Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

Di Susun Oleh :
1. Maria Sri Woro Bertadhaniswari (201711063)
2. Nimas Bunga Sarastika (201711067)
3. Vicensia Helga Christin Lilyningtyas (201711076)
4. Yohana Vitanika Oktaviati (201711079)
5. Chresensia Yuresi Aprigia (201711086)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA


PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perhatian pemerintah terhadap kesehatan dan mutu kesehatan warga
negaranya dapat dilihat dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh kesehatan”.
Selain disebutkan dalam UUD 1945, perhatian pemerintah dapat dilihat pada visi
dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025,
yaitu masyarakat diharapkan memiliki kemampuan menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan, yaitu
masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan
kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang
menenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standard an
etika profesi (RPJPBK 2005-2025, Depkes RI 2009 yang disitasi oleh (Widada,
Pramusinto, & Lazuardi, 2017).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 maka dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
atau BPJS yang merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Sosial Nasional dan program BPJS Kesehatan ini resmi mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Namun setelah dibentuknya BPJS
Kesehatan terjadi sejumlah masalah di berbagai daerah. Dikutip oleh Jawa Pos
Rabu 1 Januari 2014 halaman 11, sampai diresmikannya BPJS Kesehatan masih
banyak kalangan yang kurang paham dengan program yang diselenggarakan
BPJS Kesehatan yaitu Program Jaminan Kesehatan Naisonal (JKN). Bukan hanya
peserta, pihak pemberi layanan kesehatan juga banyak yang tidak paham tentang
program baru tersebut (Rolos dkk, 2014 yang disitasi oleh (Widada, Pramusinto,
& Lazuardi, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari BPJS?
1.2.2 Apa faktor yang mempengaruhi peran BPJS Kesehatan?
1.2.3 Apa tujuan program adanya BPJS Kesehatan?
1.2.4 Bagaimana fungsi dari BPJS?
1.2.5 Bagaimana tugas dari BPJS?
1.2.6 Bagaimana wewenang dari BPJS?
1.2.7 Apa saja kewajiban dari BPJS?
1.2.8 Apa saja hak dari BPJS?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari BPJS
1.3.2 Mengetahui faktor apa saja yang mempengaryhu peran BPJS Kesehatan.
1.3.3 Mengetahui tujuan program adanya BPJS Kesehatan.
1.3.4 Mengetahui bagaimana fungsi dari BPJS
1.3.5 Mengetahui bagaimana tugas dari BPJS
1.3.6 Mengetahui wewenang dari BPJS.
1.3.7 Mengetahui kewajiban apa saja dari BPJS.
1.3.8 Mengetahui apa saja hak dari BPJS.
BAB II
HASIL STUDY LITERATURE

2.1 Pengertian BPJS


BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah
untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan
TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan
Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan Jenis BUMN Industri/jasa
Kesehatan Didirikan 1968 (sebagai BPDPK) Kantor pusat Jln. Let. Jend.
Suprapto Cempaka Putih Jakarta Pusat. BPJS Kesehatan bersama BPJS
Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan program pemerintah
dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal
31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1
Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli
2014.BPJS telah beroperasi terhitung sejak 1 Januari 2014.
Selama masa perjalanannya, tidak sedikit dampak negatif yang dirasakan
masyarakat yang mengasuransikan dirinya di BPJS Kesehatan, terutama terkait
dengan masalah pelayanan kesehatan yang didapatkan. Tidak hanya itu, banyak
pihak yang mengklaim buruknya layanan kesehatan pasien BPJS Kesehatan,
karena beberapa pasien BPJS Kesehatan terutama terkait mayarakat miskin yang
menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) menyebutkan bahwa tidak jarang
mereka menerima pelayanan kesehatan yang buruk dari RS yang bekerjasama
dengan pihak BPJS. Misalnya, ketiadaan kamar rawat inap kelas III, terdapat
beberapa obat khusus yang dibutuhkan pasien tidak bisa diklaim oleh BPJS, dan
penanganan yang lambat, serta beberapa rumah sakit yang tidak melayani pasien
BPJS sekalipun telah terjalin kerjasama dengan pihak BPJS.
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana
Kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Kesehatan, 2015, p. 23).
Data yang disajikan di atas merupakan hal yang menjadi faktor penting dalam
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ketersediaan fasilitas kesehatan
berupa puskesmas dan rumah sakit serta kamar rawat inap yang memadai,
menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan dalam peningkatan kesehatan
masyarakat. Eksistensi BPJS Kesehatan dapat terlihat dari semakin banyaknya
faskes dan dokter keluarga yang menjadi mitra BPJS Kesehatan. Sebagaimana
disebutkan dalam situs resmi BPJS Kesehatan bahwa terdapat 156 faskes di
kabupaten Sleman yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Di antaranya yaitu
Faskes Rumah Sakit sebanyak 21, Faskes Rumah Sakit TNI/POLRI sebanyak 1,
Faskes Puskesmas sebanyak 25, Faskes Dokter Praktik Perorangan sebanyak 51,
Faskes Dokter Gigi sebanyak 17, Faskes Klinik Pratama sebanyak 12, Faskes
Klinik TNI/POLRI sebanyak 3, Faskes Apotek sebanyak 22, Faskes Optik
sebanyak 2, dan Faskes lainnya sebanyak 2 (Humas, 2015)
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan tanggung jawab dan
kewajiban Negara dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
guna terciptanya masyarakat yang mampu berkontribusi dalam pembangunan
bangsa dan Negara. Dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jaminan Sosial
akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
merupakan transformasi kelembagaan dari PT ASKES (Persero), PT Jamsostek
(Persero), PT TASPEN (Persero), dan PT ASABRI (Persero). Guna memberikan
kepastian hukum bagi pembentukan BPJS diterbitkanlah Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2011 tentang BPJS. Berdasarkan UU tersebut, akan dibentuk dua BPJS
yaitu BPJS Kesehatan yang merupakan transformasi dari PT ASKES (Persero)
dan BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan transformasi dari PT JAMSOSTEK
(Persero). UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI
(Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke
Peraturan Pemerintah. 3 Pemerintah telah menjadwalkan pada tanggal 1 Januari
2014 PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) tersebut berubah menjadi
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta keduanya dinyatakan bubar
oleh UU BPJS (Afriyanti, 2014).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Peran BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut.
2.2.1 Mekanisme pencairan klaim oleh pihak BPJS. Dalam mekanisme
pencairan klaim oleh pihak BPJS pelaksanaan jaminan kesehatan, klaim
pembayaran tidak dibayarkan oleh pemerintah, tetapi diserahkan pada
pihak BPJS Kesehatan. Dokumen klaim akan diverifikasi oleh verifikator
BPJS Kesehatan. Apabila pihak verifikator BPJS Kesehatan menyetujui
maka klaim akan diganti oleh pihak BPJS Kesehatan, jika tidak disetujui
maka klaim akan dikembalikan ke pihak rumah sakit (Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, 2014). Pencairan
dana yang diteruskan ke rumah sakit yang bersangkutan dan bukan ke
rekening dari pasien atau peserta dari asuransi BPJS. Walaupun begitu,
nantinya pasien atau peserta dari BPJS Kesehatan ini akan bisa
mendapatkan dana untuk penggantian biaya dari rumah sakit tersebut.
Untuk bisa mengajukan klaim pada asuransi BPJS Kesehatan, maka
pasien akan diminta untuk melengkapi beberapa dokumen seperti foto
kopi dari kartu keluarga, foto kopi dari KTP, foto kopi dari kartu peserta
yang menunjukkan keanggotaan pada asuransi BPJS Kesehatan, kuitansi
yang terkait dari rumah sakit selama perawatan medis, rekam medis serta
surat mengenai keterangan lahir apabila kasusnya adalah kasus
melahirkan.

2.2.2 Faktor Kesadaran Masyarakat. Belum semua masyarakat tergolong fakir


miskin dan orang yang tidak mampu (PBI/Penerima Bantuan Iuran)
mempunyai kartu BPJS. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
2.2.2.1 Karena ketidaktahuan bagaimana untuk mengurus kartu BPJS. Hal
ini disebabkan adanya persepsi masyarakat bahwa mengurus BPJS
selalu berbelit-belit.
2.2.2.2 Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kartu BPJS
belum memiliki manfaat sehingga saat-saat membutuhkan
timbulah kemauan untuk meminjam kartu BPJS orang lain.

2.3 Tujuan Program Adanya BPJS Kesehatan


Mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi
setiap peserta dan atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar
penduduk Indonesia. UU Nomor 24 tahun 2011 pasal 3.

2.4 Fungsi
UU BPJS menentukan bahwa,“BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.” Jaminan kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS
Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 (empat)
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.

2.5 Tugas
2.5.1 Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
2.5.2 Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
2.5.3 Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
2.5.4 Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
2.5.5 Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
2.5.6 Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial; 05 Paham BPJS 21
2.5.7 Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat.

2.6 BPJS berwenang untuk:


2.6.1 Menagih pembayaran iuran;
2.6.2 Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
2.6.3 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
2.6.4 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
2.6.5 Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
2.6.6 Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
2.6.7 Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
2.6.8 Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangkapenyelenggaraan
program jaminan social.

2.7 Kewajiban
2.7.1 Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta. Yang dimaksud
dengan ”nomor identitas tunggal” adalah nomor yang diberikan secara
khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk menjamin tertib
administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta. Nomor identitas
tunggal berlaku untuk semua program jaminan sosial;
2.7.2 Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta;
2.7.3 Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya. Informasi mengenai kinerja dan kondisi keuangan
BPJS mencakup informasi mengenai jumlah aset dan liabilitas,
penerimaan, dan pengeluaran untuk setiap Dana Jaminan Sosial, dan/
atau jumlah aset dan liabilitas, penerimaan dan pengeluaran BPJS;
2.7.4 Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan UU SJSN
2.7.5 Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban
untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
2.7.6 Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban
2.7.7 Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo Jaminan Hari
Tua (JHT) dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
2.7.8 Memberikan informasi kepada peserta mengenai besar hak pensiun 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
2.7.9 Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria
yang lazim dan berlaku umum.
2.7.10 Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan jaminan sosial; 11. melaporkan pelaksanaan
setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam)
bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. 12.
Kewajiban-kewajiban BPJS tersebut berkaitan dengan tata kelola BPJS
sebagai badan hukum publik.

2.8 Hak BPJS


2.8.1 Memperoleh dana operasional untuk penyelengaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
2.8.2 Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
jaminan social dan DJSN.

Di dalam penjelasan pasal 12 huruf a UU BPJS dikemukakan bahwa yang


dimaksud dengan “dana operasional” adalah bagian dari akumulasi iuran
jaminan social dan hasil pengembangannya yang dapat digunakan BPJS untuk
membiayai kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.
BAB III
CONTOH KASUS DAN SOLUSI

BPJS Gagal Layani Kesehatan Buruh


Jakarta, Han Ter-Federasi serikat pekerja seluruh Indonesia (FSPSI) menyebut
badan penyelenggara jaminan social (BPJS) telah gagal memberikan pelayanan
kesehatan kepada buruh di Indonesia, karena masih banyak kasus buruh yang
ditelantarkan di Rumah sakit. “program BPJS belum mampu 100% memberikan
pelayanan kepada buruh miskin, karena masih banyak Rumah Sakit yang menolak
buruh berobat, kata wakil ketua bidang advokasi federasi serikat pekerja logam
elektronik dan mesin serikat pekerja seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) DKI Jakarta
M.Toha, kamis (30/10/2014).
Ia menjelaskan, selama ini masih banyak Rumah Sakit menolak buruh dengan
alasan ruang pengobatan penuh, sehingga buruh tidak mendapatkan pengobatan untuk
menyembuhkan penyakit. :kondisi itu cukup memprihatinkan dan diharapkan BPJS
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada buruh, khususnya buruh yang kurang
mampu, “ujarnya.
Menurut dia, pemberlakuan BPJS ini hanya sekedar mengingatkan pamor
pemerintah saja hanya untuk gaya gayaan saja, karena jamsostek lebih baik dibanding
BPJS tersebut. “ BPJS ini mulai diberlakukan secara keseluruhan pada Januari 2014,
dalam upaya meningkatkan kualitas social dan kesehatan buruh, namun kenyataannya
dilapangan pemberlakukan jaminan kesehatan lebih buruk, “ ujarnya.
Memang, kata dia, program BPJS ini lebih baik dibanding jamsostek, namun
implementasi di lapangan tidak sesuai dengan program dan harapan. : kami berharap
pemerintah untuk lebih meningkatkan sumber daya manusia ( SDM ) BPJS ini, agar
program-program yang ada bisa dijalankan lebih baik dan buruh mendaptkan
pelayanan social dan kesehatan dengan baik, : ujarnya. (Arbi).

(https://harianterbit.com/m/welcome/read/2014/10/31/10552/0/29/BPJS-Gagal-
Layani-Kesehatan-BURUH)
Solusi :
3.1 BPJS dan pemerintah seharusnya bisa mengatur pembagian layanan kesehatan
kepada masyarakat.
3.2 Seharunya pemerintah memberikan jaminan kesehatan yang layak bagi setiap
peserta dan atau anggota keluarga dan pihak Rumah Sakit tidak boleh menolak
buruh untuk berobat karena status sosialnya. Karena bagi kaum buruh BPJS ini
sangat berarti untuknya karena BPJS ini sangat menolong pada saat berobat
karena dengan keaadan sosialnya yang kurang mampu.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan studi literature yang telah di pelajari dan kasus yang telah di buat
bahwa BPJS dalam kasus tersebut disebutkan bahwa masih banyak kasus buruh yang
ditelantarkan di Rumah sakit. “program BPJS belum mampu 100% memberikan
pelayanan kepada buruh miskin, karena masih banyak Rumah Sakit yang menolak
buruh berobat, kata wakil ketua bidang advokasi federasi serikat pekerja logam
elektronik dan mesin serikat pekerja seluruh Indonesia. Ia menjelaskan, selama ini
masih banyak Rumah Sakit menolak buruh dengan alasan ruang pengobatan penuh,
sehingga buruh tidak mendapatkan pengobatan untuk menyembuhkan penyakit.
:kondisi itu cukup memprihatinkan dan diharapkan BPJS meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada buruh, khususnya buruh yang kurang mampu.
Seharunya pemerintah memberikan jaminan kesehatan yang layak bagi setiap
peserta dan atau anggota keluarga dan pihak Rumah Sakit tidak boleh menolak buruh
untuk berobat karena status sosialnya. Karena bagi kaum buruh BPJS ini sangat
berarti untuknya karena BPJS ini sangat menolong pada saat berobat karena dengan
keaadan sosialnya yang kurang mampu. Tetapi selama masa perjalanannya, tidak
sedikit dampak negatif yang dirasakan masyarakat yang mengasuransikan dirinya di
BPJS Kesehatan, terutama terkait dengan masalah pelayanan kesehatan yang
didapatkan. Tidak hanya itu, banyak pihak yang mengklaim buruknya layanan
kesehatan pasien BPJS Kesehatan, karena beberapa pasien BPJS Kesehatan terutama
terkait mayarakat miskin yang menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
menyebutkan bahwa tidak jarang mereka menerima pelayanan kesehatan yang buruk
dari RS yang bekerjasama dengan pihak BPJS. Misalnya, ketiadaan kamar rawat inap
kelas III, terdapat beberapa obat khusus yang dibutuhkan pasien tidak bisa diklaim
oleh BPJS, dan penanganan yang lambat, serta beberapa rumah sakit yang tidak
melayani pasien BPJS sekalipun telah terjalin kerjasama dengan pihak BPJS.
Daftar Pustaka

Syukur, C. (2017). Peran BPJS Kesehatan Terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan

Masyarakat Perspektif Maqashid Al-Syariah (Studi pada peserta BPJS

Kesehatan di SMPN 3 PAKEM-Sleman). 2-16.

Widada, T., Pramusinto, A., & Lazuardi, L. (2017, Agustus 2). Peran badan

penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan dan implikasinya terhadap

ketahanan masyarakat (Studi di RSUD hasanuddin damrah manna, kabupaten

bengkulu selatan, provinsi bengkulu). Jurnal Ketahanan Sosial, 23, 200-202.

Widada, Trisna; Pramusinto, Agus; Lazuardi, Lutfan;. (2017). Peran Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Implikasinya Terhadap

Ketahanan Masyarakat (Studi di RSUD Hasanuddin Damrah Manna,

Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu). Jurnal Ketahanan

Nasional, 200- 205.

Anda mungkin juga menyukai