Anda di halaman 1dari 2

Nama : Annisa Ulfa Haryati

NPM : 1974130020

Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam


Prodi Pascasarjana Hukum Keluarga Islam
Pascasarjana UIN Raden Intan Lampung Tahun 2019/2020

Masalah Perceraian

Sejak zaman Arab pra-Islam (Jahiliyah) terdapat metode perpisahan suami istri yang
disebut dengan cara zihar. Zihar adalah menyerupakan isteri atau sebagian tubuhnya dengan
orang yang diharamkan untuk dinikahi selamanya, seperti ucapan “Kamu seperti ibuku”, atau
“seperti punggung saudariku”, dan semisalnya. Maksudnya bahwa menyatakan isteri nya
nhukumnya haram bagi ia sebagaimana haramnya punggung ibu nya bagi nya. Kemudian suami
juga tidak bertanggung jawab akan nafkah istrinya dan anak-anaknya lagi. Tradisi yang
merugikan perempuan ini menyebabkan turunnya Surat Al-Mujadalah ayat pertama. Saat itu istri
sahabat Aus bin Saud mendatangi Rasul dan mengadukan dengan ucapan penuh kesedihan 1 atas
perbuatan suaminya yang semena-mena men- zihar nya sementara Khaulah masih memiliki anak
banyak dan juga masih tetap mencintainya.

Jika tradisi zihar yang berlaku pada masa Jahilliyah masih berlaku pada masa Islam maka
akan sangat merugikan perempuan. Namun setelah terjadinya penyebab zihar pada saat itu, lalu
turun Al-Mujadalah. Dalam Surat Al- Mujadalah ayat 2 yang mana menyebutkan bahwa orang-
orang yang menzihar isterinya (menganggap isterinya sebagai ibu) padahal isteri mereka bukan
ibu. Dalam hal ini Ibu hanya wanita yang melahirkanmu dan bagi mereka yang melakukan zihar
adalah bentuk perkataan mungkar dan dusta.

Namun pada praktiknya zihar tidak dihapus total hanya saja ada beberapa perubahan
yaitu pertama, bahwa melakukan zihar adalah haram dan pelakunya berdosa dan kedua, bahwa
haram hukumnya melakukan hubungan intim dengan istri yang di-zihar kecuali setelah
mengeluarkan tebusan (kafarat) sebagai pembelajaran bagi suami. Dan kafarat dapat dilakukan
sesuai kemampuan suami, bisa membebaskan budak mukmin perempuan, puasa dua bulan
berturut-turut, memberi makan kepada enam puluh fakir miskin.

Menurut hemat penulis, bahwa tradisi talak zihar ini tidak berlaku di Indonesia karena
belum pernah dikenalkan dalam kebudayaan Indonesia. Tradisi zihar ini hanya dikenal oleh
masyarakat Madinah (Yatsrib) saja tidak dikenal di Mekah.

1
Siti Mahmudah, Historisitas Syari’ah, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2019)
Bila kita kaji lagi hukum-hukum Islam yang ada yang diajakan Rasulullah tidak jarang
yang berupa respon terhadap budaya-budaya Jahiliyah termasuk talak zihar ini. Hanya saja,
Rasulullah berupaya untuk menjadikan Islam sebagai agama yang humanis dan dapat merespon
terhadap budaya-budaya yang mengakar di masyarakat.

Seperti yang kita tahu, selama ini bahwa perceraian di Indonesia yang diakui oleh secara
hukum negara yaitu apabila talak dijatuhkan di muka Pengadilan. Oleh sebab itu maka tradisi
zihar ini tidak berlaku di Indonesia. Selain itu tradisi zihar ini juga banyak merugikan bagi
perempuan yang artinya terdapat banyak mudharatnya daripada maslahahnya.

Anda mungkin juga menyukai