Anda di halaman 1dari 20

Hubungan antara penderita mengendarai motor dengan kecepatan tinggi daengan munculnya suara

gurgling, epiktasis dan edema periorbital

Golden period saat terjadi trauma

GCS 12 menentukan apakah sudah memasuki fase komplikasi apa belum

STEP 1

1. Primary survey : deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam disebut
ABCDE
2. Definitive airway : penanganan pembukaan jalan nafas dengan memakai alat. Contohnya:
surgical(menggunakan tracheotomy) dan non surgical (intubasi nasotracheal)
3. Triple airway maneuver : membebaskan jalan nafas, terbagi menjadi tiga. Headlit, jaw thrust,
chin lift
4. Non re-breathing mask : suatu alat yang dapat membantu jalan nafas dengan mengalirkan
oksigen dengan konsentrasi hingga 80-100% kecepatan aliran 10-12 l/m

STEP 2

1. Apa saja bentuk sumbatan jalan nafas dan bagaimana penanganannya?

Obstruksi yg trjdi dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Obstruksi total
Terjadi perubahan yg akut berupa hipoksemia yg menyebabkan
terjadinya kegagalan pernafasan secara cepat. Sementara kegagalan
pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi
kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP
dimana penderita kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan
kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan (seizure0.
Kegagalan fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi darah dimana
terdapat hipoksemia, hiperkapnia, dan lambat laun terjadi asidosis
respiratorik dan metabolik

b. Fenomena Check Valve


yaitu udara dapat masuk, tetapi tdk keluar. keadaan ini menyebabkan
terjadinya empisema paru, bahkan dapat terjadi empisema
mediastinum atau empisema subkutan

c. Udara dapat keluar masuk walaupun terjadi penyempitan saluran nafas


dari 3 bentuk keadaan ini, Obstruksi total adalah keadaan yg terberat
dan memerlukan tindakan yg cepat. dalam keadaan PCO2 tinggi dgn
kecepatan pernafasan 30/menit dlm usaha kompensasi maksimal. Di
atas keadaan ini, pasien tidak dapat mentoleransi. Bila terjadi
hipoksemia, menandakan fase permulaan terjadinya kegagalan
pernafasan.
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

a. Obstruksi Total
 Bisa ditemukan dalam keadaan sadar atau dalam keadaan tidak
sadar
 Pada obstruksi total akut, biasanya disebabkan oleh tertelannya
benda asing yang kemudian menyangkut dan menyumbat
pangkal larinks.
 Bila obstruksi total timbul perlahan maka berawal dari obstruksi
parsial yang kemudaian menjadi total

b. Obstruksi Parsial
 Biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul
beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya:
o Cairan (darah, secret, aspirasi lambung, dsb)
Timbul suara “gurgling” suara bernafas bercampur suara
cairan. Dalam keadaan ini harus dilakukan penghisapan
(suction)
o Pangkal lidah yang jatuh ke belakang
Keadaan ini dapat timbul pada pasien yang tidak sadar
(coma) atau pada penderita yang tulang rahang bilateralnya
patah. Sehingga timbul suara mengorok (snoring) yang harus
segera diatasi dengan perbaikan airway secara manual atau
dengan alat.
o Penyempitan di larinks atau trachea
Dapat disebabkan edema karena berbagai hal ataupun
desakan neoplasma. Timbul suara “crowing” atau stridor
respiratoir. Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan
airway pada bagian distal dari sumbatan, misalnya
trakhetostomi

Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support

Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :


a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan
jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka
lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka
mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang
digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda
yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan
benda tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-
finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya,
menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : stridor. suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

diangnosis sumbatan jalan nafas


o sumbatan jalan nafas total dapat dikenali bila kita tidak dapat
mendengar atau merasakan aliran darah aliran udara melalui mulut atau
hidung. Bila terdapat nafas spontan, ada retraksi saat inspirasi di
supraclavicula dan intercosta dan tidak adanya ekspansi dinding dada
saat inhalasi merupakan tanda tambahan dari sumbatan jalan nafas.
Bila korban apneu dimana tidak terdapat pergerakan nafas spontan,
sumbatan jalan nafas total dapat tikenali dengan ditemukannya
kesulitan mengembangkan paru saat melakukan VTP.
o Sumbatan jalan nafas parsial/sebagian dapat dikenali dari aliran suara
nafas yang berisik saat nafas spontan, dapat pula dijumpai retraksi di
interkosta dan suprasternal. Snorring (mengorok) menunjukkan bahwa
sumbatan parsial terjadi di hipofaring karena dasar lidah. Crowning
(suara melengking) menunjukkan adanya laringospasme. Gurgling (suara
berkumur) menunjukkan adanya cairan/benda asing. Wheezing (mengi)
menunjukkan penyempitan bronkus.
o Akibat sumbatan jaln nafas juga terliht secara klinis. Hiperkarbia
dicurigai padapasien dengan penurunan kesadaran (somnolen) dan
dipastikan dengan peningktn PCO2 arterial. Hipoksemia dicurigai bila
terjadi takikardi, gelisah, berkeringat, atau sianosis dan dipastikan
dengan penurunan PO2 arterial. Tidak adanya sianosis tidak dapat
menyingkirkan hipoksemia berat

Dicari contohnya pada peyempitan laring ya guys


 Edema jalan nafas
Bisa disebabkan oleh karena infeksi (difteri), reaksi alergi, akibat
instrumentasi (pemasangan pipa endotracheal, bronkoskopi), trauma tumpul.
 Benda asing
 Tumor
Kista laring, papiloma laring, karsinoma laring (perlahan2)
 Trauma daerah laring
 Spasme otot laring
Tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abductor pita suara
Terutama bila bilateral
 Kelainan congenital
Laryngeal web, fistula tracheoesofagus  laringotrakeomalasia

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria Jackson.

 Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa
sianosis.
 Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi supra
dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.
 Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas.
 Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak tegang, dan
terkadang gagal napas.

(Kedaruratan Medik, Dr. Agus Purwadianto & Dr. Budi Sampurna)

2. Apa saja langkah langkah menilai jalan nafas?


LANGKAH-LANGKAH MENILAI JALAN NAPAS :
 LOOK:
o Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti
airway bebas, namun tetap perlu evaluasi berkala.
o Agitasi
o Nafas cuping hidung
o Sianosis
o Retraksi
o Accessory respiratory muscle
 LISTEN:
o Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
o Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda
asing
o Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan
napas setinggi larings (Stridor inspirasi) atau stinggin trakea
(stridor ekspirasi)
o Hoarnes, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
o Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah
terjadi gagal napas
 FEEL:
o Aliran udara dari mulut/ hidung
o Posisi trakea terutama pada pasien trauma, Krepitasi

Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat


Napas. FK UI, Jakarta, 2010.
Apa saja yang dapat menyebabkan jalan napas tersumbat ?
Penyebab sumbatan jalan nafas yangsering dijumpai adalah dasar lidah, palatum mole, darah atau
benda asing yang lain.
Dasar lidah sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma, karena pada penderita koma otot
lidah dan leher lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings.
Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan
oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau
atidak. Dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena rangsangan jalan nafas pada
penderita stupor atau koma yang dangkal.
Sumbatan jalan nafas dapat juga terjadi pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai
bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi lambung atau benda asing ke dalam
paru
PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT. PROF.DR.DR.I.RIWANTO,SPBD.FKUI

Sebab Terjadinya obstruksi

1. Trauma

Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan
pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita
suara dll.

2. Benda Asing

Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :

a. Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut, yakni
secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot
nafas tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan oleh benda-benda asing ini biasanya
terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan tulang ikan tg tidak teratur
bentuknya.
b. Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yang tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :
 Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena dapat
menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut
di dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring

 Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan
formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar

BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI RAB

Akibat

BAGIAN ATAS

 Dasar lidah
Sering menyumbat jalan nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher
lemas sehingga tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni sering
terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jalan nafas bagian atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan
oleh penderita yang tidak sadar dapat menyumbat jalan nafas. Benda-benda tersebut bisa
tersangkut pada :
a. Laring  Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu nafas,
sianois
b. Saluran nafas
1. Trachea  tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan akhirnya
tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi larink
2. Bronkus  Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian dilapisi
sekresi bronkus sehingga menjadi besar.
 Edema jalan nafas : dapat disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi
(pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
 Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings  biasa sumbatan terjadi perlahan-
lahan.
 Trauma daerah larings
 Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis)  terutama bila bilateral.
 Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan
laringotrakeomalasia.
BUKU KEDARURATAN MEDIK, PEDOMAN PENATALAKSANAAN PRAKTIS EDISI REVISI
BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
DR. SOENARJO SP.AN,KIC., BUKU PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT
Obstruksi jalan napas bagian atas
Kongenital Atresia koane
Stenosis supraglotis, glottis dan infraglotis
Kista duktus tireglosus
Kista brankiogen yang besar
Laringokel yang besar
Radang Laringottrakeitis
Epiglotitis
Hipertrofi adenotonsiler
Angina Ludwig (ABSES)
Abses parafaring atau retrofaring
Traumatic Ingesti kaustik
Patah tulang wajah atau mandibula
Cedera laringotrakeal
Intubasi lama: udem/stenosis
Dislokasi krikoaritenoid
Paralisis n.laringeus rekurens bilateral
Tumor Hemangioma
Higroma kistik
Papiloma laring rekurens
Limfoma
Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel skuamosa laring, faring, atau
esofagus
Lain-lain Benda asing
Udem anginoeurotik
(sumber: Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong, EGC)
1. Edema jalan napas: dapat disebabkan infeksi (difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi
(pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul
2. Benda asing
3. Tumor
4. Trauma daerah laring
5. Spasme otot larings: tetanus, reaksi emosi
6. Kelumpuhan otot abductor pita suara : terutama bila bilateral
7. Kelainan congenital: laryngeal web, fistula trakeoesofagus yang menimbulkan
laringotrakeamalasia
1) BAGIAN ATAS
 Dasar lidah
Sering menyumbat jln nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher
lemas sehingga tdk mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni
sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jln nafas bagian atas yg tdk dpt ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yg tdk sadar dpt menyumbat jln nafas.Benda-benda tersebut bisa tersangkut pada :
c. Laring  Secara progresif akan terjadi stridor, dispneu, apneu, penggunaan otot bantu
nafas, sianois
d. Saluran nafas
3. Trachea  tidak dapat dikeluarkan karena tersangkut didalam rimaglotis dan
akhirnya tersangkut dilarink dan akhirnya dapat menimbulkan gejala obstruksi
larink
4. Bronkus  Biasanya tersangkut pada bronkus kanan, benda asing ini kemudian
dilapisi sekresi bronkus sehingga menjadi besar.
 Edema jln nafas : dpt disebabkan infeksi(difteri), reaksi alergi atau akibat instrumentasi
(pemasangan pipa endotrakeal,bronkoskopi) dan trauma tumpul.
 Tumor : kista larings, papiloma larings, karsinoma larings  biasa sumbatan terjadi
perlahan-lahan.
 Trauma daerah larings
 Spasme otot larings : tetanus, reaksi emosi
 Kelumpuhan otot abduktor pita suara (abduktor paralysis)  terutama bila bilateral.
 Kelainan kongenital : laryngeal web, fistula trakeoesofagus yg menimbulkan
laringotrakeomalasia.
Buku Kedaruratan Medik, Pedoman Penatalaksanaan Praktis Edisi Revisi
2) BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
Dr. Soenarjo Sp.An,KIC., Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat

3. Apa saja langkah langkah ABCDE?


 Primary Survey (ABCDE)
o Airway dengan control servikal (Cervical Control Spine)
Dinilai kelancaran jalan nafas meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas akibat benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur maksila atau mandibula, fraktur laring atau
trachea. Harus dilakukan dengan melindungi vertebrae cervical.
Dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw trusht,
Anggaplah ada fraktur cervical pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran / perlukaan di atas
clavicula.
 Look
 Agitasi e.c. hipoksia
 Tampak bodoh e.c. hiperkarbia
 Sianosis pada unjung kuku, sekitar mulut e.c.
hipoksemia
 Retraksi dan penggunaan otot2 nafas tambahan
 Nafas cuping hidung
 Listen
 Suara nafas tambahan menunjukkan adanya
pernafasan yang tersumbat
 Suara mendengkur (snoorig) e.c. sumbatan lidang
pada jalan nafas
 Suara berkumur (gargling) e.c. akumulasi cairan
 Suara bersiul (stridor, crowing sound) e.c.
sumbatan parsial pada laring dan atau faring
 Suara parau (hoarseness, dysphonia) e.c. sumbatan
pada laring
 Afonia e.c. sumbatan total
 Feel
 Merasakan hembusan aliran udara dari mulut /
hidung
o Breathing dan ventilasi
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada, dan diafragma. Dada penderita harus dibuka untuk
melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan
untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi. Keadaan yang perlu
dikenali dalam primary survey antara lain : tension
pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, dan open
pneumothoraks.
o Circulation dengan control perdarahan
 Volume darah dan cardiac output
Suatu keadaan hipotensi pada penderita trauma harus
dianggap disebabkan oleh hipovolemia. Ada 3 penemuan
klinik yang dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik, yakni :
 Tingkat kesadaran
Volume darah ↓  perfusi otak ↓  penurunan
kesadaran
 Warna kulit
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan,
terutama pada wajah dan ekstremitas jarang yang
dalam keadaan hipovolemia. Sedangkan wajah
pasien yang pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat merupakan tanda
hipovolemia.
 Nadi
Periksa nadi pada arteri2 besar, nilai kekuatan nadi,
kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat
dan teratur  tanda normovolemik. Nadi yang
cepat dan kecil  tanda hipovolemi. Nadi yang
tidk teratur  tanda gangguan jantung. Tidak
dirasakan adanya pulsasi  butuh resusitasi segera
 Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan
pada luka. Torniquet sebaiknya jangan dipakai karena
merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal.
Perdarahan internal merupakan perdarahan yang terjadi
dalam rongga thoraks, abdomen, fraktur tulang panjang,
retroperitoneal akibat fraktur pelvis atau akibat luka
tembus.
o Disability (Neurologic Evaluation)
Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat meliputi :
 Tingkat kesadaran
Dapat dinilai menggunakan AVPU maupun GCS.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh oksigenasi ↓
dan atau perfusi ke otak ↓ atau karena trauma langsung
pada otak. Jika terdapat penurunan kesadaran pada
pasien, perlu dilakukan reevaluasi terhadap oksigenasi,
ventilasi dan perfusi.
 Ukuran dan reaksi pupil
 Tanda-tanda lateralisasi
 Tingkat (level) cedera spinal
o Exposure / Environmental control
Penderita dibuka keseluruhan pakaiannya kemudian diselimuti
agar tidak kedinginan dan dapat memudahkan dalam
pemeriksaan.
 Resusitasi
o Airway
Airway harus dijaga dengan baik. Jaw thrust atau chin lift
dapat digunakan. Pada penderita yang masih sadar, bisa dipasang
nasopharyngeal airway (NPA). Bila pasien tidak sadar dan tidak
ada reflex muntah dan batuk dapat dipakai oropharyngeal
airway (OPA).

o Breathing / ventilasi / oksigenasi


Setiap penderita trauma diberikan oksigen.
o Circulation (dengan control perdarahan)
Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang 2 IV line. Saat
pemasangan iv line sekaligus mengambil contoh darah untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin, termasuk tes
kehamilan pada semua pasien WUS.
Pada saat datang pasien diinfus cepat 2-3 liter cairan
kristaloid (sebaiknya RL yang sudah dihangatkan). Bila tidak ada
respon, diberikan darah segolongan. Serta hentikan perdarahan
bila ada.
 Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
o Monitor EKG
Dipasang pada semua penderita trauma untuk mengenali fungsi
jantung.
o Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan USG dapat bermanfaat untuk menilai adanya
perdarahan intra abdomen. Pemeriksaan rontgen juga bisa
dilakukan apabila dicurigai ada kelainan akibar trauma pada
thoraks (pneumothoraks, hemothoraks) maupun pada pelvis
(fraktur pelvis).

Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on
Trauma, 7th edition

4. Kenapa ditemukan suara gurgling, epistaksis dan edema periorbital?


Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas
akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau
palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas
menstabilkan jalan nafas di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan
palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.
Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi,
penderita trauma kepala/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi
otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi
penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup
orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas.
Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 – 4. Can Med Assoc J 2007; 176(9):
1299-303.

5. Bagaimana cara menilai kesadaran dengan GCS?

Tingkat GCS Gambaran Klinik CT – Scan


Minimal 15 Tidak pingsan, tidak dijumpai Normal
devisit neurology
Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, tidak Normal
dijumpai devisit neurologist
Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit – 6 jam, Abnormal
dijumpai adanya devisit
neurologist
Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, dijumpai Abnormal
adanya devisit neurologist

Menguji tingkat kesadaran


a. secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )


Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/
Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))
http://faqudin.staff.umm.ac.id/files/2011/09/PEMERIKSAAN-NEUROLOGIS.pdf
trauma kepala berat jika GCS ≤ 8
trauma kepala sedang jika GCS antara 9 dan 12
trauma kepala ringan jika GCS ≥13

6. Apa intepretasi dari px TTV?


7. Apa indikasi dan kontraindikasi NRM?
8. Bagaimana cara triple airway maneuver dan indikasinya?
9. Mengapa dilakukan definitive airway?
Definitif Airway adalah suatu pipa di dalam trachea dengan balon (cuff) yang
dikembangkan, pipa tersebut dihubungkan dengan suatu alat bantu pernafasan yang
diperkaya oksigen dan airway tersebut dipertahankan dengan menggunkan plester.
Kebutuhan utk Perlindungan Kebutuhan utk Ventilasi
Airway
Pasien tidak sadar (GCS <8) Apnea :
- Paralisis neuromuscular
- Tidak sadar
Fraktur maksilofasial berat Usaha nafas yang tidak adekuat :
- Takipnea
- Hipoksia
- Hiperkarbia
- Sianosis
Bahaya aspirasi : Cedera kepala tertutup berat yang
- Perdarahan membutuhkan ventilasi
- Muntah
Bahaya sumbatan : Kehilangan darah yang massive dan
- Hematoma leher memerlukan resusitasi volume
- Cedera laring, trachea
- Stridor

a. Non Surgical
i. Intubasi Endotrachea
Proses memasukkan pipa ET ke dalam trachea pasien. Bila pipa
dimasukkan melalui mulut, disebut intubasi orotrachea, sedangkan jika
pipa dimasukkan melalui hidung disebut intubasi nasotrachea.
o Kegunaan :
 Membuka jalan nafas atas
 Membantu pemeliharaan oksigen konsentrasi tinggi
 Mencegah jalan nafasa dari aspirasi isi lambung / benda asing
 Mempermudah suction dalam trachea
 Alternative untuk memasukkan obat
o Indikasi :
 Cardiac arrest bila ventilasi kantung nafas tidak memungkinkan /
tidak efektif
 Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dan pemberian oksigen
yang tidak adekuat dengan lat-alat ventilasi yang non invasive
 Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (koma)
b. Surgical
i. Tracheostomi
ii. Cricotiroidotomi
o Indikasi :
 Ketidakmampuan melakukan intubasi trachea
 Edema glottis
 Fraktur laryng
 Perdarahan Orofaring berat yang membuntu airway dan pipa ET
tidak dapat dimasukkan ke dalam plica
Advanced Trauma Life Support for Doctors, American College of Surgeons Committee on Trauma, 7 th
edition

10. Apa saja pengelolaan advanced airway?


Manufer jalan nafas dasar (tanpa bantuan alat)
 Chin lift : dagu bagian sentral ditarik ke depan dengan tangan yang
lain. Tidak boleh akibatkan hiperekstensi leher, aman untuk C-spine
injury
 Jaw thrust : jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi
antara sudut rahang dan telinga serta rahang ditarik ke depan
 Head tilt : leher diekstensikan sejauh mungkin dengan menggunakan
satu tangan. Tidak boleh dilakuakan pada curiga c spine injury
11. Apa komplikasi yang mungkin terjadi dari scenario?

Anda mungkin juga menyukai