Anda di halaman 1dari 23

APLIKASI TEORI SELF CARE DEFICIT

DALAM PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGKAJIAN KOMUNITAS


PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

Disusun untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Filsafat dan Teori Keperawatan

Oleh :
RITA OKTAVIANI
NIM : 22020116410052

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua
Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah
meningkatnya umur harapan hidup (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Peningkatan
prevalensi penduduk dengan usia harapan hidup yang panjang, bahkan melampui
usia harapan hidup rata-rata dan bervariasi secara regional, menjadi sebuah
fenomena yang harus terus dipelajari penyebabnya di banyak Negara. Hal ini
dikarenakan dengan meningkatnya usia harapan hidup membawa konsekuensi
bertambahnya jumlah lansia.
Meningkatnya usia harapan hidup menyebabkan pesatnya pertumbuhan
jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara
dengan perkembangan yang cukup baik. Berdasarkan data Susenas 2014, jumlah
lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa setara dengan 8,03 % dari seluruh
penduduk Indonesia tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015). Sedangkan jumlah
lansia di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 21, 68 juta jiwa (Kementrian
Kesehatan RI , 2016). Data tersebut menggambarkan bahwa terjadinya peningkatan
jumlah lansia di Indonesia setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa dampak terhadap
berbagai kehidupan. Dampak utama dalam peningkatan jumlah penduduk lansia ini
adalah peningkatan ketergantungan. Peningkatan ketergantungan disebabkan oleh
kemunduran fisik, psikis, dan sosial lansia. Untuk itu diharapkan lansia bisa
memiliki kualitas hidup yang baik dan bisa hidup mandiri sehingga bisa mengurangi
angka ketergantungan (Yulianti, 2014). Ketergantungan pada lansia dapat
digambarkan melalui empat tahap, yaitu kelemahan (impairment), keterbatasan
fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), keterhambatan
(handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses
menua (aging process) (Azizah, 2011).
Semakin lanjut usia seseorang, maka akan mengalami kemunduran terutama
kemunduran kemampuan fisik. Kemunduran fisik yang terjadi pada lansia yaitu
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin buruk, gerakan lambat dan figure
tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2012). Kemunduran fisik dan menurunnya
fungsi organ dapat menyebabkan lansia menjadi tergantung kepada orang lain.
Meskipun kemunduran fisik terjadi secara alamiah bersamaan dengan proses menua,
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk lansia dapat melakukan aktivitas dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Ketersediaan bantuan sepanjang
waktu dirumah atau institusi layanan kesehatan atau rawatan rumah bersifat
melindungi kebutuhan lansia untuk tetap tinggal dirumahnya dam mempertahankan
kemandirian selama mungkin (Friedman, 2010). Perubahan fisik yang mengalami
penurunan akan menyebabkan terjadinya berbagai gangguan secara fisik salah
satunya yaitu gangguan mobilisasi.
Gangguan mobilisasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami keterbatasan gerak sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya
secara maksimal. Untuk memenuhi kebutuhannya dapat dibantu dengan keluarga
atau orang lain. Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Dukungan keluarga merupakan motivasi bagi lansia
untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri. Hal ini sejalan dengan teori yang
diungkapkan oleh Orem yang menyebutkan bahwa dukungan keluarga merupakan
faktor dasar yang mempengaruhi self care agency seseorang untuk mengambil
keputusan dalam melaksanakan self care (Nwinee, 2011; Schnall, 2005).
Teori keperawatan Self Care Defisit sebagai grand teori keperawatan terdiri
dari tiga teori terkait yaitu teori self care, self care deficit, dan system keperawatan.
Ketiga teori tersebut dihubungkan oleh enam konsep sentral yaitu self care, self care
agency, kebutuhan self care therapeutic, self care deficit, nursing agency, dan
nursing system, serta satu konsep perifer yaitu basic conditioning factor (faktor
kondisi dasar). Dalam teorinya, Orem menetapkan empat konsep yang pada
akhirnya bersama teori keperawatan yang lain membentuk metaparadigma
keperawatan, yaitu: human being, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan.
Salah satu model penerapan konsep keperawatan yang dapat diaplikasikan
pada lansia dengan gangguan mobilisasi adalah self care deficit. Untuk mencapai
perawatan yang optimal maka konsep tersebut perlu dipahami oleh perawat
komunitas dalam penerapannya. Perawat komunitas merupakan salah satu tenaga
professional yang bertanggung jawab dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui kegaiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
B. TUJUAN
Mengetahui aplikasi teori Self Care Defisit dalam pengembangan instrument
pengkajian komunitas pada lansia dengan gangguan mobilisasi.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. LANSIA
1. Pengertian Lansia
Lansia merupakan siklus akhir dari kehidupan, dimana lansia termasuk
bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua,
tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua
(Azizah, 2011). Lansia menurut Keliat (1999) dalam Maryam et al. (2009)
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia. Hal ini
normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu (Azizah, 2011).
2. Klasifikasi Lansia
Seseorang dikatakan lansia dapat dilihat dari batasan umur maupun
kemampuannya. Klasifikasi lansia menurut Maryam et al. (2008) dapat dibagi
menjadi lima, yaitu :
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia beresiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.
3. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses menua berjalan terus menerus seiring waktu dan saling
berkesinambungan, dalam proses menjadi tua lansia akan mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Potter & Perry (2009) dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Perubahan fisiologis
1) Kulit
Hilangnya elastisitas kulit, perubahan pigmentasi, atrofi kelenjar,
penipisan rambut, pertumbuhan kuku lambat. Perubahan fisiologis pada
kulit menurut Nugroho (2008), yaitu respon terhadap trauma menurun,
mekanisme proteksi kulit menurun seperti produksi serum menurun,
produksi vitamin D menurun.
2) Respirasi
Penurunan refleks batuk, pengeluaran lendir, debu, penurunan
kapasitas vital paru, peningkatan kekakuan dinding dada, alveoli lebih
sedikit, peningkatan infeksi saluran napas. Perubahan fisiologis pada
respirasi menurut Nugroho (2008), yaitu berkurangnya elastisitas
bronkus, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,
karbondioksida pada arteri tidak terganti, pertukaran gas terganggu.
3) Kardiovaskuler
Penebalan dinding pembuluh darah, penyempitan lumen
pembuluh darah, penurunan elastisitas pembuluh darah, penurunan curah
jantung, penurunan jumlah serta otot jantung, peningkatan tekanan
sistolik, peningkatan tekanan vaskular paru.
4) Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran, hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi
dan tidak jelas sulit mengerti kata-kata, terjadi pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratin (Nugroho, 2008).
5) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih
keruh dapat menyebabkan katarak, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
6) Neurologis
Degenerasi sel saraf, penurunan neurotransmiter, penurunan
konduksi impuls. Menurut Nugroho (2008) menurunnya hubungan saraf,
respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khusunya terhadap stres, saraf
panca indra mengecil, defisit memori.
7) Sistem gastrointestinal
Penurunan saliva, sekresi lambung dan enzim pankreas,
perubahan otot polos dengan penurunan peristaltik esofagus dan
penurunan motilitas usus halus.
8) Sistem reproduksi
Pada wanita vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari
menciut, uterus megalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput
lendir vagina menurun. Sedangkan pada pria testis masih dapat
memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan, dorongan seksual
menetap sampai usia diatas 70 tahun (Nugroho, 2008).
9) Sistem genitourinaria
Ginjal mengecil aliran darah keginjal menurun, fungsi menurun,
fungsi tubulus berkurang, otot kandung kemih menjadi menurun, vesika
urinaria susah dikosongkan, dan pembesaran prostat (Nugroho, 2008).
10) Sistem endokrin
Perubahan produksi hormon dengan penurunan kemampuan
respon terhadap stress, penurunan sekresi, peningkatan hormon anti
radang. Menurut Nugroho (2008) produksi hormon menurun fungsi
paratiroid dan sekresi tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, dan
menurunnya produksi aldosteron.
11) Sistem muskuloskeletal
Penurunan massa dan kekuatan otot, perubahan sendi degeneratif.
Menurut Nugroho (2008), tulang kehilangan cairan dan makin rapuh,
tubuh menjadi lebih pendek, persendian membesar dan menjadi kaku,
tendon mengerut dan menjadi sklerosis, atrofi serabut otot.
b. Perubahan Fungsional
Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan
dengan penyakit dan tingkat keparahannya. Status fungsional biasanya
merujuk kepada kemampuan dan perilaku yang aman dalam aktivitas harian.
Perubahan yang mendadak dalam aktivitas sehari-hari merupakan tanda
penyakit akut (pnemonia, infeksi saluran kemih dan dehidrasi) atau
perburukan masalah kronis seperti diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskuler, atau penyakit paru kronis.
c. Perubahan kognitif
Gangguan kognitif menurut Isaacs (2004) dapat disebabkan oleh
kerusakan neuron temporer atau permanen. Gangguan atau kerusakan pada
fungsi otak yang lebih tinggi tersebut dapat memberikan efek yang merusak
pada kemampuan individu melakukan fungsi kehidupan sehari-hari (Caine &
Lyness, 2000 dalam Videbeck, 2008).
Gejala gangguan kognitif menurut Potter & Perry (2009), ditandai
dengan disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan berhitung.
Perubahan kognitif juga ditandai dengan kemunduran tugas-tugas yang
membutuhkan kecepatan dan memerlukan memori jangka pendek,
kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, dan kemampuan
verbal dalam bidang kosakata akan menetap bila tidak ada penyakit yang
menyertai (Mubarak, Chayatin & Santoso, 2010).
d. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Perubahan psikososial tersebut
seperti: pensiun, isolasi sosial, seksualitas, tempat tinggal, perubahan
lingkungan, dan kematian.
Perubahan psikososial menurut Bandiyah (2009), meliputi pensiun
adalah nilai seseorang diukur oleh produktivitasnya, identitas dikaitkan
dengan peranan, dan pekerjaan. Masa pensiun merupakan tahap kehidupan
yang ditandai dengan transisi dan perubahan peran, merasa kehilangan teman
atau kenalan, merasakan atau sadar akan kematian, dan merasa kehilangan
finansial (pendapatan kurang).
B. TEORI KEPERAWATAN DOROTHEA E.OREM SELF CARE DEFICIT
Orem mengembangkan teori keperawatan Self Care Deficit terdiri dari 3
teori yang saling berhubungan, yaitu : theory self care, theory self care deficit, dan
theory of nursing systems. Didalam teori tersebut terdapat 6 konsep sentral dan 1
konsep tambahan. Konsep sentral tersebut meliputi konsep self care, unsur self care
kebutuhan self care yang terapeutik, self care deficit, unsur keperawatan dan system
keperawatan, sebagaimana konsep tambahan dari faktor-faktor kondisi dasar yang
paling penting untuk memahami teori umum Orem.
1. Teori Self Care
Untuk memahami teori self care sangat penting untuk terlebih dahulu
memahami konsep self care, self care agency, basic conditioning factor, dan
kebutuhan self care therapeutic. Wang and Laffrey (2004) menyatakan bahwa
self care adalah fungsi regulasi manusia yang berdasarkan pada kemampuan
individu untuk melakukan perawatan dirinya. Hal tersebut digambarkan dalam
hubungan antara self care, self care agency dan therapeutic demand (tuntutan
terapeutik). Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan diri, maka defisit
perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas
perawatan dirinya.
Self care merupakan tindakan yang matang dan mematangkan orang lain
yang mempunyai potensi untuk berkembang, atau mengembangkan kemampuan
yang dimiliki agar dapat digunakan secara tepat, nyata dan valid untuk
mempertahankan fungsi dan berkembang dengan stabil dalam perubahan
lingkungan. Self care digunakan untuk mengontrol atau faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi aktivitas seseorang untuk menjalankan fungsinya
dan berproses untuk mencapai kesejahteraannya.
Self care agency adalah kemampuan manusia atau kekuatan untuk
melakukan self care. Kemampuan individu untuk melakukan self care
dipengaruhi oleh basic conditioning factors antara lain umur, jenis kelamin,
status perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial budaya, system
perawatan kesehatan (diagnostic, penatalaksanaan modalitas), system keluarga,
pola kehidupan, lingkungan serta ketersediaan sumber.
Kebutuhan self care therapeutic merupakan totalitas dari tindakan self
care yang diinisiatif dan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan self care dengan
menggunakan metode yang valid yang berhubungan dengan tindakan yang akan
dilakukan. Konsep lain yang berhubungan dengan teori self care adalah self care
requisite. Orem mengidentifikasikan tiga kategori self care requisite yaitu :
a. Universal Self Care Requisiters, merupakan kebutuhan dasar setiap manusia
yang bertujuan untuk mencapai perawatan diri atau kebebasan merawat diri
dimana harus memiliki kemampuan untuk mengenal, memvalidasi dan
proses dalam memvalidasi mengenai anatomi dan fisiologi manusia yang
berintegrasi dalam lingkaran kehidupan. Terdapat 8 teori self care secara
umum yaitu : (1) pemeliharaan kecukupan pemasukan udara, (2)
pemeliharaan kecukupan pemasukan makanan, (3) pemeliharaan kecukupan
pemasukan cairan, (4) mempertahankan hubungan perawatan proses
eliminasi dan ekskresi, (5) pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat, (6) pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi sosial,
(7) pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan
manusia, (8) peningkatan promosi fungsi tubuh dan pengimbangan manusia
dalam kelompok sosial sesuai dengan potensinya (Alligood, 2010)
b. Development self care requisites, berhubungan dengan tingkat
perkembangan individu dan lingkungan dimana tempat tinggal mereka
tinggal yang berkaitan dengan perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus
kehidupan. Tiga hal yang berhubungan dengan tingkat perkembangan
perawatan diri yaitu : (1) penurunan kondisi yang memerlukan
pengembangan / Situasi yang mendukung perkembangan perawatan diri, (2)
terlibat dalam pengembangan diri, dan (3) mencegah atau mengatasi dampak
dari situasi individu dan situasi kehidupan yang mungkin mempengaruhi
perkembangan manusia / perlindungan terhadap kondisi yang mengancam
pengembangan diri (Alligood, 2010).
c. Health deviation self care requisites, berhubungan dengan kebutuhan akan
self care yang muncul karena seseorang dalam keadaan sakit atau terluka,
dan mempunyai bentuk patologis yang spesifik termasuk ketidakmampuan
dan berada pada diagnose dan penatalaksanaan medis tertentu (Alligood,
2006).
2. Teori Self Care Deficit
Merupakan hal utama dari teori general keperawatan menuurt Orem.
Dalam teori ini keperawatan diberikan jika seorang dewasa (atau pada kasus
ketergantungan) tidak mampu atau terbatas dalam melakukan self care secara
efektif. Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki
berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf kesehatannya.
Perawatan yang diberikan didasarkan kepada tingkat ketergantungan.
Ketergantungan yaitu ketergantungan total dan parsial. Deficit perawatan diri
menjelaskan hubungan antara kemampuan seseorang dalam bertindak atau
beraktivitas dengan tuntutan kebutuhan tentang perawatan diri sehingga bila
tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka ia akan mengalami penurunan atau
deficit perawatan diri. Orem mengidentifikasi lima metode yang dapat
digunakan dalam membantu self care :
a. Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain
b. Memberikan petunjuk dan pengarahan
c. Memberikan dukungan fisik dan psikologis
d. Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan
personal
e. Pendidikan
3. Teori Nursing System
Teori sistem keperawatan ingin menyatakan bahwa keperawatan adalah
suatu tindakan manusia; sistem keperawatan adalah sistem tindakan yang
direncanakan dan dihasilkan oleh perawat. Sistem keperawatan tersebut
dihasilkan melalui pengalaman mereka merawat orang dengan penurunan
kesehatan atau ketidakmampuan berhubungan dengan kesehatan dalam merawat
diri sendiri, atau orang yang mengalami ketergantungan (Alligood, 2010).
Dorothea Orem mengidentifikasi 3 klasifikasi Nursing System yaitu :
a. Wholly compensatory system (Sistem bantuan secara penuh)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan
secara penuh pada pasien dikarenakan ketidamampuan pasien dalam
memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan
dalam pergerakan, pngontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi
gerakan. Ada 3 kondisi yang termasuk dalam kategori ini yaitu :
1) Individu tidak dapat melakukan tindakan self care misalnya koma.
2) Individu dapat membuat keputusan atau pilihan tentang self care tetapi
tidak dapat melakukan ambulasi.
3) Individu yang tidak mampu membuat keputusan yang tepat tentang self
carenya.
Menyelesaikan perawatan diri
terapeutik pasien
c Mengkompensasi ketidakmampuan
Tindakan Perawat
pasien untuk terlibat dalam
perawatan diri

Mendukung dan melindungi pasien

Gambar 2.1 : Wholly Compensatory System dalam tindakan keperawatan

b. Partially compensatory system (Sistem bantuan sebagian)


Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri sendiri secara
sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara
minimal.

Melakukan beberapa langkah


perawatan diri untuk pasien
Mengkompensasi keterbatasan
Tindakan Perawat perawatan diri pasien
Membantu pasien seperti yang
diperlukan
Mengatur agen perawatan diri

Melakukan beberapa langkah


perawatan diri

Tindakan Pasien Mengatur agen perawatan diri

Menerima perawatan dan bantuan


dari perawat

Gambar 2.2 : Partially compensatory system dalam tindakan keperawatan


dan tindakan pasien.

c. Supportive - educative system


Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang
membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu
memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan agar pasien
mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran.
Tindakan Perawat Mengatur latihan dan
pengembangan agen perawatan diri

Mengatur latihan dan


Tindakan Pasien pengembangan agen perawatan diri
Mengatur latihan dan
pengembangan agen perawatan diri
Gambar 2.3 : Supportive - educative system dalam tindakan keperawatan
dan tindakan pasien.

Orem mempunyai menciptakan konsep umum tentang keperawatan.


Konsep umum tersebut memungkinkan pemikiran induktif dan deduktif dalam
keperawatan. Bentuk dari teori disajikan dalam berbagai model yang
dikembangkan oleh Orem dan ahli lain.

Gambar 2.4 : Konsep keperawatan menurut Orem

Salah satu contoh model konsep umum tersebut tampak pada gambar 2.4
Orem mendeskripsikan model dan pentingnya model tersebut untuk
pengembangan dan pemahaman terhadap realitas yang ada. Model konsep
umum diatas secara operasional dapat dilaksanakan untuk membangun system
keperawatan dan system keperawatan bagi individu, unit perawatan dependen
atau komunitas (Alligood, 2006).
BAB III
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENGKAJIAN KOMUNITAS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

Basic conditioning faktor : Universal self care requisites : Developmental self care Health Deviation self care
Nama KK Udara requisites : requisites
Anggota keluarga Air Pemeliharaan Upaya mencari pertolongan
Orientasi social kultural Makanan perkembangan lingkungan kesehatan
Sistem keluarga Eliminasi Pencegahan / management Manajemen proses penyakit
Sistem pelayanan kesehatan Aktivitas / Istirahat kondisi yang mengancam Kepatuhan regimen terapi
Pola hidup Kesendirian / Interaksi sosial perkembangan Kesadaran masalah potensial
Lingkungan Pencegahan bahaya Modifikasi konsep diri
Sumber daya keluarga Kesehatan dan Kesejahteraan menghadapi status kesehatan
Promosi Kesehatan Penyesuaian gaya hidup

Self Care Deficit Pada Lansia dengan


Gangguan Mobilisasi
Pengkajian pada lansia dengan gangguan mobilisasi bertujuan untuk
mengidentifikasi adanya atau tidak adanya deficit perawatan diri. Perawat perlu
mengumpulkan data tentang adanya tuntutan dalam perawatan diri, kekuatan untuk
melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan diri, universal devisiasi perawatan diri.
Orem (2001) mengidentifikasi dua bagian utama dalam riwayat keperawatan yaitu :
1. Berfokus pada situasi perawatan diri klien yang meliputi : permintaan terapi
perawatan diri, dan focus perawatan diri pribadi. Menurut Orem (2001), perawat
harus mampu membuat keputusan seluruh proses keperawatan sehingga perawat
tidak harus mengumpulkan sejumlah data yang tidak relevan, tetapi harus
mengumpulkan riwayat keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu klien,
sehingga perawat dapat menemukan terapi perawatan yang berhubungan dengan
perawatan diri.
2. Perawat harus mempertimbangkan kondisi pola kehidupan klien dengan
mengumpulkan data tentang dimana dan dengan siapa klein tinggal dan bagaimana
klien menghabiskan waktunya setiap hari. Data-data akan dapat menginformasikan
tentang ada atau tidaknya bahaya di lingkungan rumah klien. Pengakajian yang
harus dilakukan diawali dengan pengakajian personal klien yang meliputi: usia,
jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, budaya, ras, status perkawinan, agama, dan
pekerjaan. Selanjutnya pengakajian menurut Orem (2001) juga didasarkan pada 3
kategori kebutuhan perawatan perawatan diri klien yang meliputi universal selfcare,
developmental dan health deviation.
a. Universal self care requisites

Tujuan universal self care requisites adalah untuk mencapai perawatan


diri atau kebebsan merawat diri dimana harus memiliki kemampuan untuk
mengenal anatomi dan fisiologi manusia yang terintgerasi dalam lingkungan
kehidupan. Universal self care requisite yang dimaksudkan pada lansia dengan
gangguan mobilisasi adalah:
1) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
2) Pemeliharaan keseimbangan antara solitude (berdiam diri) dan interaksi
social.
3) Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan dan
kesejahteraan manusia.
4) Meningkatkan fungsi human functioning dan perkembangan kedalam
kelompok social sesuai dengan potensi seseorang, keterbatasan seseorang
dan keinginan seseorang untuk menjadi normal.
b. Developmental self care requisites
Terjadi berhubungan dengan tingkat perkembangan individu dan
lingkungan dimana tempat mereka tinggal, yang berkaitan dengan perubahan
hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan. Tiga hal yang berhubungan
dengan tingkat perkembangan perawatan diri adalah:
1) Situasi yang mendukung perkembangan perawatan diri.
2) Terlibat dalam pengembangan diri.
3) Mencegah atau mengatasi dampak dari situasi individu dan situasi kehidupan
yang mungkin mempengaruhi perkembangan manusia.
c. Health deviation self care requisites
Kebutuhan yang berkaitan dengan penyimpangan status seperti sakit,
luka atau kecelakaan yang dapat menurunkan kemampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan self care, baik secara permanen maupun temporer.
Kebutuhan ini meliputi:
1) Mencari pengobatan yang tepat dan aman.
2) Menyadari dampak dari patologi penyakit.
3) Memilih prosedur diagnostic, terapi dan rehabikitatif yang tepat dan efektif.
4) Memahami dan menyadari dampak tidak nyaman dari program pengobatan.
5) Memodifikasasi konsep diri untuk dapat menerima status kesehatannya.
6) Belajar hidup dengan keterbatasan sebagai dampak kondisi patologi.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Lansia merupakan siklus akhir dari kehidupan, dimana lansia termasuk
bagian dari proses tumbuh kembang. Semakin lanjut usia seseorang, maka akan
mengalami kemunduran terutama kemunduran kemampuan fisik. Kemunduran fisik
dan menurunnya fungsi organ dapat menyebabkan lansia menjadi tergantung kepada
orang lain. Meskipun kemunduran fisik terjadi secara alamiah bersamaan dengan
proses menua, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk lansia dapat melakukan
aktivitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Ketersediaan
bantuan sepanjang waktu dirumah atau institusi layanan kesehatan atau rawatan
rumah dapat membantu lansia dalam memenuhi kebutuhannya karena dengan
adanya dukungan keluarga akan mempengaruhi self care agency seseorang untuk
mengambil keputusan dalam melaksanakan self care.
B. SARAN
1. Perawat komunitas harus lebih teliti lagi dalam menggali masalah-masalah atau
fenomena-fenomena kesehatan yang ada disekitar kita sehingga dapat segera
ditindaklanjuti.
2. Perlu adanya pengkajian yang sesuai dengan kebutuhan lansia sehingga tindakan
keperawatan yang diberikan bisa tepat, dan bermanfaat bagi lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu


Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta : Badan Pusat
Statistik
Friedman, Marilyn. 2010. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik Edisi 5. Jakarta :
EGC
Hartweg, D. 1995. Dorothea Orem: self-care deficit theorie. SAGE publisher
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Ladner. 2002. Fundamentals of nursing: Standards & practice 2 nd Ed. New York.
Delmar-Thomson Learning
Maryam. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, W. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC
Nwinee, J.P. 2011. Nwinee sociobehavioural self care management nursing model. West
African Journal of Nursing Vol 22 No 1
Schnall, E. 2005. Social Support : A role for social work in the treatment and
prevention of hypertension, Ferkauf Graduate School of Psychology Albert
Einstein College of Medicine Vol 21
Tomey, A. M. and Alligood. 2010. Nursing Theorist and Their Work (7th ed). St. Louis:
Mosby Elsevier.
KISI-KISI PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PENGKAJIAN KOMUNITAS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

NO TOPIK SUB TOPIK SUB SUB TOPIK ITEM PENGKAJIAN METODE SUMBER DATA
A O W DS
1 Data Lansia yang Data Lansia - Umur √ Lansia
Umum tinggal dengan - Jenis kelamin
keluarga - Pendidikan
- Status perkembangan
- Status kesehatan
Sistem pelayanan - Pemanfaatan fasilitas √ Lansia, Keluarga
kesehatan kesehatan
- Terapi non medic /
keperawatan
Sistem keluarga - Tahap perkembangan √ Lansia, Keluarga
keluarga
- Peran masing-masing
anggota keluarga
- Fungsi keluarga
Pola hidup - Prinsip hidup √ Lansia, Keluarga
Lingkungan - Karakteristik tempat √ Lansia, Keluarga
tinggal
- Interaksi dengan
masyarakat
Sumber daya - Status ekonomi √ Lansia, Keluarga
keluarga - Status sosial
- Sistem pendukung
keluarga
2 Pemeriksaa Riwayat Sistem respirasi - Pemeriksaan fisik dada Oberv lansia
n fisik kesehatan - Frekuensi nafas, bunyi asi
nafas, gerakan dinding wawan
dada cara
- Masalah pernafasan
yang dialami
Nutrisi - BB, TB, IMT Oberv Lansia
- Pola makan dan minum asi
dalam sehari kuesio
- Jenis makanan yang ner
dikonsumsi (asupan
gizi)
- Makan sendiri atau
dengan bantuan
Eliminasi - Pola eliminasi dalam kuesio Lansia
sehari ner
- Frekuensi BAK dan
BAB
- Gangguan BAK & BAB
dalam 6 bulan terakhir
- BAK dan BAB sendiri
atau dengan bantuan
orang lain
Aktifitas - Kekuatan otot Oberv Lansia
- Pemenuhan ADL asi
(activity daily of living) Indeks
- Jenis kegiatan yang Katz
disukai dan masih bisa kuesio
dilakukan oleh lansia ner
- Aktifitas dengan
bantuan atau mandiri
- Penggunaan alat bantu
atau tidak
Integritas kulit - Turgor kulit Oberv Lansia
- Masalah penyakit kulit asi
yang dialami kueion
- Ada tidaknya luka pada er
kulit
Panca indra - Kemampuan fungsi Obser Lansia
panca indra vasi
- Gangguan panca indra kuesio
yang dialami ner
Cairan dan - Pemenuhan kebutuhan kuesio Lansia
elektrolit cairan dan elektrolit ner
lansia
- Gangguan pemenuhan
cairan dan elektrolit
yang dialami
Sistem endokrin - Riwayat DM kuesio Lansia
ner
Sistem neuro - Kemampuan kognitif SPMS Lansia
- Kemampuan reflek Q
Oberv
asi
3 Fungsi Lansia di Interaksi sosial - Kepedulian lansia Kuesio Lansia, keluarga, tokoh
peran keluarga dengan keluarga terhadap keluarga ner masyarakat
maupun dan masyarakat - Keikutsertaan dalam
lingkungan aktifitas di lingkungan
masyarakat tempat tinggal
4 Hubungan Lansia di Hubungan lansia - Komunikasi dengan Kuesio Lansia, keluarga, tokoh
interperson keluarga dengan keluarga keluarga dan tetangga ner masyarakat
al maupun maupun lingkungan - Orang yang paling wawan
lingkungan masyarakat dekat dengan lansia cara
masyarakat - Orang yang dianggap
penting oleh lansia
5 Persepsi Keluarga dan Penilaian keluarga - Perasaan keluarga yang Kuesio Lansia, keluarga, tokoh
masyarakat dan masyarakat ikut merawat lansia ner masyarakat
dengan keberadaan - Masalah yang dihadapi wawan
lansia keluarga dalam merawat cara
lansia
- Lansia memandang
penyakitnya
- Informasi tentang
penyakit yang diderita
lansia

6 Pelayanan Lingkungan Kader kesehatan - Pembentukan kader Kuesio Ketua RT, RW


kesehatan tempat tinggal khusus lansia kesehatan khusus lansia ner
& sosial lansia di setiap RW, wawan
- Peran kader kesehatan cara
khusus lansia
- Peran ketua RT, tokoh
masyarakat, perawat
dalam pembentukan
kader kesehatan

Anda mungkin juga menyukai