Anda di halaman 1dari 60

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan menyelesaikan laporan praktikum biologi kali ini.

Praktikum kali ini membantu mahasiswa dalam memahami hasil


pemeriksaan darah dan data pengunjung lainnya, sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif pada.

Laporan praktikum kali ini tidaklah sempurna, untuk itu penyusun


mengharapkan masukan yang membangun untuk penyempurnaan hasil praktikum
ini agar dapat lebih bermanfaat bagi mahasiswa.

Yogyakarta, 10 Januari 2019

Penyusun
PRAKTIKUM STRUKTUR SEL

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sel adalah segumpal protoplasma yang berinti, sebagai individu yang


berfungsi menyelenggarakan seluruh aktivitas untuk kebutuhan hidupnya. Sel
itu setelah tumbuh dan berdeferensiasi, akan berubah bentuknya sesuai dengan
fungsinya, ada yang menjadi epidermis berfungsi untuk melindungi sel-sel
sebelah dalamnya ada yang menjadi tempat penyediaan makanan, ada yang
berfungsi menjadi tempat persediaan makanan dan lain-lain.

Meskipun antara sel hewan dan sel tumbuhan berbeda namun terdapat
persamaan- persamaan dasar tertentu mengenai sifat, bentuk, dan fungsi dari
bagian sel tersebut. Secara umum bagian-bagian sel tersebut adalah membran
sel, sitoplasma, mitokondria, retikulum endoplasma, aparatus golgi, lisosom,
plastida, kloroplas, sentrosom, ribosom, vakuola, inti sel, membran inti,
mikrofilamen, dan dinding sel.

Oleh beberapa penulis sel dianggap sebagai cairan yang bersifat seperti
lender. Tahun 1829 oleh Hertwig diajukan teori protoplasma yang mempunyai
konsepsi lebih umum dari teori sel Schwan. Dalam teorinya dikatakan bahwa
sel adalah kumpulan substansi hidup yang disebut protoplasma dengan di
dalamnya mengandung inti yang disebut nucleus dan diluarnya dibatasi oleh
dinding sel. Ada beberapa organisme yang struktur selnya tidak jelas, tetapi
terdiri atas protoplasma.

Sel-sel penyusun tubuh makhluk hidup sangat bervariasi baik ukuran,


bentuk, struktur maupun fungsinya. Secara umum sel terdiri atas membran
plasma, sitoplasma, nukleus, dan organel-organel yang memiliki bentuk khusus
dan secara bersama-sama membentuk sistem yang kompak. Komponen utama
sel tumbuhan adalah dinding sel, sitoplasma, apparatus golgi, mitokondria,
ribosom, vakuola dan komponen lainnya. Berdasarkan organisasi internal tipe
sel mikroorganisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu sel prokariotik dan sel
eukariotik

B. TUJUAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengamati bentuk-bentuk sel yang


menyusun jaringan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. STRUKTUR SEL

Pada permulaan abad IXI tercipta teori sel atas jasa oeneliti Jerman bernama
Dutrochet, Schwann, dan Schleiden. Mereka inilah yang menegaskan bahwa
organ tumbuhan dan hewan tersusun dari sel-sel. Seorang ahli Jerman, Von Mohl
(1846) menjelaskan bahwa dalam hal orhan tumbuhan dan hewan tersusun dari
sel-sel, namun yang terpenting bukanlah dinding sel melainkan isi sel yang
disebut dengan protoplasma (Sutrian, 2004 : 13).

Struktur sel hanya dapat dipelajari melalui pengamatan mikroskop.


Mikroskop cahaya yang dapat dipergunakan untuk perbesaran sel hidup hingga
1500 kali. Mikroskop elektron dipakai untuk memperbesar sel (mati) khusus
sediaan hingga 250.000 kali (Herlina, 2004 : 50).
Sel merupakan unit kehidupan terkecil. Semua organisme yang hidup
sekarang ini, berasal dari sebuah sel induk yang ada pada berjuta-juta tahun yang
lalu. Sel ini mengalami evolusi yang berlangsung secara bertahap untuk
menyesuaikan dengan lingkungannya. Berdasarkan perubahan ini, maka
sekarang sel dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu sel
prokariotik (prokaryotic) dan sel eukariotik (eukaryotic). Istilah prokariotik dan
eukariotik mula-mula digunakan oleh Hans Ris pada tahun 1960.

Sel prokariotik (pro: sebelum, karyot: inti/nukleus) merupakan sel yang tidak
memiliki membran nukleus, hal ini menyebabkan nukleus bercampur atau
mengadakan hubungan langsung dengan sitoplasma. Ukuran dari sel prokariotik
sangat kecil, yaitu 1−10 μm. Contoh dari sel prokariotik adalah pada
mycoplasma, bakteri dan ganggang biru.

Sedangkan sel eukariotik (eu: sejati, dan kariot: nukleus/inti) adalah sel
dengan nukleus sejati. Sel ini dibungkus oleh membran nukleus sehingga isinya
tidak bercampur dengan sitoplasma. Perbedaan yang paling mencolok dari sel
prokariotik adalah nukleus sejati yang membungkus sebagian besar DNA sel
sehingga DNA tersimpan dalam kompartemen yang berbeda dari sitoplasma. Sel
eukariotik dapat dilihat dalam sel tumbuhan maupun sel hewan (Lubert, 2000).

Ada dua bagian utama sel, yaitu: inti dan isinya sering kali disebut
nukleoplasma, dan bagian sisanya yang disebut sitoplasma. Inti dan sitoplasma
itu dikelilingi oleh membran, demikian pula bagian yang lebih kecil seperti
mithokhondria dan benda-benda Golgi. Secara garis besar struktur dan fungsi
dari masing-masing komponen sel adalah sebagai berikut :

1. Nukleus adalah organel yang paling menonjol dalam sel. Organ kecil ini
dipisahkan dari sitoplasma (plasma sel) oleh pembungkus yang terdiri dari
dua membran, membran dalam dan membran luar. Nukleus mengandung
material genetik yaitu Asam Deoksi Ribonukleat (ADN) yang terbungkus
dalam sebuah membran nukleus. Semua DNA kromosom tersimpan di dalam
nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin berkat persekutuannya dengan
protein-protein histon yang sama massanya. Isi nukleus berkomunikasi
dengan sitosol melalui lubang-lubang pada pembungkusnya yang disebut
pori-pori nukleus. Dalam nukleus terdapat nukleolus sebuah tempat untuk
memproduksi ribosoma sel.

2. Membran Plasma merupakan membran yang sangat tipis dan bersifat selektif
permeabel dengan ukuran 7,5−10 nm. Membran plasma merupakan lapisan
lipid ganda (bilayer) yaitu dengan struktur molekul dua lapis. Lipid yang
terpenting adalah fosfolipid dan sedikit glikolipid serta kemungkinan
mengandung kolesterol. Struktur membran plasma yang demikian
mendukung sel untuk dapat memanfaatkan perubahan-perubahan
permeabilitas ion yang terkendali pada membran plasma untuk keperluan
komunikasi sel. Di samping itu juga berfungsi sebagai pelindung organel-
organel dalam sel. Berbeda dari membran plasma sel prokariotik maka
membran plasma dalam sel eukariotik dapat mengembangkan kemampuan
atau spesialisasi organel. Pada sel prokariotik yang tidak memiliki
mitokondria, membran plasma juga bertugas melaksanakan metabolisme
energi. Perbedaan inilah yang menyebabkan bahwa pada sel eukariot,
membran plasmanya tidak membentuk mesosom

3. Organel Sel pada sitoplasma sel eukariotik lebih kompleks dibandingkan sel
prokariot. Organel tersebut misalnya: mitokondria, retikulum endoplasma,
nukleus, ribosom, mikrotubula, dan lain-lain.

a. Retikulum endoplasma (Endoplasmic retikulum/RE) merupakan labirin


membran yang demikian banyak sehingga meliputi separuh lebih dari
total membran dalam sel eukariot. Kata endoplasmik berarti `di dalam
sitoplasma' dan retikulum diturunkan dari bahasa latin yang berarti
jaringan. RE ini terdiri dari jaringan tubula dan gelembung membran
yang disebut sisternal atau lumen. Membran RE memisahkan ruang
internal, yaitu ruangan sisternal dari sitosol. Secara umum RE memiliki
fungsi sebagai berikut. 1) Pelaku aktivitas metabolik sintetik, karena
mengandung berbagai macam enzim. 2) Denaturasi dan elongasi asam
lemak. 3) Memberi permukaan yang luas untuk reaksi enzimatik. 4)
Merupakan skeleton ultra struktur yang memberikan kekuatan mekanik
sel, pada matriks sitoplasma koloidalnya. 5) Sebagai tempat pertukaran
molekul melalui proses osmosis, difusi dan transpor aktif untuk
membran RE dan eksosistosis. 6) Membentuk bungkus inti baru pada
pembelahan sel. 7) Fungsi proteksi sel karena membran RE mampu
menghilangkan efek toksik zat melalui proses detoksifikasi.

b. Badan Golgi (Golgi Apparatus/Golgi Complexes) Organela ini


ditemukan pertama kali oleh Camilio Golgi, seorang ilmuwan dari Italia.
Badan golgi biasa dijumpai pada sel tumbuhan maupun hewan. Pada sel
hewan terdapat 10-20 badan golgi. Lain halnya dengan tumbuhan yang
memiliki ratusan badan golgi pada setiap sel. Badan golgi mempunyai
panjang sekitar 1 - 3 μm dan tinggi sekitar 0,5 μm. Badan golgi termasuk
sistem vakuolar sel dan tidak terdapat ribosom. Pada sel berstruktur
polar, badan golgi tunggal, besar dan menempati di bagian di antara inti
dan kutub sel, misalnya pada sel kelenjar eksokim prankeas. Pada sel
hepar dalam satu sel terdapat sekitar 50 kompleks golgi yang bentuknya
bervariasi antara sel satu dengan lainnya. Badan golgi terdiri atas
sekelompok kantong pipih yang dibatasi membran yang dinamakan
saccula. Di dekat saccula terdapat vesikel sekretori yang berupa
gelembung bulat. Badan golgi pada tumbuhan disebut dengan diktiosom.
Pada diktiosom terjadi pembuatan polisakarida dalam bentuk selulosa
yang digunakan sebagai bahan penyusun dinding sel. Berdasarkan
pengamatan morfologi dan sitokimia secara in situ serta kajian
biokimiawi menunjukkan bahwa badan golgi terlibat dalam sejumlah
besar kegiatan sel antara lain perakitan protein dan lipid karbohidrat
tinggi atau lebih dikenal dengan proses glikosilasi, pemulihan selaput
sel, dan sekresi. Secara umum fungsi dari badan golgi antara lain: 1.
membentuk dinding sel pada tumbuhan; 2. menghasilkan lisosom; 3.
membentuk akrosom pada spermatozoa yang berisi enzim untuk
memecah dinding sel telur. 4. Tempat sintesis polisakarida seperti
mukus, selulosa, hemiselulosa, dan pektin (penyusun dinding sel
tumbuhan). 5. Membentuk membran plasma. 6. Membentuk kantong
sekresi untuk membungkus zat yang akan dikeluarkan sel, seperti
protein, glikoprotein, karbohidrat, dan lemak.

c. Mitokondria (mitochondria) Ukuran dan bentuk mitokondria, seperti


halnya jumlahnya di dalam sel, bervariasi menurut jaringannya dan
menurut keadaan fisiologis sel. Dengan menggunakan mikroskop cahaya
mitokondria terlihat berbentuk lonjong, tetapi mitokondria juga bisa
berbentuk dumbbell, spherical, atau raket, dengan diameter 0,5−1,0 m
dan panjangnya sampai 7 μm. Karena ukurannya yang sangat kecil
strukturnya baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Mitokondria mengandung sejumlah kecil DNA, RNA dan ribosom.
DNA mitokondria memberikan sandi bagi sintesis protein spesifik
tertentu pada membran dalam. Sebagian besar protein mitokondria
dikode oleh DNA inti dan sintesis oleh ribosom yang terdapat pada
sitosol atau pada retikulum endoplasma. Ini menunjukkan bahwa ada
hubungan/transfer informasi dari DNA inti ke mitokondria yang
kemudian muncul dari DNA yang ditemukan dalam mitokondria itu
sendiri.

d. Semua sel eukariotik dilengkapi dengan sebuah kerangka sel


(sitoskeleton) yang berfungsi memberinya bentuk, kemampuan bergerak
dan kemampuan mengatur organel-organel serta memindahkan organel-
organel dari satu bagian sel ke bagian yang lain. Hal ini disebabkan oleh
karena semakin besarnya sebuah sel, semakin rumit serta semakin
khusus strukturstruktur di dalamnya. Dengan demikian semakin besar
pula keharusan untuk menjaga agar struktur-struktur tersebut tetap
sebagaimana adanya dan mengatur pergerakannya. Kerangka sel
tersusun atas suatu jaringan filamen protein. Tiga di antaranya yang
paling penting adalah Actin filaments (juga disebut microfilaments),
Intermediate filaments, dan Microtubules. Mikrofilamen adalah serat
tipis dengan panjang diameter 5 − 6 nm. Terdiri dari protein yang disebut
aktin. Banyak mikrofilamen membentuk kumpulan atau jaringan pada
berbagai tempat dalam sel. Adanya hal itu digabungkan dengan gerak
sel. Bila sel hewan membelah menjadi dua, misalnya, terbentuklah
seberkas mikrofilamen dan memisahkan kedua sel anak itu. Pada banyak
sel, sitoplasmanya bergerak-gerak dan fenomena ini dinamakan aliran
sitoplasmik. Geraknya bergantung pada adanya mikrofilamen.
Mikrofilamen ini juga merupakan ciri yang penting sekali dalam sel
yang berpindah-pindah dan berubah-ubah bentuknya. Hal ini tidak saja
berlaku bagi sel gerak bebas yang independen seperti halnya amuba,
tetapi juga pada kebanyakan sel hewan selama pembentukan embrio
(Freeman, 2004).

BAB III

METODA PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Mikroskop

2. Gelas objek

3. Kaca penutup

4. Pipet tetes

5. Tusuk gigi

6. Metilen blue

B. CARA KERJA

1. Menggarukkan tusuk gigi ke bagian pipi sebelah dalam kemudian


menggoreskan pada gelas objek

2. Menetesi objek dengan metilen blue dan dibiarkan selama 5 menit,


kemudian menutup dengan kaca penutup serta mengamati langsung di
bawah mikroskop. Menggambar dan memberi keterangan bagian-bagian sel
yang terlihat.
3. Memperlihatkan bentuk dan bagaimana sel menyusun jaringan pada preparat
4. Menjelaskan bagaimana hubungan antara bentuk dan bagaimana sel
menyusun jaringan dengan fungsi jaringan tersebut.
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

A. HASIL PRAKTIKUM

Berikut adalah hasil pengamatan epithel pipi dengan pewarnaan metilen blue
0,1 % . Tampak inti di tengah sel berwarna biru dan organel sel tidak tampak :

Berikut adalah epithel pipi dengan pewarnaan metilen blue 0,1 % dengan
perbesaran 1000x :

Keterangan :

1. Inti sel (nukleus) di tengah sel berwarna biru

2. Sitoplasm
3. Organel sel tampak sebagai granula biru (bintik-bintik)

4. Membran sel/membran plasma

B. PEMBAHASAN

Sel epitel rongga mulut yang dilihat pada praktikum kali ini merupakan sel
eukariot. Pada sel epitel rongga mulut yang diamati terlihat memiliki bagian yang
dibungkus membran sel seperti cairan sel berupa sitoplasma dan nukleus. Selain
itu juga terlihat organel yang lainnya yang tampak sebagai granula biru
(berbentuk bintik-bintik).

Membran sel merupakan sebuah pemisah antara lingkungan dalam sel dan di
luar sel. Membran sel merupakan lembaran tipis yang terdiri atas lipid, protein,
dan sedikit karbohidrat yang terikat pada lipid/protein. Lipid yang terpenting
adalah fosfolipid dan sedikit glikolipid serta kemungkinan mengandung
kolesterol. Struktur membran yang demikian mendukung sel untuk dapat
memanfaatkan perubahan-perubahan permeabilitas ion yang terkendali pada
membran untuk melakukan komunikasi sel. Selain itu membran sel juga akan
melakukan seleksiterhadap zat-zat yang keluar dan masuk sel. Membran sel juga
menjadi tempat berlangsungnya reaksi kimia. Struktur membran ini sangat viskus
tetapi elastis.

Sedangkan sitoplasma adalah bagian sel yang terbungkus oleh membran sel.
Pada sel eukariot, sitoplasma adalah bagian non nukleus dari protoplasma. Pada
sitoplasma terdapat sitoskeleton, berbagai organel dan vesikuli, serta sitosol yang
berupa cairan tempat oranel melayang-melayang dalam sel. Sitoskeleton
merupakan bagian dari sitoplasma yang membantu memberikan bentuk dan
struktur sel dan berperan dalam pertukaran sinyal antara sel-sel. Sedangkan
sitosol sendiri mengandung banyak enzim terlarut yang membantu memecah
molekul lebih besar menjadi molekul lebih kecil sehingga dapat dipergunakan
oleh organel. Jumlah organel pada sitoplasma sel eukariotik lebih kompleks
dibandingkan sel prokariotik. Organel tersebut misalnya mitokonsria, retikulum
endoplasma, nukleus, ribosom, mikrotubula, dan lain-lain.

Inti sel atau nukleus adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik.
Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk
molekul DNA linier panjang yang membentuk kromosom bersama dengan
berbagai jenis protein. Gen kromosom-kromosom inilaha yang membentuk
genom inti sel. Fungsi inti sel adalah mengatur aktivitas sel.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
sel eukariotik (pada preparat epitel tulang pipi) memiliki struktur berupa
membran sel, sitoplasma, organel-organel dan nukleus/inti sel.
DAFTAR PUSTAKA

Freeman. (2004). The Science of Biology, 4th Edition, by Sinauer

Herlina, Handoko Y, Santoso I. Beatricia. 2004. Biologi. Jakarta : Hipokrates.

Lubert, Styer. (2000). Biokomia. Vol I. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Sutrian, Yayan. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuh Tumbuhan Tentang Sel Dan
Jaringan. Jakarta: Rineka Cipta
PRAKTIKUM SPERMATOGENESIS DAN OOGENESIS

BAB I

PENDAHULIUAN

A. LATAR BELAKANG

Praktikum embriologi dimulai dengan mempelajari spermatogenesis dan


oogenesis tikus yaitu dengan cara mengenal berbagai tingkat perkembangan sel
kelamin didalam testis maupun dalam ovarium tikus. Hewan tikus diambil
sebagai wakil dari proses spermatogenesis dan oogenesis pada mamalia, karena
mekanisme kedua proses tersebut pada tikus pada dasarnya sama dengan yang
terjadi pada manusia.

B. TUJUAN

1. Mempelajari berbagai tingkat perkembangan sel kelamin jantan (sel


spermatogenik) pada proses spermatogenesis tikus.

2. Mempelajari berbagai tingkat perkembangan ovum pada proses oogenesis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SPERMATOGENESIS

Sperma merupakan istilah dari kata Yunani yang berarti benih dan mengacu
pada sel-sel reproduksi laki-laki. Sel sperma manuasia hanya dapat bertahan
hidup di lingkungan yang hangat dan sekali meninggalkan tubuh, kelangsungan
hidup sperma akan berkurang dan menyebabkan sel tersebut mati. Struktur
sperma terdiri dari bagian kepala berbentuk oval, bagian tengah yang
mengandung mitokondria untuk pembentukan energi penggerak ekor sperma,
serta bagian terakhir adalah ekor yang digunakan sebagai alat gerak sperma agar
dapat mencapai ovum.

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa yang terjadi di


organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis, tepatnya di tubulus seminiferus.
Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui
proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di tubulus
seminiferus kemudian disimpan dalam epididimis. Dalam tubulus seminiferus
terdapat sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia
akan berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, kemudian
menjadi spermatozoa.
(Benson, 2008)

B. OOGENESIS

Oogenesis merupakan pembentukan ovum (sel telur) di ovarium. Oogenesis


dimulai dengan pembentukan bakal sel telur yang disebut oogonium. Awalnya
oogonium akan membelah secara mitosis dan menghasilkan oosit primer. Oosit
primer akan melakukan pembelahan miosis I, hasil pembelahan berupa dua sel
haploid, satu sel besar disebut Oosit sekunder dan satu sel berukuran lebih kecil
disebut badan polar primer. Pada tahap selanjutnya, oosit sekunder dan badan
kutup primer akan mengalami pembelahan miosis II. Pada saat itu, oosit
sekunder akan membelah menjadi dua sel, yaitu satu sel berukuran normal
disebut ootid dan satu lagi berukuran lebih kecil disebut badan polar sekunder.
Badan polar tersebut akan bergabung dengan dua badan polar sekunder lainnya
yang berasal dari pembelahan badan polar primer sehingga diperoleh 3 badan
polar sekunder. Ootid akan mengalami perkembangan menjadi ovum matang,
sedangkan ketiga badan polar lainnya akan mengalami degenerasi (hancur).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada oogenesis hanya akan
menghasilkan satu ovum. Jadi, oogenesis yang terjadi meliputi tahap oogonium,
oosit promer, oosit sekunder, ootid, dan ovum.
BAB III

METODA PRAKTIKUM

A. SPERMATOGENESIS

1. Alat dan Bahan

a. Potongan melintang testis tikus

b. Mikroskop

2. Cara Kerja

a. Memasang preparat potongan melintang testis tikus diatas meja sediaan


dan menjepit preparat agar tidak jatuh.
b. Menggunakan lensa obyektif yang lemah ( 10 x ) untuk mencari tubulus
seminiferus yang bentuk irisannya baik
c. Menggunakan pembesaran lemah dan pembesaran sedang (objektif 40x
atau 45x) untuk mempelajari : tunika albuginea, membran basal, tubulus
seminiferus, spermatogonium, spermatosit I, spermatosit II, spermatid,
spermatozoa, sel sertoli, sel leyding.
d. Menggambar sebuah tubulus seminiferus yang memperlihatkan semua
tingkat perkembangan sel kelamin serta bentuk sperma tikus seperti yang
harus dipelajari.

B. OOGENESIS

1. Alat dan Bahan

a. Potongan melintang ovarium tikus

b. Mikroskop

2. Cara Kerja

a. Memasang preparat potongan melintang ovarium tikus diatas meja


sediaan dan menjepit preparat agar tidak jatuh.
b. Menggunakan lensa obyektif perbesaran lemah terlebih dahulu
kemudian dengan perbesaran sedang (objektif 40x atau 45x) untuk
mempelajari :bentuk ovarium, epitel germinativum, folikel primer,
folikel sekunder, folikel tertier, folikel de graaf, folikel atresia, korpus
haemoragikum, korpus luteum
c. Menggambar potongan melintang ovarium dan semua bagian-bagiannya
seperti yang harus dipelajari.
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

A. HASIL PRAKTIKUM

1. Spermatogonium

2. Spermatosit primer

3. Spermatosit
Preparat Testis sekunder

Pewarnaan HE 4. Spermatid

Perbesaran 1000x 5. Spermatozoa

6. Lumen

7. Tubulus
Seminiferus

1. Epithelium
germinativum

2. Tunica albuginea

3. Folikel primordia

4. Folikel primaries
Preparat ovarium
5. Folikel sekunder
Pewarnaan HE
6. Folikel tersier
Perbesaran 100x
7. Folikel de Graaf
(kecil)

8. Folikel de Graaf
(masak)

9. Folikel atraksi
10. Folikel terpotong

11. Korpus luteum

12. Korpus luteum


regresi

13. Medula

14. Pembuluh darah


dalam medula

B. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan mengamati preparat testis dan preparat
ovarium tikus. Pada pengamatan preparat sel testis, ditemukan spermatogonium,
spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, spermatozoa, lumen dan
tubulus semineferus. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan gambar referensi
yang ada di buku hanya saja dengan perbesaran 40×10 sel-sel yang ada kurang
jelas terlihat. Sedangkan pada pengamatan sel ovarium, didapatkan bagian-
bagian folikel primer, oosit primer dan sel folikel. Pada pengamatan sel ovarium
ini bagian-bagian yang didapatkan sesuai dengan refresi di buku Histologi Dasar,
namun terdapat sel yang terlihat tidak jelas seperti antrum, dan zona pelusida.

Spermatogenesis merupakan proses penting di dalam sistem reproduksi pria


yang melibatkan serangkaian peristiwa genetik tingkat tinggi di dalam sel-sel
germinal yang berperan penting merubah spermatogonia menjadi spermatozoa
dan dikendalikan oleh hormon gonadotropin, yaitu follicle stimulating hormone
(FSH) dan luteinizing hormone (LH). FSH dan LH disekresikan sebagai respon
terhadap GnRH yang diperlukan untuk spermatogenesis. LH meregulasi sel-sel
leydig ( sel interstisial ), yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang interstisial di
antara tubulus-tubulus seminiferus. Sebagai respon terhadap LH, sel-sel Leydig
menyekresikan testosteron dan androgen-androgen lain, yang mendorong
spermatogenesis di dalam tubulus. Sekresi androgen dan spermatogenesis terjadi
terus menerus sejak pubertas. FSH mendorong aktifitas sel-sel sertoli, yang
berfungsi untuk memberikan nutrien pada sperma yang sedang berkembang. Sel
sertoli juga secara terus menerus menyekresi suatu cairan ke dalam tubulus
seminiferus dan cairan ini mengalir ke saluran kelamin yang berguna untuk
mengkut sperma. Sel sertoli juga berfungsi memproduksi hormon anti-Mullerian
yang meruoakan suatu glikoprotein yang bekerja selama perkembangan
embrional untu memudahkan regulasi duktus mulleri dalam fetus laki-laki.

Tahap-tahap perkembangan sel spermatogenesis yaitu: Pada saat pematangan


sistem kelamin, sel spermatogonium mulai mengalami mitosis, yang akan
menghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer ini memiliki 46
kromosomdan 4n DNA. Setelah terbentuk, spermatosit primer akan memasuki
tahap profase dari pembelahan meiosis pertama . Hasil dari meiosis pertama ini
adalah spermatosit yang lebih kecil yaitu spermatosit sekunder. Setelah
itu, spermatosit sekunder akan melakukan meiosis kedua yang menghasilkan
spermatid yaitu sel yang mengandung 23 kromosom. Letak spermatid didalam
tubulus seminiferus adalah didekat lumen. Proses berubahnya spermatid menjadi
spermatozoa disebut spermiogenesis. Hasil dari tahap spermiogenesis ini yaitu
spermatozoa matang, yang kemudian dilepaskan kedalam lumen tubulus
seminiferus.

Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.


Oogenesis dimulai di dalam embrio perempuan dengan produksi oogonium dari
sel-sel primordial. Oogonium membelah secara mitosis yang menghasilkan oosit
primer. Oosit primer terkandung di dalam folikel kecil, menunda perkembangan
sebelum kelahiran (ada saat lahir) tertahan pada profase meiosis I. Dalam kondisi
tertahan pada meiosis II, oosit sekunder dilepaskan saat ovulasi ketika folikelnya
pecah. Jika sebuah sperma menembus oositlah maka meiosis II akan diteruskan.
Dengan demikian, produk dari oogenesis yang lengkap adalah satu sel telur
matang yang sudah mengandung kepala sperma. Ketika folikel pecah yang
tersisa setelah ovulasi akan berkembang menjadi korpus luteum. Jika oosit yang
dilepaskan tidak difertilisasi dan tidak menyelesaikan oogenesis, korpus luteum
akan hancur.

Oosit berada di dalam folikel yang terdapat pada bagian korteks ovarium.
Folikel mengalami berbagai tahap perkembangan yang berawal dari terbentuknya
folikel primordial sampai berkembang menjadi folikel matang dan oosit siap
diovulasikan. Berdasarkan perubahan morfologisnya, folikel di klasifikasikan
dalam 3 kelompok yaitu folikel primer, folikel sekunder dan folikel tersier.
Folikel primer terdiri dari oosit yang dikelilingi oleh selapis sel epitel sedangkan
sel teka belum terbentuk, sebagian besar folikel primer tersebut akan mengalami
regresi atau tetap tidak berkembang sama sekali. Lapisan sel-sel yang
mengelilingi folikel primer disebut stratum granulosum atau lapisan granulosa
(granulosa cells). Telur berada pada satu sisi folikel dalam gundukan sel-sel
granulosa yang disebut kumulus oophorus dan lapisan sel granulose yang
langsung menyelubungi sel telur disebut korona radiata. Kemudian folikel
sekunder yang mengandung oosit dalam volume maksimal dan letaknya agak ke
pinggir seperti pada folikel primer. Sel-sel granulose terdiri dari 12 lapis sel.
Pada folikel sekunder, ovum sudah dilengkapi zona pelusida yang bergerak
menuju korteks. Lalu tahap terakhir adalah perkembangan folikel tersier. Sel-sel
folikel yang melengkapi oogonia akan membentuk antrum atau membentuk
ruangan yang berisi cairan. Ruangan ini dikelilingi oleh sel-sel yang disebut
membran granulosa.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Spermatogenesis yang terjadi pada testis jantan memiliki beberapa tahap


yaitu spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan
spermatozoa. Sedangkan oogenesis yang terjadi pada ovarium betina memiliki
beberapa tahap yaitu oogonium, oosit primer, oosit sekunder, ootid, dan ocum.
DAFTAR PUSTAKA

Aulanni’am, Muslim Akmal. 2011. Inhibin B Menghambat Ekspresi Molekul


Protamine P2 Di Dalam Kepala Spermatozoa Tikus (Rattus
Norvegicus). Jurnal Kedokteran Hewan ISSN : 1978-225X. Vol. 5 No. 2.

Benson and Pernoll’s. 2008. Obstetric and Gynecology : In D. Wijaya, Handbook of


Obstetrics & Gynecology (p.59). Jakarta : EGC

Campbell, N.A., Reece J. B. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Erlangga. Jakarta

Mescher, Anthony L. 2011.Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas Edisi


12.EGC. Jakarta.

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.


PRAKTIKUM GENETIKA (GOLONGAN DARAH)

BAB I

PENDAHULIUAN

A. LATAR BELAKANG

Telah kita ketahui bahwa sebuah gen umumnya hanya memiliki sebuah alel
saja, tetapi dalam kenyaannya sebuah gen dapat memiliki lebih dari sebuah alel.
Peristiwa ini disebut alel ganda. Pada manusia dikenal beberapa sifat yang
ditentukan oleh suatu seri alel ganda misalnya yang menentukan fenotif golongan
darah (ABO, Rh), kepala botak dan rambut pada jari-jari tengah.

Golongan darah manusia ada 4 macam yaitu A, B, AB, O. Sistem ini


ditemukan oleh K. Landsteiner tahun 1990. Keempat golongan darah tersebut
ditentukan oleh tiga macam alel. Gen aslinya bersimbol I, singkatan dari
Isoagglutinogen” artinya mengumpulkan sesamanya. Akibat mutasi, gen asli
berubah menjadi tiga alel IA, IB, dan I. IA, dan IB sama-sama dominan terhadap I.

Sistem golongan darah Rh (Rhesus) ditemukan oleh K.Landsteiner dan AS.


Wiener TAHUN 1940. Rhesus adalah nama sejenis kera yang hidup di India.
Berdasarkan ada atu tidaknya intigen Rhesus ini, darah manusia dibedakan
menjadi 2 golongan yaitu : Golongan Rh + bila didalam eritrositnya ditemukan
antigen Rhesus dan Golongan Rh – bila didalam eritrositnya tidak ditemukan
antigen Rhesus. Golongan Rh ini ditentukan oleh 1 macam gen yang terdiri atas
dua buah alel, IRh, dan Irh. Gen IRh dominan terhadap Irh.

Kita akan mencoba menentukan genotif diri sendiri berdasarkan golongan


darah ABO dan Rh.

B. TUJUAN

1. Mengenal sifat keturunan pada manusia yang ditentukan oleh alel ganda
2. Mencoba menentukan genotip diri sendiri berdasarkan golongan darah ABO
dan Rh
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. GOLONGAN DARAH

Sistem penggolongan yang umum dikenal dalam istilah A, B, O, tetapi pada


tahun 1990 dan 1901, Dr Landsteiner menemukan antigen (aglutinogen) yang
terdapat di dalam sel darah merah dan juga menemukan antibodi (aglutinin) yang
terdapat di dalam plasma darah. Atas dasar macam antigen yang ditemukan tersebut.

Fungsi penggolongan darah manusia sangat besar manfaatnya, yaitu untuk


transfusi darah dan membantu penyelidikan tindak kriminal. Transfusi darah adalah
pemberian darah dari seseorang yang disebut dengan donor. Kepada orang yang
memerlukan yang disebut dengan resipien. Dalam proses transfusi darah diusahakan
agar aglutinogen pada darah donor tidak berjumpa dengan zat antinya yang terdapat
di dalam plasma darah resipien. Pada umumnya transfusi darah dapat dilakukan
dalam keadaan sebagai berikut : kecelakaan dan tubuh luka parah, tubuh yang
terbakar, penyakit kronis, kekurangan darah yang akut, pada saat tubuh kehilangan
banyak darah, misalnya pada waktu operasi.

Penggolongan darah penting dilakukan sebelum transfusi darah karena


pencampuran golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan
destruksi sel darah merah .

Untuk menentukan golongan darah pedomannya sebagai berikut:

Genotype Golongan Agutinogen Aglutinin

OO O - anti-A dan anti-B

OA / AA A A anti-B

OB / BB B B anti-A

AB AB A dan B -
Jika darah seseorang yang diuji dicampur dengan serum aglutinin A mengalami
penggumpalan, maka kemungkinan golongan darah orang tersebut adalah A atau AB.
Jika darah tidak menggumpal, kemungkinan orang tersebut memiliki golongan darah
B atau O. Apabila diuji dengan serum aglutinin B terjadi penggumpalan,
kemungkinan orang tersebut memiliki golongan darah B atau AB. Akan tetapi jika
tidak menggumpal, maka kemungkinan orang tersebut bergolongan darah A atau O.
BAB III

METODA PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Darahnya sendiri

2. Jarum steril

3. Alcohol 70%

4. Antiserum

B. CARA KERJA

1. Menentukan golongan darah ABO dan Rh. Meskipun semua praktikan


sudah mengetahui golongan darah masing-masing, dalam percobaan ini
praktikan belajar menetapkan sendiri golongan darahnya.

2. Menyiapkan 3 macam antiserum yaitu antiserum A (aglutinin α), antiserum


B (aglutinin β), dan anti Rh.

3. Mengambil darah sendiri dengan jarum yang telah disediakan, dan


meneteskan pada kertas yang telah disediakan.

4. Meneteskan anti A dan anti B pada masing-masing tetesan darah, kemudian


mengaduk dan memperhatikan ada atau tidaknya agluinasi

5. Melakukan pula cara yang sama untuk mengetahui golongan darah Rh.
Mencatat semua hasilnya dalam lembar laporan.

6. Membuat interaksi antara alel-alel IA, IB, dan IO yang menyebabkan


terjadinya 4 golongan darah yaitu O, A, B, AB.
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

A. HASIL PRAKTIKUM

1. Golongan Darah :

Golongan
darah A Rh +

Golongan
darah B Rh +
Golongan
darah AB Rh
+

Golongan
darah O Rh +

2. Interaksi antar Alel :

Interaksi antara alel-alel IA, IB, dan IO yang menyebabkan terjadinya 4


golongan darah yaitu O, A, B, AB adalah :
IAIO x IBIo = IAIB , IAIO, IBIO, IOIO

B. PEMBAHASAN

Terjadi apabila darah ditetesi oleh aglutinin α dan aglutinin β,


Golongan
dan terjadi penggumpalan pada darah yang ditetesi dengan
darah A
aglutinin α

Terjadi apabila darah ditetesi oleh aglutinin α dan aglutinin β,


Golongan
dan terjadi penggumpalan pada darah yang ditetesi dengan
darah B
aglutinin β

Terjadi apabila darah ditetesi oleh aglutinin α dan aglutinin β,


Golongan
dan terjadi penggumpalan pada darah yang ditetesi dengan
darah AB
aglutinin α maupun β

Terjadi apabila darah ditetesi oleh aglutininα dan aglutinin β,


Golongan
dan tidak terjadi penggumpalan pada darah yang ditetesi
darah O
dengan aglutinin α maupun β

Golongan darah manusia dapat dibagi menjadi 4 golongan yakni :

1. Golongan darah A : memiliki aglutinogen A di dalam eritrositnya dan


aglutinin β di dalam plasma darahnya

2. Golongan darah B : memiliki aglutinogen B di dalam eritrositnya dan


aglutinin α di dalam plasma darahnya

3. Golongan darah AB : memiliki aglutinogen A dan B dalam eritrositnya


tapi tidak memiliki aglutinin α maupun β di dalam plasma darahnya

4. Golongan darah O : tidak memiliki aglutinogen A dan B dalam


eritrositnya tapi memiliki aglutinin α maupun β dalam plasma darahnya
Data diatas sangatlah penting dan menjadi dasar dalam proses transfusi
darah.. Dapat diketahui bahwa golongan darah A tidak dapat ditransfusi oleh
pendonor golongan darah B. Karena golongan darah B mempunyai aglutinin
α atau anti gen A, sedangkan pada golongan darah A sendiri mengandung
aglutinogen A. Sehingga apabila ditransfusi maka akan terjadi penggumpalan
darah. Begitu pula dengan golongan darah B, bila ditransfusi oleh golongan
darah A maka akan terjadi penggumpalan. Berbeda dengan golongan darah
AB, yang bisa menjadi resipien dari semua golongan darah. Karena golongan
darah AB tidak mengandung aglutinin α maupun β dalam plasma darahnya
sehingga tidak akan terjadi penggumpalan apabila dilakukan transfusi darah
oeh golongan darah lainnya. Sedangkan golongan darah O bisa menjadi
donor untuk semua jenis golongan darah, tetapi hanya bisa menjadi resipien
untuk golongan darah O saja. Hal ini terjadi karena golongan darah O
mempunyai aglutinin α maupun β, sehingga apabila ditransfusi darah oleh
golongan darah A, B, dan AB maka akan terjadi penggumpalan.

Pada keempat subjek didapatkan memiliki Rhesus positif (Rh+).


Golongan darah dengan Rh+ menunjukkan di dalam eritrositnya terdapat
antigen Rhesus, dan pada plasmanya tidak dibentuk antibodi terhadap antigen
Rhesus. Sehingga saat darah ditetesi dengan anti Rh maka akan menggumpal.
Golongan darah Rhesus+ ini banyak dijumpai pda orang Asia terutama
Indonesia. Sedangkan orang Eropa lebih banyak memiliki golongan darah
Rhesus negatif. Hal ini berarti dalam eritrositnya tidak ada antigen Rhesus,
namun pada plasmanya dapat dibentuk antibodi terhadap antigen Rhesus.

Golongan darah manusia ditentukan oleh 3 alel atau pada satu gen
tunggal : IA, IB, dan IO. Dimana alel tersebut akan membentuk golongan
darah seseorang (fenotip) menjadi empat tipe yakni : A, B, AB, dan O.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Golongan darah manusia ditentukan oleh 3 alel atau pada satu gen
tunggal : IA, IB, dan IO. Dimana alel tersebut akan membentuk golongan
darah seseorang (fenotip) menjadi empat tipe yakni : A, B, AB, dan O.

2. Golongan darah seseorang dapat diketahui dengan menggunakan tes


penggolongan darah dengan bahan berupa sampel darah dan antiserum
A dan antiserum B.

 Golongan darah A tejadi titik gumpalan darah merah pada pemberian


antiserum A

 Golongan darah B terjadi titik gumpalan darah pada pemberian


antiserum B

 Golongan darah AB akan terjadi titik gumpalan darah pada


pemberian antiserum A dan B

 Golongan darah O tidak akan terjadi gumpalan darah pada


pemberian antiserum A maupun B

Golongan darah dengan Rh+ menunjukkan di dalam eritrositnya terdapat


antigen Rhesus, dan pada plasmanya tidak dibentuk antibodi terhadap
antigen Rhesus. Sehingga saaat sampel darah ditetesi dengan anti Rh
maka darah akan menggumpal.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Suaha. 2011. Biologi. Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kementrian


Pendidikan Nasional Jakarta

Guyton, Arthur C. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : ECG

Susilowarno, Gunawan. 2007. Biologi Umum. Jakarta : PT. Grasindo


PRAKTIKUM REPRODUKSI (SIKLUS ESTRUS)

BAB I

PENDAHULIUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan-perubahan siklik dalam system reproduksi diatur hormon-


hormon dari pituitary anterior-gonadal axis. Organ-organ kelamin asesoria
dan sebagian besar 20 karakter sex dikontrol langsung oleh hormin gonadal
dan pada akhirnya tergantung dari gonadotropin pituitary. Pada hampir
semua vertebrata, dengan perkecualian pada primata, “sexual receptivity”
terbatas pada periode berulang yang disebut ESTRUS. Dalam tahap ini
hewan wanita secara fisiologis dan psikologis siap dikawini oleh hewan
jantan, dan perubahan-perubahan struktural terjadi pada organ kelamin
betina.

Ciri-ciri tiap fase dalam siklus estrus :

1. ESTRUS

 Merupakan periode “heat”

 Ditandai dengan meningkatnya sekersei estrogen oleh ovarium,


terjadi ovulasi

 Banyak mitosis terjadi pada ephitelium vagina dan pada waktu sel-
sel baru terakumulasi, lapisam superficial menjadi pipih dan
mengalami kornifikasi, akhirnya sel-sel mengalami eksfoliasike
dalam lumen vagina, dan keberadaanya dalam preparat hapus
vagina merupakan indikasi terjadinya estrus, pada estrus tahap awal
sebagian sel-sel ephitel mengkin tidak mempunyai ephitel yang
mengalami kornifikasi (tidak berinti).
 Mungkin dapat ditemukan lekosit dalam jumlah sedikit
 Ditandai oleh vulva yang membengkak dan congesti dan orificium
vagina yang membuka

2. METESTRUS

 Ditandai dengan terjadinya perubahan degenerative pada saluran


kelamin

 Tampak banyak lekosit di lumen vagina bersamaan dengan sel-sel


ephitel yang mengalami kornifikasi
3. DIESTRUS

 Berhubungan dengan regresi fungsi corpora lutea

 Mukosa vagina tipis, dan lekosit bermigrasi melaluinya dan


mendominasi pada preparat apus vagina
4. PROESTUS

 Berhubungan dengan involusi fungsi corpora lutea dan degenerasi


pre ovulasi dari folikel- folikel
 Preparat apus vagina didominasi oleh sel-sel epithel berinti, yang
tersusun secara sendiri atau berkelompok
 Ditandai oleh membukanya orificium vagina

B. TUJUAN

1. Membuat praparat apus sel dinding vagina mencit dengan pewarnaan


methylen blue

2. Mengamati dan melihat sel dinding vagina mencit sebagi indicator siklus
estrus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SIKLUS ESTRUS

Siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem


reproduksi (ovarium, oviduk, uterus, dan vagina) hewan betina dewasa yang
tidak hamil, yang memperlihatkan hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Siklus reproduksi pada mamalia primata disebut siklus menstruasi.
Sedangkan, siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata
betina dewasa seksual yang tidak hamil pada mamalia non primata (contohnya
mencit) disebut siklus estrus.

Siklus estrus ditandai dengan masa berahi atau estrus. Pada saat estrus,
hewan betina akan reseptif terhadap hewan jantan dan kopulasinya
kemungkinan besar akan vertil sebab di dalam ovarium sedang terjadi ovulasi
dan uterusnya berada pada fase yang tepat untuk implantasi. Siklus estrus
adalah waktu antara periode estrus atau jarak antara estrus yang satu sampai
pada estrus yang berikutnya (Hafez, 1968).

Metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui fase estrus pada mencit
dengan metode Vaginal Smear. Metode vaginal smear lebih banyak digunakan
karena bisa menunjukkan hasil yang lebih akurat. Metode ini menggunakan
sel epitel dan leukosit sebagai bahan identifikasi. Sel epitel merupakan sel
yang terletak di permukan vagina, sehingga apabila terjadi perubahan kadar
estrogen maka sel epitel merupakan sel yang paling awal terkena akibat dari
perubahan tersebut. Leukosit merupakan sel antibodi yang terdapat di seluruh
bagian individu. Leukosit di vagina berfungsi membunuh bakteri dan kuman
yang dapat merusak ovum. Sel epitel berbentuk oval atau polygonal,
sedangkan leukosit berbentuk bulat berinti (Tomi, 1990).
Siklus estrus dibedakan dalam 2 fase, yaitu fase folikular dan fase luteal.
Fase folikular adalah fase pembentukan folikel sampai masak, sedangkan fase
luteal adalah fase setelah ovulasi, kemudian terbentuk korpus luteum dan
sampai pada dimulainya siklus (Spornitz, et al., 1999). Fase-fase pada siklus
estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode-
periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaiannya, kecuali pada
saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin. Berikut ini penjelasan
masing–masing fase birahi pada siklus estrus menurut Frandson (1992):
a. Fase Proestrus

Produksi estrogen meningkat di bawah stimulasi FSH (Folicle


Stimulating Hormon) dan adenohipofisis pituitary dan LH (Luteinizing
Hormon) ovari yang menyebabkan meningkatnya perkembangan uterus,
vagina, oviduk, dan volikel ovari. Fase yang pertama (proestrus) dari siklus
estrus dianggap sebagai fase penumpukan. Fase proestrus ini folikel ovary
dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena
meningkatnya cairan folikel yang berisi hormon–hormone estrogenik.
Estrogen yang diserap dari folikel kedalam aliran darah merangsang
penaikan vesikularitas dan pertumbuhansel genitalia tubular dalam
persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang akan terjadi. Menurut Adnan
(2006), fase proestrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti
berbentuk bulat dan leukosit tidak ada atau sangat sedikit.

b. Fase Estrus

Fase estrus adalah tahap penerimaan seksual pada hewan betina,


yang terutama ditentukan oleh tingkat sirkulasi estrogen. Setelah periode
itu terjadilah ovulasi, ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam
darah dan peningkatan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi folikel
membesar dan mengalami turgid, serta ovum yang mengalami pemasakan.
Estrus berakhir kira–kira pada saat pecahnya folikel ovary atau terjadinya
ovulasi. Perilaku mencit betina pada tahap ini sudah mulai gelisah namun
keinginan untuk kopulasi belum terlalu besar. Fase ini terjadi selama 12
jam. Menurut Adnan (2006), fase estrus ditandai dengan adanya sel-sel
epitel menanduk yang sangat banyak dan beberapa sel-sel epitel dengan inti
yang berdegenerasi.

Tahap Estrus adalah tahap dimana folikel sudah matang dan siap
berovulasi. Tidak terlihat sel leukosit. Lebih banyak sel epitel yang
terkornifikasi dan beberapa sel epitel berinti. Fase estrus dapat terlihat dari
perilaku mencit dan morfologi vagina mencit. Pada saat estrus biasanya
mencit terlihat tidak tenang dan lebih aktif, dengan kata lain mencit berada
dalam keadaan mencari perhatian kepada mencit jantan (Chakraborti,
2013).

c. Fase Metestrus

Fase metestrus adalah fase setelah ovulasi dimana korpus luteum


mulai berfungsi. Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjang
waktu LTH (Lutetropik Hormon) disekresi adenohipofisis. Selama periode
ini terdapat penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk
oleh ovari. Fase ini terjadi selama 6 jam. Pada tahap ini hormone yang
terkandung paling banyak adalah hormon progesteron yang dihasilkan oleh
korpus leteum. Menurut Adnan (2006), fase metestrus ditandai dengan
adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit yang banyak.

d. Fase Diestrus

Fase diestrus adalah tahap yang relatif pendek antara siklus estrus
pada hewan-hewan yang tergolong poliestrus. Selama fase disetrus corpus
luteum bekerja dengan optimal, konsentrasi progesteron yang tinggi
menghambat pelepasan FSH dan LH. Jika betina tidak mengalami
kehamilan selama fase awal estrus, PGF2 akan dilepaskan dari uterus dan
dibawa menuju ovarium. Tahap ini terjadi selama 2-2,5 hari. Pada tahap ini
terbentuk folikel-folikel primer yang belum tumbuh dan beberapa yang
mengalami pertumbuhan awal. Hormon yang terkandung dalam ovarium
adalah estrogen meski kandungannya sangat sedikit. Menurut Adnan
(2006), fase diestrus ditandai adanya sel-sel epitel berinti dalam jumlah
yang sangat sedikit dan leukosit dalam jumlah yang sangat banyak.

Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda tergantung


jenisnya. Golongan hewan :
 monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun)
 poliestrus (estrus beberapa kali dalam satu tahun)
 monoestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam
setahun)
Mencit merupakan poliestrus dengan ovulasi terjadi secara spontan. Pada
hewan seperti mencit mengalami siklus estrus selama 4-5 hari (Frandson,
1992). Siklus estrus pada mencit ditandai dengan masa berahi atau
estrus. Siklus estrus dari tiap hewan betina dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan nutrisi.
Siklus estrus merupakan proses yang dikendalikan oleh berbagai hormon,
baik hormon dari hipotalamus-hipofisa maupun dari ovarium.
Peerkembangan folikel FSH dari kelenjar hipofisis anterior. Folikel yang
sedang berkembang akan mengeluarkan estrogen. Estrogen dapat menembah
sintesis dan ekskresi hormon pertumbuhan sehingga dapat menstimulir
pertumbuhan sel-sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan berat badan,
merangsang korteks kelenjar adrenal untuk lebih kmeningkatkan metabolisme
karena retensi nitrogen meningkat.
BAB III

METODA PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Gelas benda dan penutup

2. Cotton swab

3. Methylen blue

4. Mikroskop

B. CARA KERJA

1. Mengambil sekret dari vagina mencit dengan cotton swab

2. Menempatkan secret pada gelas benda

3. Meneteskan beberapa tetes Methylen blue diamkan 15 menit

4. Mengamati dengan mikroskop

5. Menggambar fase estrus yang terjadi. Memperhatikan bentuk dan


dominasi lekosit, ephitel vagina yang berinti dan ephitel vagina yang tidak
berinti
BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

A. HASIL PRAKTIKUM

B. PEMBAHASAN

Fase diestrus merupakan fase terakhir dalam siklus estrus yang terjadi selama
2-2,5 hari yang ditandai tidak adanya kehamilan, tidak adanya aktivitas kawin dan
hewan menjadi tenang. Dalam periode permulaan dari diestrus, endometrium
masih masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan kelenjar-kelenjar
endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok (Partodihardjo, 1992). Pada
tahap ini terbentuk folikel-folikel primer yang belum tumbuh dan beberapa yang
mengalami pertumbuhan awal. Hormon yang terkandung dalam ovarium adalah
estrogen meski kandungannya sangat sedikit. Pada fase ini corpus luteum
berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari progesteron (hormon
yang dihasilkan dari corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus
serta folikel-folikel kecil dengan corpus luteum pada vagina lebih besar dari
ovulasi sebelumnya

Fase proestrus ini folikel ovary dengan ovumnya yang menempel membesar
terutama karena meningkatnya cairan folikel yang berisi hormon–hormone
estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel kedalam aliran darah merangsang
penaikan vesikularitas dan pertumbuhansel genitalia tubular dalam persiapan
untuk birahi dan kebuntingan yang akan terjadi. Menurut Adnan (2006), fase
proestrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti berbentuk bulat dan
leukosit tidak ada atau sangat sedikit

Fase estrus adalah tahap penerimaan seksual pada hewan betina ditentukan
oleh tingkat sirkulasi estrogen. Selama atau segera setelah periode itu terjadilah
ovulasi, ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam darah dan peningkatan
tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi folikel membesar dan mengalami turgid, serta
ovum yang mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira –kira pada saat pecahnya
folikel ovary atau terjadinya ovulasi. Fase ini terjadi selama 12 jam. Menurut
Adnan (2006), fase estrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang
sangat banyak dan beberapa sel-sel epitel dengan inti yang berdegeneras

Mesoestrus atau met-estrus adalah perpanjangan dari fase estrus.Umumnya


pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi
selama fase ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai
metestrus bleeding. Pada fase metestrus, histologi dari smear vagina
menampakkan suatu fenomena kehadiran sel-sel yang bergeser dari sel-sel
parabasal ke sel-sel superfisial, selain itu sel darah merah dan neutrofil juga dapat
diamati. Sel-sel parabasal adalah sel-sel termuda yang terdapat pada siklus estrus.
Karakteristik dari sel-sel parabasal adalah sebagai berikut :
- Bentuknya bundar atau oval
- Mempunyai bagian nukleus yang lebih besar daripada sitoplasma
- Sitoplasmanya biasanya tampak tebal
Secara umum dengan pewarnaan berwarna gelap

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Daur siklus estrus merupakan siklus reproduksi yang ditemui pada hewan
betina yang tidak hamil dan berhubungan dengan organ-organ reproduksi.
Pada mencit siklus estrus berlangsung 4-6 hari.
2. Sel apusan vagina menunjukkan fase-fase siklus estrus:
a. Proestrus : sel epitel normal, mempunyai inti

b. Estrus : sel epitel menanduk, ukuran besar, tidak mempunyai inti

c. Metestrus : sel epitel menanduk dan ditemukan leukosit

d. Diestrus : sel epitel berinti da nada leukosit


DAFTAR PUSTAKA

Adnan. (2006). Reproduksi dan Embriologi Hewan. Makassar: Biologi


FMIPA UNM

Chakraborty P, Roy SK. (2013). Expression of Estrogen Receptor a 36


(ESR36) in the Hamster Ovary throughout the Estrous Cycle: Effects of
Gonadotropins. PLoS ONE 8(3): e58291.
doi:10.1371/journal.pone.0058291

De Jong TR, Beiderbeck DI, Neumann ID. (2014) Measuring Virgin Female
Aggression in the Female Intruder Test (FIT): Effects of Oxytocin,
Estrous Cycle, and Anxiety. PLoS ONE 9(3): e91701.
doi:10.1371/journal.pone.009170

Ganong, William F. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.


PRAKTIKUM UJI KEHAMILAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kira-kira sepuluh hari setelah sel telur dibuahi sel sperma di saluran
Tuba fallopii, telur yang telah dibuahi itu bergerak menuju rahim dan
melekat pada dindingnya. Sejak saat itulah plasenta mulai berkembang dan
memproduksi hCG yang dapat ditemukan dalam darah serta air seni.
Keberadaan hormon protein ini sudah dapat dideteksi dalam darah sejak hari
pertama keterlambatan haid, yang kira-kira merupakah hari keenam sejak
pelekatan janin pada dinding rahim.

Kadar hormon ini terus bertambah hingga minggu ke 14-16 kehamilan,


terhitung sejak hari terakhir menstruasi. Sebagian besar ibu hamil mengalami
penambahan kadar hormon hCG sebanyak dua kali lipat setiap 3 hari.
Peningkatan kadar hormon ini biasanya ditandai dengan mual dan pusing
yang sering dirasakan para ibu hamil. Setelah itu kadarnya menurun terus
secara perlahan, dan hampir mencapai kadar normal beberapa saat setelah
persalinan. Tetapi adakalanya kadar hormon ini masih di atas normal sampai
4 minggu setelah persalinan atau keguguran.

Kadar hCG yang lebih tinggi pada ibu hamil biasa ditemui pada
kehamilan kembar dan kasus hamil anggur (mola). Sementara pada
perempuan yang tidak hamil dan juga laki-laki, kadar hCG di atas normal
bisa mengindikasikan adanya tumor pada alat reproduksi. Tak hanya itu,
kadar hCG yang terlalu rendah pada ibu hamil pun patut diwaspadai, karena
dapat berarti kehamilan terjadi di luar rahim (ektopik) atau kematian janin
yang biasa disebut aborsi spontan.
B. TUJUAN

Mahasiswa dapat melakukan uji kehamilan (Galli Mainini) dengan


menggunakan urine wanita hamil
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. UJI KEHAMILAN

Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang


disekresikan oleh sel-sel tropoblas ke dalam cairan ibu segera setelah
setelah nidasi terjadi. HCG yang dihasilkan dapat ditemukan dalam dalam
serum dan urine. Adanya HCG dalam urine dapat digunakan untuk
penentuan kehamilan dengan cara sederhana. Penentuan kehamilan dengan
menggunakan urine dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara biologik
dan dengan imunologik. Percobaan biologik dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu cara ascheim, zondek, Friedman, dan Galli manini; masing-
masing cara biologik ini menggunakan binatang uji. Sedangkan
pemeriksaan secara imunologik dapat dilakukan dengan cara Direct Latex
Agglutination (DLA) atau secara tidak langsung dengan cara Latex
Agglutination Inhibition (LAI) serta cara Hemaglutination Inhibition
(HAI).

Tes dilakukan untuk mengetahui diagnosa kehamilan berdasarkan


pada pendeteksian keberadaan human chorionic gonadotrophin (HCG)
pada darah dan urin wanita.HCG diproduksi oleh embrio yang lazimnya
tidak ada kecuali bila seorang wanita tersebut hamil.Beberapa test yang
paling modern dan canggih dapat mendeteksi kehamilan melalui darah dan
urine hanya satu minggu setelah pembuahan,hanya saja belum banyak
tersedia. Tes urine dapat dilakukan sendiri dengan alat test yang sudah
tersedia di supermarket ataupun apotik.Berupa test pack yang direndam
dalam air seni untuk mengetahui terjadinya kehamilan atau tidak,hanya
dengan melihat jumlah garis setelah 5 menit perendaman.Test urine
memiliki ketepatan 98% namun kesalahan dapat terjadi,dikarenakan test
yang terlalu dini dikerjakan, keenceran urine atau kerena terlalu lama
disimpan sebelum test,dan urine terkontaminasi dengan zat sabun detergent
atau yang lainnya.

Mengingat pentingnya anti HCG untuk tes kehamilan secara


imunologis, HCG dapat diperoleh dari ekstraksi urin wanita hamil karena
hormon yang diproduksi oleh plasenta ini dieksresikan dalam jumlah besar
melalui urin. HCG mempunyai sifat seperti LH pada wanita dengan
produksi gonadotropin yang rendah atau non siklis. Hormon ini juga
digunakan pada wanita dengan ovulasi pada fase luteal sehingga terjadi
infertilitas atau abortus habitualis.
BAB III

METODA PRAKTIKUM

A. ALAT DAN BAHAN

1. Urine wanita hamil muda

2. Alat uji kehamilan/test pack

3. Sarung tangan.

B. CARA KERJA

1. Menyiapkan 5 ml air kencing wanita yang diduga hamil.

2. Siapkan alat uji kehamilan / test pack yang digunakan.

3. Membuka alat uji kehmilan kemudian celupkan ke dalam urine wanita


yang diduga hamil.

4. Amati hasil yang timbul pada alat uji kehamilan.


BAB IV

HASIL PRAKTIKUM

A. HASIL PRAKTIKUM

Hasil yang didapat dari pemeriksaan adalah muncul 2 strip garis merah
yang menandakan bahwa pemilik sample urine dalam masa kehamilan.

B. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa terampil dalam


melaksanakan prosedur untuk prosedur menentukan kehamilan. Hormon
seks merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar pada organ seks dan
kelenjar adrenalin langsung kedalam aliran darah. Hormon seks yang
bertanggung jawab dalam menentukan jenis kelamin janin dan bagi
perkembangan organ seks yang normal. HCG atau Hormon Chorionic
Gonadotropin merupakan suatu hormon seks yang dapat digunakan untuk
penentuan kehamilan secara sederhana. Hormon ini dieksresikan melalui
urin ibu yang sedang hamil.
Kadar HCG dalam darah ibu sedemikian tinggi sehingga sebagian
disekresikan di dalam urine dan dapat dideteksi dalam uji kehamilan.
Puncak produksi hormon tersebut dicapai dalam bulan kedua kehamilan.
Jika telur telah dibuahi dan tertanam di dalam endometrium, sel-sel
tropoblas dalam plasenta yang sedang berkembang mensekresi
gonadotropin chorion.

Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah sejenis Glikoprotein


yang dihasilkan oleh plasenta dalam kehamilan. Namun selama plasenta
belum terbentuk, hormon ini dihasilkan sel-sel fungsi tropoblas. Setelah
umur kehamilan memasuki 12-13 minggu, hormon HCG ini dihasilkan
oleh plasenta. Di dalam tubuh, hormon ini bersifat mempertahankan korpus
luteum, yakni jaringan di ovarium yang menghasilkan progesteron.
Hormon progesteron ini berfungsi untuk memelihara atau mempertahankan
proses kehamilan, sedangkan korpus luteum ini ditunjang keberadaannya
oleh HCG.

Jumlah kadar HCG yang ideal bisa berubah atau berbeda-beda


tergantung pada usia kehamilan. Kadar HCG yang ideal adalah tidak terlalu
rendah, maupun tidak terlalu tinggi. Jumlah hormon HCG tidak ditentukan
oleh umur si ibu, jadi yang benar-benar mempengaruhi jumlah kadar HCG
adalah usia kehamilan.

Alat tes kehamilan yang praktis dan efisien dikenal dengan nama
test pack. Dengan test pack, uji kehamilan dapat dilakukan sendiri di rumah
dan hasilnya dapat ditunggu beberapa menit saja. Test pack sedikit berbeda
dari tes kehamilan yang dilakukan di laboratorium, yakni tes darah. Meski
bekerja dengan cara yang sama, yaitu mendeteksi kadar HCG (Human
Chorionic Gonadotropin), kelebihan tes darah adalah bisa lebih dini
mendeteksi keberadaan hormon tersebut sebagai pertanda telah terjadinya
pembuahan.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

a. Kehamilan seseorang dapat dideteksi oleh keberadaan hormone


HCG dalam urin.

b. Kehamilan dapat diuji dengan menggunakan test pack


DAFTAR PUSTAKA

Sherwood,Lauralee.2016.Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rose.W. 2006. Panduan Lengkap Perawatan Kehamilan. Jakarta: Dian rakyat.

Anda mungkin juga menyukai