Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KEGIATAN ELEKTIF

SOSIALISASI BUKU PANDUAN PENGOBATAN TB DAN


PENCEGAHAN TB PARU PADA POPULASI BERISIKO

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh :

Ika Indrawati

14711134 / 17712092

Pembimbing :

dr. Sunarto, M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

SOSIALISASI BUKU PANDUAN PENGOBATAN TB DAN


PENCEGAHAN TB PARU PADA POPULASI BERISIKO

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Disusun Oleh :
Ika Indrawati (14711134/17712092)

Telah disetujui dan disahkan oleh :


Dosen Pembimbing Fakultas

dr. Sunarto, M.Kes

Dosen Pembimbing Lapangan

dr. Endah Sri Puji Hastuti., M. Kes

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UII. Judul yang
diajukan adalah “Program Sosialisasi Buku Panduan Pengobatan TB dan
Pencegahan TB Paru pada Populasi Berisiko”.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini :
1. dr. Sunarto, M. Kes selaku Dosen Pembimbing Fakultas.
2. dr. Endah Sri Puji Hastuti, M. Kes selaku Kepala Puskesmas Gemolong
sekaligus Dosen Pembimbing Klinik.
3. Seluruh jajaran karyawan Puskesmas Gemolong yang telah banyak
membantu selama penulis melaksaakan kegiatan di Puskesmas Gemolong.
4. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung penulis menjalani kegiatan
Ko As.
5. Seluruh teman-teman stase IKM FK UII Puskesmas Gemolong.
6. Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang ikut
membantu kelancaran penyusunan laporan ini, penulis ucapkan terima kasih.
Banyak sekali kekurangan yang mungkin masih ditemukan dalam pembuatan
laporan ini, sehubungan dengan itu penulis menerima segala bentuk pendapat, kritik
dan saran yang membangun. Diharapkan pada penulisan yang akan datang, penulis
dapat menjadi lebih baik lagi dalam membuat laporan dalam bentuk yang lain.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Sragen, 8 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… 1


LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………. 2
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. 3
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… 4
PENDAHULUAN ……………………………………………………………… 5
METODE ………………………………………………………………………. 7
HASIL PENGUMPULAN DATA ……………………………………………… 9
INTERVENSI DAN HASIL …………………………………………………… 15
PEMBAHASAN ………………………………………………………………... 22
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 26
LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 27

4
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Bakteri ini paling sering menyerang paru, namun bakteri ini juga dapat
menyerang organ lain. Pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta kasus TB di dunia, yaitu
setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Negara dengan kasus TB tertinggi
adalah India, Indonesia, Cina, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar kasus TB terjadi
di Asia Tenggara (sekitar 45%) dan Indonesia termasuk di dalamnya, kemudian 25%
terjadi di kawasan Afrika (Kemenkes, 2018).
WHO mendefinisikan negara beban tinggi (High Burden Country/HBC) untuk
TB berdasarkan 3 indikator : 1) TB, 2) TB/HIV, dan 3) MDR-TB. Terdapat 48 negara
di seluruh dunia yang termasuk ke dalam daftar tersebut. Beberapa memiliki salah satu
dari indikator tersebut, namun beberapa memiliki 2 sampai 3 indikator. Indonesia
bersama ke 13 negara lain (Angola, Cina, Kongo, Ethiopia, Kenya, Mozambique,
Myanmar, Nigeria, Papua Nugini, Afrika Selatan, Thailand, dan Zimbabwe) masuk ke
dalam daftar HBC untuk ketiga indikator tersebut. Hal ini berarti bahwa TB merupakan
permasalahan besar bagi Indonesia (Kemenkes, 2018).
Jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah sebanyak 420.994 kasus, 175.696
berjenis kelamin perempuan dan 245.298 berjenis kelamin laki-laki (tahun 2017).
Kejadian TB tahun 2017 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Menurut data Survey Prevalensi, kejadian TB 3 kali lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin berkaitan dengan faktor risiko
merokok (68,5% pada pasien TB laki-laki dan 3,7% pada pasien TB perempuan) dan
angka ketidakpatuhan pengobatan TB pada pasien laki-laki (Kemenkes, 2017).
Dalam pengobatan TB, selain kepatuhan pengobatan, intervensi lingkungan dan
kognitif. Intervensi lingkungan seperti memperbaiki ventilasi, pencahayaan, rajin
membersihkan rumah dari debu diperlukan untuk mencegah paparan maupun
penularan. Kemudian intervensi kognitif diperlukan baik untuk penderita maupun
orang yang tinggal disekitarnya untuk membantu mengawasi pengobatan penderita,

5
menjaga kepatuhan pengobatan, dan mencegah penularan TB (Suwannakeeree, et al:
2015).
Pada tahun 1994, Indonesia telah bekerjasama dengan WHO untuk
melaksanakan Strategi “Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)” atau dapat
diartikan pengawasan langsung menelan obat jangka pendek yang dilakukan setiap hari
oleh PMO (Pengawas Menelan Obat). Tujuan metode ini adalah untuk mencapai angka
kesembuhan tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul,
dan mencegah resistensi obat. Metode ini sangat baik untuk mendukung kepatuhan
pengobatan, namun metode ini perlu dievaluasi pelaksanaannya mengingkat masih
didapatkan kejadian gagal terapi dan loss to follow up di Indonesia (Permatasari, 2015).
Kabupaten Sragen saat ini telah turut serta menerapkan manajemen DOTS.
Telah dilakukan pemilihan PMO untuk masing-masing pasien. Pada tahun 2018,
Angka Kesembuhan (Cure Rate) pasien TB di Puskesmas Gemolong sebanyak 40%,
Angka Pengobatan Lengkap (Complete Rate) sebanyak 40%, dan Angka Keberhasilan
Pengobatan (Success Rate) sebanyak 100%, dan Jumlah Kematian Selama Pengobatan
sebanyak 1 pasien. Edukasi dan penerapan DOTS yang diberlakukan oleh Puskesmas
Gemolong bertujuan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Program Sosialisasi Buku Panduan Pengobatan TB Paru dan Pencegahan TB
Paru Pada Populasi Berisiko merupakan salah satu gerakan yang bertujuan untuk
mengevaluasi program DOTS dan langkah preventif TB pada pasien dengan risiko
tinggi. Sehingga selain kepada penderita, perhatian juga diberikan kepada populasi
risiko tinggi supaya dapat terhindar dari TB dan diharapkan dapat menurunkan angka
kejadian TB.

6
BAB II
METODE

Metode yang digunakan dalam kegiatan elektif ini adalah wawancara langsung,
penyusunan leaflet Tuberkulosis dan booklet Panduan Pengobatan Tuberkulosis, dan
home visit.

2.1. Wawancara
Pada minggu elektif hari pertama dan kedua, dilakukan wawancara kepada
penanggung jawab program Pencegahan Penyakit Menular Puskesmas Gemolong.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data terkait implementasi program TB
yang sudah dilakukan di Puskesmas Gemolong, kendala yang dihadapi, upaya yang
telah dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan, keefektifan metode DOTS,
dan data rekam medik pasien TB positif yang akan dikunjungi rumahnya.

2. 2 Penyusunan Leaflet Tuberkulosis Paru dan Buku Panduan Pengobatan


Tuberkulosis
Pada hari ketiga dan keempat dilakukan penyusunan dan pencetakan leaflet
Tuberkulosis dan buku Panduan Terapi Tuberkulosis Paru.

2.3 Sosialisasi Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis dan Leaflet


Tuberkulosis
Pada hari kelima dan keenam, dilakukan home visit ke rumah pasien
tuberkulosis paru. Kemudian dilakukan wawancara singkat yang bertujuan untuk
mengetahui mengenai kepatuhan pengobatan, efek samping obat, realisasi metode
DOTS, dan masalah yang didapatkan selama menjalani pengobatan. Wawancara ini
tidak hanya diperuntukkan bagi pasien tetapi kepada keluarga pasien yang mendampingi
pengobatan pasien. Kepada keluarga pasien, diberikan leaflet Tuberkulosis paru dan
dijelaskan materi seperti yang tertera dalam leaflet, dan terutama menekankan mengenai
penularan tuberkulosis dan menyampaikan bahwa apabila memiliki gejala yang
mengarah kepada tuberkulosis paru, maka dihimbau untuk segera datang ke puskesmas

7
atau balai pengobatan lainnya untuk melakukan pemeriksaan. Kemudian kepada pasien
dilakukan sosialisasi Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis Paru, serta menjelaskan
mengenai isi Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis Paru yang belum dijelaskan di
dalam leaflet Tuberkulosis.
Selanjutnya Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis Paru ini menjadi bahan
evaluasi bagi dokter untuk memantau kepatuhan pengobatan pasien dan data
perkembangan pasien yang dievaluasi ketika berobat di Puskesmas Gemolong.

8
BAB III
HASIL PENGUMPULAN DATA

3.1 Hasil Wawancara dan Observasi Lapangan


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di Puskesmas
Gemolong didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Program tuberkulosis yang sudah diberlakukan di Puskesmas Gemolong adalah :
- Pendataan Pasien Tuberkulosis Paru (yang dicatat di dalam Buku Pasien
Tuberkulosis Paru Puskesmas Gemolong, Kabupaten Sragen)
- Pertemuan Pasien Tuberkulosis Paru (dilaksanakan setiap satu tahun
sekali di Aula Puskesmas Gemolong, kemudian dilakukan penyuluhan dan
pendataan pasien)
- Konseling Pasien yang dilaksanakan pada jadwal berobat pasien. Pasien
diberikah waktu khusus dengan petugas puskesmas dan diberikan
kesempatan menyampaikan apabila terdapat kendala maupun hambatan
selama berobat. Namun kendala dari kegiatan ini adalah tidak semua pasien
terbuka 100% mengenai pengobatannya kepada petugas kesehatan, tidak
sedikit pasien yang merasa malu dan sungkan terhadap petugas kesehatan
sehingga membiarkan dirinya dalam kebingungan akan sakitnya.
- Pemberian Makanan Tambahan pasien tuberkulosis paru. Pemberian
makanan tambahan ini diberikan selama 1 tahun sekali pada bulan Oktober,
November, dan Desember. Setiap pasien akan diberikan 5 box susu per
bulannya, yang dibagikan pada awal bulan melalui home visit.
- Sosialisasi DOTS dan PMO (Pengawas Minum Obat). Pada awal
pendataan pasien tuberkulosis, petugas puskesmas menyampaikan terkait
DOTS dan mewajibkan pasien untuk memiliki PMO. Beberapa pasien sudah
menjalankan ini dengan baik. Memiliki PMO dan PMO memantau aktif
pengobatan pasien, serta turut serta mengantar pasien ke Puskesmas
Gemolong untuk berobat, dan menyampaikan terkait pengobatan pasien
kepada dokter. Namun ada beberapa pasien yang memiliki PMO kurang
jelas dan kurang berpartisipasi aktif dalam pengobatan pasien. Namun belum

9
ada alat evaluasi yang dimiliki oleh petugas untuk melakukan kontrol
pengobatan tuberkulosis paru.
- Home Visit. Biasa dilakukan pada pasien yang loss to follow up. Apabila
pasien tidak mendatangi janji kunjungannya, pasien akan dikunjungi oleh
petugas puskesmas. Pasien akan dikontak melalui nomor HP yang disetorkan
pasien pada awal pendataan, apabila tidak ada respon, petugas akan
mengontak bidan desa dan menginformasikan bahwa pasien tidak datang
pada janji temunya. Apabila dalam jarak waktu 3 hari pasien tidak datang,
maka pasien akan didatangi ke rumahnya dan ditanyakan alasan mengapa
tidak datang pada janji temunya. Namun hal ini sudah sangat jarang sekali
dilakukan (untuk pelacakan pasien yang tidak datang pada janji temu).
Tetapi biasanya dilakukan pada bulan Maret, April, dan Mei sebagai wahana
program Pemberian Makanan Tambahan pasien tuberkulosis. Kebanyakan
pasien tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Gemolong memiliki IMT
yang tergolong kurus.
2. Kendala Program Tuberkulosis
- Home visit. Kendala yang didapatkan pada saat home visit adalah kesulitan
untuk mencapai rumah pasien yang terkadang kurang sesuai dengan
pendataan pasien pada awal pengobatan. Serta beberapa pasien yang sulit di
kontak (dan tidak memiliki no handphone) sedikit menyulitkan petugas
untuk membuat janji temu, sehingga terkadang saat dikunjungi pasien pergi
ke sawah atau melakukan pekerjaan di luar rumah lainnya.
- Pengawas Minum Obat. Tidak semua pasien secara formal memiliki PMO.
Beberapa pasien tidak memiliki pengawas pengobatan secara tetap, namun
semua memastikan bahwa pengobatannya teratur dan disiplin. Pada beberapa
kasus, pasien sangat peduli dan teliti terhadp pengobatannya sehingga
merasa tidak memerlukan orang lain untuk membantu mengingatkannya
meminum obat sehingga beberapa pasien masih menganggap bahwa PMO
tidak terlalu penting asalkan pengobatan TB yang dijalankannya berjalan
dengan teratur dan disiplin.

10
Menurut data sekunder Puskesmas Gemolong, didapatkan data penderita TB
Baru tahun 2018 :
DESA SUSPEK TB PARU BTA POSITIF
LAKI-LAKI PEREMPUAN LAKI-LAKI PEREMPUAN
Kaloran 4 2 0 0
Ngembatpadas 6 12 0 0
Kragilan 3 4 0 0
Brangkal 6 3 1 0
Jatibatur 5 1 0 0
Peleman 4 6 0 0
Genengduwur 1 3 0 0
Tegaldowo 15 29 1 2
Gemolong 29 34 1 1
Kwangen 9 20 2 0
Purworejo 5 12 0 0
Jenalas 3 1 0 0
Kalangan 4 1 0 0
Nganti 5 13 0 0
TOTAL 99 141 5 3

Menurut data sekunder Puskesmas Gemolong, didapatkan data angka


kesembuhan dan pengobatan lengkap TB Paru BTA (+) serta keberhasilan
menurut jenis kelamin dan desa tahun 2018 :

BTA (+) ANGKA ANGKA


ANGKA JUMLAH
DIOBAT PENGOBATAN KEBERHASILAN
DESA KESEMBUHAN KEMATIAN
I LENGKAP PENGOBATAN
L P L P L P L P L P
Kaloran 2 2 0 0 1 0 1 0 1 0
Ngembatpadas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kragilan 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0
Brangkal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jatibatur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peleman 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Genengduwur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tegaldowo 3 1 2 1 1 0 3 0 0 0
Gemolong 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kwangen 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0
Purworejo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jenalas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kalangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nganti 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 7 3 3 1 4 0 6 0 1 0

11
Permasalahan yang ditemukan pada program TB Puskesmas Gemolong, Sragen :
ANALISIS 5M
 MAN
Puskesmas Gemolong memiliki 4 orang yang bertugas di bidang Pencegahan
Penyakit Menular. Terbagi menjadi 4 bidang penyakit yaitu TB Paru, Malaria
dan Kusta, Diare dan ISPA, serta DBD. Masing-masing penanggung jawab
merupakan seorang perawat. P2M dikoordinatori oleh seorang perawat.
Pelaksanaan program P2M di desa dibantu oleh bidan masing-masing desa.
Kecamatan Gemolong terbagi menjadi 14 desa. Menurut Permenkes No. 97
Tahun 2015 yang berbunyi “Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) merupakan tenaga yang mempunyai kompetensi dan kewenangan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Seluruh tim yang tergabung
dalam P2M memiliki kompetensi sesuai dengan posisinya masing-masing dan
telah diberikan pelatihan bidang terkait.
 METHODS
-
 MONEY
Pembiayaan program P2M dibiayai oleh BPJS, swasta, masyarakat, dan
anggaran kepemerintahan. Komitmen politis dari pemerintah sudah berjalan
dengan baik yang ditunjukkan dengan adanya kerjasama lintas sector dan lintas
program dalam penanggulangan TB yang didanai dari APBD yang kemudian
digunakan untuk pertemuan komunitas PPM, peningkatan diagnose, supervise,
ketersediaan OAT, dan pencatatan pasien tuberkulosis paru.
 MACHINE
Mikroskop untuk pemeriksaan dahak di Puskesmas Gemolong sempat
mengalami kerusakan sehingga pasien harus dirujuk ke tempat lain untuk
melakukan pemeriksaan dahak. Menurut Permenkes No. 37 tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat BAB IV mengenai
Kegiatan Pemeriksaan, bahwa untuk pemeriksaan dahak, Puskesmas harus
memiliki mikroskop, pot dahak, object glass, lampu, spirtus, lidi, pinset, cat
Ziehl Neelsen, dan rak pengecatan.

12
 MATERIAL
- Sarana Promosi : media promosi tuberkulosis yang ada di Puskesmas
Gemolong masih sangat kurang. Belum ada media promosi yang mengarah
ke pengobatan tuberkulosis. Media promosi yang sudah ada, berfokus
terhadap penjelasan singkat mengenai tuberkulosis dan etika batuk. Belum
ada media promosi mengenai pencegahan tuberkulosis dan pengobatan
tuberkulosis.
- Panduan Pengobatan Tuberkulosis dan Evaluasi Program PMO/DOTS :
belum ada sarana yang dapat dijadikan media evaluasi terapi pasien
tuberkulosis untuk memastikan kepatuhan terapi, walaupun memang dari
pemerintah sendiri belum ada standar baku yang dapat digunakan sebagai
buku kendali terapi tuberkulosis.

3.2 Rencana Intervensi


Berdasarkan data yang terkumpul melalui metode wawancara dan observasi
lapangan, maka intervensi yang akan dilakukan dalam Sosialisasi Buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis dan Pencegahan TB Pada Populasi Risiko Tinggi di wilayah
kerja Puskesmas Gemolong adalah :
1. Pengadaan buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis yang akan diberikan dalam
home visit kepada pasien.
- Buku Panduan Terapi Tuberkulosis Paru berisikan lembar identitas pemilik,
definisi tuberkulosis, cara penularan tuberkulosis, gejala tuberkulosis, faktor
risiko lingkungan, pemeriksaan, klasifikasi penyakit dan tipe penderita,
pengobatan tuberkulosis (kategori 1, kategori 2, anti tuberkulosis sisipan,
efek samping obat), pengobatan TB pada keadaan khusus (kehamilan, ibu
menyusui, pengguna kontrasepsi, Pengawas Minum Obat (PMO), Strategi
DOTS, hasil pengobatan pasien tuberkulosis paru (sembuh, pengobatan
lengkap, meninggal, putus obat/default, gagal, pindah (transfer out),
keberhasilan pengobatan/treatment success), kartu pelayanan pasien
tuberkulosis, register laboratorium, formulir meminum obat katerogi 1 tahap
intensif, formulir meminum obat kategori 1 tahap lanjutan, formulir

13
meminum obat kategori 2 tahap intensif, formulir meminum obat kategori 2
tahap lanjutan, formulir meminum obat anti tuberkulosis sisipan, formulir
pemantauan efek samping obat, formulir rujukan / pindah pasien
tuberkulosis, dan formulir hasil akhir pengobatan pasien tuberkulosis. Buku
Panduan Pengobatan Tuberkulosis Paru sebanyak 42.
2. Pengadaan leaflet penyakit TB.
- Leaflet berisikan materi mengenai tuberkulosis, yaitu mengenai definisi, cara
penularan, gejala, faktor risiko, pemeriksaan, dan pengobatan. Dicetak dalam
kertas A4 sebanyak 1 lembar bolak-balik. Diberikan kepada pasien dan
keluarga pasien pada saat home visit.
3. Pengadaan brosur Rumah Sehat.
- Leaflet berisikan materi mengenai definisi rumah sehat, syarat rumah sehat,
dan kriteria rumah tidak sehat. Dicetak dalam kertas A4 sebanyak 1 lembar
bolak-balik. Diberikan kepada pasien dan keluarga pasien pada saat home
visit.
4. Memberikan rekomendasi PMO untuk mengevaluasi terapi pasien melalui Buku
Panduan Pengobatan Tuberkulosis.
- Selanjutnya PMO diberikan sosialisasi terkait formulir meminum obat yang
ada di dalam Buku Panduan Terapi Tuberkulosis.

14
BAB IV
INTERVENSI DAN HASIL

4.1 Kegiatan yang telah dilakukan


Kegiatan intervensi yang telah dilakukan adalah pengadaan Buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis, leaflet Penyakit Tuberkulosis, leaflet Rumah Sehat, dan home
visit.

4.1.1 Pembuatan Buku Panduan Terapi Tuberkulosis, leaflet Tuberkulosis, dan


leaflet Rumah Sehat
Langkah-langkah dalam pembuatan Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis
adalah mencari data mengenai definisi, faktor risiko, gejala, dan terapi yang kemudian
akan dicantumkan di dalam buku dan kemudian berdiskusi dengan Kepala Puskesmas
Gemolong. Selanjutnya adalah membuat kerangka dan desain Buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis dan leaflet Tuberkulosis, kemudian melakukan pencetakan.
Hal yang sama dilakukan dalam pembuatan leaflet Rumah Sehat. Setelah mencari
data mengenai rumah sehat, syarat rumah sehat, dan rumah yang tidak sehat, kemudian
dilakukan diskusi dengan Kepala Puskesmas Gemolong, serta memuat kerangka dan
desain leaflet Rumah Sehat, kemudian melakukan pencetakan.
Kemudian buku dan leaflet akan dibagikan dalam home visit ke rumah penderita
TB dimana alamat rumah didapatkan dari pencatatan rekam medik Puskesmas
Gemolong. Selain itu juga merekomendasikan penanggung jawab program Pencegahan
Penyakit Menular untuk memonitoring kegiatan evaluasi terapi dengan dibantu data
yang dituliskan pasien di buku dalam rangka pemberian intervensi terapi yang lebih
baik terhadap pasien

4.1.2 Home Visit


A. Home Visit ke Rumah Pasien Tn. Tamsir
Kunjungan dilakukan pada hari Jumat tanggal 8 Maret 2019 pukul 09.00 – 10.00.
Lokasi rumah pasien adalah di Mijahan, RT 6, Ngembatpadas, Gemolong. Pada saat
dikunjungi, pasien sedang duduk di teras depan rumahnya dan istrinya sedang memasak

15
di rumahnya. Pasien tinggal di rumah bersama anak dan istrinya, namun anaknya
sedang pergi ke sekolah. Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani, namun karena
merasakan badannya sedang tidak enak, pasien tidak pergi ke pasar.
Rumah pasien terbuat dari kayu-kayu jati, dengan lantai ruang tengah, ruang
keluarga, dan kamar tidur menggunakan plester, sedangkan lantai kamar mandi dan
teras rumah beralaskan tanah. Rumah pasien cenderung gelap dan kurang ventilasi
karena jendela rumah tidak dibuka.
Pada saat dikunjungi, pasien baru saja menjalani pengobatan tuberkulosis selama
satu minggu dan meminum obat tablet KDT sebanyak 4 tablet. Pasien mengaku
mengalami gejala batuk sejak 4 bulan yang lalu, namun baru 2 minggu sebelum
dikunjungi memutuskan untuk memeriksakan kondisinya ke puskesmas. Pasien
kemudian dianjurkan untuk diperiksa dahak dan hasil pemeriksaan dahak dinyatakan
positif dan kemudian diberikan terapi tuberkulosis. Pada saat dikunjungi pasien tidak
menggunakan masker dan mengaku masih tidak nyaman menggunakan masker,
terutama pada saat di rumah. Istri pasien mengatakan bahwa pasien disiplin dalam
pengobatannya, namun sedikit kesulitan makan karena sering mengeluh mual dan tidak
nafsu makan.
Pasien dan istrinya mengaku belum mengetahui banyak mengenai tuberkulosis,
sehingga dilakukan sosialisasi Buku Panduan Terapi Tuberkulosis mengenai definisi
tuberkulosis, cara penularan tuberkulosis, gejala tuberkulosis, faktor risiko lingkungan,
pemeriksaan, klasifikasi penyakit dan tipe penderita, pengobatan tuberkulosis (kategori
1 saja), pengobatan TB pada keadaan khusus (pada pasien DM karena pasien adalah
penderita DM tipe II), Pengawas Minum Obat (PMO), Strategi DOTS, hasil pengobatan
pasien tuberkulosis paru (sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, putus obat/default,
gagal, pindah (transfer out), keberhasilan pengobatan/treatment success), dan formulir
meminum obat katerogi 1 tahap intensif. Serta dijelaskan singkat leaflet Tuberkulosis
dan leaflet Rumah Sehat. Kemudian pasien menyetujui istrinya menjadi PMO pasien dan
mengisi lembar formulir minum obat pasien dan mengatakan akan membiasakan menggunakan
masker untuk mencegah penularan kepada orang lain.

16
B. Home Visit ke Rumah Pasien Aji Abdul
Kunjungan dilakukan pada hari Jumat tanggal 8 Maret 2019 pukul 10.00 – 11.00.
Lokasi rumah pasien adalah di Sengonan, RT 9, Tegaldowo, Gemolong. Pada saat
dikunjungi, pasien sedang bermain game di ruang tengah di rumahnya, sedangkan
ibunya sedang menjemur padi di pekarangan rumahnya. Pasien tinggal di rumah
bersama ayah dan ibunya. Sebelum sakit, pasien bekerja sebagai buruh di perusahaan
tekstil di Jakarta. Namun setelah terdiagnosis TB paru, pasien dianjurkan oleh ibunya
untuk berhenti bekerja di Jakarta dan tinggal di rumahnya saja.
Rumah pasien terbuat dari kayu-kayu jati, dengan lantai ruang tengah, ruang
keluarga, dan kamar tidur menggunakan beralaskan tanah. Rumah pasien cenderung
gelap dan kurang ventilasi karena jendela rumah tidak dibuka.
Pasien meminum KDT sebanyak 3 tablet. Pasien mengaku hanya mengalami
gejala sering lelah, tidak nafsu makan, keringat malam, dan kadang sering sesak. Pasien
saat ini sudah masuk ke dalam pengobatan kategori 1 tahap lanjutan minggu pertama.
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien disiplin dalam pengobatannya, namun sedikit
kesulitan makan karena sering mengeluh mual dan tidak nafsu makan. Ibu dan pasien
mengaku jarang menggunakan masker, karena sedikit kesulitan untuk membeli masker
karena harganya mahal. Kemudian pasien dianjurkan untuk menggunakan masker kain
yang rajin dicuci dan dijemur di sinar matahari dengan baik supaya bakteri tuberkulosis
dapat mati dan tidak menjadikan masker tempat penularan bakteri.
Pasien dan ibu mengaku belum mengetahui banyak mengenai tuberkulosis, yang
diketahui mengenai TB adalah hanya pengobatannya lama. Sehingga dilakukan
sosialisasi Buku Panduan Terapi Tuberkulosis mengenai definisi tuberkulosis, cara
penularan tuberkulosis, gejala tuberkulosis, faktor risiko lingkungan, pemeriksaan,
klasifikasi penyakit dan tipe penderita, pengobatan tuberkulosis (kategori 1 saja),
Pengawas Minum Obat (PMO), Strategi DOTS, hasil pengobatan pasien tuberkulosis
paru (sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, putus obat/default, gagal, pindah
(transfer out), keberhasilan pengobatan/treatment success), dan formulir meminum obat
katerogi 1 tahap lanjutan. Serta dijelaskan singkat leaflet Tuberkulosis dan leaflet
Rumah Sehat. Kemudian pasien menyetujui ibunya untuk menjadi PMO pasien dan

17
mengisi lembar formulir minum obat pasien dan mengatakan akan membiasakan
menggunakan masker untuk mencegah penularan kepada orang lain.

C. Home Visit ke Rumah Pasien Ny. Ika


Kunjungan dilakukan pada hari Jumat tanggal 8 Maret 2019 pukul 12.30 – 14.00.
Lokasi rumah pasien adalah di Sangunan, RT 9, Kragilan, Gemolong. Pada saat
dikunjungi, pasien sedang menyuapi kedua anaknya di ruang tengah. Pasien tinggal di
rumah bersama suami dan kedua anaknya. Sebelum sakit, pasien bekerja sebagai
wiraswasta di Jakarta, pasien memiliki toko kelontong. Namun setelah terdiagnosis TB
paru, pasien memutuskan untuk tinggal di rumahnya saja, di Sragen.
Rumah pasien terbuat dari kayu-kayu, dengan lantai ruang tengah, ruang
keluarga, dan kamar tidur beralaskan plester. Rumah pasien cenderung gelap dan
kurang ventilasi karena jendela rumah tidak dibuka.
Pada saat dikunjungi, pasien sedang menjalani pengobatan tuberkulosis kategori
1 fase lanjutan dan minum obat KDT sebanyak 3 tablet. Pasien mengaku mengalami
gejala batuk berdahak lama, sering lelah, tidak nafsu makan, keringat malam, dan
kadang sering sesak. Sangat mirip dengan apa yang dijabarkan di dalam buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis Paru.
Pasien mengaku jarang menggunakan masker, karena merasa tidak nyaman dan
pengap. Kemudian pasien diberikan edukasi mengenai penularan tuberkulosis dan
diberikan edukasi bahwa anak-anak sangat rentan dengan penularan penyakit, sehingga
pasien harus menggunakan masker.
Pasien dan ibu mengaku belum mengetahui banyak mengenai tuberkulosis, yang
diketahui mengenai TB adalah hanya pengobatannya lama. Sehingga dilakukan
sosialisasi Buku Panduan Terapi Tuberkulosis mengenai definisi tuberkulosis, cara
penularan tuberkulosis, gejala tuberkulosis, faktor risiko lingkungan, pemeriksaan,
klasifikasi penyakit dan tipe penderita, pengobatan tuberkulosis (kategori 1 saja),
Pengawas Minum Obat (PMO), Strategi DOTS, hasil pengobatan pasien tuberkulosis
paru (sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, putus obat/default, gagal, pindah
(transfer out), keberhasilan pengobatan/treatment success), dan formulir meminum obat

18
katerogi 1 tahap lanjutan. Serta dijelaskan singkat leaflet Tuberkulosis dan leaflet
Rumah Sehat.
Pasien sangat disiplin terhadap pengobatannya dan melakukan pencatatan di
kalender mengenai pengobatannya. Kemudian sedikit kesulitan untuk memilih PMO
karena suami pasien pelupa. Pasien akhirnya memutuskan untuk memilih suaminya
sebagai PMO namun tidak 100% mengandalkan suami pasien untuk membantu
pengobatan tuberkulosisnya.

D. Home Visit ke Rumah Pasien Selesai Berobat Nn. Ismi Mubarokah


Kunjungan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 9 Maret 2019 pukul 08.00 – 09.00.
Lokasi rumah pasien adalah di Gemolong, RT 10, Kwangen, Gemolong. Pada saat
dikunjungi, pasien sedang membersihkan rumahnya. Pasien tinggal di rumah bersama
ibu dan ayahnya. Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pasien telah menyelesaikan
pengobatannya sejak 3 bulan yang lalu.
Rumah pasien terbuat dari kayu-kayu dan tembok, dengan lantai ruang tengah,
ruang keluarga, dan kamar tidur beralaskan plester. Rumah pasien cenderung gelap dan
kurang ventilasi karena jendela sangat jarang dibuka.
Pasien mengatakan bahwa tidak ada penghuni rumah maupun tetangga rumah
yang memiliki gejala serupa seperti yang dialami oleh Nn. Ika. Serta memahami bahwa
apabila ada yang mengalami gejala serupa, harus segera dihimbau untuk segera
memeriksakan diri ke puskesmas maupun dokter terdekat.
Pasien dan ibu mengaku belum mengetahui banyak mengenai tuberkulosis, yang
diketahui mengenai TB adalah batuk. Sehingga dilakukan sosialisasi leaflet
Tuberkulosis yang berisikan mengenai definisi, cara penularan, gejala, faktor risiko,
pemeriksaan, dan pengobatan tuberkulosis. Serta dijelaskan singkat leaflet Rumah Sehat
yang berisikan mengenai definisi rumah sehat, syarat rumah sehat, dan kriteria rumah
tidak sehat
Pasien berkomitmen untuk memperbaiki lingkungan rumahnya, dari segi
pencahayaan maupun ventilasi (berjanji untuk membuka jendela rumahnya setiap hari).

19
E. Home Visit ke Rumah Pasien Selesai Berobat Ny. Tanti Wibawah
Kunjungan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 9 Maret 2019 pukul 08.30 – 09.30.
Lokasi rumah pasien adalah di Dondong, RT 9, Gemolong, Gemolong. Pada saat
dikunjungi, pasien sedang membersihkan rumahnya. Pasien tinggal di rumah bersama
ibu, adik, dan keponakannya. Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pasien telah
menyelesaikan pengobatannya sejak 5 bulan yang lalu.
Rumah pasien terbuat dari kayu-kayu dan tembok, dengan lantai ruang tengah,
ruang keluarga, dan kamar tidur beralaskan keramik. Rumah pasien cenderung gelap
dan kurang ventilasi karena jendela sangat jarang dibuka.
Pasien mengatakan bahwa tidak ada penghuni rumah maupun tetangga rumah
yang memiliki gejala serupa seperti yang dialami oleh Ny. Tanti. Serta memahami
bahwa apabila ada yang mengalami gejala serupa, harus segera dihimbau untuk segera
memeriksakan diri ke puskesmas maupun dokter terdekat.
Pasien dan ibu mengaku belum mengetahui banyak mengenai tuberkulosis, yang
diketahui mengenai TB adalah batuk. Sehingga dilakukan sosialisasi leaflet
Tuberkulosis yang berisikan mengenai definisi, cara penularan, gejala, faktor risiko,
pemeriksaan, dan pengobatan tuberkulosis. Serta dijelaskan singkat leaflet Rumah Sehat
yang berisikan mengenai definisi rumah sehat, syarat rumah sehat, dan kriteria rumah
tidak sehat.

4.2 Respon terhadap intervensi


Penanggung jawab program penyakit menular di Puskesmas Gemolong
sangat antusias dengan adanya pengadaan Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis,
leaflet Tuberkulosis, dan leaflet Rumah Sehat ini. Hal ini membantu petugas untuk
mengetahui kondisi pasien di rumah, kondisi lingkungan pasien, menambah
pengetahuan pasien dan keluarga mengenai tuberkulosis melalui kegiatan sosialisasi,
memberikan engetahuan keluarga dan pasien mengenai pentingnya intervensi
lingkungan dalam terapi tuberkulosis, membantu mengevaluasi program DOTS yang
sudah disosialisasikan kepada pasien, dan meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien
melalui formulir minum obat dan pemilihan PMO.

20
4.3 Perubahan yang terjadi
Perubahan yang terjadi belum dapat dievaluasi lebih lanjut dikarenakan
keterbatasan waktu.

4.4 Harapan PJ program Pencegahan Penyakit Menular


Harapan yang disampaikan oleh penanggung jawab program Pencegahan
Penyakit Menular adalah dapat segera merealisasikan dengan optimal penggunaan Buku
Panduan Pengobatan Tuberkulosis (terutama formulir meminum obat) dan memastikan
bahwa terdapat peningkatan kepatuhan pengobatan tuberkulosis pada pasien. Serta
berharap bahwa pasien dan keluarga dapat mengamalkan pengetahuan yang telah
didapatnya.

Rencana pelaksanaan Program Pencegahan TB Pada Populasi Risiko Tinggi di


Puskesmas Gemolong
Waktu Rencana Keterangan
4 – 5 Maret 2019 Wawancara dengan Penanggung Dipersiapkan oleh Tim
Jawab Program Pencegahan yang telah di tunjuk pihak
Penyakit Menular Puskesmas puskesmas
Gemolong
6 – 7 Maret 2019 Penyusunan dan Pencetakan Dilakukan oleh penulis
Leaflet Tuberkulosis Paru, setelah berdiskusi dengan
Leaflet Rumah Sehat, dan Buku Kepala Puskesmas
Panduan Pengobatan Gemolong
Tuberkulosis Paru
8 – 9 Maret 2019 Home visit Dilakukan oleh penulis
dengan Tim yang telah
ditunjuk oleh pihak
puskesmas.

21
BAB V
PEMBAHASAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis. Bakteri ini paling sering menyerang paru, namun bakteri ini juga dapat
menyerang organ lain. Pada tahun 2016, terdapat 10,4 juta kasus TB di dunia, yaitu
setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Negara dengan kasus TB tertinggi
adalah India, Indonesia, Cina, Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar kasus TB terjadi
di Asia Tenggara (sekitar 45%) dan Indonesia termasuk di dalamnya, kemudian 25%
terjadi di kawasan Afrika (Kemenkes, 2018).
Jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah sebanyak 420.994 kasus, 175.696
berjenis kelamin perempuan dan 245.298 berjenis kelamin laki-laki (tahun 2017).
Kejadian TB tahun 2017 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Menurutdata Survey Prevalensi, kejadian TB 3 kali lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mungkin berkaitan dengan faktor risiko
merokok (68,5% pada pasien TB laki-laki dan 3,7% pada pasien TB perempuan) dan
angka ketidakpatuhan pengobatan TB pada pasien laki-laki (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan data Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013 – 2014, prevalensi
TB dengan konfirmasi bakteriologis di Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk
berumur 15 tahun ke atas dengan prevalensi tes BTA positif 257 per 100.000 penduduk.
Pertambahan usia maka prevalensi TB semakin meningkat (Kemenkes, 2017).
WHO menetapkan standar keberhasilan pengobatan TB sebesar 85%. Di
Indonesia, angka keberhasilan pengobatan TB tahun 2008 sebesar 89,5%, 2009 sebesar
89,2%, 2010 sebesar 88,1%, 2011 sebesar 88%, 2012 sebesar 84,9%, 2013 sebesar 87%,
2014 sebesar 85,1%, 2015 sebesar 85,8%, 2016 sebesar 85,0%, dan tahun 2017 sebesar
85,1%. Rata-rata sudah memenuhi target WHO (kecuali tahun 2012) (Kemenkes, 2017).
Pasien TB memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga diperlukan
pemantauan bagi penderita mengenai kepatuhan berobat sehingga dapat dicapai
keberhasilan terapi. Pada tahun 2017, dilakukan pencatatan pada seluruh pasien TB di
Indonesia. 42% menjalani pengobatan dengan baik dan dinyatakan sembuh, 43%
menjalani pengobatan lengkap, 2,5% meninggal, 0,4% gagal terapi, 5,4% loss to follow
up, 4% pindah, dan 2,7% tidak dievaluasi. Pasien yang dinyatakan selesai terapi dan

22
sembuh memiliki angka cukup besar, namun yang harus menjadi perhatian adalah masih
terdapat pasien yang gagal terapi dan loss to follow up. Ketidakpatuhan terhadap
pengobatan TB dapat menyebabkan infeksi berkepanjangan, peningkatan risiko
penularan, peningkatan kegagalan pengobatan dan relaps, dan menyebabkan resistensi
obat anti-TB. Munculnya multiresisten obat TB dapat menyebabkan peningkatan
kebutuhan biaya untuk mengendalikan TB, TB tidak dapat diobati, dan fatalitas pada
50% kasus (Suwannakeeree et al, 2015: Negm et al, 2015; Noveyani dan Martini, 2014).
Dalam pengobatan TB, selain kepatuhan pengobatan, intervensi lingkungan dan
kognitif. Intervensi lingkungan seperti memperbaiki ventilasi, pencahayaan, rajin
membersihkan rumah dari debu diperlukan untuk mencegah paparan maupun penularan.
Kemudian intervensi kognitif diperlukan baik untuk penderita maupun orang yang
tinggal disekitarnya untuk membantu mengawasi pengobatan penderita, menjaga
kepatuhan pengobatan, dan mencegah penularan TB (Suwannakeeree, et al: 2015).
Pada tahun 1994, Indonesia telah bekerjasama dengan WHO untuk
melaksanakan “Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)” atau dapat
diartikan pengawasan langsung menelan obat jangka pendek yang dilakukan setiap hari
oleh PMO (Pengawas Menelan Obat). Tujuan metode ini adalah untuk mencapai angka
kesembuhan tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul,
dan mencegah resistensi obat. Metode ini sangat baik untuk mendukung kepatuhan
pengobatan, namun metode ini perlu dievaluasi pelaksanaannya mengingkat masih
didapatkan kejadian gagal terapi dan loss to follow up di Indonesia. WHO menerapkan
target global CDR (Case Detection Rate/Penemuan Kasus Menular) sebesar 70% dan
CR (Cure Rate/Angka Kesembuhan) sebesar 85%. Program Pemberantasan
Tuberkulosis (P2TB) melaksanakan strategi DOTS berdasarkan Evaluasi Program TB
Paru yang dilaksanakan bersama WHO, Lokakarya Nasional Program P2TB pada
September 1994, Dokumen Perencanaan pada bulan September 1994, dan Rekomendasi
“Komite Nasional Penanggulangan TB Paru Nasional” (Permatasari, 2005; Mansur et al,
2015; Andita, 2010 ).
Menurut Nurmadya (2015) dengan strategi DOTS, manajemen TB di Indonesia
ditekankan pada pemerintah Kota/Kabupaten dengan langkah-langkah :
1. Penanggulangan TB di seluruh sarana pelayanan kesehatan baik negeri

23
maupun swasta dan melibatkan peran masyarakat dengan komprehensif.
2. Prioritas ditujukan terhadap mutu pelayanan dan penggunaan obat rasional
dan pendekatan dengan strategi DOTS untuk mencegah penularan dan
munculnya resistensi dengan pengawasan menelan obat.
3. Target program adalah perubahan hasil akhir pemeriksaan dahak paling tidak
sebanyak 80% pada fase awal, dan mencapai angka kesembuhan minimal
85%.
4. Penderita diberikan OAT secara gratis dengan alokasi di puskesmas dan
rumah sakit pemerintah secara cukup, teratur, serta tidak terlambat.
5. Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang telah
ditunjuk oleh pemerintah melaksanakan cross check secara rutin dan
pelatihan petugas BTA sehingga diagnosis bermutu.
DOTS membutuhkan konsistensi dari banyak pihak untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah dipaparkan. Strategi DOTS terdiri dari lima komponen (Eka &
Martini, 2010) :
a. Komitmen Politik
Hal ini berarti bahwa pimpinan wilayah di setiap jenjang mengetahui bahwa
pengendalian TB merupakan suatu prioritas dan menyediakan pendanaan
bagi program TB. Pemerintah harus turut serta dalam pengawasan
tuberkulosis.
b. Deteksi Kasus
Kegiatan ini terdiri dari penjaringan suspek, pemeriksaan fisik dan
penunjang, menentukan diagnosis, menentukan klasifikasi penyakit, dan
menentukan tipe pasien. Kegiatan ini memerlukan pengetahuan pada
masyarakat, serta adanya tenaga dan fasilitas kesehatan yang mudah
dijangkau. Diperlukan sosialisasi maupun penyuluhan terkait tuberkulosis
pada masyarakat, terutama yang memiliki risiko tinggi. Penemuan kasus TB
secara aktif dapat dilakukan terhadap kelompok khusus rentan berisiko tinggi
(seperti HIV/AIDS), kelompok yang tinggal di lingkungan padat penduduk
(rumah tahanan, lembaga permasyarakatan, area kumuh, yang berkontak
dengan pasien TB – terutama yang memiliki BTA positif), anak kurang dari

24
5 tahun yang serumah denggan pasien TB, dan masyarakat yang berkontak
dengan pasien TB resisten obat.
c. Distribusi Obat
Untuk ini diperlukan pelaporan penggunaan obat yang baik – seperti jumlah
kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang telah ditangani, stok obat
yang ada, dll.
d. Pengawasan Minum Obat
Program ini mengawasi pengobatan pasien, dimana pengawas harus
mengawasi pasien ketika meminum obat, memastikan dosisnya benar, dan
tepat waktu.
e. Sistem Pencatatan dan Pelaporan
Petugas puskesmas maupun rumah sakit harus melakukan pencatatan laporan
TB yang selanjutnya akan diberikan kepada dinas kesehatan.
Kabupaten Sragen saat ini telah turut serta menerapkan manajemen DOTS.
Telah dilakukan pemilihan PMO untuk masing-masing pasien. Pada tahun 2018, Angka
Kesembuhan (Cure Rate) pasien TB di Puskesmas Gemolong sebanyak 40%, Angka
Pengobatan Lengkap (Complete Rate) sebanyak 40%, dan Angka Keberhasilan
Pengobatan (Success Rate) sebanyak 100%, dan Jumlah Kematian Selama Pengobatan
sebanyak 1 pasien. Edukasi dan penerapan DOTS yang diberlakukan oleh Puskesmas
Gemolong bertujuan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Program Pencegahan TB Paru Pada Populasi Berisiko merupakan salah satu
gerakan yang bertujuan untuk mengevaluasi program DOTS dan langkah preventif TB
pada pasien dengan risiko tinggi. Sehingga selain kepada penderita, perhatian juga
diberikan kepada populasi risiko tinggi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
kognitif maupun intervensi lingkungan akan TB supaya dapat terhindar dari TB dan
diharapkan dapat menurunkan angka kejadian TB.

25
DAFTAR PUSTAKA

Andita, P.N. 2010. Hubungan Kinerja Pengawasan Minum Obat (PMO) Dengan
Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS. Jurnal Ilmu Kesehatan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Eka, N.A., & Santi, Martini. 2014. Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis Paru
Dengan Strategi DOTS Di Puskesmas Kalikedinding Surabaya. Berkala
Epidemiologi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia - Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta : Bakti Husada.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia: Pusat Data dan Informasi. Jakarta.
Mansur, M., Khadijah, S. & Rusmalawaty. 2015. Analisis Penatalaksanaan Program
Penanggulangan Tuberculosis Paru Dengan Strategi DOTS Di Puskesmas Desa
Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Negm, M.F. et al. 2015. Tuberculosis Situation In Ismailia Governorate (2002- 2012)
before and after Direct Observed Therapy Shourt Course Strategy (DOTS).
Department Of Chest Diseases. Benha Faculty Of Medicine Journal.
Noveyani Adistha Eka, & Santi Martini. 2014. Evaluasi Program Pengendalian
Tuberkulosis Paru Dengan Strategi DOTS di Puskesmas Tanah Kalikedinding
Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi.
Nurmadya. 2015. Hubungan Pelaksanaan Strategi DOTS Dengan Hasil Pengobatan
Tuberculosis Paru Puskesmas Padang Pasir Kota Padang 2011- 2013. Jurnal
Kesehatan Andalas.
Permatasari, Amira. 2015. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Bagian Paru. Medan : Jurnal
Kesehatan Universitas Sumatera Utara.
Suami, Helda. 2009. Faktor Risiko Penyakit Tuberkulosis. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Suwannakeeree, Wongduan, et al. 2015. A Medication Adherence Enchancement
Program for Person with Pulmonary Tuberculosis : A Randomized Controlled
Trial Study. Thailand : Pacific Rim International Journal.

26
LAMPIRAN

A. Jadwal Kegiatan Elektif


Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal
1 Senin 07.30 – 08.00  Apel pagi di Puskesmas Gemolong.

4 Maret 2019 08.00 – 09.00  Diskusi dengan dosen pembimbing


lapangan mengenai kegiatan elektif
Program Sosialisasi Buku Panduan Terapi
Tuberkulosis dan Pencegahan TB Paru
pada Populasi Berisiko Tinggi.

09.00 – 10.00  Wawancara dan diskusi dengan


penanggungjawab program Pencegahan
Penyakit Menular Puskesmas Gemolong

10.00 – 11.00  Mengikuti kegiatan puskesmas.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Mengikuti kegiatan puskesmas.


O

Output
 Mendapatkan izin dari kepala puskesmas untuk
melaksanakan kegiatan elektif

 Mendapatkan arahan mengenai kegiatan penyusunan


Buku Panduan Tuberkulosis dan mendapatkan
rekomendasi materi yang dibahas di dalam buku

 Mendapatkan gambaran mengenai sosialisasi Buku


Panduan Terapi Tuberkulosis melalui kegiatan home
visit

27
Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal

2 Selasa 07.30 – 08.00  Apel pagi di Puskesmas Gemolong.

5 Maret 08.00 – 09.00  Diskusi dengan dosen pembimbing lapangan


2019 mengenai mekanisme home visit pasien.

09.00 – 10.00  Wawancara dan diskusi dengan


penanggungjawab program Pencegahan
Penyakit Menular Puskesmas Gemolong
mengenai rumah pasien dan (mantan)
penderita tuberkulosis mana saja yang akan
dipilih

10.00 – 11.00  Mengikuti kegiatan puskesmas.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Mengikuti kegiatan puskesmas.


O

Output
 Mendapatkan rekomendasi pasien dan mantan
penderita tuberkulosis mana saja yang akan
dikunjungi rumahnya.

Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal

3 Rabu 07.30 – 08.00  Apel pagi di Puskesmas Gemolong.

6 Maret 08.00 – 09.00  Diskusi dengan penanggung jawab program


2019 mengenai pembuatan Buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis, leaflet
Tuberkulosis, dan leaflet Rumah Sehat

28
09.00 – 11.00  Penyusunan Buku Panduan Terapi
Tuberkulosis sebagai produk elektif.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Penyusunan Buku Panduan Terapi


Tuberkulosis sebagai produk elektif.
O

Output
 Menyelesaikan design Buku Panduan Tuberkulosis
Paru.

Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal

4 Kamis 07.30 – 08.00  Apel pagi di Puskesmas Gemolong.

7 Maret 08.00 – 09.00  Diskusi dengan penanggung jawab program


2019 mengenai pembuatan Buku Panduan
Pengobatan Tuberkulosis, leaflet
Tuberkulosis, dan leaflet Rumah Sehat

09.00 – 11.00  Penyusunan leaflet Tuberkulosis dan leaflet


Rumah Sehat sebagai produk elektif.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Melakukan pencetakan Buku Panduan


Tuberkulosis, leaflet Tuberkulosis, dan leaflet
Rumah Sehat.
O

Output
 Menyelesaikan Buku Panduan Tuberkulosis, leaflet
Tuberkulosis, dan leaflet Rumah Sehat.

29
Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal

5 Jumat 07.30 – 08.00  Apel pagi di Puskesmas Gemolong.

8 Maret 08.00 – 09.00  Koordinasi dengan penanggung jawab


2019 program Pencegahan Penyakit Menular dan
Bidan Desa terkait kegiatan home visit.

09.00 – 10.00  Kunjungan ke rumah pasien Tn. Tamsir di


Mijahan, RT 6, Ngembatpadas, Gemolong.

10.00 – 11.00  Kunjungan ke rumah pasien Aji Abdul di


Sengonan, RT 9, Tegaldowo, Gemolong.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Kunjungan ke rumah pasien Ny. Ika di


Sangunan, RT 9, Kragilan, Gemolong.
O

Output
 Menyelesaikan home visit kepada Pasien Aktif
Berobat Tuberkulosis Paru di Mijahan, Sengonan, dan
Sangunan.

Hari
No Jam (WIB) Kegiatan
Tanggal

6 Sabtu 08.00 – 09.00  Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat


Nn. Ismi Mubarokah di Gemolong, RT 10,
Kwangen, Gemolong.

9 Maret 08.00 – 08.30  Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat


2019 Tn. Muhammad Nur di Gondorejo, RT 4,
Gemolong. Namun pasien tidak ditemui di
rumahnya, dan tidak ada orang di rumah

30
yang bersangkutan, sehingga home visit
dilanjutkan ke rumah selanjutnya.

08.30 – 09.30  Kunjungan ke rumah pasien Ny. Tanti


Wibawah di Dondong, RT 9, Gemolong,
Gemolong.

09.30 – 10.00  Kunjungan ke rumah pasien Tn. Guntur di


Cikalan, RT 3, Brangkal, Gemolong. Namun
pasien tidak ditemui di rumahnya, dan tidak
ada orang di rumah yang bersangkutan,
sehingga home visit dilanjutkan ke rumah
selanjutnya.

10.00 – 10.30  Kunjungan ke rumah pasien Tn. Sugiarto di


Candirejo, RT 13, Kwangen, Gemolong.
Namun pasien tidak ditemui di rumahnya,
dan tidak ada orang di rumah yang
bersangkutan, sehingga home visit
dilanjutkan ke rumah selanjutnya.

10.30 – 11.00  Kunjungan ke rumah pasien Tn. Peno di


Balak, RT 1, Tegaldowo, Gemolong. Namun
pasien tidak ditemui di rumahnya, dan
menurut tetangga di samping rumahnya,
pasien telah pindah ke Irian Jaya sekitar satu
bulan yang lalu.

11.00 – 12.30  ISHOMA

12.30 – 14.00  Kembali ke Puskesmas Gemolong dan


mengikuti kegiatan di puskesmas.
O

Output
 Menyelesaikan home visit kepada Pasien yang telah

31
menyelesaikan pengobatan di Gemolong dan
Dondong.

Dokumentasi

Kunjungan ke rumah pasien Tn. Tamsir di Mijahan, RT 6, Ngembatpadas, Gemolong.

Kunjungan ke rumah pasien Aji Abdul di Sengonan, RT 9, Tegaldowo, Gemolong.

32
Kunjungan ke rumah pasien Ny. Ika di Sangunan, RT 9, Kragilan, Gemolong.

Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat Nn. Ismi Mubarokah di Gemolong,


RT 10, Kwangen, Gemolong.

33
Rumah pasien selesai berobat Tn. Muhammad Nur di Gondorejo, RT 4, Gemolong.

Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat Ny. Tanti Wibawah di Dondong, RT 9,


Gemolong, Gemolong.

34
Rumah pasien selesai berobat Tn. Guntur di Cikalan, RT 3, Brangkal, Gemolong.

Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat Tn. Sugiarto di Candirejo, RT 13, Kwangen,
Gemolong.

35
Kunjungan ke rumah pasien selesai berobat Tn. Peno di Balak, RT 1, Tegaldowo,
Gemolong.

Buku Panduan Pengobatan Tuberkulosis Paru

36
Leaflet Tuberkulosis Paru Tampak Depan

Leaflet Tuberkulosis Paru Tampak Belakang

37
Leaflet Rumah Sehat Tampak Depan

Leaflet Rumah Sehat Tampak Belakang

38

Anda mungkin juga menyukai