DISUSUN OLEH
Kelompok : 6
Tingkat : 2C
1. Indah lestari 4. Abrahaham A. porumau
2. Astin nikma tehuayo
3. Elsya kakilete
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKES KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN MASOHI
T.A 2019
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelsaikan tugas makalah
kami. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak. Dalam makalah ini kami membahas materi tentang konsep medis
dan asuhan keperawatan pada BBLR dan hiperbilirubinemia. Kami
menyadari bahawa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, maka dari itu kami mohon bimbingan dari dosen mata kuliah
untuk menyempurnakan makalah kami.
Demikian dari makalah kami semoga bermanfaat.
Penyusun kelompok 6
Daftar isi
kata pengantar
daftar isi
BAB I pendahuluan
BAB II Pembahasan
a. defenisi BBLR
b. klasifikasi BBLR
c. etiologi BBLR
d. manifestasi BBLR
e. komplikasi BBLR
f. patofisiologi BBLR
g. penatalaksanaan BBLR
h. pemeriksaan penunjang BBLR
asuhan keperawatan pada pasien BBLR
a. Defenisi hiperbilirubin
b. Etiologi hiperbilirubin
c. manifestasi klinis hiperbilirubin
d. komplikasi hiperbilirubin
e. patofisiologi hiperbilirubin
f. pemeriksaan penunjang
g. penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien hiperbilirubin
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Permeriksaa penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan skor balland
2. Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
3. Darah rutin,glukosa darah,kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah
4. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas
5. USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan
6. Pemeriksaan glucose darah terhadaphipoglikema
7. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
8. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
HIPERBILIRUBIN
A. Definisi
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir,
yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga
terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3
– 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50%
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA
II, 2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Metabolisme Bilirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari
penghancuran hemoglobin ,dan 25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan
tritofan pirolase .satu gram bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg
bilirubin .bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak satu
gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas
(1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut
dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam
otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut
ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500
gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat
oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam
air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam
usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui
urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek
didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali
oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a) Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat
pada hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan
darah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak
terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
c) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat
seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
pada otak (terjadi krenikterus).
d) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar
hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
B. Klasifikasi Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Ni Luh Gede Y, 1995)
C. Etiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
8. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan
sepsis.
9. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang
berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
10. Gangguan transportasi.
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
11.Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
D.Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
1.Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
E. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas
antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus
F. Patofisiologi
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu
akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin
1. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di
dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin
(Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil
Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai
tingkat patologis.
2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara
2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak
fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperl kan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit
ini.
6. Laparatomi
7.Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini
H. Penatalaksanaan.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi: Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1.Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs
or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam
kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi
eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin
berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian
bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch,
1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000
gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
2.Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1.Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4.Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah
golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah
yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa
setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO BBLR
A. PENGKAJIAN
Tanggal :
Jam :
Ruanagn:
No. Reg:
a. Data subyektif
1. Biodata
Nama bayi :
Tanggal lahir:
Jenis kelamin:
Anak ke:
Nama ibu:
Umur:
Pendidikan:
Pekerjaan:
Alamat:
2. Keluhan utama:
3. Riwayat prenatal: Jika ibu selama hamil menderita hiperemsis,
trauma fisik, trauma psikologis, perdarahan antepatum,
kehamilan kembar, kehamilan terlalu dekat
Riwayat natal:
UK:
Air ketuban:
Cara persalinan
PB:
BB:
Riwayat post natal
AS:
PB:
BB:
4. Kebutuhan dasar
a. Pola nutrisi
BAB:
BAK:
b. Pola istrahat:
c. Pola aktivitas
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat psikologis
b. Data obyektif
1. Pemeriksaan umum
Keluhan utama:
2. Observasi TTV
Suhu:
BB:
HR:
RR:
3. Pemeriksaan fisik
Kepala:caput cuccedaneum, cepal hematoma,cacat
bawaan,kulit kepala tipis, transparan, UUN cekung,
Mata: simetris, iktrus, konjungtiva tidak ada kelainan, tidak
terbuka maksimal
Muka : warna kulit merah muda, bentuk simetris, lanugo
banyak, kriput tampak seperti orang tua
Hidung: simetrus lubang kanan/kiri. Pernapasan cuping hidung,
Mulut: monoalisis, lidah bersih, cyanosis,
Leher: leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid
4. Thorax dan pernapasan
Inpeksi : simetris kanan kiri, papila mamae belum terbentuk,
sifat pernpasan dada, frekuensi pernapasan 68kali/menit,
lingkar dada 29cm
5. Auskultasi :bunyi nafas terdengar ronkhi
6. Abdomen
Inspeksi :bentuk datar,tidak ada benjolan,tali pusat hitam dan
kering, lingkar perut 25cm
Auskultasi: pising usus positif
Perkusi : perut tidak kembung
Punggung
Inspeksi: bentuk simetris, fleksibilitas tulang punggung positif
7. Genetelia dan anus
Inspeksi: jenis kelamin perempuan, labia minora menonjol, BAK
baik, anus tampak bersih, lubang anus positif, BAB positif
8. Ektremitas atas
Inspeksi: simetrs kanan kiri, lingkar lengan atas :6cm, jari-jari
tangan lengkap, refles moro positif, refleks menggenggam
positif, akral hangat, pergerakan aktif
9. Ekstremitas bawah :
Inspeksi:simetris kanan kiri, jari-jari kaki lengkap, akral hangat,
refleks babinski negatif, lingkar paha atas 8cm.
10. Nutrisi : 25-30cc/2 jam (10x25-30cc/hari)
11. Eliminasi :
a. BAB : kurang lebih 2 kali / hari, konsistens lembk, warna
kunig, bau khas
b. BAK : lebih dari 6 kali setiap kencing popok basah
12. Data psikologis orang tua : orang tua klien mengatakan
bagaimana keadaan bayi saya, kapan bayi saya bisa pulang,
apakah bayi saya sudah bisa minum asi, apakah berat badanya
sudah naik, cemas memikirkan bayinya, takut terjadi sesuatu
pada bayi
13. Data sosial : orang tua klien sering menjengkuk bayinya, sering
memberi asi bayinya, interaksi dengan perawat baik
14. Data spiritual : orang tua klien beragama kristen protestan,
sering berdoa bersama keluarga demi kesembuhan bayinya.
15. Pengobatan : pertahankan suhu badan 36,5-37,5celcius
-pemberian ASI
-vitamin K
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipotermi b.d malnutrisi
2. Resiko infeksi b.d malnutrisi
3. Pola nafas tidak efektif
4. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
5. disfungsi motilitas gastrointestinal b.d intoleransi makanan
6. menyusui tidak efektif b.d hambatan pada
neonatus(mis.prematurasi)
C. Intervensi
C.INTERVENSI
Diagnosa I:resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d ketidak seimbangan
cairan (mis. Dehidrasi dan intoksikasi air)
Tujuan :
1.Jumlah intake dan output seimbang
2.Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
NOC : setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama selama 2x24 jam
diharapkan resiko ketidak seimbangan elektrolit dapat teratasi
dengan kriteria hasil: keseimbangan cairan
1. Turgor kulit tidak terganggu
2. Kelembapan membran mukosa tidak terganggu
3. Denyut nadi radial tidak terganggu
NIC:
1.periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti
tangan atau tulang kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan
kedua tangan dan lepaskan( dimana kulit akan turun kembali dengan
cepat jika pasien terhidrasi dengan baik)
2.Monitor membran mukos, turgor kulit, dan respon hauss
3. Monitor berat badan
Diagnosa II : risiko gangguan integritas kulit b.d terapi radiasi
Tujuan : 1. Agar mencegah terjadinya infeksi
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
masalah pada pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil : integritas
jaringan : kulit dan membran mukosa
1. Suhu kulit tidak terganggu
2. Hidrasi tidak terganggu
3. Keringat tidak terganggu
4. Lesi pada kulit tidak ada
5. Wajah pucat tidak ada
NIC :pengecekan kulit
1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, edema, dan drainase
2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan
ulserasi pada eksteremitas
3. Monitor warna dan suhu kulit
4. Monitor kulit untuk adanya kekeringan berlebihan dan kelembaban
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko
tinggi untuk kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah
terjadi gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang
dapat menimbulkan kematian.
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru
lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir
adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler
sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya.
B. Saran
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat juga harus
menerapkan universal precaution agar keselamatan penderita dan
perawat dapat terjaga. Konsep legal etik juga harus dilakukan agar
klien dapat merasa nyaman dan kondisi klien dapat segera membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Elli, dan Martsa Rahmaswari. 2015. Hubungan Faktor Ibu Dan
Faktor Bayi Dengan Kejadian Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir (Bbl)
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara Tahun 2015.
Jakarta: Rakernas Aipkema 2016