Anda di halaman 1dari 27

SATUAN ACARA KEGIATAN

Penatalaksanaan dengan Metode Lintas Diare Dan Pencegahan Dengan 6


Langkah Cuci Tangan Yang Baik Dan Benar Pada Penderita Diare Dan Yang

Beresiko Diare
di RT 02 RW 08 Kurao Pagang

Oleh :

Rana Nurul Azizi


173110184
III A

DOSEN PEMBIMBING
Hj. Murniati Muchtar, S.KM. M. BIOMED

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLITEKKES KEMENKES RI PADANG
TP. 2019/2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Sub Bahasan : Penyuluhan kesehatan dengan penatalaksanaan lintas


diare dan demontrasi pencegahan kuman diare dengan 6
(enam) langkah cuci tangan.
Waktu Pertemuan : 30 menit
Tanggal : November 2019
Tempat : Mushalla Nurul Yaqin di RT 02 RW 08
Sasaran : Masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita di RT
02 RW 08 Kurao Pagang
Metode : Ceramah dan demonstrasi

A. Latar Belakang

Diare merupakan peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam
(Juffrie, 2010). Menurut USAI (2009) diare merupakan buang air besar dalam bentuk
cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari
atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan
baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua.

Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap
tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis)
atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut
dan kronis (Wong, 2009).
Berdasarkan survei yang telah dilakukan di RT 02 RW 08 ditemukan sebanyak 6 dari
15 balita dengan persentase 40% memiliki riwayat diare dalam 3 bulan terakhir dan 9
orang balita yang beresiko menderita diare. Dari 15 orang anak ada 2 anak dengan
persentase 13.3% menderita demam, flu, dan batuk.

Diare dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, pola hidup bersih dan sehat yang
kurang baik, anak jajan sembarangan, jamban yang tidak saniter, ketersedian sumber
air bersih yang tidak memadai, personal hygiene yang kurang baik, makanan yang
tidak higienis, pemberian status imunisasi yang tidak lengkap, pemberian MP ASI
yng terlalu cepat, serta kurangnya pengetahuan ibu akan kesehatan anak. Berdasarkan
survei yang telah dilakukan di RT 02 RW 08 ditemukan sebanyak 11 dari 15 balita
mendapatkan makanan selingan hanya 1-3 kali seminggu dengan persentase 73.3%.
Balita dengan status gizi kurang ada 2 dari 15 orang dengan persentase 13.3%. Balita
yang tidak mengikuti posyandu atau pemberian imunisasi campak yang tidak lengkap
ada 5 dari 15 balita dengan persentase 33.3%. Anak dengan karies gigi ada 4 dari 23
anak dengan persentase 17.4%. Anak dengan personal hygiene yang tidak baik ada 6
dari 23 anak dengan persentase 26.1% dan anak dengan perilaku hidup bersih dan
sehat (tidak menggosok gigi sebelum tidur, tidak mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, anak dengan kuku panjang/kotor, dll) ada 7 dari 23 anak dengan
persentase 30.4%.

Pencegahan dan penanganan terhadap diare perlu dilakukan mengingat faktor


penyebab yang selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan akibat buruk yang
diakibatkannya, diperlukan langkah kita sebagai seorang perawat untuk
menanganinya, dilingkungan RT 02 / RW 08 ini. Untuk membangun kesadaran
masyarakat dalam pencegahan dan penanganan masalah diare di RT 02 RW 08, maka
diadakan kegiatan penyuluhan diare : penatalaksanaan dengan metode lintas diare
dan pencegahan dengan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar pada penderita

diare dan yang beresiko diare sehingga dapat menambah pengetahuan serta wawasan
masyarakat dan juga dapat mengubah perilaku, meningkatkan kepedulian terhadap
kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita di RT 02 RW 08 Kurao
Pagang mengetahui dan memahami tentang cara pencegahan dan pengobatan
diare pada anak.

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan diharapkan masyarakat mampu:
a. Menyebutkan pengertian diare
b. Menyebutkan pengelompokkan dari diare
c. Menjelaskan penyebab terjadi nya diare
d. Menyebutkan tanda dan gejala penyakit diare
e. Menyebutkan komplikasi dari penyakit diare
f. Menyebutkan apa itu dehidrasi serta tanda dan gejalanya
g. Menjelaskan bagaimana pencegahan penyakit diare
h. Menjelaskan bagaimana penatalaksanaan penyakit diare

C. Metode
1. Ceramah
2. Demontrasi
3. Tanya jawab

D. Media dan Alat


1. Lembar balik
2. Leaflet
3. Infocus

E. Pengorganisasian
1. Leader (Ketua pelaksana)
Nama : Reza Risman
2. Co Leader (Wakil ketua pelaksana)
Nama : Rana Nurul Azizi
3. Fasilitator
Nama : Sintia Lara Delfi
4. Fasilitator
Nama : Rio Chandra Pratama
5. Fasilitator
Nama : Arsy Yunita Hardiyani
6. Fasilitator
Nama : Rozalina Maizara
7. Dokumentasi
Nama : Waninda Septrina
8. Observer
Nama : Ulul Azmi
9. Observer
Nama : Sintha Dwinata Ananda

F. Rincian Tugas
1. Leader : Mengatur jalannya penyuluhan, membuka dan
menutup
2. Co Leader : Memberikan penyuluhan
3. Fasilitator : Mengatur jalan kegiatan penyuluhan
4. Observer : Memantau keadaan penyuluhan
5. Dokumentasi : Mengabadikan kegiatan penyuluhan

G. Setting Tempat

Media

: Leader

: Co Leader

: Fasilitator

: Observer

: Dokumentasi
: Peserta

H. Materi (Terlampir)

I. Kegiatan Penyuluhan

NO WAKTU KEGIATAN PESERTA


1. 5 menit PEMBUKAAN
a. Mengucapkan salam a. Menjawab
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Melihat respon peserta c. Merespon positif
d. Menjelaskan tujuan kegiatan d. Mengemukakan
e. Kontrak waktu dan bahasa pendapat
f. Apersepsi positif e. Memberi respon
f. Mendengarkan
2. 20 menit PELAKSANAAN
a. Menyebutka a. Me
n pengertian diare mperhatikan
b. Menjelaska
n pengelompokkan diare b. Me
c. Menjelaska mperhatikan
n penyebab penyebab diare
d. Menjelaska c. Me
n tanda dan gejala diare mperhatikan
e. Menjelaska
n apa itu dehidrasi serta tanda
gejalanya d. Me
f. Menjelaska mberi respon
n cara pencegahan diare.
g. Menjelaska
n penatalaksanaan diare e. Me
mberi respon
3. 5 menit PENUTUP
a. Bersama a. Be
peserta menyimpulkan apa rsama-sama
yang telah disampaikan menyimpulkan
b. Evaluasi
tentang materi diare dengan b. Me
peserta penyuluhan. njawab pertanyaan
c. Melakukan
rencana tindak lanjut. c. Me
d. Melakukan mperhatikan
terminasi
e. Memberika d. Me
n salam untuk menutup njawab salam
pertemuan

J. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Sasaran 50 % masyarakat penderita diare dan yang beresiko
menderita diare
b. Penyuluhan diadakan di Mushala Nurul Yaqin
c. Undangan disebarkan sehari sebelum penyuluhan dilakukan
d. Alat yang digunakan lembar balik, leaflet dan infokus
e. Peralatan seperti infokus, pengeras suara, laptop memadai dan
berfungsi.
f. Ketepatan waktu pelaksanaan, dilaksankan WIB

2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peran serta aktif dari audiens/masyarakat.
c. Penyempaian materi disampaikan bahasa yang jelas dan lugas
d. Peserta mengajukan pertanyaan
e. Peserta mampu menjawab pertanyaan sekilas tentang materi
penyuluhan
f. Kesesuaian peran dan fungsi dari penyuluhan.

3. Evaluasi Hasil
Terkait dengan tujuan yang ingin dicapai :
a. 85 % peserta kegiatan dapat menyebutkan pengertian diare
b. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan pengelompokan diare
c. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan penyebab diare
d. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan tanda dan gejala diare
e. 85 % peserta kegiatan dapat menjelaskan pengertian dehidrasi
serta tanda dan gejala nya
f. 85% Peserta kegiatan dapat memahami cara pencegahan diare
dengan 6 langkah cuci tangan yang baik dan benar.
g. 85% Peserta kegiatan dapat mengerti bagaimana cara
penatalaksanaan dengan lintas diare.

DIARE
A. DEFINISI
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih
cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk
bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,
sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,
2010).

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari
dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare
akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua (USAID, 2010).

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi


lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat
kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari
seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan
diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong,
2009).
.

B. KLASIFIKASI

1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan


berdasarkan :
a) Lama waktu diare

(1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15


hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organization Global
Guidelines (2005) diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair
atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang
dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang
dari 14 hari, dan akan mered tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak
terjadi (Wong, 2009).

(2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari


15 hari.

b) Mekanisme patofisiologik
a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare
sekretorik.
b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c. Malabsorbsi asam empedu.
d. Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit
aktif di enterosit.
e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f. Gangguan permeabilitas usus.
g. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
h. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c) Penyakit infektif atau non-infektif.
d) Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari.
b) Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari.
d) Diare yang disertai dengan malnutrisi berat
(Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi
menjadi
a) Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika
berlangsung selama 2-4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut
adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah,
demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b) Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda
dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh
penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan
bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh,
diare dapat dibagi menjadi :

a) Diare tanpa dehidrasi


Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena
frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.

b) Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,
kadang- kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang,
nafsu makan menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi
masih normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik
dalam batas normal.

c) Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang


kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-
ubun besar menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir
dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa
pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin
yang dingin dan pucat.

d) Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh
dan biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan
pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar,
tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat
cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan
keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa
pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI

Menurut Ngastiyah (2005) dan Hidayat (2006), berbagai macam faktor yang dapat
menjadi penyebab diare pada bayi:

1. Infeksi

Faktor ini dapat diawali adanya kuman yang masuk dalam saluran pencernaan
yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan
kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus.

2. Faktor makanan, Contohnya: makanan basi, beracun, atau alergi


terhadap makanan.

3. Faktor risiko

a. Faktor perilaku

1) Tidak memberikan ASI/ASI eksklusif dan memberikan


Makanan Pendamping (MP ASI) yang terlalu dini akan mempercepat
bayi kontak terhadap kuman.
2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko
terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu.
3) Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun
sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan
setelah membersihkan BAB anak.
4) Penyimpanan makanan yang tidak higienis.

b. Faktor lingkungan

1) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya


ketersediaan fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK).
2) Kebersihan lingkungan dan kebiasaan pribadi yang buruk.
3) Faktor yang dapat menjadi penyebab maupun pencetus
dan dapat mempengaruhi durasi terjadinya diare
c. Faktor Orang Tua

Pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam


keberhasilan manajemen diare pada bayi atau anak. Orang tua dengan
tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat
memberikan perawatan yang tepat pada bayi atau anak dengan diare
karena kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan menerima informasi
(Khalili, 2006).

d. Faktor anak

Ada beberapa aspek yang dapat menjadi faktor resiko diare yang ada pada
anak, terutama yang berusia kurang dari dua tahun, tidak diberikan ASI
eksklusif, dan status gizi yang rendah.

1) Umur

Faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya risiko diare pada


anak usia 6-35 bulan antara lain penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terpapar bakteri tinja dan kontak lansung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak (Depkes, 1999; SDKI,
2007).

2) Pemberian ASI

Anak dengan diare yang tidak mendapat ASI lebih beresiko dirawat di
rumah sakit, dan periode pemberian ASI pada anak dengan diare akut
yang dirawat di rumah sakit lebih pendek dibandingkan dengan yang
tidak dirawat di rumah sakit (Yalcin, Hiszli, Yurdakok dan Ozmert,
2005; Khalili, 2006).

3) Status Imunisasi Campak


Anak- anak yang menderita campak atau yang menderita campak
empat minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mendapat diare atau disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009).
Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat
mencegah sampai 25 % kematian balita yang berhubungan dengan
diare (Depkes RI, 2009).

4) Status Gizi

Adisasmito (2007) melakukan kajian terhadap faktor risiko diare pada


beberapa penelitian di Indonesia dan dapat disimpulkan bahwa status
gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor resiko
terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian
diare dan lamanya menderita diare. Hubungan status gizi dengan lama
diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk status gizi maka
semakin lama diare yang diderita (Palupi, 2007).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2010), Manifestasi klinis diare yaitu :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering

2. Manifestasi klinis diare


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang,
mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal.

Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard


juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan
kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-
tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita
menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih
berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih
banyak dalam sirkulasi paru-paru.

3. Gejala Diare menurut Kliegman (2009), yaitu:


Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah dan
cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan
lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijauhijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh
usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-
basa dan elektrolit. (Kliegman, 2009). Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson
(2006), dinyatakan bahwa berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit
dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan
urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya
menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik)
dengan kulit yang dingin dan pucat.

E. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan
secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolic.

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok


hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
tecapai rehidrasi yang optimal.

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak


oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk
terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan


komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni.
Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. Jejuni
beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan
memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.

F. DEHIDRASI
Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang
didapatkan, sehingga keseimbangan zat gula dan garam menjadi terganggu, akibatnya
tubuh tidak dapat berfungsi secara normal.

Dua pertanda kita awal dari dehidrasi adalah rasa haus dan urine berwarna kuning
gelap. Ini adalah cara tubuh ketika berusaha menambah cairan di dalam tubuh dan
mengurangi pembuangan cairan. Tergantung pada seberapa banyak tubuh anak
kehilangan cairan, dehidrasi terbagi menjadi 2 tingkatan, yaitu ringan sedang, dan
berat.

1. Dehidrasi Ringan Sedang


Dehidrasi ringan sedang pada akan menimbulkan:
a. Rasa haus.
b. Warna urine menjadi lebih pekat atau gelap.
c. Jumlah dan frekuensi buang air kecil menurun.
d. Mulut kering dan lengket.
e. Mudah mengantuk dan cepat lelah.
f. Sakit kepala.
g. Sembelit.
h. Pusing.

Kita bisa menyembuhkan proses dehidrasi pada tahap ini tanpa bantuan medis dengan
meminum lebih banyak cairan. Jika dehidrasi dibiarkan berlanjut dalam jangka waktu
lama, maka bisa memengaruhi fungsi ginjal dan meningkatkan risiko terkena batu
ginjal. Pada akhirnya, juga bisa menyebabkan kerusakan otot. Sedangkan pada anak-
anak dan bayi, gejala-gejala dehidrasi adalah sebagai berikut:
1. Saat menangis tidak mengeluarkan air mata.
2. Mata terlihat cekung ke dalam.
3. Menyusutnya ubun-ubun.
4. Popok tetap kering selama 12 jam.
5. Kulit terasa dingin dan kering.
6. Mudah marah dan lesu.
7. Mulut kering dan lengket.
8. Kelelahan dan pusing.

2. Dehidrasi Berat
Dehidrasi bisa membahayakan jika dibiarkan saja dan tidak ditangani secepatnya.
Dehidrasi berat dianggap sebagai kondisi medis darurat dan butuh penanganan
cepat. Gejala yang dapat terjadi ketika mengalami dehidrasi berat adalah:
a. Mudah marah dan tampak kebingungan.
b. Air mata tidak keluar dan mulut terasa kering.
c. Denyut jantung cepat, namun lemah.
d. Sesak napas.
e. Mata tampak cekung.
f. Demam.
g. Kulit menjadi tidak elastis (butuh waktu lebih lama untuk
kembali ke asal setelah dicubit).
h. Tekanan darah rendah.
i. Tidak buang air kecil selama 8 jam. Pada bayi, menjadi jarang
mengganti popok.
j. Sangat pusing atau mengantuk, terutama pada bayi dan anak-
anak.
k. Kejang.
l. Penurunan kesadaran.
m. Pada anak-anak dan bayi, kaki dan tangannya akan teraba
dingin, serta tampak ruam-ruam kecil (blotchy-looking) tanpa rasa gatal atau
nyeri.

Dehidrasi pada tingkat ini membutuhkan perawatan di rumah sakit. Anak akan
diberikan infus untuk mengembalikan banyaknya cairan yang hilang. Jika tidak
ditangani dengan serius, maka bisa menimbulkan komplikasi.
B. PENCEGAHAN
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah : (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
b. Makanan Pendamping ASI
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
d. Mencuci Tangan
e. Menggunakan Jamban
f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
b. Pengelolaan Sampah
c. Sarana Pembuangan Air Limbah

Melakukan 6 langkah cuci tangan dengan tepat, dapat membantu menyingkirkan


kotoran, virus, dan bakteri penyebab penyakit seperti diare, flu, dan keracunan
makanan. Bahkan, mencuci tangan disebut dapat mengurangi risiko seseorang terkena
diare hingga 50%. Ada beberapa alasan yang membuat cuci tangan dianggap efektif
untuk menghentikan penyebaran penyakit, di antaranya: Tanpa sadar, kita seringkali
menyentuh mata, hidung, dan mulut. Ketiga organ tersebut bisa menjadi pintu masuk
kuman penyebab penyakit, ke tubuh kita. Kuman yang ada di tangan yang tidak
dicuci, dapat berpindah ke makanan, minuman atau barang-barang yang kita sentuh
dan berkembang biak di sana, sehingga membuat orang yang menyentuh setelahnya
sakit. Cuci tangan dapat membantu menyingkirkan kuman penyebab diare, infeksi
pernapasan, kulit, serta mata. Cuci tangan juga sangat penting untuk melindungi
anak-anak dari penularan penyakit berbahaya. Melakukan 6 langkah cuci tangan
dapat mencegah terjadinya penyakit, sehingga mengurangi keperluan konsumsi
antibiotik.

Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain :

1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan


antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash).
Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar ruangan pelayanan pasien
secara merata.

2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60


detik.

3. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :


1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.

Mencuci tangan tidak hanya perlu dilakukan saat tangan terlihat kotor. Berikut ini,
waktu-waktu kita perlu mencuci tangan, agar terhindar dari kuman penyebab
penyakit.
1. Sebelum, saat, dan setelah menyiapkan makanan (memasak)
2. Sebelum makan
3. Sebelum dan setelah merawat orang yang muntah atau diare di rumah
4. Sebelum dan setelah merawat luka di kulit Setelah menggunakan toilet
5. Setelah mengganti popok atau membersihkan anak seusai buang air
6. Setelah mengeluarkan lendir dari hidung, batuk atau bersin
7. Setelah menyentuh binatang, memberi makan binatang, atau
membersihkan kotorannya
8. Setelah memegang makanan binatang Setelah menyentuh sampah

C. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tata laksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:

1. Berikan Oralit
Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan mengganti cairan
dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Bila tidak tersedia dapat
diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang, dll.
Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran
glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh
usus penderita diare.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Pemberian zinc dilakukan dengan cara melarutkan tablet zinc dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Zinc diberikan
selama 10 hari berturut-turut dengan dosis balita umur < 6 bulan 1/2 tablet (10
mg)/hari sedangkan balita umur ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg)/hari.

3. Pemberian ASI / Makanan


ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisi yang hilang. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.
Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan lebih sering. Setelah
diare berhenti,pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare
karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena
seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti
Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena
jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman
terhadap antibiotik.

Obat-obatan antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan
status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang
bebahaya dan bisa berakibat fatal.

5. Pemberian nasihat pada ibu atau pengasuh.


Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang cara memberikan cairan maupun obat di rumah dan kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan yaitu apabila ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, tampak sangat haus, diare
makin sering atau belum membaik dalam 3 hari.

Selain tatalaksana yang benar, angka kematian dan kesakitan diare dapat
diturunkan dengan melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena diare.
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif dapat dilakukan
dengan perilaku hidup sehat, diantaranya :
a. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan
sampai 2 tahun
b. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
c. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan
air bersih
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar
e. Buang air besar di jamban
f. Membuang tinja bayi dengan benar
g. Memberikan imunisasi campak

Penanggulangan diare :
1. Minum air yang banyak
Diare menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan. Maka, dokter biasanya
dapat memberikan cairan elektrolit atau oralit yang dapat dibeli di apotek. Cairan
ini umum digunakan sebagai pertolongan pertama masalah buang-buang air.
Cairan elektrolit dapat memberikan tubuh asupan glukosa, garam dan mineral
penting lainnya yang hilang selama mengalami dehidrasi. Cairan rehidrasi cocok
diberikan untuk anak-anak dan orang tua.
2. Istirahat
Saat terserang diare, diusahakan untuk beristirahat sebanyak mungkin. Orang
yang terkena atau sedang mengalami kondisi ini, harus berhenti beraktivitas
sementara. Gunanya memulihkan tenaga yang habis untuk bolak-balik ke toilet.
3. Makan makanan sehat
Saat diare, sebaiknya berikan makanan yang mudah dicerna lewat menu makan
BRAT (banana, rice, applesauce, and toast), yakni nasi, saus apel, dan roti.
Makanan tersebut baik dikonsumsi anak-anak atau orang dewasa saat sedang
buang-buang air. Pola makan BRAT terdiri dari makanan berserat rendah dengan
rasa hambar yang mudah dikunyah sampai halus. Jenis makanan ini baik bagi
organ pencernaan yang sedang bermasalah. Jangan lupa untuk menghindari
makanan pedas, berminyak, atau berlemak.
4. Obat-obatan
a. Loperamide
Loperamide adalah obat yang digunakan untuk memperlambat pergerakan pada
sistem pencernaan anak, khususnya usus. Obat ini memungkinkan lebih banyak
cairan yang diserap oleh tubuh dan membuat feses anak kembali padat. Minum
obat ini sehabis buang air besar.
b. Attapulgite
Obat diare umumnya mengandung zat attapulgite. Zat attapulgite bekerja dengan
merangsang pencernaan anak, terutama usus, dapat menyerap cairan lebih
banyak. Sehingga feses anak tidak cair, melainkan padat karena cairannya diserap
attapulgite. Anak bisa minum obat ini sesudah makan. Kemungkinan ada efek
samping sembelit dan kembung.
DAFTAR PUSTAKA

Kliegman R.M., Marcdante K.J., and Behrman R.E. 2009. Nelson Essentials of
Pediatric. 5th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders
USAID, 2010. Diare. United States: Development of Health and Human Service
Suriadi, Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV.
Sagung Seto
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan pediatrik, alihbahasa Andry
Hartono, Sari Kurnianingsih, Setiawan editor edisi bahasa Indonesia. Edisi
6.Jakarta : EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2011

Anda mungkin juga menyukai