjamin perubahan yang signifikan dalam
18
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam student project ini adalah
sebagai berikut.
3.2.1 Perlu adanya perkembangan terbaru untuk artikel dan jurnal-jurnal khusus
pada penatalaksanaan gangguan siklotimik.
3.2.2 Perlu adanya penelitian lebih lanjut kepada spesifikasi keadaan mental dan
gangguan mood yang dapat memberikan pandangan yang jelas tentang
manifestasi klinis pada pasien cyclothymia.
DAFTAR PUSTAKA
Akiskal, H., Djenderedjian, A., Rosenthal, R., Khani, M., 1977. Cyclothymic
disorder: validating criteria for inclusion in the bipolar affective group.
The American Journal of Psychiatry 134 (11), 1227–1233.
Axelson, D., Goldstein, B., Goldstein, T., Monk, K., Yu, H., Hickey, M.B.,
Sakolsky, D., Diler, R., Hafeman, D., Merranko, J., Iyengar, S., Brent, D.,
Kupfer, D., Birmaher, B., 2015. Diagnostic precursors to bipolar disorder
in offspring of parents with bipolar disorder: a longitudinal study.
appiajp201414010035. Am. J. Psychiatry (Epub ahead of print).
Birmaher, B., Gill, M.K., Axelson, D.A., Goldstein, B.I., Goldstein, T.R., Yu,
H., Liao, F., Iyengar, S., Diler, R.S., Strober, M., Hower, H., Yen, S.,
Hunt, J., Merranko, J.A., Ryan, N.D., Keller, M.B., 2014. Longitudinal
trajectories and associated baseline predictors in youths with bipolar
spectrum disorders. Am. J. Psychiatry 171, 990–999.
Del Carlo, A., Benvenuti, M., Toni, C., Dell'osso, L., Perugi, G., 2013.
Impulsivity in patients with panic disorder-agoraphobia: the role of
cyclothymia. Compr. Psychiatry 54, 1090–1097.
Fava, G.A., Rafanelli, C., Tomba, E., Guidi, J., Grandi, S., 2011. The
sequential combination of cognitive behavioral treatment and well-being
therapy in cyclothymic disorder. Psychother. Psychosom. 80, 136–143.
Pompili, M., Innamorati, M., Rihmer, Z., Gonda, X., Serafini, G., Akiskal, H.,
Amore, M., Niolu, C., Sher, L., Tatarelli, R., Perugi, G., Girardi, P., 2012.
Cyclothymic-depressiveanxious temperament pattern is related to suicide
risk in 346 patients with major mood disorders. J. Affect. Disord. 136,
405–411.
Sebastian, A., Jung, P., Krause-Utz, A., Lieb, K., Schmahl, C., Tuscher, O.,
2014. Frontal dysfunctions of impulse control – a systematic review in
borderline personality disorder and attention-deficit/hyperactivity disorder.
Front. Hum. Neurosci. 8, 698.
Van Meter, A., Youngstrom, E.A., Demeter, C., Findling, R.L., 2013.
Examining the validity of cyclothymic disorder in a youth sample:
replication and extension. J. Abnorm. Child Psychol. 41, 367–378.
Yen, S., Frazier, E., Hower, H., Weinstock, L.M., Topor, D.R., Hunt, J.,
Goldstein, T.R., Goldstein, B.I., Gill, M.K., Ryan, N.D., Strober, M.,
Birmaher, B., Keller, M.B., 2015. Borderline personality disorder in
transition age youth with bipolar disorder. Acta Psychiatr. Scand. (Epub
ahead of print).