PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Fungsionalisme Struktural
C. Tujuan
1
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sosial Budaya
BAB II
2
PEMBAHASAN
3
Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan
yang terjadi di masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi:
1. Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri
dari berbagai bagian yang sering berinteraksi.
2. Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat
timbal balik.
3. Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, di mana penyesuaian yang ada
tidak perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri
atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu
dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan
membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Penganut teori ini
cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa
terhadapa sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa
suatu peristiwa atau suatu sistem dapat menentang fungsi-fungsi lainnya
dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan
bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu
masyarakat. Maka jika terjadi konflik, penganut teori fungsionalisme
struktural memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara
menyelesaikannya sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Singkatnya adalah masyarakat menurut kaca mata teori (fungsional)
senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan
4
tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur
fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada,
diperlukan oleh sosial itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial
sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi: dinamika dalam keseimbangan.
B. Teori Konflik
5
Teori konflik bertentangan dengan fungsionalisme struktural.Hal itu karena
teori konflik memandang tidak mungkin terjadi keseimbangan
atau equilibrium jika dalam masyarakat atau sistem sosial terdapat
konflik.Konflik lahir karena keterbatasan sumber daya dan menurut Hobbes
naluri alamiah manusia untuk memenuhi ego. Sehingga konflik akan senantiasa
ada dalam sistem sosial.
Tokoh teori konflik adalah Karl Marx dan Max weber.Keduanya memiliki
pandangan yang berbeda mengenai konflik.Perbedaan gagasan keduanya terletak
pada Marx yang cenderung memandang konflik dari sudut pandang material
sementara Weber non-material. Oleh karena itu, teori konflik modern pun
terpecah menjadi dua tipe utama, yaitu teori konflik neo-Marxian dan teori
konflik neo-Weberian.
Pemikiran Marx memandang masyarakat dalam pendekatan kelas.Karl Mark
(stepehen K. Anderson, 1993:12-13) berpendapat bahwa bentuk-bentuk konflik
yang terstruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui
terbentuknya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi.Sampai pada titik
tertentu dalam evolusi kehidupan sosial manusia, hubungan pribadi dalam
produksi mulai menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan-kekuatan
produksi.Dengan demikian masyarakat terpecah menjadi kelas-kelas sosial
berdasarkan kelompok-kelompok yang memiliki dan mereka tidak memiliki
kekuatan-kekuatan produksi. Dalam masyarakat yang telah terbagi berdasarkan
kelas, maka kelas sosial yang memiliki kekuatan-kekuatan produksi dapat
mensub-ordinasikan kelas-kelas sosial yang lain sekaligus memaksanya untuk
bekerja memenuhi kepentingannya. Jadilah kelas dominan menjalin hubungan
dengan kelas-kelas yang tersub-ordinasi dalam sebuah proses eksploitasi
ekonomi. Secara alamiah saja, kelas-kelas yang tersub-ordinasi ini akan marah
karena dieksploitasi dan terdorong untuk memberontak dari kelasnya. Dalam
situasi ini, hanya Negara yang mampu menekan pemberontakan tersebut dengan
kekuatan.
Dengan pemikiran demikian, Marx telah melakukan pendekatan konflik.
Artinya masyarakat terpecah dan akan berkonflik ketika kelas tertentu memiliki
faktor produksi sementara kelas yang lain tidak memiliki faktor produksi. Dalam
uraian selanjutnya, Marx menyebut kelas yang memiliki faktor produksi adalah
6
kaum borjuis dan kelas yang tidak memilikifaktor produksi adalah kaum
proletar. Maka yang terjadi adalah adanya “penindasan” oleh kaum borjuis
kepada kaum proletar.“Penindasan” itu berupa pemaksaan terhadap kaum
proletar untuk memenuhi kepentingan kaum borjuis.Inilah yang disebut
ekploitasi ekonomi. Sekeras apapun usaha kaum proletar justru akan
memperkaya kaum borjuis. Dampaknya, akanada kemarahan yang berujung
revolusi untuk membuat ketertiban sosial dari kaum proletar.
Analisis Marx menjadi inspirasi pendekatan konflik modern. Dalam hal ini
Stephen k Sanderson (1993:12) menyebutkan bahwa, beberapa strategi konflik
marsian-modern adalah sebagai berikut:
1. Kehidupan sosial pada dasarnya merupakan arena konflik atau pertentangan
diantara dan didalam kelompok-kelompok yang bertentangan.
2. Sumber-sumber daya ekonomi dan kekuasaan-kekuasaan politik merupakan
hal penting, sehingga berbagai kelompok berusaha merebutnya.
3. Akibat tipikal dari pertentangan ini adalah pembagian masyarakat menjadi
kelompok yang determinan secara ekonomi dan kelompok yang
tersubordinasi.
4. Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengaruh
sosial dari kelompok yang secara ekonomi merupakan kelompok yang
determinan.
5. Konflik dan pertentangan sosial didalam dan diantara berbagai masyarakat
melahirkan kekuatan-kekuatan yang menggerakan perubahan sosial.
6. Karena konflik dan pertentangan merupakan ciri dasar kehidupan sosial,
maka perubahan sosial menjadi hal yang umum dan sering terjadi.
7
Pertama, yaitu bahwa konflik dalam arena politik sebagai sesuatu yang
sangat fundamental. Baginya kehidupan sosial dalam kadar tertentu merupakan
pertentangan untuk memperoleh kekuasaan dan dominasi oleh sebagian individu
dan kelompok tertentu terhadap yang lain dan dia tidak menganggap
pertentangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Sebaliknya Weber
melihat dalam kadar tertentu sebagai tujuan pertentangan untuk memperoleh
keuntungan ekonomi. Lebih jelasnya Weber melihat dalam kadar tertentu
sebagai tujuan pertentangan itu sendiri ; ia berpendapat bahwa pertentangan
untuk memperoleh kekuasaan tidaklah terbatas hanya pada organisasi- organisasi
politik formal, tetapi juga terjadi di dalam setiap tipe kelompok seperti organisasi
keagamaan dan pendidikan. Jadi, secara subtansial perbedaan antara Marx dan
Weber adalah:
1. Marx berpendapat bahwa konflik disebabkan adanya pertentangan antar
kelas.Dalam hal ini antara kaum proletar dan kaum borjuis.Konflik tersebut
disebabkan karena faktor kepemilikan faktor produksi. Sehingga menurut
Marx ketika kapitalis dihentikan dan diganti dengan sosialis maka konflik
akan terhenti.
2. Weber berpendapat bahwa pertentangan adalah kesemestian dalam
kehidupan masyarakat. Ia percaya sistem apapun, baik kapitalis ataupun
sosialis orang akan senantiasa berkonflik untuk mendapatkan sumber daya
yang terbatas.
8
konsensus nilai-nilai yang disepakati oleh seluruh komponen sistem. Meskipun
komponen-komponen yang membentuk sistem sosial tersebut mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda, mereka telah membangun struktur ketergantungan
satu sama lain. Akibat adanya saling ketergantungan itulah terbentuk
keseimbangan yang membuat bertahannya sistem kebangsaan Indonesia dan
terbentuknya masyarakat Indonesia bersatu
Sebuah sistem sosial tidak bisa lepas dari konflik. Namun, teori konflik juga
bisa dianggap terlalu pesimistis. Bagaiamana tidak, konflik dalam sudut tertentu
bisa saja positif dan membangun. Karena dengan adanya konflik manusia akan
berpikir. Berpikir untruk mencari pemecahan. Dan, Pemecahan konflik akan
berujung konsensus yang tentu saja akan berdamapak pada pembaharuan nilai
sosial yang jauh lebih baik. Memang pandangan Coser sedikit lebih halus karena
berbicara akan fungsionalisme konflik. Sehingga cakupannya lebih kepada
konflik yang berasal dari ketegangan yang tidak terinstitusionalisasi. Namun,
teori konflik juga berhasil memaparkan realitas sosial apa adanya dan tidak
normatif.
Adapun mengenai fungsi dari adanya konflik dalam implikasi masyarakat
indonesia bersatu, yaitu:
9
2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain. Sama
halnya dengan memunculkan sebuah kompromi baru apabila pihak yang
berkonflikdalam kekuatan yang seimbang.
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
2. Teori Konflik
11
3. Implikasi
d) Fungsi komunikasi
12
DAFTAR PUSTKA
Mila, Chusnul. 2018. makalah sistem sosial " pendekatan stuktural fungsional dalam
sistem sosial.
https://www.academia.edu/36406099/makalah_sistem_sosial_pendekatan_stuktural_f
ungsional_dalam_sistem_sosial. diakses pada 16 Oktober 2019.
13