Anda di halaman 1dari 24

Tugas Kelompok

REVIEW JURNAL
“peatland degradation reduces methanogensand methane emissions from surface to deep
soils”

Kuliah : TEKNILOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN GAMBUT

Oleh :
KELOMPOK 6
Malini Soraya 1610814220013 Noor Syarifah 1610814320008
M. Fahrur Rozikin 1610814110008 Syarifah Nur Aisyah 1610814120017
M. Rizki Ridha T 1610814210018

S-1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019

i
i
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 1
II. MATERIAL DAN METODE ........................................................................................................ 3
2.1 Studi Site ....................................................................................................................................... 3
2.2 Eksperimen desain dan sampling gas............................................................................................ 3
2.3 Sampel tanah dan pengukuran ...................................................................................................... 4
2.4 Ekstraksi DNA dan PCR ............................................................................................................... 5
2.5 Statistik ......................................................................................................................................... 5
III. HASIL .............................................................................................................................................. 6
3.1. Efek degradasi pada karakteristik tanah dan faktor lingkungan. ....................................................... 6
3.2. Emisi CH4 dari berbagai tahap degradasi lahan gambut .................................................................... 8
3.3. Emisi CH4 dan kontribusinya dalam berbagai lapisan gambut. ......................................................... 8
3.4. Kelimpahan archaeal ........................................................................................................................ 10
IV. DISCUSSIONS .............................................................................................................................. 11
4.1. Emisi CH4 dari lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige .................................................................. 11
4.2. Emisi CH4 dan distribusi metanogen dari berbagai tahap degradasi lahan gambut ........................ 12
4.3. Emisi CH4 dari berbagai lapisan gambut dan kontribusinya ........................................................... 13
4.4. Degradasi lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige dan komplikasinya ............................................ 14
V. Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………………16

i
ABSTRAK

Degradasi lahan gambut diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi aerobik di


permukaan tanah (0–30 cm). Karbon disimpan di bawah permukaan tanah (30-60 cm) dan
lapisan yang lebih dalam (> 60 cm) juga diperkirakan akan dimetabolisme setelah degradasi.
Namun, sedikit yang diketahui tentang bagaimana metana adalah emisi dari bawah permukaan
dan lapisan yang lebih dalam dari lahan gambut selama degradasi. Tiga tahap degradasi lahan
gambut: S1, fen utuh dengan tinggi muka air; S2, fen terdegradasi ringan dengan muka air yang
berfluktuasi; S3, fen yang sangat terdegradasi dengan air yang lebih rendah Tabel dipilih untuk
menghitung perbedaan dalam emisi CH4 pada berbagai tahap degradasi lahan gambut. CH4
emisi dan metanogen di bawah permukaan dan tanah dalam juga diukur untuk mengungkap
tingkat kontribusi emisi metana bawah permukaan dalam penelitian ini. Setelah percobaan empat
tahun, kami menemukan bahwa kelimpahan methanogen dan emisi metana menurun karena
lahan gambut semakin terdegradasi. Kami juga menemukan bahwa laju kontribusi emisi metana
menurun dari permukaan gambut ke permukaan bawah permukaan dan lapisan dalam, dan tren
ini bervariasi dengan degradasi lahan gambut. Tingkat kontribusi yang lebih tinggi ditemukan
dalam emisi metana bawah permukaan dari S1 (32,63%) dan S2 (19,94%). Yang penting, ketika
lahan gambut sangat terdegradasi, permukaan bawah tanah diubah dari sumber CH4 yang
tenggelam. Penurunan emisi metana dari lahan gambut yang terdegradasi juga dikaitkan dengan
tingginya jumlah methanogen (R2 = 0,75, p <0,05). Dengan demikian, kami menyimpulkan
bahwa degradasi lahan gambut mengurangi emisi methanogen dan metana dari tanah permukaan
dan tanah dalam. Degradasi lahan gambut kondisi aerob yang diinduksi dan keterbatasan substrat
adalah alasan utama untuk pengurangan emisi metana dari Lahan gambut Zoige.

ii
I. PENDAHULUAN

Metana (CH4) adalah gas rumah kaca penting yang bertanggung jawab untuk sekitar
20% dari total pemanasan yang disebabkan oleh gas rumah kaca (IPCC, 2013). Menurut laporan
dari organisasi meteorologi dunia (WMO), atmosfer CH4 terus meningkat dari tingkat pra-
industri, mencapai 1819 ppb pada tahun 2012, dengan peningkatan 260% (Tarasova et al., 2012).
Yang penting, peningkatan emisi metana secara signifikan mempengaruhi perubahan iklim dan
siklus karbon regional. Lahan Gambut dianggap sebagai kontributor alami utama untuk CH4
atmosfer anggaran (Frolking et al., 2011), namun, masih ada banyak ketidakpastian mengenai
emisi CH4 dari lahan degradasi di bawah perubahan iklim. Degradasi lahan adalah fenomena
sistemik yang menyebar. Lahan basah adalah salah satu ekosistem yang paling terdegradasi,
dengan 87 persen area hilang secara global dalam 300 tahun terakhir, dan 54 persen hilang sejak
tahun 1900 (IPBES,2018). Lahan gambut sebagai lahan basah juga mengalami degradasi.Lahan
gambut Zoige adalah salah satu sistem lahan gambut alpine terbesar di Indonesia dunia, seluas
sekitar 4605 km2 dan menyimpan kurang lebih 0,48 Pg C. Hampir sepertiga dari mereka adalah
degradasi (Chen et al., 2014), dan tren ini akan semakin cepat di bawah perubahan lingkungan
(Yang et al.,2017a). Sebuah studi sebelumnya melaporkan bahwa lahan basah Qinghai Dataran
Tinggi Tibet menyusut sebesar 10% dari tahun 1967 hingga 2004 (Zhang et al., 2011). Saya t
juga telah dilaporkan bahwa cadangan karbon di lahan gambut berkurang 4,1 Pg secara global
dalam 200 tahun terakhir (Roulet et al., 2007; Zhang, 2009).
Degradasi lahan gambut yang disebabkan oleh lingkungan aerobik akan semakin cepat
dekomposisi gambut dan emisi karbon. Tren ini selanjutnya akan berdampak pada lingkungan
dan iklim regional.Degradasi lahan gambut dicirikan oleh penurunan muka air dan perubahan
spesies tanaman. Karbon organik sangat tidak stabil fluktuasi level air dan kenaikan suhu. Kedua
muka air penurunan dan kenaikan suhu akan mempercepat dekomposisi karbon tanah (Yang et
al., 2017b). Bahan organik di permukaan tanah lahan gambut akan cepat terurai dalam kondisi
aerobik, dan sebagai a Hasilnya, emisi karbon dioksida meningkat. Selanjutnya dibubarkan
karbon organik di permukaan lahan gambut diekspor, yang kemudian stok karbon tanahnya
lemah dari tanah gambut (Dorrepaal et al., 2009; Freeman et al., 2004; Sihi et al., 2018; Strack et
al., 2011). Sementara itu, emisi metana menjadi berkurang karena beralih dari anaerob kekondisi
aerobik (Yang et al., 2014). Degradasi lahan gambut jangka panjang dan meningkatnya suhu

1
juga mengancam akumulasi gambut di samping perubahan iklim dan aktivitas manusia. Stok
karbon di bawah permukaan akan dimetabolisme jika kondisi iklim menjadi lebih baik untuk
dekomposisi (Carroll et al., 2011; Yang et al., 2017b).
Namun, sedikit yang diketahui tentang emisi metana selama lahan gambut degradasi di
Dataran Tinggi Zoige. Pemahaman yang menyeluruh tentang metana emisi dari lahan gambut
yang terdegradasi kondusif untuk pemanfaatan lahan gambut dan pelestarian. Sebagian besar
penelitian di wilayah ini difokuskan pada metana emisi dari permukaan lahan gambut dan
mengabaikan produksi dan emisi metana di bawah permukaan tanah dan tanah gambut yang
dalam (Chen et al., 2015; Cui et al., 2015; Yang et al., 2014). Karena itu, sangat mendesak bagi
kami untuk mempelajari produksi dan emisi metana di permukaan bawah tanah dan dalam lahan
gambut selama degradasi lahan gambut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami: 1)
bagaimana emisi CH4 dan emisi mereka kontribusi bervariasi dengan kedalaman tanah pada
tahap degradasi yang berbeda; dan 2) berusaha untuk menentukan mekanisme dasar yang
diperlukan untuk berbeda Kontribusi emisi CH4 di bawah permukaan dan lapisan tanah dalam.

2
II. MATERIAL DAN METODE

2.1 Studi Site


Wilayah eksperimen dilakukan di lahan basah provinsi Rinqiao cadangan (3471 m2) yang
mana merupakan bagian dari Dataran Zoige. Situs ini terletak di bagian tenggara Dataran Tinggi
Qinghai-Tibet. Suhu Tahunan rata-rata adalah 1.5 oC (Pada Tahun 1970-2010), dengan suhu
tertinggi (11oC) tercatat pada bulan Juli dan terendah (-9,6 oC). Curah hujan Tahunan adalah 508-
996 mm berdasarkan data dari pusat informasi Meeorologi Nasional. Ketebalan Gambut mencpai
6 m, dengan kedalaman rata-rata 1,4m. Tingkat akumulasi karbon berkisar dari 5 hingga 48 g m-
2
yr-1. Tumbuhan yang dominan adalah Carex mulienses and others including Caltha palustris,
Gentiana formosa, and Trollius farreri.
Berdasarkan topographi dan level air di wilayah ini, 3 site dipilih untuk dipelajari efek
dari degradasi lahan gambut dari emisi CH4. Wilayah ini terdefinisi sebagai lahan gambut polos
aluvial. 3 Lokasi pertama (S1) (33°06′ 19″ N, 102°39′ 10″ E) didomisi oleh Equisetum
ramosissimum Desf dan mempunyai level air 13,8 cm. Wilayah 2 (S2) (33°06′ 15″ N, 102°39′
05″ E) didominasi oleh Caltha paluris dan mempunya level air 9,0 cm. Wilayah 3(S3) (33°06′
00″ N, 102°38′ 52″ E) dilapisi oleh Carex mulienses dan mempunyai level air 2,0 cm.

2.2 Eksperimen desain dan sampling gas


Wilayah operasi di ambil pada tahun 2012-2015 di Negara Hongyuan. Desain
Eksperimental memasukan 4 kedalaman tanah yaitu 0cm, 30cm, 90cm, dan 150 cm, pada setiap

3
wilayah. Treatment diulangi 3kali. Berdasarkan stage degradasi lahan gambut , kita menggunaan
3 subplot(S1,S2,S3) dan 36 ruang tertutup statis untuk koleksi gas.
Fluks Insitu gas terukur untuk bagian permukaan lahan gambut maupun bagian dalam
lahan gambut yang kedalamannya 30,90, dan 150 cm. Gas permukaan dambil menggunakan
vented static chamber. Chamber ini memounyai diameter 25cm dan tinggi 50 cm. dibuat
menggunakan Pipa PVC. Pada dalam lahan gambut fluks diukur menggunakan pipa PVC dengan
diameter 5cm yang kedua ujungnya terbuka agar gas keluar melalui tanah gambut dari bawah
pipa, melalui kolom air di pipa. Untuk menggali tanah digunakan bor dengan ujung spiral untuk
menggali tanah dengan kedalaman yang tepat. Ketinggian pipa 30 cm diatas permukaan. Pipa
PVC dilapisi dengan caps agar udara bisa gas bisa bertukar dengan atmospir luar untuk
memastikan dedaunan tidak masuk kedalam pipa. Untuk setiap static chamber, gas di ambil
dengan 10 mL pipa yang divacum dengan interval 5 menit dan 15 menit periode setelah
pengambilan sebelumnya. Sampel dikirim ke Northwest A&F Unibersity untuk di analisa.
Kemudian sampel diambil sebulan sekali dari Juli 2012 sampai dengan Juni 2014. Mereka juga
mengambil 5 sampel dari Juni 2014 ke Juli 2015.
Konsentrasi CH4 ditentukan menggunakan chromatography
Fluks dihitung menggunakan rumus

Dimana dc/dt adalah nilai perubahan konsentrasi M adalah massa molar dari CH4 dan P adalah
Tekanan atmospir di tempat pengambilan sampel, T adalah temperature absolut dari sampel,
V0,P0, dan T0 adalah molar volume, tekanan atmosfir, dan temperature absolut dibawah kondisi
standar, dah H adalah tinggi dari atas permukaan air yang didefinisikan sebagai volume gas
didalam kolom.

2.3 Sampel tanah dan pengukuran

Sampel tanah dikumpulkan menggunakan soil smpler XDB-0407) yang mana digunakan
untuk menggali tanah dari kedalaman 30cm, 90cm, dan 150 cm. pH tanah diukur menggunakan
pH meter. Total carbon (TC) dan Total nitrogen (TN) diukur menggunakan total organic carbon
analyzer, dan automatic azometer. DOC(Dissolved Organic Carbon) diekstraksi menggunakan
larutan 2M KCL selama 1 jam di shaker dengan kecepatan 250 rpm. Larutan yang terekstraksi di

4
filter melalui membran 0,45 µm dan dianalisa menggunakan continuous flow analyzer. Mereka
juga mengukur temperature udara temperature tanah kedalaman 5cm, humiditas relative, dan
level air. Temperatur udara dan tempertaur tanah kedalaman 5 cm diukur menggunakan
watchdog B-series loggers docking station. Humiditas relative diukur menggunakan hygrometer.
Level air diukur dai bawah ke permukaan air yang mana diukur menggunakan penggaris di
lapangan.

2.4 Ekstraksi DNA dan PCR


Total DNA dari 3 pengulangan dari sampel tanah di ekstraksi menggunakan FastDNA
SPIN Kit for Soils. PCR digunakan untuk menghitung methanogenic archaea 16S rRNA genes di
sampel tanah menggunakan Light Cycler ST300 dan Associated Light Cycler Software 3.5 dan
SYBR Premix Ex taq. Primer fair 1106F (forward) dan 1378R (reverse) digunakan untuk
amplifikasi yang menargetkan 16s rRNA gene dari methanogenic archaea. Setiap reaksi
campuran (25 µl) terdiri dari 12.5 µl 1 × SYBR Premix Ex Taq, 0.25 µl of each primer, 1 µl of
DNA diencerkan 20 kali, dan disterilisasi menggunakan air distilasi. PCR program diinisiasi oleh
langkah senaturasi di 95 oC selama 10 menit yang diikuti cycles 95oC selama 10 detik, di anil
57oC selama 10 detik dan di ekstensi 72oC selama 6 detik.

2.5 Statistik
Temperature udara dan tanah 5 cm dibawah permukaan tanaj dihitung menggunakan data
sehari-hari dari data logers. TC, TN, DOC, archaeal abundance, and pH di bandingkan
menggunakan satu jalan analisis variasi (ANOVA), yang mana digunakan untuk
membandingkan variabel dari site site emisi dari level air berbeda. Least significat difference
(LSD) dihitung menggunak setiap variabel. Regresi Linear digunakan untuk menghubungkan
emisi methan dan konsentrasinya menggunakan archaeal abundance. Data untuk variabel dicek
nornalitasnya menggunakan histogram, seperti juga pada gomogenitas dari variasi yang
menggunakan scatters plots. Semua data analisis dihubungkan menggunakan SPSS 18.0
statistical software. Grapik di gambar menggunakan Sigmaplot 10.0

5
III. HASIL

3.1. Efek degradasi pada karakteristik tanah dan faktor lingkungan.


Tanah TC dan TN pada S2 dan S3 keduanya secara signifikan lebih tinggi daripada pada
S1 (Tabel 1). DOC meningkat dengan tahap degradasi lahan gambut, dengan DOC tertinggi
ditemukan di S3, dan DOC terendah ditemukan di S1. Tingkat muka air di S3 lebih rendah
daripada di dua lokasi lainnya di setiap bulan (Gbr. 2A). Nilai-nilai kelembaban relatif di lokasi
penelitian setiap bulan sampel ditunjukkan pada Gambar. 2B. Suhu udara dan suhu tanah pada
kedalaman 5 cm menunjukkan tren yang sama dalam tiga penelitian situs, dengan suhu tertinggi
terjadi pada bulan Juli dan terendahsuhu di bulan Januari (Gbr. 2C dan D). Nilai pH di lokasi
penelitian kami berkisar antara 5,52 hingga 5,93.

Tabel 1 Properti tanah (pada kedalaman 0–30 cm) dari berbagai lahan gambut degradasi. Lapisan
yang berbeda antara tipe hutan menunjukkan perbedaan yang signifikan (uji LSD, huruf kecil P
<0,05).

S1 S2 S3
Ph 5.52c ± 0.01 5.93a ± 0.02 Gam
TC (%) 9.14b ± 1.28 26.84a ± 0.70 25.17a ± 2.78
TN (%) 0.66b ± 0.08 1.99a ± 0.02 1.75a ± 0.19
DOC (mg/kg) 195.08c ± 22.18 348.63ab ± 22.80 445.04a ± 81.30

6
Gambar 3.2 Level muka air, kelembaban relatif, suhu udara dan suhu tanah pada kedalaman 5
cm dari tiga degradasi lahan gambut.

7
Gambar 3. Emisi metana dari kedalaman gambut yang berbeda dari 2012 hingga 2015.

3.2. Emisi CH4 dari berbagai tahap degradasi lahan gambut


Emisi CH4 berkisar dari -4,46 hingga 33,61 mg CH4 m− 2jam− 1, dengan rata-rata 2,10 mg
CH4 m− 2jam− 1. Emisi CH4 menunjukkan variabilitas tahunan dan bulanan yang jelas, dengan
emisi yang lebih tinggi terjadi di Agustus 2012 dan 2013 (Gbr. 3). Rata-rata emisi CH4 adalah
50,78; 20,28; 0,28 mg CH4 m− 2jam− 1 masing-masing dalam S1, S2 dan S3. CH4 emisi di S1 juga
secara signifikan lebih tinggi dari S2 dan S3 (Gambar 4AP <0,05).

Tabel 2 Emisi CH4 pada kedalaman sampel yang berbeda dan proporsinya dalam berbagai lahan
gambut degradasi.

3.3. Emisi CH4 dan kontribusinya dalam berbagai lapisan gambut.


Emisi CH4 menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah di antara lahan gambut yang
terdegradasi berbeda. Emisi CH4 tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada kedalaman yang
berbeda di S3. Namun, emisi CH4 dari permukaan lahan gambut di S1 dan S2 secara signifikan
lebih tinggi dari itu dari permukaan bawah pada kedalaman 30, 60 dan 90 cm (Gbr. 4 B, C, D)(p
<0,05). Mengambil emisi CH4 yang diukur dari permukaan sebagai seluruh emisi dari setiap
situs, hasil kami menunjukkan bahwa emisi CH4 dari 30 cm di bawah permukaan lahan gambut
menyumbang 47,08%; 35,00% dan 39,29% masing-masing di S1, S2 dan S3. Selanjutnya
dengan gambut peningkatan kedalaman, tingkat kontribusi emisi CH4 menurun

8
Gambar 4. Emisi metana dari kedalaman gambut yang berbeda dari degradasi lahan gambut. (A:
total emisi metana dari setiap lokasi; B, C, D: emisi metana dari gambut yang berbeda
kedalaman dari S1, S2 dan S3, masing-masing.) Perbedaan yang signifikan ditunjukkan oleh
huruf yang berbeda dari error bar (p <0,05).

9
Gambar 5. Jumlah rata-rata salinan gen komunitas archaeal pada kedalaman yang berbeda
degradasi lahan gambut. Berbagai huruf pada bilah galat menunjukkan perbedaan signifikan
pada P <0,05.

3.4. Kelimpahan archaeal


Kelimpahan archaeal dipengaruhi oleh kedalaman gambut dan perbedaan tahap degradasi lahan
gambut (Gbr. 5). Itu secara signifikan lebih tinggi di Kedalaman gambut 0–30 cm di setiap lokasi
(p <0,05). Dengan degradasi lahan gambut, kelimpahan archaeal juga menurun, dan nilai
terendah ditemukan pada S3 (Gbr. 5). Selain itu, kelimpahan archaeal berkorelasi positif dengan
emisi CH4 dan menunjukkan hubungan linier positif (Gambar 6, R2 = 0,75, p <0,05).

10
IV. DISCUSSIONS

4.1. Emisi CH4 dari lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige


Kami menghitung rata-rata tingkat emisi CH4 sebagai berikut 2.10 mg CH4 m−2 h−1

Gambar. 6. Plot pencar dan dilengkapi garis regresi untuk emisi metana dengan kelimpahan
purba (y = 8,8 + 7,3x, R2 = 0,75, p <0,05).

−2
dari lahan gambut Zoige, yang berkisar dari .44.46 hingga 33.61 mg CH4 m jam − 1. Hasil ini
lebih tinggi dari penelitian kami sebelumnya yang mengukur emisi metana dalam sistem
− 2 − 1
mesocosm (0,57 mg CH4 m jam ). Ini mungkin karena penelitian sebelumnya menggali
lahan gambut dan menempatkannya dalam silinder tanah selama percobaan, yang akan memecah
lingkungan reduksi lahan gambut dan menyebabkan emisi metana yang lebih rendah (Yang et

11
al., 2014). Namun, hasil saat ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan di wilayah yang
− 2 − 1
sama (2,96 mg CH4 m jam ) (Ding et al., 2004). Hasil ini lebih lanjut didukung oleh
variabilitas spasial yang lebih tinggi dari emisi CH4 dari Qinghai Tibetan Plateau (Chen et al.,
2013; Kato et al., 2011). Variabilitas spasial temporal yang lebih tinggi dari emisi CH4 di lahan
gambut telah dikaitkan dengan perubahan iklim dan gangguan antropogenik. Perubahan iklim,
yang meliputi pemanasan tanah, pengurangan curah hujan, dan perubahan ketinggian muka air
tanah, diharapkan dapat merangsang ekomposisi gambut permukaan dan untuk memengaruhi
emisi CH4 (Yang et al., 2014; Yang et al., 2017 b). Pertama, faktor-faktor yang memengaruhi
bervariasi sesuai dengan musim dan topografi, yang menyebabkan variabilitas spasial dari emisi
CH4 yang lebih tinggi. Kedua, mengintensifkan gangguan antropogenik yang diinduksi
degradasi lahan gambut menyebabkan variabilitas spatiotemporal yang lebih tinggi dari misi
CH4, yang juga dapat mengatur siklus nutrisi tanah, dan sampai batas tertentu dapat
mempengaruhi struktur dan fungsi ekosistem pegunungan (Han et al., 2011; Yang et al., 2017a;
Zhao et al., 2014). Seiring perubahan iklim dan gangguan antropogenik terus berlanjut,
perubahan lingkungan di kawasan ini akan mempercepat degradasi lahan gambut, sehingga
membuat konsekuensi peningkatan emisi CH4 menjadi tidak pasti.

4.2. Emisi CH4 dan distribusi metanogen dari berbagai tahap degradasi lahan gambut
Degradasi lahan adalah fenomena sistemik yang menyebar. Lahan basah adalah salah satu
ekosistem yang paling terdegradasi, dengan 87 persen wilayah hilang secara global dalam 300
tahun terakhir, dan 54 persen sejak tahun 1900 (IPBES, 2018). Yang penting, degradasi lahan
mengubah siklus karbon di sebagian besar ekosistem. Menurut hasil kami, emisi CH4 bervariasi
dengan berbagai tahap degradasi lahan gambut (Gbr. 4A). Emisi CH4 menurun 99% dari fen
− 2 − 1
utuh ke fen yang sangat terdegradasi (dari 50,78 menjadi 0,28 mg CH4 m jam ). Alasan
perbedaan dramatis dalam emisi metana ini pada berbagai tahap degradasi tercantum sebagai
berikut. Pertama, dengan degradasi lahan gambut, muka air menurun dari −2.0 ke −13.8 cm.
Mengurangi metana dari degradasi lahan gambut yang disebabkan oleh lingkungan aerob yang
disebabkan oleh penurunan muka air tanah (Kittler et al. 2017; Yang et al., 2014). Kedua, faktor
termodinamika dan metanogenesis mengendalikan anggaran metana di lahan gambut (Worrall et
al., 2018). Degradasi lahan gambut mengubah suhu tanah, dan dilaporkan bahwa suhu tanah
lahan basah yang dikeringkan lebih rendah di lapisan tanah yang dalam dan anoksik (di bawah
30 cm), tetapi lebih tinggi pada lapisan tanah lapisan atas oksik (0-15 cm). Variasi suhu tanah ini

12
mungkin telah mengurangi laju metanogenesis, sementara kemudian meningkatkan oksidasi CH4
(Kwon et al., 2017). Penurunan distribusi methanogen dengan degradasi lahan gambut dalam
penelitian kami semakin menegaskan hal ini. Demikian juga, alasan lain untuk degradasi lahan
gambut termasuk peningkatan populasi, permintaan manusia dan perubahan iklim (Yang et al.,
2017a). Semua faktor ini membuat lingkungan lebih kering dan lebih hangat, yang mempercepat
degradasi lahan gambut dan mengubah lahan gambut dari sumber CH4 menjadi tenggelam.
Singkatnya, degradasi lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige mengurangi metanogen dan emisi
CH4.

4.3. Emisi CH4 dari berbagai lapisan gambut dan kontribusinya


Studi sebelumnya sebagian besar berfokus pada emisi metana dari permukaan dan faktor-faktor
pengontrolnya (Kanaparthi et al., 2017; Kittler et al., 2017; Olefeldt et al., 2017; Sihi et al.,
2018). Namun, emisi tanah bawah permukaan (di bawah 30 cm lapisan permukaan) diabaikan
karena sudut pandang yang melekat (Jobbagy dan Jackson, 2000; Ota et al., 2014). Secara umum
diyakini bahwa ketika ada perlindungan permukaan yang lengkap, karbon yang tersimpan di
bawah permukaan selalu dalam keadaan stabil, karena reaksi bahan organik tanah berkurang atau
bahkan berhenti di kedalaman, dan sebagian besar reaksi terjadi di atas lapisan gambut 40 cm
(Worrall et al., 2018; Hu et al., 2018).

Namun, beberapa peneliti melaporkan bahwa tanah bawah permukaan C juga memainkan peran
dalam siklus C global (Jones et al., 2017; Ota et al., 2014). Sebagai contoh, pelacakan isotop
karbon di lapisan es mencair menunjukkan bahwa karbon di bawah permukaan juga mulai
muncul di atmosfer ketika ketebalan lapisan aktivitas meningkat (Hicks Pries et al., 2013). Hasil
kami juga menunjukkan bahwa emisi CH4 dari bawah permukaan (30 cm di bawah permukaan
lahan gambut) berkontribusi dari 19,94% menjadi 32,63% untuk semua emisi CH4. Hasil ini
mengkonfirmasi bahwa karbon lahan gambut di bawah permukaan berpartisipasi dalam siklus
biogeokimia. Emisi CH4 dari bawah permukaan dan dari lapisan dalam lahan gambut dikaitkan
dengan produksi CH4 dan proses transportasi CH4. Pertama, kami menemukan bahwa jumlah
metanogenik archaeal di bawah permukaan mencapai 3,6 × 109 salinan per gram tanah kering.
Gambut bawah permukaan bukan hanya tempat utama bagi metanogen untuk hidup, tetapi juga
pemasok substrat untuk produksi metana. Kelimpahan archaeal yang lebih tinggi dapat
menafsirkan emisi metana yang lebih tinggi dari bawah permukaan, karena emisi metana

13
memiliki hubungan positif yang signifikan dengan aktivitas methanogenesis (Corbett et al.,
2015; Yang et al., 2016). Kedua, gelembung mungkin menjadi penentu lain bagi emisi CH4 di
bawah permukaan karena merupakan jalur CH4 penting dari lahan gambut (Ramirez et al., 2016).
CH4 yang dilepaskan melalui gelembung dapat mengarahkan fluks CH4 dari sedimen ke
atmosfer, dengan dampak terbatas dari oksidasi CH4 dalam kolom air (Zhu et al., 2016). Jika
akumulasi gelembung dilepaskan secara episodik dari lahan gambut, peristiwa ebullisi episodik
ini dapat menjadi sumber utama emisi CH4 dari gambut. Demikian juga, tekanan atmosfer
rendah akan memfasilitasi gelembung yang berasal dari lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige
(Ramirez et al., 2015; Zhu et al., 2016). Kami juga menemukan tingkat atribut emisi CH4
menurun dari permukaan ke bawah permukaan dan lapisan dalam. Kami berhipotesis bahwa
alasan utama perbedaan ini adalah substrat terbatas. Dalam lapisan tanah, relevansi spasial
aksesibilitas dan interaksi organo-mineral untuk peningkatan stabilisasi bahan organik tanah
(Lützow et al., 2006), dan karbon yang lebih stabil di bawah permukaan yang menghambat
mikroorganisme untuk menangani atau secara efisien mem-mineralisasi senyawa organik yang
membatasi emisi CH4 dari bawah permukaan (Bernal et al., 2016; Chen et al., 2014). Selain itu,
laju atribut emisi CH4 dari permukaan bawah dan lapisan dalam bervariasi sesuai dengan tahap
degradasi lahan gambut. Emisi tertinggi dari bawah permukaan dan lapisan dalam ditemukan
dari fen utuh (S1) dengan muka air tertinggi. Dengan degradasi lahan gambut, emisi CH4 dari
bawah permukaan dan lapisan dalam juga menurun. Di situs yang sangat terdegradasi (S3),
serapan CH4 diamati di lapisan bawah permukaan. Tren ini konsisten dengan kelimpahan
archaneal metanogenik di tanah (Gbr. 5). Archanea metanogenik memiliki hubungan linier yang
signifikan dengan emisi CH4 (Gbr. 6), yang merupakan kelompok mikroorganisme anaerobik
obligat, dan memainkan peran penting dalam produksi CH4 (Tian et al., 2015). Dengan
degradasi lahan gambut, kondisi anaerob berubah dan mengurangi emisi metana. Dengan
demikian, kami menyimpulkan bahwa degradasi lahan gambut menginduksi kondisi anaerob dan
pembatasan substrat dari lapisan dalam yang menyebabkan pengurangan emisi CH4 dari lahan
gambut Zoige.

4.4. Degradasi lahan gambut di Dataran Tinggi Zoige dan komplikasinya


Gambut di bawah permukaan dan lapisan dalam dianggap sebagai karbon organik yang bandel
dan stabil yang tidak sensitif terhadap perubahan lingkungan. Namun, hasil kami menunjukkan
bahwa degradasi lahan gambut mengurangi emisi metana dari permukaan ke tanah yang dalam.

14
Hasil kami juga menunjukkan bahwa respons terhadap degradasi lahan gambut terjadi di semua
kedalaman tanah. Dengan demikian, kami berhipotesis bahwa degradasi lahan gambut
menginduksi lingkungan aerob yang akan mempercepat dekomposisi gambut dan akan
mengubah stabilisasi lapisan dalam. Ketika gambut dalam menjadi tidak stabil, lebih banyak
substrat akan tersedia untuk methanogen. Namun, peningkatan substrat dengan variasi spasial
dan temporal yang tinggi di lahan gambut, yang akan membawa ketidakpastian besar pada
mekanisme emisi metana.

15
Daftar Isi

Bernal, B., Mckinley, D.C., Hungate, B.A., White, P.M., Mozdzer, T.J., Megonigal, J.P., 2016.
Limits to soil carbon stability; deep, ancient soil carbon decomposition stimulated by new
labile organic inputs. Soil Biol. Biochem. 98, 85–94. Cahyani, V.R., Murase, J., Ikeda,
A., Taki, K.,

Asakawa, S., Kimura, M., 2008. Bacterial communities in iron mottles in the plow pan layer in a
Japanese rice field: estimation using PCR-DGGE and sequencing analyses. Soil Sci.
Plant Nutr. 54, 711–717. Carroll, M.J., Dennis, P., Pearce-Higgins, J.W., Thomas, C.D.,
2011. Maintaining northern peatland ecosystems in a changing climate: effects of soil
moisture, drainage and drain blocking on craneflies. Glob. Change Biol. 17, 2991–3001.

Chen, H., Wu, N., Wang, Y., Zhu, D., Gao, Y., 2015. Methane emissions from Zoige alpine
wetlands. Methane emissions from unique wetlands in China: case studies, meta analyses
and modelling, 13

. Chen, H., Wu, N., Wang, Y., Zhu, D., Zhu, Q., Yang, G., Gao, Y., Fang, X., Wang, X., Peng,
C., 2013. Inter-annual variations of methane emission from an open fen on the Qinghai-
Tibetan Plateau: a three-year study. PLoS ONE 8, e53878.

Chen, H., Yang, G., Peng, C., Zhang, Y., Zhu, D., Zhu, Q., Hu, J., Wang, M., Zhan, W., Zhu, E.,
Bai, Z., Li, W., Wu, N., Wang, Y., Gao, Y., Tian, J., Kang, X., Zhao, X., Wu, J., 2014.
The carbon stock of alpine peatlands on the Qinghai-Tibetan Plateau during the Holocene
and their future fate. Quat. Sci. Rev. 95, 151–158.

Chen, H., Yao, S., Wu, N., Wang, Y., Luo, P., Tian, J., Gao, Y., Sun, G., 2008. Determinants
influencing seasonal variations of methane emissions from alpine wetlands in Zoige
Plateau and their implications.

J. Geophys. Res.: Atmos. 1984–2012, 113. Corbett, J.E., Tfaily, M.M., Burdige, D.J., Glaser,
P.H., Chanton, J.P., 2015. The relative importance of methanogenesis in the
decomposition of organic matter in northern peatlands.

16
J. Geophys. Res. Biogeosci. Cui, M., Ma, A., Qi, H., Zhuang, X., Zhuang, G., Zhao, G., 2015.
Warmer temperature accelerates methane emissions from the Zoige wetland on the
Tibetan Plateau without changing methanogenic community composition. Sci. Rep. 5.

Ding, W., Cai, Z., Wang, D., 2004. Preliminary budget of methane emissions from natural
wetlands in China. Atmos. Environ. 38, 751–759. Dorrepaal, E., Toet, S., Van Logtestijn,
R.S.P., Swart, E., Van De Weg, M.J., Callaghan, T.V., Aerts, R., 2009. Carbon
respiration from subsurface peat accelerated by climate warming in the subarctic. Nature
460, 616–619.

Freeman, C., Fenner, N., Ostle, N., Kang, H., Dowrick, D., Reynolds, B., Lock, M., Sleep, D.,
Hughes, S., Hudson, J., 2004. Export of dissolved organic carbon from peatlands under
elevated carbon dioxide levels. Nature 430, 195–198. Frolking, S., Talbot, J., Jones,
M.C., Treat, C.C.,

Kauffman, J.B., Tuittila, E.-S., Roulet, N., 2011. Peatlands in the Earth’s 21st century climate
system. Environ. Rev. 19, 371–396. Han, D., Yang, Y., Yang, Y., 2011. Species
composition and succession of swamp vegetation along grazing gradients in the Zoige
Plateau, China. Acta Ecol. Sin. 31, 5946–5955.

Hicks Pries, C.E., Schuur, E.A.G., Crummer, K.G., 2013. Thawing permafrost increases old soil
and autotrophic respiration in tundra: partitioning ecosystem respiration using δ13C and
Δ14C. Glob. Chang. Biol. 19, 649–661.

Hu, Y., Bai, Y., Dong, F., Chen, H., Huang, J., Liu, M., Yang, G., 2018. Carbon dioxide and
methane emission from subsurface peatlands and its controlling factors. Chin. J. Appl.
Environ. Biol. 24, 395–400.

Hutchinson, G., Mosier, A., 1981. Improved soil cover method for field measurement of nitrous
oxide fluxes. Soil Sci. Soc. Am. J. 45, 311–316. IPBES, 2018. Summary for
policymakers of the thematic assessment report on land degradation and restoration of the
Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services.

17
R. Scholes, L. Montanarella, A. Brainich, N. Barger, B. ten Brink, M. Cantele, B. Erasmus, J.
Fisher, T. Gardner, T. G. Holland, F. Kohler, J. S. Kotiaho, G. Von Maltitz, G.
Nangendo, R. Pandit, J. Parrotta, M. D. Potts, S. Prince, M. Sankaran and L. Willemen
(eds.). IPBES secretariat, Bonn, Germany. IPCC, 2013. IPCC, 2013: Technical
Summary. In: Climate Change 2013: The Physical Science Basis. Contribution of
Working Group I to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change. Jobbagy, E.G., Jackson, R.B., 2000. The vertical distribution of soil
organic carbon and its relation to climate and vegetation. Ecol. Appl. 10, 423–436. G.
Yang, et al. Ecological Indicators 106 (2019) 105488 6 Jones, M.C.,

Harden, J., O'Donnell, J., Manies, K., Jorgenson, T., Treat, C., Ewing, S., 2017. Rapid carbon
loss and slow recovery following permafrost thaw in boreal peatlands. Glob. Change
Biol. 23, 1109–1127. Kanaparthi, D., Reim, A., Martinson, G.O., Pommerenke, B.,
Conrad, R., 2017. Methane emission from feather moss stands. Glob. Change Biol. 23,
4884–4895.

Kato, T., Hirota, M., Tang, Y., Wada, E., 2011. Spatial variability of CH4 and N2O fluxes in
alpine ecosystems on the Qinghai-Tibetan Plateau. Atmos. Environ. 45, 5632–5639.
Kittler, F., Heimann, M., Kolle, O., Zimov, N., Zimov, S., Göckede, M., 2017. Long-term
drainage reduces CO2 uptake and CH4 emissions in a siberian permafrost ecosystem.
Glob. Biogeochem. Cycles 31, 1704–1717.

Kwon, M.J., Beulig, F., Ilie, I., Wildner, M., Küsel, K., Merbold, L., Mahecha, M.D., Zimov, N.,
Zimov, S.A., Heimann, M., Schuur, E.A.G., Kostka, J.E., Kolle, O., Hilke, I., Göckede,
M., 2017. Plants, microorganisms, and soil temperatures contribute to a decrease in
methane fluxes on a drained Arctic floodplain. Glob. Change Biol. 23, 2396–2412.

Lützow, M.V., Kögel-Knabner, I., Ekschmitt, K., Matzner, E., Guggenberger, G., Marschner, B.,
Flessa, H., 2006. Stabilization of organic matter in temperate soils: mechanisms and their
relevance under different soil conditions – a review. Eur. J. Soil Sci. 57, 426–445.

18
Olefeldt, D., Euskirchen, E.S., Harden, J., Kane, E., McGuire, A.D., Waldrop, M.P., Turetsky,
M.R., 2017. A decade of boreal rich fen greenhouse gas fluxes in response to natural and
experimental water table variability. Glob. Change Biol. 23, 2428–2440.

Ota, M., Nagai, H., Koarashi, J., 2014. Root and dissolved organic carbon controls on subsurface
soil carbon dynamics: a model approach. J. Geophys. Res. Biogeosci. 118, 1646–1659.

Ramirez, J.A., Baird, A.J., Coulthard, T.J., 2016. The effect of pore structure on ebullition from
peat. J. Geophys. Res. Biogeosci. 121.

Ramirez, J.A., Baird, A.J., Coulthard, T.J., Waddington, J.M., 2015. Ebullition of methane from
peatlands: does peat act as a signal shredder? Geophys.

Res. Lett. Roulet, N.T., Lafleur, P.M., Richard, P.J.H., Moore, T.R., Humphreys, E.R., Bubier,
J., 2007. Contemporary carbon balance and late Holocene carbon accumulation in a
northern peatland. Glob. Change Biol. 13, 397–411.

Sihi, D., Inglett, P.W., Gerber, S., Inglett, K.S., 2018. Rate of warming affects temperature
sensitivity of anaerobic peat decomposition and greenhouse gas production. Glob.
Change Biol. 24, e259–e274. Strack, M., Tóth, K., Bourbonniere, R., Waddington, J.M.,
2011. Dissolved organic carbon production and runoff quality following peatland
extraction and restoration. Ecol. Eng. 37, 1998–2008.

Tarasova, O., Koide, H., Dlugokencky, E., Montzka, S.A., Butler, J.H., 2012. The state of
greenhouse gases in the atmosphere using global observations through 2012. In: EGU
General Assembly Conference, pp. 11012.

Tian, J., Shu, C., Chen, H., Qiao, Y., Yang, G., Xiong, W., Wang, L., Sun, J., Liu, X., 2015.
Response of archaeal communities to water regimes under simulated warming and
drought conditions in Tibetan Plateau wetlands. J. Soils Sediments 15, 179–188.

Watanabe, T., Cahyani, V.R., Murase, J., Ishibashi, E., Kimura, M., Asakawa, S., 2010.
Methanogenic archaeal communities developed in paddy fields in the Kojima Bay polder,
estimated by denaturing gradient gel electrophoresis, real-time PCR and sequencing

19
analyses. Soil Sci. Plant Nutr. 55, 73–79. Worrall, F., Moody, C.S., Clay, G.D., Burt,
T.P., Kettridge, N., Rose, R., 2018. Thermodynamic control of the carbon budget of a
peatland.

J. Geophys. Res. Biogeosci. 123, 1863–1878. Wright, E.L., Black, C.R., Cheesman, A.W.,
Drage, T., Large, D., Turner, B.L., Sjogersten, S., 2011. Contribution of subsurface peat
to CO2 and CH4 fluxes in a neotropical peatland. Glob. Change Biol. 17, 2867–2881.

Yang, G., Chen, H., Wu, N., Tian, J., Peng, C., Zhu, Q., Zhu, D., He, Y., Zheng, Q., Zhang, C.,
2014. Effects of soil warming, rainfall reduction and water table level on CH4 emissions
from the Zoige peatland in China. Soil Biol. Biochem. 78, 83–89.

Yang, G., Peng, C., Chen, H., Dong, F., Wu, N., Yang, Y., Zhang, Y., Zhu, D., He, Y., Shi, S.,
2017a. Qinghai-Tibetan Plateau peatland sustainable utilization under anthropogenic
disturbances and climate change. Ecosyst. Health Sustainability 3, e01263-n/a.

Yang, G., Wang, M., Chen, H., Liu, L., Wu, N., Zhu, D., Tian, J., Peng, C., Zhu, Q., He, Y.,
2017b. Responses of CO2 emission and pore water DOC concentration to soil warming
and water table drawdown in Zoige Peatlands. Atmos. Environ. 152, 323–329.

Yang, K., Ji, H., Xing, Z.X., Liu, G.C., Yu, S.W., Gu, J.X., 2016. Influence of methanogens and
methanotrophs generation and oxidation in the plant-soil ecological system. Oxid.
Commun. 39, 8–16. Zhang, L., 2009. The status and sustainable utilization of wetland
protection in Estonia. Wetland Sci. Manage. 60–62.

Zhang, Y., Wang, G., Wang, Y., 2011. Changes in alpine wetland ecosystems of the Qinghai-
Tibetan plateau from 1967 to 2004. Environ. Monit. Assess. 1–11.

Zhao, N., Zhang, H., Wang, R., Yang, M., Zhang, Y., Zhao, X., Guirui, Y.U., Nianpeng, H.E.,
2014. Effect of grazing intensity on temperature sensitivity of soil nitrogen mineralization
in Zoige alpine meadow. Acta Ecol. Sin. 34. Zhu, D., Wu, Y., Chen, H., He, Y., Wu, N.,
2016. Intense methane ebullition from open water area of a shallow peatland lake on the
eastern Tibetan Plateau. Sci. Total Environ. 542, 57–64.

20

Anda mungkin juga menyukai