Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG

Penanggulangan Kecelakaan
Untuk Memenuhi Tugas Belajar
Mata Kuliah Kesehatan Keselamatan Kerja

Disusun oleh:
Azzah Azaria Wulandari 180106014
Iski Fatimah 180106006
Khaerul Amin Trisetyo 180106007
Nanda Farah Feliska 180106009
Ratri Wulandari 180106011
Rumantika 180106012

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 7
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja ................................................................................................ 7
2.2 Prinsip, Program, Dan Kebijakan Pelaksanaan K3RS .................................................................. 7
BAB 3 PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 10
3.1 Penyebab Kecelakaan Rumah Sakit ...................................................................................... 10
3.2 Pengendalian Risiko Bahaya ................................................................................................. 13
3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja .............................................................................................. 18
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................................................ 19
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 19
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 20

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas kami yang berjudul Penanggulangan Kecelakaan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta dalam menyumbang pemikiran teori yang menunjang dalam pembuatan
tugas ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan
sehingga kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
menyempurnakan tugas kami selanjutnya.

Purwokerto, 5 november 2019

Penyusun

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
(K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit,
pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor industri
(akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan
fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien,
tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti
telah melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan
pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan
dan mengembangkan program K3 di Rumah Sa kit (K3RS) seperti yang tercantum dalam
buku Standar Pelayanan Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah
Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal165:
"Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja". Berdasarkan
pasal di atas maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk
menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja
disamping keselamatan kerja.

4
Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di
Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/ pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara tegas
dinyatakan di dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40
ayat 1 yakni "Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali". K3 termasuk sebagai salah satu
standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar
pelayanan lainnya.Data dan fakta mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit sebagai berikut:
a. Secara Global:
a) WHO: Dari 35 juta pekerja kesehatan : 3 juta terpajan patogen darah (2 juta
terpajan virus Hepatitis B, 0,9 juta terpajan virus Hepatitis C dan 170,000
terpajan virus HIV / AIDS).
b) Dapat terjadi : 15,000 HB(, 70,000 HBB & 1000 kasus HIV.
c) Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang.
b. Di luar negeri :
a) USA: (per tahun) 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B 47 positif
HIV dan Setiap tahun 600.000-1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan
(diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).
b) SC-Amerika (1998) mencatat frekuensi angka KAK di Rumah Sakit lebih
tinggi 41% disbanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar adalah
cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick injuries).
c) 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja
(occupational low back pain), (Harber P et al,1985).
c. Indonesia:
a) Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari20 kg. Keluhan
subyel<tif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita

5
terbanyak usia 30-49 : 63.3 %. (instalasi edah sentral di RSUD di Jakarta
2006).
b) 65.4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita
Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan.
c) Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.
d) Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu
Rumah Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.
e) Asosiasi Rumah Sakit Daerah mengindikasikan terdapat 18 rumah sakit
di Jakarta tidak memiliki system pemadaman api yang memadai.
f) Kebakaran di rumah sakit PELNI. (kompas 27 oktober 2003)
g) Rumah sakit Sardjito Yogyakarta Kebakaran (Tempo Interaktif 7
agustus 2007)
h) Kebakaran rumah sakit bersalin Pertiwi di jalan sudirman, Makasar
(Liputan 6.com, 25 Desember 2007)

Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi
pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori jenis kelamin,
ras, umur, dan status pekerjaan) (Gun 1983). Pekerja RS berisiko 1,5 kali lebih besar dari
golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko penularan Hepatitis B setelah luka tusuk jarum suntik
yang terkontaminasi Hepatitis B 27 - 37: 100. Risiko penularan Hepatitis C setelah luka
tusuk jarum suntik yang mengandung Hepatitis C 3 - 10 : 100.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penyebab kecelakaan kerja di Rumah Sakit?
2. Bagaimana pengendalian risiko bahaya kecelakaan kerja di Rumah Sakit?
3. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan terhadap bahaya kecelakaan kerja di
Rumah Sakit?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan dan Mnegidentifikasi penyebab kecelakaan kerja di Rumah Sakit
2. Menjelaskan pengendalian terhadap risiko bahaya kecelakaan kerja di Rumah Sakit
3. Mengidentifikasi pencegahan yang dapat dilakukan terhadap bahaya kecelakaan kerja
di Rumah Sakit

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan


jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara
pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. (KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
l087/MENKES/SK/VIII/2010)

Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya
terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk
menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan
nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit,
maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit

Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sedapat mungkin
memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap karyawan dan
untuk melindungi sumber daya manusianya. Husni (2005) menyatakan bahwa, tujuan
kesehatan kerja adalah: a) meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga
kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial; b) mencegah dan
melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan kerja; c) menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan
dengan tenaga kerja; d) meningkatkan kinerja". Dengan demikian maksud dan tujuan
tersebut adalah bagaimana melakukan suatu upaya dan tindakan pencegahan untuk
memberantas penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan
serta peningkatan kesehatan gizi, serta bagaimana mempertinggi efisiensi dan kinerja
karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik

2.2 Prinsip, Program, Dan Kebijakan Pelaksanaan K3RS


Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit,
pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja,
tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah

7
Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit.

Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan program


kesehatan dan keselamatan kerja (K3) secara menyeluruh di Rumah Sakit.

a. Prinsip K3 RS
Agar K3RS dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 (tiga)
komponen yang saling berinteraksi, yaitu:
1. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Contoh; bila seorang pekerja kekurangan zat
besi yang menyebab kan anemia, maka kapasitas kerja akan menurun
karena pengaruh kondisi lemah dan lesu.
2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung oleh
pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Contoh; pekerja yang bekerja
melebihi waktu kerja maksimum dll.
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.
Contoh; seorang yang bekerja di instalasi radiologi, maka lingkungan
kerjanya adalah ruanganruangan yang berkaitan dengan proses
pekerjaannya di instalasi radiologi (kamar X Ray, kamar gelap, kedokteran
nuklir dan lain-lain
b. Program K3RS
Program K3RS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
serta meningkatkan produktifitas SDM Rumah Sakit, melindungi pasien,
pengunjung/ pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah
Sakit. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan
lingkungan kerja.

c. Kebijakan Pelaksanaan K3RS


Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal,
dan teknologi, namun keberadaan Rumah sakit juga memiliki dampak negatif
terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila Rumah Sakit

8
tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan
regulasi sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah sakit
2. Menyediakan Organisasi K3RS sesuai dengan Kepmenkes
Nomor 432/Menkes/SK/lV /2007 tentang Pedoman Manajemen
K3 di Rumah sakit
3. Melakukan sosialisasi K3Rs pada seluruh jajaran Rumah sakit
4. Membudayakan perilaku K3RS
5. Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di
masing-masing unit kerja di Rumah sakit;
6. Meningkatkan sistem Informasi K3RS.

9
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Kecelakaan Rumah Sakit
Terjadinya kecelakaan di Rumah Sakit bisa datang dari unsafe act factor ataupun
unsafe condition factor. Unsafe act misalnya datang dari sikap dan tingkah laku pekerja yang
kurang baik, kurang pengetahuan dan ketrampilan, cacat tubuh yang tidak terlihat, keletihan
kelesuan, dan sebagainya. Sementara untuk unsafe condition karena mesin yang atau alat
yang digunakan, lingkungan kerja, proses kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dbs. Beberapa
regulasi yang mengatur mengenai pelaksanaan K3 di Rumah Sakit diataranya UU nomor 1
tahun 1970 tentang keselamata kerja, Permenkes nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang
pedoman Manajemen K3 Rumah Sakit, Permenkes nomor 432/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Standar K3 Rumah Sakit. Dimana secara keseluruhan memiliki tujuan spesifik mengenai K3
Rumah Sakit yaitu untuk terciptanya cara kerja yang sehat, lingkungan kerja yang aman,
nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan Rumah Sakit.
Dalam mengidentifikasi potensi bahaya juga diperlukan identifikasi untuk mencegah
penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Rumah Sakit harus mampu untuk melakukan
identifikasi sumber bahaya dan kajian mengenai penyebab terjadinya kecelakaan. Identifikasi
sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat
menimbulkan potensi bahaya dan jenis kecelakaan serta penyakit akibat kerja yang mungkin
dapat terjadi.
Beberapa potensi bahaya yang mempengaruhi penyebb terjadinya kecelakaan
berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit meliputi:
Bahaya Potensial Penyebab Pekerja yang paling
No. Lokasi
Kecelakaan berisiko
Bising IPS-RS, laundry, Karyawan yang
dapur, CSSD, bekerja di lokasi
gedung genset- tersebut
boiler, IPAL
1. FISIK Getaran Ruang mesin-mesin Perawat, cleaning
dan peralatan yang service, dll
menghasilkan
getaran (ruang gigi,
dll)

10
Debu Genset, bengkel Petugas sanitasi,
kerja, laboratorium teknisi gigi, petugas
gigi, gudang rekam IPS dan rekam medis
medis, incenerator
Panas CSSD, dapur, Pekerja dapur,
laundry, incinerator, pekerja laundry,
boiler petugas sanitasi dan
IPS-RS
Radiasi X-Ray, ruang operasi Ahli radiologi,
(OK) yang radiotherapist dan
menggunakan c-arm, radiographer, ahli
ruang fisioterapi, unit fisioterapi dan
gigi rontgen gigi
Desinfektan Semua area Petugas kebersihan,
perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi,
pembuangan limbah, perawat, petugas
bangsal pengepul sampah
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar
mayat, gudang mayat, petugas
farmasi laboratorium dan
farmasi.
2. KIMIA
Methyl: Methacrylate, Ruang pemeriksaan Petugas/dokter gigi,
Hg (amalgam) gigi dokter bedah,
perawat
Solvent Laboratorium, Teknisi, petugas
bengkel kerja, semua laboratorium,
area di Rumah Sakit petugas pembersih
Gas-gas anestesi Ruang operasi gigi, Dokter gigi, perawat,
OK, ruang dokter bedah,
pemulihan (RR) dokter/perawat
anaestesi

11
AIDS, Hepatitis B IGD, OK, ruang Dokter, dokter gigi,
dan Non A – Non B pemeriksaan gigi, perawat, petugas
laboratorium, laboratorium,
laundry petugas sanitasi dan
laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, Perawat, dokter yang
3. Biologic
ruang anak bekerja di bagian ibu
dan anak
Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, Perawat, petugas
laboratorium, ruang laboratorium,
isolasi fisioterapis
Pekerjaan yang Ara pasien dan Petugas yang
dilakukakn secara tempat penyimpanan menangani pasien
manual barang (gudang) dan barang
Postur yang salah Semua area Semua karyawan
dalam melakukan
pekerjaan
4. Ergonomic Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas
berulang pembersih,
fisioterapis, sopir,
operator computer,
yang berhubungan
dengan pekerjaan
juru tulis.
Sering kontak dengn Semua area Semu karyawan
pasien, kerja bergilir,
5. Psikososial
kerja berlebibih,
ancaman secara fisik

Setelah mendapatkan beberapa potensi bahaya diatas yang kemungkinan muncul di


Rumah Sakit, maka diharapkan pengelolaan mengenai bahaya di Rumah Sakit dapat berjalan
dengan baik bila saling memiliki komitmen, khusunya komitmen dari pimpinan puncak atau

12
selaku Direktur Rumah Sakit. Kemudian perlu adanya pemahaman bersama, kesadaran dan
perhatian yang penuh dari segala pihak yang terlibat di Rumah Sakit, sehingga apa yang
diharapkan khususnya menciptakan budaya zero accident dapat tercapai.

3.2 Pengendalian Risiko Bahaya


Setelah mengetahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata seluruh resiko
bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh sistem pengendalian resiko bahaya
yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:

No. Faktor Penyebab Risiko Pengendalian Risiko Bahaya

Risiko Bahaya Resiko yang paling sering terjadi adalah


Mekanik tertusuk jarum dan terpeleset atau menabrak
dinding / pintu kaca. Pengendalian yang
dapat dilakukan antara lain: penggunaan
safety box limbah tajam, kebijakan dilarang
menutup kembali jarum bekas, pemasangan
keramik anti licin pada koridor dan lantai
yang miring, pemasangan rambu “awas
licin”, pemasangan kaca film dan stiker pada
dinding / pintu kaca agar lebih kelihatan,
kebijakan penggunaan sabuk keselamatan
Risiko pada pekerjaan yang dilakukan pada
1.
Bahaya Fisik ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-lain.
Risiko Bahaya Resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio
Radiasi therapi, kedokteran nuklir, ruang cath lab dan
beberapa kamar operasi yang memiliki
fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang dapat
dilakukan antara lain: pemasangan rambu
peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi
bahaya radiasi, penyediaan APD radiasi,
pengecekan tingkat paparan radiasi secara
berkala dan pemantauan paparan radiasi pada
petugas radiasi dengan personal dosimetri
pada patugas radiasi.

13
Risiko Bahaya Terdapat pada ruang boiler, generator listrik
Kebisingan dan ruang chiller. Pengendalian yang dapat
dilakukan antara lain: substitusi peralatan
dengan alat-alat baru dengan ambang
kebisingan yang lebih rendah, penggunaan
pelindung telinga dan pemantauan tingkat
kebisingan secara berkala oleh Instalasi
Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
Risiko Pencahayaan Resiko bahaya ini terutama di satuan kerja
dengan pekerjaan teliti seperti di kamar
operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
dapat dilakukan adalah pemantauan tingkat
pencahayaan secara berkala dan hasil
pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik
dan Unit K3 untuk tindak lanjut ruangan
yang tingkat pencahayaannya tidak
memenuhi persyaratan.
Risiko Bahaya Lisrtik Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting
dan kesetrum. Pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI). Peralatan
elektronik di RS secara berkala dilakukan
maintenance dan seluruh peralatan yang
layak pakai akan diberikan label layak pakai
berupa stiker warna hijau, sedangkan yang
tidak layak pakai akan diberikan stiker merah
dan peralatan tersebut diganti atau tidak
digunakan kembali. Selain itu unit K3 dan
IPSRS secara berkala melakukan sosialisasi
ke seluruh satuan kerja tentang perilaku
aman dalam menggunakan listrik di rumah
sakit.

14
Risiko Bahaya akibat Resiko ini meliputi kondisi temperatur dan
iklim kerja kelembaban ruang kerja. Pemantauan
temperatur dan kelembaban dilakukan oleh
ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan
kelembaban mengacu pada keputusan
menteri kesehatan RI no 1402 tahun 2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan
rumah sakit.
Masalah yang sering muncul adalah
temperatur melebihi standar seperti di
Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi,
karena belum memungkinkan untuk
distandarkan pengendalian yang dilakukan
dengan pemberian minum yang cukup.
Masalah kelembaban yang tinggi beresiko
terjadinya kolonisasi kuman patogen
sehingga meningkatkan angka infeksi baik
bagi pasien maupun bagi pekerja.
Pengendalian secara teknis melalui upaya
yang dapat dilakukan untuk menghambat
kolonisasi kuman terutama pada ruang
perawatan pasien, ICU dan kamar operasi
dengan pemberian desinfeksi ruangan lebih
sering dan pemantauan angka kuman secara
berkala.
Risiko bahaya akibat Resiko bahaya getaran tidak terlalu
getaran signifikan. Dari telaah yang telah dilakukan
unit K3, resiko bahaya getaran ditemukan di
bagian taman akibat dari mesin pemotong
rumput dan di klinik gigi akibat dari mesin
bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2
lokasi tersebut masih dalam batas yang
diijinkan.

15
resiko bahaya biologi yang paling banyak
adalah akibat kuman patogen dari pasien
yang ditularkan melalui darah dan cairan
tubuh, dropet dan udara. Pengendalian resiko
ini biasanya dilakukan oleh Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan dalam
area pemantauan Unit K3. Resiko air borne
dissease dikendalikan dengan rekayasa
ruangan tekanan negatif beserta peraturan
administratif dan APD. Resiko penularan
melalui droplet dikendalikan dengan
menyediakan masker bagi petugas, pengantar
pasien dan pasien yang batuk, serta
sosialisasi etika batuk oleh PPI. Resiko blood
borne dissease dikendalikasn dengan
penggunaan alat-alat single use beserta
2 Risiko Bahaya Biologi peraturan administratif dan APD.
Selain itu untuk mencegah pe nularan
penyakit blood borne dissease khususnya
Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B
dengan perioritas pada karyawan dengan
kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang
bekerja pada tindakan invasif terhadap
pasien. Selain itu juga dilakukan penanganan
paska pajanan infeksi khususnya pada HIV
dan Hepatitis B. Bila pekerja atau peserta
didik mengalami kecelakaan kerja berupa
tertusuk jarum bekas pasien atau terkena
percikan darah dan cairan tubuh pada
mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka,
maka wajib melaporkan kepada penanggung
jawab ruangan pada saat itu dan setelah
melakukan pertolongan pertama harus segera

16
periksa ke IGD agar dilakukan telaah dan
tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur
untuk mengurangi resiko tertular.
resiko ini terutama terhadap bahan kimia
golongan berbahaya dan beracun (B3).
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan
identifikasi bahan-bahan B3, pelabelan
standar, penyimpanan standar, penyiapan
3 Risiko Bahan Kimia
MSDS, penyiapan P3K, APD dan safety
shower serta pelatihan teknis bagi petugas
pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan
dengan penggunaan Laminary Airflow pada
pengelolaan obat dan B3 lainnya.
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan
angkat dan angkut baik pasien maupun
barang. Sosialisasi cara mengangkat dan
mengangkut yang benar harus selalu
dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana
4 Risiko Bahaya Ergonomi
dan prasarana rumah sakit juga harus
mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut
terutama peralatan yang dibeli dari negara
lain yang secara fisik terdapat perbedaan
ukuran badan.
Resiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan
tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak
terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan
antara lain dengan mengadakan pertemuan
antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan
5 Risiko Bahaya Psikologis
dan pada acara-acara bersama seperti saat
ulang tahun RS dan lain-lain ataupun
kegiatan outbound yang dilakukan di
outdoot, yang bertujuan agar terjalun
komunikasi yang baik sehingga secara

17
psikologi menjadi lebih akrab dengan
harapan resiko bahaya psikologi dapat
ditekan seminimal mungkin.

3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja


a. Identifikasi hazard
a) inspeksi tempat kerja secara teratur.
b) Pengumpulan info tentang penanganan material.
c) Laporan kecelakaan dan penyakit.
d) Angka absensi dan turn over.
e) Surveillance tempat kerja.
f) Efek pada pasien.
b. Sistem pelaporan kecelakaan secara regular.
c. Investigasi segera setelah kejadian kecelakaan.
d. Evaluasi.
e. Control.
f. Follow up

18
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menurut Kepmenkes NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3
menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan
kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja
setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3
yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
Penerapan program K3 di Rumah Sakit masih perlu banyak perbaikan. Salah satunya
adalah melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian akan bahaya dari
kecelakaan kerja dalam bentuk apapun. Oleh karena itu, pencegahan sebagai upaya
meminimalisir kecelakaan akibat kerja di rumah sakit mulai dari identifikasi hazard,
investigasi setelah kejadian kecelakaan, evaluasi, controlling hingga memfollow up
program penanggulangan perlu dilakukan secara sistematis dan lebih ditingkatkan, agar
tupoksi K3RS sendiri dapat tercapai.
4.2 Saran
i. Pihak manajemen rumah sakit lebih meningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 di
rumah sakit kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat,
pasien serta tenaga medis maupun non medis lainnya. Hal ini diperlukan agar dapat
meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
ii. Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku.
iii. Rumah Sakit perlu secara rutin mengevaluasi penyelenggaraan K3 RS untuk menilai
apakah kinerjanya sudah maksimal ataukah masih memerlukan perbaikan sistem
K3RS yang selanjutnya. Selain itu, rumah sakit harus selalu mengidentifikasi sumber
bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko yang selalu ada di rumah sakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: l087/MENKES/SK/VIII/2010


Standar -Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
danfasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen, Kesehatan RI.
Cetakan kedua, 2008.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit

UU Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamata Kerja

20

Anda mungkin juga menyukai