Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PELATIHAN KESIAPSIAGAN BENCANA


1. Pengertian
Menurut BNPB (2012) pendidikan dan pelatihan adalah penyelenggaraan
pembelajaran yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang
dibutuhkan untuk suatu jabatan atau pekerjaan tertentu, sehingga yang bersangkutan
mampu melaksanakan pekerjaan/jabatannya dengan sebaik-baiknya. Esensi dari suatu
program pendidikan dan pelatihan adalah perubahan organisasi, yaitu suatu proses
perubahan dari kondisi sekarang menuju kondisi standar yang dikehendaki.
2. Tujuan dari pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana adalah meningkatkan
kesiapsiagaan untuk menghadapi dan melaksanakan penanggulangan bencana alam
(BNPB, 2012).
3. Pendidikan atau pelatihan siaga bencana
Pendidikan/pelatihan siaga bencana merupakan pendidikan yang direncanakan
karena sewaktu-waktu dapat terjadi banjir, gempa bumi, badai atau topan dan bencana
yang lain. Dampak dan akibat dari bencana tersebut telah diketahui sehingga usaha
pengurangan risiko bencana perlu dilakukan melalui pendidikan (IFC, 2010).
Bencana seperti gempa bumi, banjir, badai atau topan, letusan gunung merapi
merupakan hal yang tidak terhindarikan/sehingga pengkajian dan perencanaan,
perlindungan fisik dan lingkungan serta kesiapsiagaan perlu dipersiapkan untuk
mencegah akibat yang ditimbulkan pada saat bencana. Sekolah merupakan salah satu
lembaga yang universal untuk mengajarkan dan berbagi pengetahuan dan ketrampilan
sehingga dengan harapan sekolah sebagai role model terhadap pencegahan bencana.
Keberhasilan sekolah didalam pengurangan risiko bencana merupakan keberhasilan
dalam memberikan pendidikan untuk generasi berikutnya (IFC, 2010).
Usaha meningkatkan kesadaran adanya kesiapsiagaan masyarakat terhadap
bencana di dunia pendidikan harus dilaksakanakan baik pada taraf penentukebijakan
maupun pelaksana pendidikan di pusat dan daerah. Dengan harapan pada seluruh
tingkatan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya pendidikan kesiapsiagaan
bencana tersebut (MPBI, 2009).
Salah satu aspek yang paling penting di tahap kesiapan dalam menghadapi
bencana di sekolah adalah memberikan pemahaman terhadap orang tua tentang
emergency plan dan proses reunifikasi, selain itu alat komunikasi seperti TV, radio
dan HP atau telepon sebagai strategi kesiapan bencana. Media informasi seperti
koran, poster di pasang ditempat yang strategis sehingga setiap orang dapat
mengetahui informasi yang disampaikan. Sekolah juga perlu memastikan bahwa
komunikasi saat bencana sudah direncanakan dengan baik antar komunitas di dalam
sekolah maupun di luar komunitas sekolah seperti dengan orang tua siswa (American
Academy of Pediatrics, 2008).
4. Metode pendidikan/pelatihan siaga bencana
Menurut BNPB (2012), pendidikan/pelatihan penanggulangan bencana dapat
diberikan melalui pelatihan berupa ceramah dan simulasi. Pendidikan tentang siaga
bencana dapat dilakukan dengan simulasi berupa game atau permainan (Olson et al.,
2010).
B. KESIAPSIAGAAN BENCANA GUNUNG MERAPI PADA ANAK SD
1. Definisi
a. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan menurut UU No.24 2007, Pasal 1 Ayat 7 adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Kesiapsiagaan adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi suatu
bencana untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dapat dilaksanakan
secara tepat dan efektif pada saat dan setelah terjadi bencana.
b. Menurut Sutton dan Tierney dalam (Dodon, 2013) kesiapsiagaan adalah kegiatan
yang sifatnya perlindungan aktif yang dilakukan pada saat bencana terjadi dan
memberikan solusi jangka pendek untuk memberikan dukungan bagi pemulihan
jangka panjang.
c. Definisi bencana dalam buku Disaster Management–A Disaster Manager’s
Handbook (Carter dalam Khoirunisa, 2014) adalah suatu kejadian alam atau
buatan manusia, tiba-tiba atau progresif yang menimbulkan dampak yang dahsyat
(hebat) sehingga komunitas atau masyarakat yang terkena atau terpengaruh harus
merespon dengan tindakan luar biasa dalam pengelolaan bencana terpadu.
Sehingga tidak menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari
segi materi, ekonomi atau lingkungan yang melampaui kemampuan masyarakat.
d. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2011), menyatakan bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh factor alam
maupun factor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bukan hanya
berdampak pada orang dewasa, bencana juga sangat berdampak pada anak-anak.
Bencana selalu mengakibatkan kehancuran dan dampak bagi anak dan remaja
yang mana memiliki kerentanan paling tinggi (Jabry dalam Wijayanti, 2012)
2. Tujuan kesiapsiagaan
Tujuan Kesiapsiagaan menurut Gregg dalam Dodon (2013) kesiapsiagaan
bertujuan untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan pencegahan
yang efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk tindakan tanggap darurat dan
bantuan saat bencana. Upaya kesiapsiagaan juga bertujuan untuk memastikan bahwa
sumberdaya yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana dapat digunakan
secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana menggunakannya (Sutton dan
Tierney dalam Dodon, 2013).
3. Manajemen Bencana Gunung Meletus
Bahaya erupsi gunung api memiliki dua jenis bahaya berdasarkan waktu kejadian,
yaitu bahaya primer dan sekunder. Berikut ini bahaya dari erupsi gunung api yaitu
(BNPB, 2017) :
a. Awan panas adalah aliran material vulkanik panas yang terdiri atas batuan berat,
ringan (berongga) lava masif dan butiran klastik yang pergerakannya dipengaruhi
gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah. Bahaya ini merupakan
campuran material erupsi antara gas dan bebatuan (segala ukuran) yang terdorong
ke bawah akibat densitas tinggi. Suhu material bisa mencapai 300 – 700°C,
kecepatan awan panas lebih dari 70 km/jam.
b. Aliran lava adalah magma yang meleleh ke permukaan bumi melalui rekahan,
suhunya >10.000°C dan dapat merusak segala bentuk infrastruktur.
c. Gas beracun adalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika apabila terhirup
dalam tubuh. Gas tersebut antara lain CO2, SO2, Rn, H2S, HCl, HF, H2SO4. Gas
tersebut biasanya tidak berwarna dan tidak berbau
d. Lontaran material (pijar). Lontaran material terjadi ketika letusan magmatic
berlangsung. Suhu mencapai 200°C, diameter lebih dari 10 cm dengan daya lontar
ratusan kilometer.
e. Hujan abu, material abu tampak halus dan bergerak sesuai arah angin.
f. Lahar letusan, lahar letusan terjadi pada gunung berapi yang mempunyai danau
kawah, terjadi bersamaan saat letusan. Air bercampur material lepas gunung
berapi mengalir dan bentuk banjir lahar.
Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai ancaman bahaya erupsi gunung api
yaitu tingkat status gunung api (level) dan Kawasan Rawan Bencana (KRB). (BNPB,
2017).
a. Level 1 (normal) : aktivitas gunung api, berdasarkan pengamatan hasil visual,
kegempaan, dan gejala vulkanik lain, tidak memperlihatkan adanya kelainan.
b. Level 2 (siaga) : peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual
atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lain.
c. Level 3 (waspada) : peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual atau
pemeriksaan kawah, kegempaan dan metode lain saling mendukung. Berdasarkan
analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
d. Level 4 (awas) : tingkatan yang menunjukkan jelang letusan utama, letusan awal
mulai terjadi berupa abu atau asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera
akan diikuti letusan utama.
Langkah-langkah jika terjadi erupsi gunung api sebagai berikut (BNPB, 2017):
a. Prabencana
Perhatikan arahan dari PVMBG dan perkembangan aktivitas gunung api, siapkan
masker dan kacamata pelindung untuk mengatasi debu vulkanik, mengetahui jalur
evakuasi dan shelter yang telah disiapkan oleh pihak berwenang, menyiapkan
skenario evakuasi lain jika dampak letusan meluas di luar prediksi ahli, siapkan
dukungan logistik, antara lain makanan siap saji, lampu senter dan baterai
cadangan, uang tunai yang cukup serta obat-obatan khusus sesuai pemakai.
b. Saat bencana
Tidak berada di lokasi yang direkomendasikan untuk dikosongkan, tidak berada di
lembah atau daerah aliran sungai, gunakan masker atau kain basah untuk menutup
mulut dan hidung, gunakan kacamata pelindung, jangan memakai lensa kontak,
hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan gunung api, Kenakan
pakaian tertutup yang melindungi tubuh seperti, baju lengan panjang, celana
panjang dan topi.
c. Pasca bencana
Kurangi terpapar dari abu vulkanik. Hindari mengendarai mobil di daerah yang
terkena hujan abu vulkanik sebab bisa merusak mesin kendaraan. Bersihkan atap
dari timbunan debu vulkanik karena beratnya bisa merobohkan dan merusak atap
rumah atau bangunan. Waspadai wilayah aliran sungai yang berpotensi terlanda
bahaya lahar pada musim hujan.
C. INSTRUMEN PENELITIAN
1. Instrumen pelatihan siaga bencana
Instrumen ini menggunakan media film simulasi siaga bencana dan materi
pengetahuan siaga bencana dengan flipchart. Durasi film simulasi siaga bencana ± 20
menit dan terbagi menjadi lima scene yang menunjukkan tindakan tepat dan tidak
tepat ketika menghadapi bencana gempa bumi. Film tersebut di produksi oleh LSM
Lembaga Peduli Anak Bangsa dan Kluwung Indonesia yang bekerja sama dengan
ASB (Arbeiter-Samariter-Bund) cabang Indonesia. ASB adalah organisasi tertua dan
terbesar di Jerman yang bergerak dalam bidang kesejahteraan sosial. Kegiatan yang
dilakukan ASB antara lain tanggap darurat dan rehabilitasi, pengurangan risiko
bencana (PRB) dengan fokus khusus pada kelompok yang sangat rentan, dan juga
pendidikan inklusif.
2. Instrumen kesiapsiagaan menghadapi bencana
Kuesioner kesiapsiagaan menghadapi bencana anak sekolah dasar mengadopsi dari
Herdwiyanti & Sudaryono (2013) dan dimensi kesiapsiagaan menurut Sutton &
Tierney (2006) sebanyak 23 aitem yang terdiri dari 11 aitem favorable dan 12 aitem
unfavorable. Instrumen tersebut berupa kuesioner dengan pertanyaan tertutup yang
dapat dijawab oleh responden dengan memilih alternatif pilihan jawaban yang
meliputi sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), netral (N), sesuai (S) dan sangat
sesuai (SS). Pertanyaan dalam kuesioner ini disusun dengan menggunakan skala
bertingkat dengan nilai berkisar antara 1 sampai 5. Untuk pertayaan favourable skor
masing masing pilihan jawaban adalah 1 untuk pilihan STS, 2 untuk pilihan jawaban
TS, 3 untuk pilihan jawaban N, 4 untuk pilihan jawaban S dan 5 untuk pilihan
jawaban SS. Sedangkan untuk pertanyaan unfavourable skor untuk masing masing
pilihan jawaban adalah 5 untuk pilihan STS, 4 untuk pilihan TS, 3 untuk pilihan
jawaban N, 2 untuk pilihan jawaban S, dan 1 untuk pilihan jawaban SS.
Daftar Pustaka

BNPB (2012). Pengembangan Kurukulum Dan Pelatihan Berbasis Kompetensi.


Jakarta : BNPB

BNPB (2017). Buku Pedoman Pelatihan Kesiapsiagaan Bencana, Membangun


Kesadaran, Kewaspadaan Dan Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana. Jakarta :
BNPB

Olson, D.K, Scheller, A, Larson, S, Lindeke, L & Edwardson, S. 2010. Using


Gaming Simulation to Evaluate Bioterrorism and Emergency Readiness Education.
Public Health Rep, May-June 2010, 125, 468-477

IFC. 2010. Disaster and Emergency Preparedness: Guidance for Schools.


International Finance Corporation : World Bank Group.

MPBI. 2009. Pendidikan Siaga Bencana. http://www.mpbi.org/content/pendidikan-


siaga-bencana. diakses : 18 September 2018

American Academy of Pediatrics. 2008. Disaster Planning for Schools.


Pediatrics,122, 4

Dodon. 2013. “Indikator dan Perilaku Kesiapsiagaan Masyarakat di Permukiman


Padat Penduduk Dalam Antisipasi Berbagai Fase Bencana Banjir” dalam Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No.2, Agustus 2013, Hal. 125-140. Bandung:
Institut Teknologi Bandung.

Khoirunisa, et al, 2014. Pengetahuan mahasiswa terhadap mitigasi bencana banjir


setelah melakukan pembuatan lubang resapan bioporidi. Surakarta : Universitas
Muhamadiyah Surakarta.

Wijayanti, Pipit (2012). Pemanfaatan Informasi Geospasial Tematik dalam


Peningkatan Kapasitas Terhadap Bencana Berbasis Sekolah.

Herdwiyanti A. F & Sudaryono. 2013. Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi


Bencana Ditinjau dari Tingkat Self-Efficacy pada Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah
Dampak Bencana Gunung Kelud. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial 2(1)

Anda mungkin juga menyukai