Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN MINI PROJECT

KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS PANGKAJENE


PERIODE MEI – SEPTEMBER 2015

Oleh :

dr.

Dibawakan dalam rangka menyelesaikan tugas Dokter Internship


di Puskesmas Pangkajene , Kabupaten Barru
Sulawesi Selatan
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan masalah kesehatan di dunia yang
sangat penting dikarenakan angka kejadiannya yang tinggi. Prevalensi tekanan darah tinggi
meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup, menyebabkan
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK),
hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain.
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih
berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit
jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan
ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit tersebut,
hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes mellitus
dan lain-lain. Penderita hipertensi sangat heterogen, hal ini membuktikan bahwa hipertensi
bagaikan mozaik, diderita oleh orang banyak dan datang dari berbagai sub-kelompok
berisiko di dalam masyarakat.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti
neurotransmitter, hormon, dan genetik, maupun yang bersifat eksogen, seperti rokok,
nutrisi, stresor dan lain-lain. Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar
dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa
yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi
seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan
permanen dan kematian mendadak.
Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan yang
sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika,
diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.5 Apabila penyakit ini tidak
terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke,
gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit
hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena
stroke, 6 kali lebih besar terkena congestiveheart failure, dan 3 kali lebih besar terkena
serangan jantung.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. 7 dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan
RumahTangga (SKRT) tahun 2001menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita
hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebro
kardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar
17,6%, dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban
adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi
sebesar 38,7%.
Masalah yang sering ditemukan di masyarakat adalah kurangnya pengetahuan pasien
mengenai terapi farmakologi yang harus rutin dikomsumsi, selain itu penyakit penyerta
yang perlu untuk diperhatikan serta perubahan pola hidup sehat seperti diet rendah garam
dan kolesterol dan olah raga yang teratur sebagai terapi non-farmakologi.

1.2 Rumusan Masalah


Meningkatnya prevalensi hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat,
meskipun hipertensi dikategorikan penyakit tidak menular namun memiliki morbiditas dan
mortalitas yang cukup bermakna. Sehubungan dengan hal tersebut maka dikemukakan
masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas
Pangkajene Periode bulan Mei – September 2015?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui angka kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas Pangkajene Periode
bulan Mei – September 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui angka kejadian hipertensi berdasarkan Pengobatan Dasar yang
dilakukan di Poliklinik Umum Puskesmas Pangkajene
b. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien faktor-faktor risiko penyakit hipertensi
c. Untuk meningkatkan kesadaran pasien tentang pengobatan hipertensi yang harus rutin
baik non-farmakologi maupun farmakologi

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi instansi (Puskesmas)
Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas dalam penyusunan strategi serta pelaksanaan
program pencegahan Hipertensi untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas.
1.4.2 Manfaat bagi pasien
 Sebagai bahan informasi bagi pasien tentang penyakit hipertensi sehingga pasien akan
lebih sadar untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah dan pengobatan secara rutin
 Sebagai bahan informasi bagi pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup dan pola
makan sebagai penanganan non-farmakologi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada Negara
berkembang. Secara umum, hipertensi tidak bergejala, mudah dideteksi, biasanya mudah
diobati dan sering menyebabkan komplikasi kematian bila tidak ditangani. Sebagai hasil
dari program pendidikan yang luas pada akhir tahun 1960 dan 1970-an baik oleh lembaga
swasta maupun pemerintah, jumlah pasien terdiagnosis dan / atau tidak diobati berkurang
secara signifikan pada akhir 1980-an ke level 25% dengan seiring penurunan mortalitas
kardiovaskular. Sayangnya, pertengahan 1990-an, tren menguntungkan ini mulai berubah.
Jumlah pasien terdiagnosis dengan hipertensi meningkat menjadi hampir 33%, penurunan
angka kematian kardiovaskular cenderung statis, dan jumlah individu dengan penyakit
kronis dengan hipertensi yang tidak diobati atau pengobatannya buruk cenderung
meningkat.1
Misalnya, prevalensi penyebab hipertensi seperti penyakit gagal ginjal stadium akhir
per juta penduduk meningkat dari 100 pada tahun 1982 menjadi 250 pada tahun 1995, dan
prevalensi gagal jantung kongestif dari usia 55 sampai 75 lebih dari dua kali lipat antara
1976-1980 dan 1988 sampai 1991. Jadi, meskipun pengetahuan mengenai patofisiologi
hipertensi meningkat, akan tetapi prevalensi kasus penyebab hipertensi masih sekitar 90
sampai 95% (yang berpotensi pencegahan atau penyembuhan). Akibatnya, dalam banyak
kasus hipertensi diobati secara nonspesifik, sehingga sejumlah besar efek samping ringan
dan relatif. tingginya tingkat ketidakpatuhan (50 sampai 60%).1

2.2 Definisi
Saat ini untuk orang dewasa, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tinggi dan atau peningkatan tekanan darah
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi dibagi menjadi dua tingkatan
baik bersadarkan sistolik maupun diastolik darah (Tabel 1). Tekanan darah sistolik antara
120 dan 139mm Hg atau tekanan darah diastolik antara 80 dan 89 mm Hg dikategorikan
prehipertensi. Orang dengan prehipertensi memiliki peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular dan perkembangan hipertensi dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
orang dengan tekanan darah normal.2

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Pasien Dewasa dengan


Usia 18 tahun dan lebih.2*

*Tanpa mengkonsumsi obat antihipertensi dan tidak akut. ketika tekanan darah sistolik dan diastolik
masuk ke dalam kategori yang berbeda maka katergori yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi
Kategori harus dipilih untuk mengklasifikasikan tekanan darah seseorang

status.
Hipertensi sistolik terisolasi merupakan masalah yang banyak ditemukan pasien orang
dengan usia lebih dari 55 tahun. Definisi hipertensi sistolik terisolasi merupakan keadaan
dimana tekanan darah sistolik 140mmHg aatau lebih dan tekanan darah diastolic kurang
dari 90 mmHg. Penyebab sekunder dari dari kelainan ini dihubungkan dengan adanya
peningkatan curah jantung atau Cardiac output (anemia, tirotoksikosis, fistula
arteriovenous, Penyakit Paget pada tulang dan beriberi) atau peningkatan volume sekuncup
atau stroke volume (insufisiensi aorta dan blok jantung total). 2
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang menjadi semakin penting. Prevalensi
hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur ke titik di mana lebih dari setengah dari
orang usia 60-69 tahun dan sekitar tiga-perempat dari mereka 70 tahun dan lebih tua.
Peningkatan terutama tekanan darah sistolik bertanggung jawab dalam meningkatkan
insiden dan prevalensi hipertensi sejalan dengan pertambahan usia.3
Studi Jantung Framingham baru-baru ini menjelaskan risiko seumur hidup hipertensi
mencapai sekitar 90 persen untuk pria dan wanita yang tidak hipertensi pada usia 55 atau
65 tahun dan selamat sampai usia 80-85. Bahkan setelah disesuaikan dengan persaingan
angka kematian, risiko seumur hidup sisa hipertensi adalah 86-90 persen pada wanita dan
81-83 persen pada pria 3

2.3 Epidemiologi
Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Tekanan darah sistolik
meningkat sepanjang hidup, tetapi tekanan darah diastolik cenderung stabil pada usia
dekade kelima. Dengan demikian, baik insiden dan prevalensi hipertensi meningkat dengan
bertambahnya usia, dan hipertensi sistolik terisolasi menjadi subtipe yang paling umum
pada orang tua. Untuk orang setengah baya dengan tekanan darah normal yang hidup sampai
usia 85 tahun, masa residual risiko mengembangkan hipertensi adalah 90%.2
Selain usia, faktor-faktor lain yang terkait dengan peningkatan risiko hipertensi yang
tidak dapat diubah (nonreversible) termasuk ras Afrika Amerika atau memiliki riwayat
keluarga hipertensi. Faktor yang dapat diubah (reversible) termasuk memiliki tekanan darah
dalam rentang prehipertensi, kelebihan berat badan, memiliki gaya hidup yang kurang
gerak, diet mengkomsumsi tinggi natrium- rendah kaliu, asupan alkohol yang berlebih, atau
memiliki sindrom metabolik. Sindrom metabolik didefinisikan oleh adanya tiga atau lebih
dari kondisi berikut: obesitas perut (lingkar pinggang> 40 inci pada pria atau> 35 inci pada
wanita), toleransi glukosa oral (glukosa puasa ≥ 110 mg / dL), tekanan darah 130/85 mm
Hg atau lebih tinggi, meningkatkan tingkat plasma trigliserida (≥ 150 mg / dL), atau rendah
high-density lipoprotein (HDL) kolesterol (<40 mg / dL pada pria atau <50 mg / dL pada
wanita). Hal ini diduga bahwa resistensi insulin mungkin menjadi faktor pathophysiologik
yang mendasari untuk sindrom metabolik. Memperbaiki faktor reversibel dapat
menurunkan tekanan darah dan mencegah perkembangan dari hipertensi.2
Dalam usia dewasa muda dan usia pertengahan awal, hipertensi lebih umum pada pria
dibandingkan pada wanita. Pada orang yang lebih tua dari 60 tahun, sebaliknya adalah
hipertensi lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria. Hipertensi lebih umum di ras
Afrika Amerika daripada ras kulit putih di segala usia, dan di kedua ras itu lebih umum di
ekonomi yang menengah ke bawah.2
Prevalensi hipertensi tergantung antara komposisi ras pada populasi yang diteliti dan
kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan kondisi. Dalam populasi suburban kulit putih
seperti dalam penelitian Framingham, hampir seperlima dari individu memiliki tekanan
darah 160/95 mmHg, sementara setengahnya memiliki tekanan darah 140/90 mmHg.
Prevalensi yang lebih tinggi telah didokumentasikan dalam penduduk kulit putih. Pada
perempuan prevalensi berkaitan erat dengan usia, dengan peningkatan yang substansial
terjadi setelah usia 50. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan perubahan hormonal saat
menopause, meskipun mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Dengan demikian,
rasio frekuensi hipertensi pada wanita dibandingkan pria meningkat 0,6-0,7 pada usia 30
hingga 1,1-1,2 pada usia 65.1
Data dari The National Health and Nutrition Survey (NHANES) telah menunjukkan
bahwa 50 juta atau lebih orang Amerika menderita hipertensi yang menjalani beberapa
bentuk pengobatan.1,2 Seluruh Dunia estimasi prevalensi untuk hipertensi diperkirakan
sebanyak 1 miliar orang, dan sekitar 7,1 juta kematian per tahun mungkin disebabkan
hipertensi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa tekanan darah
suboptimal (tekanan darah sistolik > 115 mmHg) bertanggung jawab atas 62 persen dari
penyakit serebrovaskular dan 49 persen dari penyakit jantung iskemik (IHD), dengan
sedikit variasi berdasarkan jenis kelamin. Selain itu, tekanan darah suboptimal tersebut
merupakan faktor risiko nomor satu kematian di dunia.3.
Untuk orang-orang dengan hipertensi, kematian yang paling sering disebabkan oleh
komplikasi dari penyakit arteri koroner. Faktor-faktor yang menambah risiko ini adalah
penggunaan tembakau, hiperlipidemia, diabetes mellitus, obesitas, gaya hidup yang kurang
gerak, sindrom metabolik, jenis kelamin (laki-laki dan pascamenopause pada perempuan),
usia lebih tua dari 60 tahun, dan riwayat keluarga penyakit kardiovaskular premature
(wanita <65 tahun, laki-laki <55 tahun). Adanya kerusakan organ target (stroke, hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung iskemik, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal, retinopati,
penyakit pembuluh darah perifer, dan demensia) meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular peristiwa ini berlanjut bahkan jika tekanan darah telah dikontrol. Fakta ini
berpendapat untuk identifikasi dini dan pengobatan yang tepat hipertensi untuk menghindari
perkembangan cedera organ target.2

2.4 Penyebab
Sebagian besar (80-90%) dari pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan tekanan
darah primer, yaitu hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya.4
a. Hipertensi Esensial/ Hipertensi Primer 4
Hipertensi esensial memiliki etiologi multifaktorial.
a. Faktor genetik
Tekanan darah anak dalam sebuah keluarga cenderung meningkat apabila orang
tuanya mengalami hipertensi,dibandingkan dengan anak tanpa riwayat orang tua
hipertensi. Hal ini menunjukkan tendensi faktor risiko genetik dalam penyebab
hipertensi, meskipun sebagian, adanya pengaruh lingkungan secara bersama.
Namun, sebagian besar faktor genetik bertanggung jawab atas kejadian hipertensi
dalam sebuah keluarga.
b. Janin faktor
Berat badan lahir rendah dikaitkan dengan hipertensi. Hubungan ini mungkin
karena adaptasi janin intrauterin abikbat kekurangan gizi dengan perubahan
jangka panjang dalam darah Kapal struktur atau fungsi penting sisstem hormonal.
c. Faktor-faktor lingkungan
Di antara beberapa faktor lingkungan yang telah diduga berperan, berikut ini
tampaknya menjadi yang paling signifikan:
(a) Obesitas. Orang gemuk memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan orang kurus. Ada resiko, yang cenderung lebih tinggi jika
tekanan darah diukur dengan manset kecil. Sesuaikan ukuran maset dengan
lingkar lengan. Gangguan pernafasan saat tidur yang bersamaan ditemukan
pada pasien obesitas merupakan faktor risiko tambahan.
(b) Asupan. Kebanyakan penelitian telah menunjukkan hubungan yang erat
antara konsumsi alkohol dan hipertensi. Namun, subyek yang mengonsumsi
sejumlah kecil alkohol tampaknya memiliki tingkat tekanan darah yang lebih
rendah daripada mereka yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak.
(c) Asupan Garam. Asupan Garam yang tinggi telah disarankan untuk menjadi
penentu utama dari perbedaan tekanan darah dalam populasi di seluruh dunia.
Populasi dengan asupan natrium lebih tinggi memiliki tekana darah rata-rata
lebih tinggi dibandingkan dengan asupan natrium rendah. Migrasi dari
pedesaan ke lingkungan perkotaan dikaitkan dengan peningkatan tekanan
darah yang sebagian terkait dengan jumlah garam dalam diet. Studi tentang
pembatasan asupan garam telah menunjukkan efek yang menguntungkan
pada tekanan darah pada pasien hipertensi. Sejumlah bukti telah menjelaskan
komsumsi tinggi kalium dapat melawan efek asupan kadar garam yang tinggi.
(d) Stres. Nyeri akut atau stress dapat meningkatkan tekanan darah. Namun
hubungan antaran nyeri kronik dan peningkatan tekanan darah belum dapat
dijelaskan dengan pasti.
d. Mekanisme Hormonal
e. Adanya sistem saraf otonom maupun Renin-angiotensis, peptide nautriuetik dan
sistem kalikrein-kinin memainkan peran dalam regulasi perubahan tekanan darah
jangka pendek dan telah dikaitkan dalam patogenesis hipertensi. Penurunan renin,
saltsensitive, hipertensi esensial yang terjadi pada pasien yang mengalami retensi
garam dan air dapat dijelaskan.
f. Resistensi Insulin
Hubungan antara diabetes dan hipertensi telah lama telah diakui dan sebuah
sindrom telah dijelaskan dari adanya hiperinsulinemia, intoleransi glukosa,
penurunan tingkat kolesterol HDL, hipertrigliseridemia dan obesitas sentral
(semua yang berhubungan dengan resistensi insulin) dalam hubungan dengan
hipertensi. Hubungan ini (juga disebut sindrom metabolik) merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit kardiovaskular.

b. Hipertensi Sekunder 4
Hipertensi sekunder adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah akibat dari
penyakit spesifik dan berpotensi dapat diobati. Bentuk-bentuk dari penyeba hipertensi
sekunder seperti yang ada di bawah ini:
a. Penyakit Ginjal
Sekitar 80% pasien penyakit ginjal mengalami hipertensi. Penyebab yang palig
sering adalah:
- Nefropati diabetik
- Glomerulonefritis Kronik
- Penyakit Polikistik pada dewasa
- Nefritis tubulointestinal Kronik
- Penyakit renovaskuler.

Hipertensi itu sendiri dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit ginjal.


Mekanisme peningkatan tekanan darah ini akibat retensi garam dan air, meskipun
dapat pula ditemukan ketidaksesuaian peningkatan level plasma rennin.

b. Penyakit Endokrin
- Sindrom Conn
- Adrenalhiperplasia
- Pheochromasitoma
- Sindrom Cushing
- Acromegali
c. Penyakit kardiovaskular Kongenital
Penyebab yang paling sering adalah coartasio aorta.
d. Obat-obatan
Banyak obat telah terbukti menyebabkan atau memperburuk hipertensi, atau
mengganggu respon terhadap beberapa agen antihipertensi: NSAID, kontrasepsi
oral, steroid, carbenoxolone, akar manis, simpatomimetik dan vasopressin. Pasien
yang memakai monoamine oxidase inhibitors yang mengkonsumsi makanan
yang mengandung tyramin dapat mengembangkan paroksismal hipertensi berat.
e. Kehamilan
Curah jantung meningkat pada kehamilan tetapi, karena relatif besarnya
penurunan resistensi perifer, tekanan darah pada ibu hamil perempuan biasanya
lebih rendah dari pada mereka yang tidak hamil. Hipertensi dicatat dalam 8-10%
dari kehamilan; bila terdeteksi pada trimester pertama kehamilan atau bertahan
setelah melahirkan, biasanya karena sudah ada hipertensi esensial sebelumnya.
Hipertensi yang muncul pada paruh kedua kehamilan atau 'hipertensi yang
dicetuskan oleh kehamilan’ biasanya sembuh setelah melahirkan. Ketika tekanan
darah meningkat terhadap pengobatan> 160/110 mmHg dibenarkan untuk
diobati. Pre-eklampsia adalah sindrom yang terdiri dari kehamilan yang diinduksi
hipertensi dengan proteinuria. penyebab primer tidak diketahui dengan pasti,
tetapi kemungkinan melibatkan gangguan sirkulasi uteroplasenta dan
mengakibatkan pembatasan pertumbuhan intrauterin. Hipertensi pada kehamilan,
bersama dengan emboli paru, adalah penyebab kematian ibu yang paling umum,
dengan kejadian 10 per 1 juta kehamilan. Selain itu, penting kondisi eklampsia,
yang berhubungan dengan berat hipertensi, pada akhirnya dapat menyebabkan
kejang-kejang, gangguan edema otak dan paru, penyakit kuning, kelainan
pembekuan dan kematian janin.
2.5 Patomekanisme
Tekanan darah arteri adalah hasil dari resistensi perifer totoal dan curah jantung. Curah
jantung dapat meningkat dengan meningkatnya denyut jantung atau volume sekuncup atau
keduanya. Resistensi perifer meningkat oleh faktor-faktor yang meningkatkan viskositas
darah atau vasokontriksi lumen pembuluh darah, terutama arteriol.5
Beberapa teori yang menjelaskan perkembangan hipertensi, termasuk: 5

 Perubahan dalam penampang arteriolar menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh


darah perifer
 Abnormalitas peningkatan tonus dalam sistem saraf simpatik yang berasal dari pusat-
pusat sistem vasomotor, menyebabkan resistensi pembuluh darah perifer meningkat
 Peningkatan volume darah akibat disfungsi ginjal atau hormonal
 Peningkatan penebalan arteriolar disebabkan oleh faktor genetik, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer
 Pelepasan rennin yang abnormal, sehingga terbentuk angiotensin II, yang
mengkonstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Hipertensi yang berkepanjangan meningkatkan beban kerja jantung sebagai
perlawanan terhadap kenaikan ejeksi ventrikel kiri. Untuk meningkatkan daya
kontraktilitas, ventrikel kiri mengalami hipertrofi, kebutuhan oksigen dan beban kerja
jantung meningkat. Dilatasi jantung dan kegagalan dapat terjadi ketika hipertrofi tidak bisa
lagi mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu
aterosklerosis koroner, jantung selanjutnya dapat dikompromikan oleh berkurangnya aliran
darah ke miokardium, sehingga timbullah angina atau infark miokard (MI). Hipertensi juga
menyebabkan kerusakan pembuluh darah, yang menyebabkan percepatan terjadinya
aterosklerosis dan kerusakan organ target, seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan
aneurisma dan diseksi aorta. 5
Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya.
Sebagai contoh: 5
 Penyebab paling umum dari hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal kronik.
Kerusakan ginjal kronis akibat dari glomerulonefritis atau stenosis arteri ginjal yang
mengganggu ekskresi natrium, sistem renin-angiotensin-aldosteron, atau perfusi ginjal,
akhirnya menyebabkan tekanan darah meningkat.
 Dalam sindrom Cushing, peningkatan kadar kortisol meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan retensi natrium ginjal, meningkatkan kadar angiotensin II, dan
respon pembuluh darah terhadap norepinefrin.
 Dalam aldosteronisme primer, peningkatan volume intravaskular, perubahan konsentrasi
natrium dalam dinding pembuluh darah, atau sangat
 Tingginya kadar aldosteron menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resistensi
perifer.
 Pheochromocytoma adalah tumor sel chromaffin medula adrenal yang mengeluarkan
epinephrine dan norepinephrine. Epinefrin meningkatkan kontraktilitas dan ritme
jantung, sedangkan norepinefrin meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.

2.6 Klasifikasi
Tabel 2 menunjukkan klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa usia 18 tahun dan
lebih tua. Klasifikasi ini didasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran, saat duduk,
pembacaan tekanan darah dilakukan oleh patugas kunjugan kedua atau lebih.3
Prehipertensi bukan kategori penyakit. Sebaliknya, prehipertensi adalah sebutan yang
dipilih untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi akan mengalami hipertensi,
sehingga baik pasien dan dokter patut waspada terhadap risiko ini dan terdorong untuk
campur tangan dan mencegah atau menunda perkembangan dari penyakit tersebut. Individu
yang dikategorikan prehipertensi belum dianjurkan untuk terapi obat oral berdasarkan
tingkat tekanan darah dan harus secara tegas dan jelas disarankan untuk memodifikasi gaya
hidup untuk mengurangi risiko berkembangnya hipertensi di masa depan. Selain itu,
individu dengan prehipertensi, yang juga menderita diabetes atau penyakit ginjal, harus
dipertimbangkan untuk terapi obat yang sesuai jika modifikasi gaya hidup gagal untuk
menurunkan tekanan darah mereka menjadi 130/80 mmHg atau kurang.3
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Klasifikasi ini tidak membedakan individu hipertensi dengan ada atau tidak adanya
faktor resiko atau kerusakan target organ untuk membuat rekomendasi pengobatan yang
berbeda, JNC 7 menunjukkan bahwa semua orang dengan hipertensi (stadium 1 dan 2) dapat
diobati. Tujuan pengobatan adalah untuk individu dengan hipertensi dan tidak ada kondisi
lain yang menyertai yaitu tekanan darah <140/90 mmHg. Tujuan untuk individu dengan
prehipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah ke tingkat normal dengan perubahan
gaya hidup, dan mencegah progresifitas kenaikan tekanan darah dengan modifikasi gaya
hidup yang disarankan.3

2.7 Tanda dan Gejala


secara umum, hipertensi tidak bergejala. Namun beberapa tanda dan gejala dapat
terjadi pada pasien hipertensi, yaitu:5
 Peningkatan tekanan darah pada pembacaan setidaknya dua kali berturut-turut setelah
penyaringan awal
 Nyeri kepala oksipital (kemungkinan memburuk pada di pagi hari sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intrakranial); mual dan muntah juga dapat terjadi
 Epistaksis yang mungkin karena keterlibatan vaskular
 Bruits (yang dapat didengar melalui aorta perut atau karotis, arteri ginjal, dan
femoralis) disebabkan oleh stenosis atau aneurisma
 Pusing, kebingungan, dan kelelahan yang disebabkan oleh perfusi jaringan menurun
karena vasokonstriksi pembuluh darah
 Penglihatan kabur sebagai akibat dari kerusakan retina
 Nokturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi
glomerular
 Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.
Jika hipertensi sekunder ada, tanda-tanda dan gejala lain yang timbul kemungkinan
berhubungan dengan penyebabnya. Misalnya, Cushing sindrom dapat menyebabkan
obesitas dan striae trunkal berwarna ungu, sedangkan pasien dengan pheochromocytoma
dapat timbul sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat, dan keringat berlimpah.5

2.8 Diagnosis
Beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis:5
 Pengukuran tekanan darah yang berulang akan sangat bermamfaat
 Unrinalisis dapat menunjukkan adanya protein, sel darah merah atau sel darah putih,
pada penyakit ginjal: adanya katekolamin yang dihubungkan dengan
pheochromasitoma, atau glukosa yang menunjukkan adanya dibetes.
 Pengujian laboratorium dapat mengungkapkan adanya peningkatan nitrogen urea dan
kadar kreatinin serum dari penyakit ginjal, atau hipokalemia menunjukkan disfungsi
adrenal (hiperaldosteronisme primer).
 Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab hipertensi misalnya polisitemia
dan anemia.
 Excretory urography dapat mengungkapkan adanya atrofi ginjal yang mengarah ke
penyakit ginjal kronik. Satu ginjal lebih kecil dari ginjal sebelahnya menunjukkan
penyakit ginjal unilateral.
 Elektrocardiografi (EKG) dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri atau
iskemik jantung.
 Foto X-ray dada dapat menunjukkan kardiomegali
 Echokardiografi dapat mengungkapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
2.9 Penatalaksanaan
Pasien dengan tekanan diastolik 90 mmHg atau tekanan sistolik 140 mmHg harus
ditangani. Pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi (level 160 mmHg dengan tekanan
diastolik 89 mmHg) harus juga diobati jika mereka di atas usia 65 tahun. Pasien dengan
hipertensi dengan tekanan darah yang tidak stabil atau hipertensi sistolik terisolasi yang
tidak diobati harus memiliki tindak lanjut pemeriksaan rutin pada interval 6 bulan karena
hipertensi dapat menjadi progresif dan / atau berkelanjutan. Akhirnya, pasien dengan
penyakit vaskular aterosklerotik atau diabetes mellitus dan tekanan darah diastolik antara
85 dan 90 mmHg juga harus menerima terapi antihipertensi.1,2
Berapakah target penurunan tekanan darah yang semestinya? Sebelumnya
diasumsikan 140/90 mmHg adalah tingkat yang diinginkan. Hal ini tampaknya masih wajar
untuk pasien nondiabetes sejak studi Pengobatan Optimal Hipertensi (HOT) tidak
mendeteksi perbedaan yang signifikan dalam risiko kardiovaskular antara pasien
nondiabetes dirawat untuk tujuan penurunan tekanan darah diastolic 90 mmHg
dibandingkan 80 mmHg. 1,2
Sekitar kurang dari sepertiga dari pasien hipertensi di Amerika Serikat diobati secara
efektif. Jumlah kegagalan terhitung kecil terkait dengan obat yang tidak merespom.
Kebanyakan kegagalan akibat (1) gagal mendeteksi hipertensi, (2) kegagalan institusi
dalam pengobatan yang efektif pasien hipertensi asimtomatik, dan (3) kegagalan hipertensi
asimtomatik pasien untuk mematuhi terapi. Untuk membantu mengatasi masalah
selanjutnya, pasien harus dididik untuk melanjutkan perawatan sekali untuk rejimen yang
efektif yang telah diidentifikasi. Efek samping dan ketidaknyamanan pengobatan harus
diminimalkan atau dihilangkan agar pasien dapat bekerja sama. 1,2

a. Pengobatan Non-Farmakologi
Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah dan harus digalakkan
untuk semua orang dengan prehipertensi. Modifikasi mungkin cukup sebagai terapi awal
untuk beberapa orang dengan hipertensi stadium 1. Perlu terapi tambahan bagi mereka
dengan hipertensi yang lebih parah.2,3

Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi atau The Dietary Approach to


Stop Hypertension (DASH) efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan
prehipertensi atau hipertensi tahap . Rencana makan DASH meliputi mengkonsumsi diet
kaya buah-buahan, sayuran (kalium yang tinggi), dan produk susu rendah lemak (kalsium
tinggi) dengan pengurangan kandungan dari lemak total dan jenuh. 2,3
Prevalensi hipertensi lebih besar pada orang-orang yang mengalami obesitas.
Peningkatan tekanan darah sering seiring dengan berat badan, dan uji klinis banyak telah
mendokumentasikan efektivitas penurunan berat badan untuk menurunkan tekanan
darah. Pengurangan berat badan ke dalam kisaran normal (indeks massa tubuh 18,5-24,9)
adalah tujuan yang diharapkan. 2,3
Pembatasan asupan natrium setiap hari menjadi100 mEq (2,4 g natrium atau 6 gr
garam) menurunkan tekanan darah pada sejumlah pasien tapi tidak semua pasien
hipertensi. Sensitivitas terhadap garam lebih umum pada orang-orang ras African
American, obesitas, atau orang tua atau yang memiliki hipertensi rendah renin, tingkat
tekanan darah yang lebih tinggi, atau penyakit ginjal kronik, efek antihipertensi dari
banyak obat yang ditingkatkan oleh pembatasan natrium. Juga, pembatasan natrium
meminimalkan kehilangan kalium yang menginduksi diuresis. 2,3
Latihan aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah secara langsung
dan secara tidak langsung dengan memfasilitasi penurunan berat badan. Setidaknya 30
menit sehari-hari aktivitas aerobik, seperti berjalan, harus digalakkan. 2,3
Pembatasan asupan alkohol setiap hari ]kurang dari 1 oz (30 ml) dari etanol (<0.5
oz untuk perempuan atau laki-laki ringan) sering dikaitkan dengan penurunan tekanan
darah. Alkohol adalah sumber kalori, dan penggunaannya sering dikaitkan dengan
buruknya kepatuhan dengan terapinantihipertensi. Asupan alkohol yang berlebihan
dapat menyebabkan hipertensi yang tidak stabil yang sulit untuk mengontrol dalam
hubungan dengan gejala lain (pembilasan dan takikardia) yang merujuk pada penyakit
pheochromocytoma. 2,3
Karena komplikasi dari penyakit arteri koroner yang paling umum penyebab
kematian pada orang hipertensi, semua risiko untuk penyakit kardiovaskular harus
ditangani. Manfaat penurunan tekanan darah dikurangi pada perokok. Komponen
sindrom metabolik hidup berdampingan lebih sering pada orang hipertensi dibandingkan
orang normotensi. Pengobatan sindrom metabolik menurunkan risiko penyakit jantung
dan hipertensi yang sedang berkembang. Ini mencakup instruksi dalam diet rendah
lemak, penurunan berat badan; dorongan berolahraga secara teratur, dan penggunaan
obat-obatan untuk menurunkan kadar serum lipid, tekanan darah, dan sensitivitas insulin
bila diperlukan. 2,3

b. Pengobatan Farmakologi
Dalam lebih dari 50% dari orang dengan tahap 1 hipertensi, tekanan darah dapat
dikontrol dengan terapi obat tunggal. Faktor penting untuk pertimbangkan ketika
memilih obat untuk terapi awal adalah khasiat sebagai monoterapi, rute eliminasi,
interaksi obat, efek samping, dan biaya. Pemilihan obat yang tepat adalah penting untuk
menjaga kepatuhan jangka panjang. 2,3
Pasien dengan hipertensi stadium 2, orang-orang dengan tekanan darah awal lebih
dari 20/10 mm Hg di atas batas, dan mereka ditargetkan untuk menurunkan tekanan darah
(penyakit ginjal kronis atau diabetes) sering akan memerlukan dua atau lebih obat untuk
mengontrol tekanan darah. Pertimbangan terapi awal dengan kombinasi dua obat (salah
satunya adalah diuretik yang tepat untuk tingkat fungsi ginjal) harus dipertimbangkan. 2,3
Pengobatan monoterapi meliputi diuretik tiazid, beta-bloker, calcium channel
blockers (CCB), ACE-inhibitors (ACEIs) dan Angiotensi Receptor Blockers (ARBs).
Kombinasi dosis rendah juga dapat digunakan untuk terapi awal. Tiazid sebaiknya
diberikan sebagai terapi awal pasien hipertensi tanpa komplikasi yang tidak memiliki
pilihan yang jelas untuk jenis lain. 2,3
Obat kelas lain dipertimbangan untuk diberikan apabila diuretik tidak efektif atau
ada kontraindikasi atau dengan pengaturan obat lain yang memiki alternative pada
kondisi tertentu (misalnya ACEIs pada pasien hipertensi dengan gagal jantung
kongestif). Antagonis alfa yang bekerja sentral (clonidin, methyldopa, guanabenz dan
guanfacine) dan vasodilator (hydralazine dan mnoxidil) dapat dipertimbangkan dalam
kondisi pseudotolasnsi. Pseudotoleransi adalah stimulasi reflex dari sistem rennin-
angiotensin-aldosteron atay sistem saraf simpatis yang menyebabkan retensi cairan,
peningkatan resistensi vascular, atau peningkatan curah jantung dengan hilangnya
kemanjuran dengan penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu sejumlah obat tidak
diberikan sendiri. Obat efek sentral (-agonist cocok ketika diberikan dengan diuretic,
vasodilator paling baik diberikan sebagai obat ketiga dalam kombinasi diuretic dan
adrenergik inhibitor. Adapula obat yang lebih baik pada sejumlah umur dan ras tertentu
(diuretik dan CCB lebih efektif pada ras Afro-Amerika dan pasien usia: beta-bloker ,
ACEI dan ARB lebih efektif pada pasien kulit putih dan dan pasien yang lebih muda.
Dengan terapi kombinasi, memastikan obat bekerja kombinasi dan dua obat dari kelas
yang sama tidak boleh diberikan. Biasanya, salah satu obat kombinasi adalah diuretik
kelemahan dan impotensi. Impotensi merupakan efek sampiang yang paling berpotensi
pada semua obat anti hipertensi. 2,3
Dikenal ada 2 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yang itu diuretic, beta-bloker, ACE-inhbitor, ARB dan
antagonis kalsium. Pada JNC-VII, penyekat reseptor alfa adrenergik tidak dimasukkan
dalam lini pertama.6

Berikut ini pembagian obat lini pertama hipertensi: 6


1. Diuretik
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Penelitian-
penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskuler diuretic belum
dikalahkan oleh obat lain sehingga diuretic dianjurkan untuk sebagian besar kasus
hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau
lebih antihipertensi, maka salah satunya adalah diuretik. 6
Sampai sekarang diuretik golongan tiazid merupakan obat utama dalam
terapi hipertensi. Sebagian penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti
paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskuler. 6
Diuretik bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di tubulus
distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.Beberapa obat golongan
diuretic antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik
lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida. Pemberian 1x sehari. 6
2. Beta bloker
Beta-bloker bekerja dengan (1) menurunkan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2) hambatan sekresi
rennin di sel jungstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan kadar angiotensin
II, (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas baroreseptor, perubahan
aktivitas neuron adrenergik perifer dan oeningkatan sintesis prostasiklin. 6
Dari berbagai beta-bloker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih.
Dosis lazim 50-100 mg per oral sehari. Metoprolol diberikan dua kali sehari
dengan dosis 50-100 mg. Labetolol diberikan dua kali sehari maksimal 300 mg,
dam karvedilol sekali sehari maksimal 50 mg. 6
3. Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB)
ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Pada gagal jantung kongestif, ACEI mengurangi beban jantung dan
akan memperbaiki keadaan pasien. 6
ACEI dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) yang bekerja langsung,
contohnya Captopril dosis 25-100 mg 2-3x sehari dan lisinopril 10-40 mg 1x
sehari. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,
silazapril, benazepril, fosinopril dan lain-lain. 6
ARB bekerja dengan memblok reseptor AT 1 sehingga terjadi
vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, stimulasi jantung,
efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah
dan miokard. Obat ARB seperti Losartan 25-100 mg 1-2x sehari, valsartan,
irberstan, telmisartan dan candesartan 1x sehari. 6
4. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium meghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokontriksi,
terutama menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Dossi
nifedipin 3-4x sehari tab 100 mg. Sedangkan diltiazem 80-180 mg 3x sehari dan
verapamil 80-320 mg 2-3x sehari tidak menimbulkan takikardia karena efek
kronotropik negative langsung pada jantung. Bila reflex takikardia kurang baik,
seperti pada orang tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan
hipotensi yang berlebihan. 6

BAB III
METODE

3.1 Penetapan Topik Masalah


Sesuai pernyataan masalah yang dikemukakan pada Bab Pendahuluan, maka
topik masalah dalam mini-project ini adalah “Bagaimanakah kejadian hipertensi pada
pasien Puskesmas Pangkajene Periode 2015?”

3.2 Pengumpulan Data


3.2.1 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Pangkajene Periode bulan Mei –
September 2015.
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data secara primer
saat melakukan pelayanan primer di Poliklinik Umum Puskesmas Pangkajene.
3.2.3 Populasi dan Sampel Data
Populasi yang digunakan adalah pasien yang berobat di Poliklinik Umum. Sedangkan
teknik pengambilan sampling adalah accidental sampling

3.3 Analisis Data


Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dari hasil pelayanan primer di
poliklinik umum dan wawancara, dimana hubungan sebab-akibat dianalisa berdasarkan
tinjauan pustaka dan dideskripsikan secara naratif.

3.4 Diagnosis Komunitas dan Faktor Terkait


Pasien yang melakukan kunjungan di poliklinik umum akan dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis secara sistematis. Diagnosis hipertensi ditegakkan dari
pemeriksaan fisis tekanan darah dimana didapakan tekanan darah sistol ≥140 mmHg dan
atau tekanan darah diastole ≥ 90 mmHg. Saat pasien telah didiagnosis maka perlu
diberikan pengetahuan mulai dari faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, gangguan
organik serta penanganan baik non farmakologi maupun farmakologi.

3.5 Pelaksanaan Solusi


Bentuk intervensi yang dilakukan dalam mini-project ini berupa melakukan
penyuluhan/edukasi langsung kepada pasien yang berobat di poliklinik umum. Isi
penyuluhan mencakup berbagai faktor yang dipandang penting sesuai dengan
pernyataan masalah, menekankan bahwa terapi farmakologi harus dilakukan secara rutin,
perubahan pola hidup sehat seperti diet rendah garam dan olah raga yang teratur dan
tujuan dari mini-project ini. Penjelasan mengenai isi penyuluhan dideskripsikan pada
Bab Diskusi.

3.6 Evaluasi
Dibahas pada Bab Diskusi
BAB IV

HASIL

4.1 Profil Komunitas Umum


Puskesmas Pangkajene sebagai penyambung tangan pemerintah yang secara langsung
menangani masalah kesehatan di masyarakat dan wilayah kerja Puskesmas Pangkajene terdiri
dari 5 Kelurahan dan 1 desa berasal dari Kecamatan Barru. Luas wilayah Kerja Puskesmas
Pangkajene 79.61 Km2 dengan jumlah penduduk 30.791Jiwa. Wilayah kerja Puskesmas
Pangkajene masing-masing dibatasi oleh :

1. Di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Siawung, wilayah kerja Puskesmas


Pangkajene.
2. Di sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sepee, wilayah kerja Puskesmas
Pangkajene.
3. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sumpang Binangae, wilayah kerja
Puskesmas Pangkajene.
4. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar, wilayah kerja Puskesmas Madello.
Wilayah Puskesmas Pangkajene terdiri dari :
1. Kelurahan Sumpang Binangae
2. Kelurahan Mangempang
3. Kelurahan Coppo
4. KelurahanTuwung
5. Kelurahan Sepee
6. Desa Siawung

4.2 Demografi

Jumlah penduduk Puskesmas Pangkajene tahun 2013 sebanyak 30.791jiwa.


Kepadatan penduduk (Man Land Ratio) 387/km2. Perbandingan antara jumlah penduduk
laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan (sex ratio) sebesar 94%. Jumlah keluarga
7620RT.Rata-rata penduduk per-keluarga (family size) adalah 4,4 jiwa.
Kelompok penduduk usia non produktif (usia di bawah 20 tahun dan di atas 54 tahun)
jumlahnya lebih banyak dari jumlah penduduk usia produktif. Angka
ketergantungan(penduduk produktif: penduduk non produktif)menjadi tidak imbang. Satu
penduduk produktif menanggung lebih dari satu penduduk non produktif.Masalah yang ada,
secara ekonomi tidak semua penduduk produktif mampu berproduksi secara
optimal.Lapangan pekerjaan terbatas, dan lapangan pekerjaan yang sudah ada belum semua
bisa menjadi sumber penghasilan yang mencukupi (pembayaran sesuai UMR).

Tabel 2.
Distribusi Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Pangkajene
Tahun 2013

NO RATA
LUA JUMLAHPEN JUML KEPAD
-
S DUDUK AH ATAN
JUMLA RATA
WIL H JIWA
DESA/KEL RUMA PENDU
AYA PENDU /RUM
H DUK
H L P DUK AH
TANG TAN
(km2) per km2
GA GGA
1 Kel. Sumpang 1,80 4,824 5,074 9,898 2,366 4.18 10078
Binangae
2 Kel.Mangempa 13,80 2,946 2,931 5,877 1,499 3.92 7257
ng
3 Kel.Tuwung 12,35 1,886 1,921 3,807 971 3.92 5042
4 Kel.Coppo 26,83 2,697 2,733 5,430 1,397 3.89 8113
5 Kel.Sepee 16,47 1,346 1,567 2,913 769 3.79 4560
6 Desa.Siawung 8,36 1,456 1,410 2,866 618 4.64 3702
JUMLAH 79,61 15,155 15,63 30,791 7,620 4.04 38,752
6

Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa luas wilayah kerja Puskesmas Pangkajene secara
keseluruhan adalah 79.61 Km2. Pada tabel ini juga terlihat bahwa kelurahan Sumpang
Binangae adalah kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni sebesar 9.898
jiwa dan yang paling sedikit yakni Desa Siawung sebesar 2.866 jiwa.
4.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk wilayah kerja Puskesmas Pangkajene mulai meningkat,
rata-rata berpendidikan terakhir SMP, sisanya berpendidikan terakhir SMA dan SD,
walaupun masih banyak hanya tamatan SD namun pada umumnya dapat baca tulis.

4.4 Tingkat Ekonomi


Mata pencarian penduduk wilayah kerja puskesmas Pangkajene sebagian besar sebagai
nelayan, sebagian pegawai dan pedagang.

4.5 Sarana Pendidikan


Distribusi Sarana PendidikanDi Wilayah KerjaPuskesmas Pangkajene
Tahun 2013

UNIVER
No Desa TK/ SD/ SMP/ SLTA/ SITAS/ Jumlah
MD MI MTs MA AKADE
MIK
1 KEL. S.
3 5 2 3 1 14
BINANGAE
2 KEL.
3 6 1 0 0 0
MANGEMPANG
3 KEL. TUWUNG 0 3 1 1 1 6
4 KEL. COPPO 2 4 0 2 0 0
5 KEL. SEPPE'E 2 4 0 0 0 6
6 DESA SIAWUNG 0 4 0 0 0 0

Jumlah 10 26 4 6 2 48

4.6 Pencapaian Pembangunan Kesehatan


Indikator Derajat Kesehatan Masyarakat meliputi umur harapan hidup, mortalitas,
morbiditas dan status gizi masyarakat.
1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Umur Harapan Hidup Penduduk sebagai berikut:

Jenis kelamin Barru Nasional

Laki-laki 67,72 tahun

Perempuan 69,60 tahun


Rata-rata 68,50 tahun 68,78 tahun
2. Mortalitas
Jumlah kematian disajikan pada tabel berikut:

Jenis Tahun 2013


Jumlahkematian bayi baru lahir 9
Jumlah kematian neonatus 0
Jumlah kematian bayi 9
Jumlah kematian Ibu 1
Sumber Data: Program KIA-KB Puskesmas Pangkajene

3. Status Gizi

Kekurangan gizi seperti KEP merupakan masalah gizi utama di Indonesia. KEP
dikelompokkan menjadi dua (2) yaitu gizi kurang (bila berat badan/umur dibawah – 2
SD) dan gizi buruk (bila berat badan/umur di bawah – 3 SD).

Kegiatan Pemantauan Status Gizi dilakukan setahun sekali. Pelacakan ulang dilakukan
terutama pada balita dengan gizi buruk. Hasil kegiatan PSG sebagai

berikut

NO DESA/KEL BALITA
BALITA
GIZI LEBIH GIZI BAIK GIZI KURANG
DITIMBANG
JUMLA JUML JUMLA
L P L+P % % %
H AH H
1 KEL. S.
234 246 480 6 1.25 455 94.79 19 3.96
BINANGAE
2 KEL.
226 230 456 5 1.10 431 94.52 20 4.39
MANGEMPANG
3 KEL. TUWUNG 205 213 418 5 1.20 392 93.78 21 5.02
4 KEL. COPPO 193 209 402 4 1.00 376 93.53 22 5.47
5 KEL. SEPPE'E 186 189 375 3 0.80 530 186.24 20 5.33
6 DESA
186 187 373 1 0.27 357 95.71 15 4.02
SIAWUNG
Jumlah 1,23
1,274 2,504 24 96 2,541 101.48 140 4.67
0
Sumber Data: Program Gizi Kesehatan Masyarakat Puskesmas Pangkajene

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase balita gizi


baikmencapai101.48%.Sedangkan persentase balita gizi kurang mencapai4.67%.Untuk
gizi lebih hanya terdapat 96% dari total 2504 Balita yang ditimbang.Dan untuk balita
dengan status gizi buruk ditemukan tidak ada.

Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan gizi balita tersebut sama
dengankegiatan tahun-tahun sebelumnya yaitu:

1. PMT balita
2. Kunjungan rumah
3. Pemeriksaan balita
4. Sistem rujukan.
Pada tahun ini PMT balita mencapai cakupan 100%.Semua balita gizi buruk juga balita gizi
kurang mendapatkan makanan tambahan.Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas gizi
maupun medis dan paramedis.Jika kondisi gizi atau kesehatan balita buruk,puskesmas
merujuk ke rumah sakit.

4. Upaya Pelayanan Kesehatan


Jenis kunjungan didominasi oleh pasien yang merupakan peserta Jamkesda yaitu
sebanyak 21.197 kunjungan, kemudian disusul olehpeserta Askes sebanyak 2.414
kunjungan, dan kunjungan pasien jamkesmas sebanyak 3.608kunjungan.
5. Perilaku Masyarakat
Pelayanan kesehatan usila dilakukan petugas di posyandu usila.Ada 12 posyandu usila
yang selama ini bisa berjalan meskipun kurang aktif.

Kegiatan posyandu usila kurang aktif karena:

a. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya posyandu masih kurang.


b. Sasaran berharap selalu ada pengobatan di setiap kegiatan.
b. Apabila tidak ada petugas yang datang, posyandu usila tidak melakukan kegiatan
sendiri.
6. Pelayanan Kesehatan Luar Gedung Puskesmas
Merupakan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan di luar gedung
puskesmas terhadap semua sasaran.Dalam penyelenggaraan program kerjanya,
puskesmas harus melaksanakan asas pertanggungjawan wilayah.Artinya puskesmas
harus bertanggung jawab atas semua masalah kesehatan yang terjadi di wilayah
kerjanya.Dengan adanya hal tersebut maka program kerja puskesmas tidak dilaksanakan
secara pasif saja, dalam arti hanya sekedar menanti kunjungan masyarakat ke puskesmas,
melainkan harus secara aktif yakni memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin
dengan masyarakat.Terkait hal ini maka puskesmas juga menggalangkan peran serta
masyarakat yakni dengan membentuk pelayanan kesehatan berupa kegiatan posyandu
dan puskesmas keliling pada masing-masing wilayah kerja Puskesmas Pangkajene.
Kegiatan Posyandu dan Puskesmas Keliling dilaksanakan sesuai jadwal pada hari-hari
tertentu pada setiap bulan.Adapun jenis kegiatan yang dilakukan kegiatan berupa
pelayanan imunisasi, penyuluhan, posyandu usila (pemeriksaan dan penimbangan usila),
pemeriksaan sekaligus pengobatan.
BAB V
DISKUSI

5.1 Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pangkajene

Bedasarkan hasil data sekunder yang diambil diperoleh data kejadian Hipertensi sebagai
berikut.

Tabel 1. Kejadian Hipertensi di Puskesmas Pangkajene periode Mei- September tahun


2015

BULAN PASIEN
Mei 145
Februari 135
Maret 133
April 136
Mei 130
September 135
Sumber: data sekunder

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pasien hipertensi yang berobat terbanyak pada bulan
Mei sedangkan paling sedikit pada bulan Mei.

5.2 Faktor-faktor Risiko Hipertensi

Setelah dilakukan penyuluhan langsung terhadap pasien yang didiagnosis hipertensi di


Poliklinik Umum Puskesmas Maniangpajo, pasien lebih mengerti mengenai penyakit yang
mereka derita terutama faktor-faktor apa sajakah yang berkontribusi terhadap penyakit. Salah
satunya ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia dan genetik. Hal ini diliat bahwa
pasien yang berobat rata-rata berusia di atas 40 tahun. Selain itu faktor genetik dalam hal ini
faktor keturunan turut berperan atas kejadian hipertensi terutama hipertensi primer.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok merupakan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi yang paling sering ditemukan pada pasien hipertensi, setelah dilakukan
penyuluhan, pasien lebih sadar dan berusaha untuk mengurangi komsumsi rokok. Hal ini bisa
diamati terutama pada pasien kontrol yang telah menderita hipertensi dan memeriksakan diri
secara rutin, mereka telah mengurangi komsumsi rokok. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi
kondisi pasien menjadi lebih baik terutama pasien yang sedang dalam pengobatan. Selain
rokok, faktor lain yang berpengaruh seperi komsumsi garam yang berlebihan, kadar kolesterol
dan penyakit sistemik yang mendasari kejadian hipertensi. Hal tersebut kini lebih dipahami
oleh pasien sehingga kesadaran untuk mengobati penyakit yang merupakan faktor risiko dari
hipertensi juga cenderung meningkat.

5.3 Pengobatan Hipertensi

Hal yang sering menjadi kendala di puskemas adalah kurangnya kesadaran pasien untuk
rutin memeriksakan tekanan darah nya di puskesmas sehingga pengobatan juga terputus.
Selain itu pasien enggan memeriksakan diri apabila tidak ada keluhan. Setelah dilakukan
penyuluhan langsung kepada pasien hipertensi, pasien kini lebih memahami bahwa hipertensi
umunya tidak bergejala, hanya sebagian kecil yang bergejala. Selain itu, kesadaran
memeriksakan tekanan darah tentu saja akan berdampak rutinnya pasien meminum obat.
Sebelumnya pasien banyak yang tidak mengetahui bahwa pengobatan hipertensi seumur
hidup.

Selain pengobatan farmakologi, pengobatan non-farmakologi yaitu pola hidup sehat


seperti diet rendah garam dilakukan oleh pasien yang telah mendapatkan penyuluhan. Selain
itu pasien juga membatasi komsumsi kolesterol. Selain itu olahraga juga dilakukan oleh pasien.
Mengingat usia pasien rata-rata di atas 40 tahun maka pasien perlu mengetahui olah raga apa
yang sesuai untuk usia tersebut yaitu olah raga ringan seperi jogging dan bersepeda.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memilik morbiditas dan
mortalitas yang cukup tinggi
2. Faktor-faktor risiko hipertensi ada yang tak dapat diubah seperti usia dan genetik
sedangkan yang dapat diubah seperti pola hidup dan koreksi terhadap penyakit lain yang
berkontribusi terhadap kejadian hipertensi
3. Pengobatan hipertensi terdiri dari non-farmakologi dan farmakologi. Non farmakologi
seperti diet rendah garam dan olah raga teratur dan farmakologi terutama harus
dikomsumsi secara rutin.

6.2 Saran
1. Perlunya digalakkan penyuluhan dengan skala yang lebih luas mengingat perubahan pola
hidup dewasa ini yang dapat meningkat risiko kejadian hipertensi
2. Perlunya digiatkan kegiatan kunjungan rumah dari petugas kesehatan terutama pasien
yang tidak rutin mengkomsumsi obat hipertensinya
3. Perlunya diadakan penelitian khusus untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam
tingginya angka kejadian hipertensi di wilayah kerja puskesmas Maniangpajo
REFERENSI

1. Fisher Nomi, Williams Gordon. Hypertensive Vascular Diease. Harrison Tinsley R, editor.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th edition. United Nations of America:
McGraw-Hill. 2005. P.1463-80
2. Schwartz Gary L. Hypertension. Habermann Thomas, Ghosh K. Amit, editors. Mayo
Clinic Internal Medicine Concise Textbook. USA: Mayo Clinic Scientific Press and
Informa Healthcare USA, INC. 2008. P 429-64
3. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department Health and Human Services. August.
2004
4. Camm AJ, BUnce N. Cardiovascular Disease. Kumar Parveen, Clark Micheal, editors.
Kumar & Klark’s Clinicak Medicine. Seventh Edition. UK: Saunders Elsevier. 2005.
p.798-804
5. Kowalak Jenifer, Cardiovascular System. Kowalak Jenifer, Cavallini Mario, editors.
Handbook of Pathopisiology. US: Springhouse Corporation. 2001.p.120-4
6. Hafrialdi. Antihipertensi. Gunawan Gan Sulistia, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Departemen farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.
h.341-60

Anda mungkin juga menyukai