Anda di halaman 1dari 69

UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN NANOFOOD PROPOLIS MENGGUNAKAN


PENYALUT CASSEIN MICELLE

SKRIPSI

TONY SUPARDI
0806368181

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
DEPOK
JUNI 2011

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMBUATAN NANOFOOD PROPOLIS MENGGUNAKAN


PENYALUT CASSEIN MICELLE

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

TONY SUPARDI
0806368181

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
DEPOK
JUNI 2011

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Tony Supardi


NPM : 0806368181
Tanda Tangan : ........................................
Tanggal : 28 Juni 2011

iii

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Tony Supardi
NPM : 0806368181
Program Studi : Ekstensi Teknik Kimia
Judul Skripsi : Pembuatan Nanofood Propolis menggunakan
Penyalut Cassein Micelle

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Ekstensi Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Dr.Eng Muhamad Sahlan S.Si, M.Eng ( )


Penguji 1 : Prof.Dr.Ir. Anondho Wijanarko, M.Eng ( )
Penguji 2 : Dr.Ing.Misri Gozan, M.Tech ( )
Penguji 3 : Dr.Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 28 Juni 2011

iv

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas setitik ilmu-Nya dan
kehendak-Nya hingga makalah seminar ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Eng Muhamad Sahlan S.Si, M. Eng selaku dosen pembimbing yang
selalu sabar dan tidak kenal lelah membimbing dan memotivasi penulis.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan kelancaran penulis di
setiap waktu shalat dan adikku Retmonasari & Haryadi Susanto yang
memberikan motovasi pada penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA dan selaku Ketua
Departemen Teknik Kimia FTUI dan Ir. Yuliusman, M. Eng selaku
koordinator mata kuliah spesial.
4. Mang Ijal, Kang Jajat, Mas Eko, Mas Taufik, Ius, dan Mas Her atas bantuan
dan masukannya kepada penulis.
5. Mba Lusi dari Balai Inkubator Puspitek Serpong, dan Mba Ita dari Lembaga
Eijkman Jakarta, atas hasil analisa yang sangat membantu penelitian
6. Rekan satu grup riset Bu Imelda, Mba Yusnita, dan Skripsihana, yang telah
menjadi teman diskusi dan memberikan masukan-masukan positif selama
penelitian.
7. Rekan riset grup Bioproses, yaitu grup Alga, grup Biofiltrasi, dan grup
Biodiesel yang memberikan pengalaman dinamika penelitian selama ini.
8. Teman-teman Ekstensi Teknik Kimia FTUI 2008 yang selalu saling
menyemangati dalam kebaikan dan saling mengingatkan dalam kesulitan.

Depok, 28 Juni 2011

Penulis

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : Tony Supardi
NPM : 0806368181
Program Studi : Teknik Kimia
Departemen : Teknik Kimia
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
PEMBUATAN NANOFOOD PROPOLIS MENGGUNAKAN PENYALUT
CASSEIN MICELLE
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 28 Juni 2011
Yang Menyatakan

(Tony Supardi)

vi

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


ABSTRAK

Nama : Tony Supardi


Program Studi : Teknik Kimia
Judul : Pembuatan Nanofood Propolis Menggunakan Penyalut Cassein
Micelle

Propolis adalah produk lebah yang banyak terdapat di Indonesia.


Pemanfaatan propolis diantaranya sebagai makanan berfungsi tinggi yang bernilai
ekonomis, karena propolis memiliki banyak kandungan bioaktif , diantaranya
senyawa flavonoid dan polifenol. Propolis bersifat hidrofob, sehingga tidak
optimal diserap tubuh, oleh karena itu harus diolah terlebih dahulu. Untuk
mendapatkan produk yang bernilai tinggi maka dibuat inovasi terhadap produk
olahan propolis, diantaranya yaitu dengan membuat nanofood propolis.
Tujuan pembuatan nanofood propolis yaitu agar kandungan bioaktif
propolis dapat diserap optimal oleh tubuh. Nanofood propolis menggunakan
penyalut yang bersumber dari protein yaitu casein micelle yang dapat menyalut
senyawa bioaktif hidrofob dalam propolis.
Hasil pemisahan propolis dengan wax nya optimal pada konsentrasi etanol
70%, sehingga propolis ini digunakan untuk penyalutan. Untuk menghasilkan
partikel nano digunakan gelombang ultrasonik terhadap produk, dan untuk
memisahkan partikel nano dilakukan proses mikrofiltrasi. Efisiensi penyalutan
propolis untuk senyawa polifenol hasilnya 67,05%, sementara untuk senyawa
flavonoid 93,9 %, . Dari hasil analisa distribusi ukuran partikel menggunakan
Particle Size Analyzer (PSA), produk nanofood sebelum mikrofiltrasi memiliki
diameter 1353.7 nm, sedangkan produk sesudah mikrofiltrasi memiliki diameter
316,1 nm

Kata Kunci : Nanofood Propolis, Casein micelle, senyawa hidrofob

vii

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


ABSTRACT

Name : Tony Supardi


Study Program : Chemical Engineering
Title : Production Nanofood Propolis By Encapsulation Cassein
Micelle

Propolis is a bee product that is widely available in Indonesia. Utilization


of propolis as a food of which serves a high economic value, because the propolis
has many content of bioactive compounds including flavonoids and polyphenols.
Propolis is hydrophobic, so it is not absorbed optimal, therefore, must be
processed first. To obtain a high-value product innovations will be made to the
processed product propolis, including by production nanofood propolis.
The purpose to production nanofood propolis is bioactive content can be
absorbed by the body optimally. Nanofood propolis using a encapsulation derived
from the protein casein micelle can encapsulate hydrophobic bioactive
compounds in propolis.
The results of purification propolis was optimal at 70% ethanol
concentration, so that propolis is used for encapsulated. nanoparticles produce
used ultrasonic waves to the product, and to separate the nano particles made
microfiltration process. Encapsulation efficiency propolis for polyphenolic
compounds is 67.05%, while for flavonoid compounds 93.9%. Analysis of
particle size distribution using a Particle Size Analyzer (PSA), a product nanofood
propolis before microfiltration has a diameter of 1353.7 nm, while the products
after microfiltration has a diameter of 316.1 nm

Keyword : Nanofood Propolis, Casein micelle, hydrophobic coumpound

viii

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………………...iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………...vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah .............................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5


2.1 Propolis ............................................................................................ 5
2.1.1 Komposisi Propolis………………………………………..6
2.1.2 Potensi Propolis…………………………………………....7
2.2 Nanofood ........................................................................................ 10
2.2.1 Polisakarida………………………………………………11
2.2.2 Lipid / Asam Lemak…………………….………………..12
2.2.3 Protein……………………………………………………13
2.3 Analisa Sampel ............................................................................. 15
2.3.1 Spektrofotometri UV-Visible............................................. 15
2.3.2 Pengukuran Total Flavonoid dengan Metode AlCl3 .......... 15
2.3.3 Pengukuran Kadar Polifenol Dengan Metode Follin-
Ciocalteau ......................................................................... 16
2.3.4 Elektroforesis SDS-PAGE…………………………….....17
2.3.5 Uji Kadar Protein Lowry…………………………………18
2.3.6. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Nano……………19
2.3.7. Pengukuran Morfologi Partikel Nano……………………19
2.4 State of The Art ............................................................................ 20

3. METODELOGI PENELITIAN ........................................................... 23


3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 24
3.2.1 Peralatan yang digunakan .................................................. 25
3.2.2 Bahan yang digunakan ....................................................... 26
3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................ 27
3.3.1 Isolasi Kasein dari Susu Sapi ............................................ 27

ix

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


3.3.2 Ekstraksi Propolis………………………………………...28

3.3.3 Penyalutan Ekstrak Propolis dengan Casein Micelle......... 29


3.3.4 Metode Analisis ................................................................. 31
3.3.4. 1 Analisa Total Flavonoid ................................................... 31
3.3.4. 2 Analisa Total Polifenol ..................................................... 31
3.3.4. 3 Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Lowry ……...32
3.3.4. 4 Identifikasi Protein dengan metode Sodium Dodecyl
Sulphate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis
(SDS-PAGE)…………………………………………….32
3.3.4. 5 Analisa distribusi ukuran partikel dan morfologi partikel
Nano…………………………………………………….34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………35
4.1 Ekstraksi Propolis dari Sarang Lebah……………………………35
4.2 Isolasi Casein Dari Susu Sapi……………………………………37
4.3 Penyalutan Propolis Menggunakan Cassein Micelle…………….38
4.3.1 Efisiensi Penyalutan Propolis………….....………….…..39
4.3.1.1 Hasil Uji Spektrometri……………………..…………….40
4.3.1.2 Hasil Uji (HPLC)…………………………….………….42
4.3.1.3 Hasil Uji SDS PAGE …………………………...………..43
4.4 Distribusi Ukuran partikel………………………………………..44
4.5 Morfologi Partikel Nanofood Propolis…………………………...45
5. KESIMPULAN…………………………………………………………..47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48

LAMPIRAN………………………………………………………………….….52

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Sarang Lebah ..................................................................... 6


Gambar 2.2 Senyawa Flavonoid yang terkandung dalam propolis .................... 7
Gambar 2.3 Pemecahan partikel oleh gelombang ultrasonik............................. 11
Gambar 2.4 Struktur Nanocochleates ................................................................ 13
Gambar 2.5 Gambar Struktur casein micelle .................................................... 14
Gambar 2.6 Alat Particle Size Analizer……………………………………….19
Gambar 2.7 Alat Transmission Electron Microscopy…………………………20
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian pembuatan nanofood propolis
menggunakan penyalut casein micelle…………………………..23
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Isolasi Casein Dari Susu Sapi…...……........27
Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Ekstraksi Propolis Dari Sarang Lebah ......... 28
Gambar 3.4 Proses Penyalutan Propolis Menggunakan Casein Micelle………30
Gambar 4.1 Pemisahan Propolis dengan waxnya……………………………..35
Gambar 4.2 Grafik Scanning Propolis Cibubur……………………………….36
Gambar 4.3 Pengendapan Casein……………………………………………..38
Gambar 4.4 Proses Penyalutan Propolis menggunakan Casein Micelle……....39
Gambar 4.5 Hasil Analisa HPLC…….………………………………………..42
Gambar 4.6 Identifikasi Protein dengan metode SDS PAGE…………………43
Gambar 4.7 Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel……………………44
Gambar 4.8 Morfologi nanopartikel menggunakan TEM Sebelum hasil
Mikrofiltrasi………………………………………...……………45
Gambar 4.9 Morfologi nanopartikel menggunakan TEM Sesudah hasil
Mikrofiltrasi……………………………………………………..46

xi

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 State Of The Art ............................................................................ 22


Tabel 3.1 Alat yang digunakan ...................................................................... 25
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan ................................................................... 26
Tabel 4.1 Perhitungan Derajat Pemisahan Propolis dan Wax…………...…..37
Tabel 4.2 Hasil Analisa Spektrometri………...………………………….…40

xii

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan sumber daya alam hayati yang beragam dan memiliki nilai
ekonomis di negara-negara tropis seperti Indonesia, menjadi salah satu alternatif
pemecahan masalah ekonomi masyarakat Indonesia. Salah satu alternatif
pemanfaatan keberagaman dan ketersediaan sumber daya hayati adalah pemanfaatan
hayati sebagai bioaktif untuk makanan berfungsi tinggi, seperti produk yang
dihasilkan oleh lebah madu, yaitu madu, royal jelly, dan propolis. Propolis biasa
disebut lem lebah , yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh lebah dan berfungsi untuk
menambal dan mensterilkan sarang lebah (Sabir A, 2005).
Propolis berasal dari pucuk daun-daun, batang maupun bunga yang
dikumpulkan lebah ditempat dimana lebah tersebut tinggal, untuk kemudian
dicampur dengan air liurnya, yang digunakan untuk menambal dan mensterilkan
sarangnya (Sabir A, 2005). Penelitian yang dilakukan, memberikan hasil kandungan
bioaktif propolis yang berbeda-beda pada tiap daerah bergantung pada lokasi dimana
lebah tinggal. Senyawa bioaktif organik yang ada dalam propolis hampir 50% adalah
senyawa flavonoid, dan terdapat pula senyawa lain seperti asam ferolat, dan
terpenoid. Flavonoid adalah senyawa organik yang berfungsi sebagai antibakteri dan
antikanker, asam ferulat berfungsi sebagai zat antibiotik, sedangkan terpenoid
berfungsi sebagai antivirus (Gonzalez et al, 2003). Propolis didapatkan dengan cara
ekstraksi terhadap sarang lebah, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah
larutan etanol, hasil ekstraksi ini dinamakan ekstrak etanol propolis (EEP) (Gonzalez
et al, 2003 ).
Penelitian tentang propolis hingga kini sangat intensif dilakukan, terutama
terhadap propolis yang berasal dari Brazil dan Cina. Penelitian dilakukan meliputi
kandungan propolis, manfaat dari propolis, dan sumber tanaman yang digunakan
lebah untuk membentuk propolis tersebut, seperti propolis asal Brazil, propolis
tersebut mengandung senyawa flavonoid tertentu yang berfungsi sebagai antikanker,

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


2

setelah diteliti, ternyata sumber tanaman yang digunakan lebah ditempat tersebut
adalah tumbuhan Baccharis dracunculifolia (Alecrim do Campo) yang hanya terdapat
di Brazil (Lotfy, 2006).
Produk olahan propolis kini banyak digunakan sebagai suplemen berbentuk
cair atau tablet, dengan sifat propolis yang sulit larut dalam air (hidrofob), kandungan
bioaktif yang memiliki sifat hidrofob tidak optimal dicerna oleh tubuh (Chen et al,
2006) , oleh sebab itu dibutuhkan inovasi dalam hal teknologi pengolahan propolis,
agar zat bioaktif propolis terserap oleh tubuh secara optimal. Inovasi dapat dilakukan
dengan penyalutan menggunakan casein micelle terhadap propolis dan menjadi
produk akhir berukuran nanopartikel. Nanopartikel adalah partikel yang memiliki
ukuran sekitar 10-1000 nm (Mohanraj & Chen, 2006).
. Salah satu aplikasi nanopartikel adalah sebagai sistem pengantaran zat aktif
(carrier), dengan cara melarutkan, menjebak, mengkapsulasi, atau menempelkan zat
aktif didalam matriksnya (Chen et al, 2006). Tujuan utama dalam melakukan
rancangan nanopartikel propolis adalah untuk mengatur ukuran partikel, dan sifat-
sifat morfologi dari permukaan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka kajian
terhadap nanofood propolis perlu dikembangkan untuk dapat memberikan nilai lebih
terhadap propolis.

1.2 Perumusan Masalah


Masalah yang dikaji dalam penelitian kali ini adalah
 Bagaimana membuat nanofood dari ekstrak etanol propolis dan menyalutnya
menggunakan casein micelle
 Bagaimana efisiensi penyalutan propolis menggunakan casein micelle
.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


3

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
 Mendapatkan produk nanofood propolis menggunakan penyalut casein
micelle
 Menyelidiki efisiensi penyalutan zat aktif propolis, yaitu total flavonoid dan
total polifenol

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
 Propolis yang digunakan berasal dari Cibubur
 Penyalut yang digunakan untuk menyalut propolis adalah casein micelle
 Casein di isolasi dari susu sapi
 Metode analisa kandungan bioaktif propolis yang digunakan adalah metode
aluminium klorida (AlCl3) untuk analisa total flavonoid, dan metode Follin-
Ciocalteau untuk analisa total polifenol
 Identifikasi protein casein micelle menggunakan metode SDS-PAGE
 Metode pengukuran distribusi partikel nano menggunakan alat Particel Size
Analizer (PSA), dan untuk mengetahui morfologi partikel menggunakan alat
Transmission Electronic Microscopy (TEM)

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


4

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam skripsi ini dilakukan dengan membagi tulisan
menjadi lima bab, yaitu :
 BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah
yang dibahas, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah,
dan sistematika penulisan
 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang propolis, potensi propolis, nanofood
sebagai nanodelivery, metode analisis , state of the arts dari
penelitian ini.
 BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode pelaksanaan penelitian, model
penelitian, peralatan dan bahan yang digunakan dalam
penelitian, prosedur penelitian.
 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan hasil ekstraksi propolis dan
analisa derajat pemisahannya, isolasi casein dari susu sapi,
efisiensi penyalutan propolis menggunakan casein micelle
(total polifenol & total flavonoid), distribusi ukuran partikel
dan morfologi partikelnya
 BAB 5 KESIMPULAN
Mendapatkan produk nanofood propolis dan menyalutnya
menggunakan casein micelle. Efisiensi penyalutan propolis
menggunakan casein micelle. Mengetahui distribusi ukuran
partikel dan morfologi nanofood propolis

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propolis
Propolis merupakan campuran resin yang dikumpulkan oleh lebah dari
kuncup pohon, cairan tanaman, dan sumber flora lain, kemudian dicampur dengan air
liurnya, yang digunakan untuk menambal dan mensterilkan sarangnya. Kata propolis
diambil dari bahasa Yunani yang terdiri atas pro yang berarti penjaga dari dan
polisyang berarti kota. Secara umum propolis berfungsi sebagai penjaga koloni lebah
dan produknya dari serangan mikroorganisme (Salatinoet al, 2005).
Propolis di dalam koloni lebah digunakan untuk menutup celah-celah kecil
pada sarang lebah (rata-rata kurang dari 6,35 mm) sedangkan celah yang lebih besar
ditutup dengan lilin lebah. Propolis juga berguna untuk menjaga suhu dalam sarang,
yaitu 35 ºC (Fajrina, 2009).Dinding heksagonal sarang lebah terbuat dari campuran
lilin lebah dan propolis, selain berfungsi menguatkan dinding sel, juga dipercaya
memberikan perlindungan dari mikroorganisme (Salatinoet al, 2005).
Warna dari propolis sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman yang
dikonsumsi lebah, pada umumnya warna propolis adalah kuning, coklat dan coklat
tua.Pada suhu 25-45 ºC, propolis bersifat sangat lengket, lentur, dan tidak keras.Di
atas suhu tersebut, propolis menjadi semakin lengket dan seperti permen
karet.Sedangkan pada suhu rendah, propolis mengeras dan rapuh.Pada suhu 60-70 ºC
propolis mulai mencair (Suranto, 2007).
Propolis didapatkan dari sarang lebah dengan cara diekstrak menggunakan
etanol, metode ekstraksinya adalah maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode
ekstraksi untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, yaitu dengan merendam bahan
dengan pelarut tertentu dan dalam jangka waktu tertentu (Suranto, 2007). Hasil
ekstraksi dari sarang lebah, bukan hanya propolis yang terekstrak, tapi wax pun ikut
terekstrak, sehingga propolis perlu dimurnikan. Wax dianggap sebagai pengotor
karena memberikan warna gelap, dan rasa pahit pada propolis. Metode pengukuran

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


6

pemurnian yang digunakan adalah dengan mengukur rasio absorbansi (A310/A660)


pada alat spektrofotometer (Hamada et al, 1996)

Gambar 2.1 Sarang Lebah

2.1.1 Komposisi Propolis


Propolis merupakan produk alami yang memiliki potensi besar dalam
pengobatan manusia.Propolis memiliki komposisi yang sangat bervariasi, hal ini
dipengaruhi oleh perbedaan geografi, jenis makanan dari lebah, suhu, bahkan hari
ketika propolis dikumpulkan, (Salatino et al, 2000). Secara umum, komponen utama
dari propolis adalah senyawa flavonoid dan senyawa fenolat, termasuk caffeic acid
phenylethylester (lofty, 2006).
Flavonoid merupakan senyawa golongan polifenol yang kebanyakan terdapat
dalam tumbuhan, biji, kulit buah atau kulit, termasuk juga dalam propolis.Flavonoid
telah banyak digunakan dalam produk farmasi, kosmetik, dan makanan, baik senyawa
murni maupun sediaan herbal (misalnya ekstrak) dengan aktivitas biologis tertentu.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


7

Ada berbagai macam senyawa flavonoid yang terkandung di dalam propolis


diantaranya yaitu: pinocembrin, acacetin, chrysin, rutin, catechin, naringenin,
galangin, dan quercetin(Volpi et al, 2006)

pinocembrin, acacetin, chrysin

rutin, catechin, naringenin

galangin, quercetin

Gambar 2.2 Senyawa Flavonoid yang ada dalam propolis (Volvi etal, 2006)

2.1.2. Potensi propolis


Dengan komposisi kimia propolis yang banyak mengandung senyawa
polifenol dan senyawa flavonoid, maka banyak sekali potensi propolis yang dapat

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


8

dimanfaatkan, seperti sebagai antimikroba, antiimflamasi, antikanker, dan


antioksidan.

1. Antimikroba

Antimikroba (AM) ialah obat atau antibiotik pembasmi mikroba,


khususnya mikroba yang merugikan manusia. Propolis yang memiliki
senyawabioaktif flavonoid memiliki efek antibiotik alami yang kuat untuk
menangkal infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus sehingga
efektif untuk mengobati penyakit-penyakit akibat mikroba tersebut (Lotfy,
2006).
a. Aktivitas Anti bakteri
Mekanisme antibakteri dalam mengendalikan bakteri ada beberapa
macam, yaitu memecah dinding sel, mendenaturasi protein sel,
menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat protein.
Dengan kandungan bioaktif propolis yang banyak, ekstrak propolis
memiliki aktivitas antibakteriterhadap Gram-positif , tetapi mempunyai
aktivitas terbatas terhadap strain Gram-negatif (Lotfy, 2006). Bakteri
yang berhasil di induksi oleh ekstrak propolis yaitu Staphylococcus
mutans, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, Pseudomonas
aeruginosa, Bacillus cereus,S.sonnei ( Hudnal et al, 2007 )

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


9

b. Aktivitas anti virus

Aktivitas antivirus dilakukan percobaan melalui aktivitas in vitro


3-methyl-but-2-enyl cafeate yang diisolasi dari tunas poplar yang telah
diteliti dapat melawan virus Herpes simplex tipe-1 (Huleiheletal, 2002).
Penelitian menunjukkan isopentyl ferulated adalah senyawa kandungan
minor dari propolis, sangat efektif mereduksi sintesis virus-titer dan DNA
virus. Penelitian menghasilkan bahwa isopentyl ferulated (diisolasi dari
propolis) dapat menghambat secara signifikan aktivitas virus yang mudah
menular dan menginfeksi, seperti virus influenza A1 Honey Kong
(H3N2) secara in vitro . Pemberian secara teratur ekstrak aqueous
propolis menurunkan mortalitas dan meningkatkan rata-rata ketahanan
hidup tikus-tikus yang diinfeksi dengan virus influenza A/PR8/34 (H0N1)
(Huleihel et al, 1981).

c. Aktivitas anti fungi


Aktivitas antifungi propolis banyak dilakukan oleh peneliti,
diantaranya dengan mencobakan pada Candida albicans, Aspergillus
flavus, A.ochraceus, Penicillium notatum viridicatum, hasilnya adalah
ekstrak propolis memiliki aktivitas penghambatan terhadap fungi tersebut
(Hudnalet al , 2007).

2. Anti Inflamasi

Peradangan atau inflamasi adalah bagian dari respon biologi kompleks


jaringan pembuluh darah terhadap rangsangan berbahaya, seperti patogen, sel
yang rusak (luka), atau iritasi..Senyawa antiinflamasi yang ditemukan dalam
propolis adalah Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE).CAPEyang terdapat
dalam propolis mempunyai sifat anti-inflamasi, salah satunya mencobakan
pada T-sel (Lotfy, 2006).

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


10

3. Aktivitas Antikanker

Aktivitas antikanker dari propolis diteliti dapat menghambat sel


kanker HeLa (sel kanker serviks), Siha (sel kanker uterus), serta T47D dan
MCF7 (sel kanker payudara) dengan nilai berkisar 20 – 41 µg/ml. Artinya,
propolis dosis 20 – 41 µg/ml dapat menghambat aktivitas 50% sel kanker
dalam kultur (Pratiwi, 2009). Kandungan bioaktif propolis yang dapat
mencegah kanker yaitu senyawa caffeic acid phenethyl ester (CAPE) (Maruta,
2010).

4. Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu untuk menghambat dan


mencegah proses oksidasi, akan tetapi tidak dapat meningkatkan kualitas
produk yang sudah teroksidasi. Kandungan propolis yang banyak
mengandung senyawa polifenol bermanfaat sebagai antioksidan yang
melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara
mengikatzat radikal bebas. Senyawa bioaktif propolis yang memiliki
aktivitas antioksidan adalah pinocembrin, chrysin, galangin, dan caffeates
(Gregoris & Stevanato, 2009)

2.2 Nanofood
Suatu makanan dapat dikatakan sebagai nanofood ketika ukuran partikel
makanan tersebut berukuran nano, yaitu antara 10- 1000 nm (Mohanraj & Chen,
2006).Pembentukan partikel nano dapat menggunakan gelombang ultrasonic
(frekuensi diatas 16 khz), efek yang terjadi karena gelombang ultrasonik adalah
terjadinya kavitasi akustik. Kavitasi akustik adalah pembentukan, pengembangan,
dan pemecahan gelembung di dalam cairan yangdisebabkan oleh gelombang suara.
Kavitasi akustik dapat memecah partikel padatan menjadi lebih kecil. Hal ini terjadi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


11

akibat ketidaksempurnaan permukaan partikel yang berperan sebagai inti bagi


pembentukan gelembung kavitasi padapermukaan yang selanjutnya saat pecah
menjadi gelombang kejut yang dapat memecah partikel menjadi lebih kecil, seperti
yang terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pemecahan patikel oleh gelombang ultrasonic


( Sumber : http://www.hielscher.com/id/disperse.htm)
Salah satu aplikasi dari nanofood adalah sebagai “nano-delivery”, yaitu
makanan berukuran nanopartikel yang berfungsi sebagai pengantaran obat/bioaktif ke
tujuan atau target kemudian bioaktif dilepaskan ketika sudah sampai ke
sasaran.Adapun bahan dasar nanodelivery, diantaranya adalah polisakarida, lipid, dan
protein.
2.2.1 Polisakarida
Polisakarida adalah polimer dengan beberapa ratus hingga ribu monosakarida
yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik (Fessenden, 1982).Bahan yang umum
digunakan untuk membuat nanodelivery dari polisakarida adalah kitosan. Kitosan
adalah biopolimer glokosamin linier yang terbentuk dari unit ulang 2-amino-2deoksi-

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


12

D-glukosa atau disebut (1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa dan ini merupakan nama


resmi kitosan yang mempunyai berat molekul rata-rata 120.000. Selain itu kitosan
memiliki sifat Biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak
mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, dan mudah diuraikan
oleh mikroba (biodegradable).
Aplikasi penggunaan nanodelivery kitosan digunakan untuk menyalut
senyawa doxorubicin (DOX).Senyawa DOX memiliki sifat hidrofilik ,untuk
membentuk nanopartikel dibentuk oleh gelasi ionik dari polisakarida kitosan (Janes et
al, 2001).

2.2.2 Lipid / Asam lemak

Asam lemak / lipid ialah istilah umum yang digunakan untuk


menjabarkan bermacam-ragam molekul-molekul yang disintesis
dari polimerisasi asetil-KoA dengan gugus malonil-KoA ataumetilmalonil-KoA di
dalam sebuah proses yang disebut sintesis asam lemak. Asam lemak terdiri
dari rantai hidrokarbon yang berakhiran dengan gugus asam karboksilat,
penyusunan ini memberikan molekul ujung yang polar dan hidrofilik, dan ujung
yang nonpolar dan hidrofobik yang tidak larut di dalam air (Fessenden, 1982).

Asam lemak yang biasa digunakan untuk membuat nanofood adalah


cochleates.Cochleates digunakan untuk mengangkut antigen dan peptida untuk
delivery vaksin. Struktur Cochleate tidak selalu seragam, sehingga baik dalam agregat
dari lembar ditumpuk dan cochleates dibuat dengan metode menjebak atau struktur
ukuran besar seperti jarum oleh metode Dialisis.Nanocochleatesdikembangkan
menjadi partikel lebih kecil tetapi dengan lebih konsisten, nanocochleates dapat
dibentuk dengan partikel rata-rata kurang dari 500 nm. Nanocochleates ini adalah
sangat cocok untuk penyalutan obat hidrofobik, seperti amfoterisin B. Amfoterisin B
adalah agen antijamur yang kuat, dalam model infeksi murine kandidiasis,
aspergillosis, dan kriptokokosis (Zarif,2002)

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


13

Gambar 2.4 Struktur Nanocochleates


(http://www.pharmainfo.net/reviews/nanocochleates-novel-drug-delivery-technology)

2.2.3 Protein
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling
utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan
polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptidae. Senyawa protein dapat digunakan untuk manakan molekul
pembawa (carier) bagi beberapa zat aktif.
, m Bahan nanodelivery berbasis protein yang banyak terdapat
dalamdigunakan adalah protein cassseincasein. Casein banyak terdapat pada susu
sapi, Casein banyakdari 35 gram protein per liter susu, hampir 80% penyusun protein
tersebut adalah casein yang tersusun membentuk micelle. Casein micelle misel inilah
yang memiliki fungsi sebagai sistem nano delivery bagi senyawa hidrofod, contohnya
adalah untuk menyalut vitamin D2 (Semoet al, 2006).

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


14

Gambar 2.5 Gambar struktur casein micelle (Kitts et al, 2011)

Cassein micelle disusun oleh empat jenis casein, casein alpha 1, casein alpha
2, casein beta, dan casein kappa, dengan rasio 4:1:4:1. casein membentuk miselia
dengan interaksi hidropobik oleh jembatan kalsium fosfat dan serin fosfat. Susunan
casein berbentuk miselia sangat penting untuk kesetabilan koloid susu sehingga
mudah untuk disimpan dan mudah untuk dicerna, selain itu nutrisi yang tersimpan
didalam miselia tersebut dapat dengan mudah diberikan dari induk ke anaknya (Semo
et al, 2007).
Nanodelivery dengan basis protein yang lain , yaitu bovine serum albumin
(BSA), kegunannya adalah untuk mengirimkan zat bone morphogenetic protein-2
(BMP-2), yaitu zat yang berfungsi untuk merangsang factor pertumbuhan tulang.
Metode pembuatannya yaitu dengan proses coaservasi yang dimodifikasi dengan
dengan adsorpsi elektrostatik polyethylenimine kationik (PEI) (Zhang et al, 2008).
Adapula gelatin berfungsi sebagai alternatif untuk pembawa (carrier) sistem DNA.
Metode nanopartikel gelatin diproduksi dengan dua tahap desolvasi. Caranya yaitu
mengikat DNA oleh interaksi elektrostatik ke permukaan partikel ( Zwiorek et al,
2004)

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


15

2.3 Analisa sampel


2.3.1 Spektofotometri UV-Visible
Spektrofotometri adalah metode analisis zat berdasarkan interaksi materi
dengan radiasi ultramagnetik (Fessenden, 1982).Dasar dari spektofotometri UV-VIS
adalah absorpsi. Absorpsi dalam daerah ultraviolet dapat menyebabkan eksitasi
electron yang meliputi transisi electron π,σ,n,d,f, dan transfer muatan. Panjang
gelombang serapan merupakan perbedaan ukuran tingkat-tingkat energi dari electron
yang tereksitasi.Oleh karena itu puncak absorpsi (λmaks) dapat dihubungkan dengan
jenis-jenis ikatan yang ada dalam spesies.Sumber radiasi yang dipancarkan dan
seberapa besar radiasi yang diserap oleh larutan harus memenuhi hokum Lambert
Beer.Hukum lambert Beer menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak
bergantung pada intensitas sumber cahaya, tetapi bergantung dengan banyaknya
molekul yang menyerap (Fessenden, 1982).

2.3.2 Pengukuran Total Flavonoid Dengan Metode AlCl3,

Pengukuran ini dimulai dengan melakukan hidrolisis terhadap sampel. Hal ini
bertujuan flavonoid dalam bentuk glikosida (flavonoid yang masih terikat dalam
gula) dapat terurai menjadi flavonoid dalam bentuk gugus aglikon (flavonoid tunggal)
karena analisis flavonoid akan lebih baik dalam bentuk aglikonnya (Chang et al,
2002).
Prinsip dari metode pewarnaan ini adalah AlCl3 membentuk kompleks asam
yang stabil dengan C-4 gugus keto, lalu dengan C-3 atau C-5 gugus hidroksil dari
flavon dan flavonol. Selain itu AlCl3 juga membentuk kompleks asam yang labil
dengan gugus ortodihidroksil pada cincin A atau cincin B dari flavonoid (Chang et
al.2002) sehingga akan mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 415
nm.
Standar uji yang digunakan dalam analisa total flavonoid adalah quercetin,
perhitungan kadar total flavonoid sampel didapatkan dengan cara memasukan nilai

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


16

absorbansi larutan sampel ke dalam persamaan linieritas kurva standar flavonoid


yang telah dibuat.
Persamaannya yaitu : y = ax + b
Keterangan y = Absorbansi sampel
x = Kadar total flavonoid sampel (µg/mL)
a = Slope dari kurva standar
b = Intersep dari kurva standar
Kandungan total flavonoid sampel diekspresikan dengan microgram (µg) quercetin
µ𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝑙𝑎𝑣𝑜𝑛𝑜𝑖𝑑 µ𝑔 = 𝑉 𝑚𝐿 × 𝐶 𝑚𝐿

V = Volume akhir sampel


C = Konsentrasi sampel

2.3.3 Pengukuran Kadar Polifenol Dengan Metode Follin-Ciocalteau

Uji kadar polifenol didasarkan pada prinsip reaksi oksidasi-reduksi dengan


menggunakan metode Follin-Ciocalteau. Reagen Follin-Ciocalteau merupakan
campuran asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat. Antioksidan dapat mereduksi
reagen sehingga terbentuk kompleks warna biru (kromatogen) dengan absorbansi
maksimum pada panjang gelombang 745-750 nm ( Asam fosfotungstat (P2W18O62-7)
tereduksi menjadi H2P2W18O62-8 dan asam fosfomolibdat (H2P2Mo18O62-6) tereduksi
menjadi H6P2Mo18O62-6 (Wuisan, 2007)
Uji kadar polifenol memiliki kelebihan, yaitu dapat menghitung secara
kuantitatif semua grup fenolik seperti antosianin, dan fenolik. Namun demikian, uji
kadar polifenol juga memiliki kelemahan, antara lain tidak mampu membedakan tipe-
tipe fenol yang terkandung (monomer/dimer/trimer). Selain itu, keberadaan protein ,
asam nukleat, dan asam askorbat dapat mempengaruhi uji polifenol (Häkkinen, 2000)

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


17

Standar uji yang digunakan dalam analisa total polifenol adalah asam galat,
perhitungan kadar total polifenol dari sampel didapatkan dengan cara memasukan
nilai absorbansi larutan sampel ke dalam persamaan kurva standar polifenol yang
telah dibuat (Wuisan, 2007). Kadar total polifenol sampel berbanding lurus dengan
absorbansi.
Persamaannya yaitu : y = ax + b
Keterangan y = Absorbansi sampel
x = Kadar total polifenol sampel(µg/mL)
a = Slope dari kurva standar
b = Intersep dari kurva standar
Kandungan total polifenol sampel diekspresikan dengan microgram (µg) asam galat
µ𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑜𝑙𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑙 µ𝑔 = 𝑉 𝑚𝐿 × 𝐶 𝑚𝐿

V = Volume akhir sampel (mL)


µ𝑔
C = Konsentrasi sampel (𝑚𝐿 )

2.3.4 Elektroforesis SDS - PAGE

Elektroforesis merupakan salah satu metode mengetahui kemurnian sampel


dimana sampel ditempatkan dalam medan listrik. Sampel akan ditempatkan dalam
medan listrik pada pH dan arus konstan. Protein pada setiap pH memiliki muatan
bersih rata - rata selain pH isoelektrik. Hal ini menyebabkan protein bergerak dalam
medan listrik. Mobilitas molekul protein akan berbanding terbalik dengan ukuran
molekul. Molekul yang memiliki berat 20 kDa akan memiliki mobilitas yang berbeda
dengan molekul 40 kDa. Gel poliakrilamid yang divariasikan kerapatan porinya
digunakan sebagai lintasan sampel protein (Alberts et al, 1994).
Pada elektroforesis SDS - PAGE, sampel didenaturasi terlebih dahulu dengan
deterjen Sodium Dodecyl Sulfate (SDS). SDS akan mendenaturasi struktur sekunder

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


18

protein serta ikatan non disulfida yang dihubungkan dengan struktur tersier. Senyawa
ini mengikat daerah hidrofobik molekul protein sehingga menyebabkannya terurai
menjadi rantai polipeptida yang panjang. Molekul protein individu dilepaskan dari
asosiasinya dengan protein lain dan lipid, serta bebas terlarut pada larutan SDS
(Alberts et al, 1994).
SDS memberikan muatan negatif pada sampel protein sehingga protein dapat
bergerak menuju anoda saat diberi medan listrik. Selain itu juga akan membuat
agregat terlarut dan terkonversi menjadi rantai polipeptida tunggal sehingga tidak
menyumbat pori-pori gel dan molekul protein memiliki muatan yang seragam
sehingga pemisahan hanya bergantung pada ukuran molekul. Molekul dengan ukuran
yang mirip, akan lebih mudah dipisahkan jika menggunakan teknik SDS - PAGE
Berat molekul komponen protein pada sampel kemudian ditera berdasarkan protein
marker yang juga di-running, dan sudah diketahui pasti berat molekulnya (Scopes,
1993).
2.3.5 Uji Kadar Protein Lowry

Uji protein Lowry adalah biokimia assay untuk menentukan tingkat total
protein dalam suatu larutan. Konsentrasi total protein ditunjukkan oleh perubahan
warna larutan sampel secara proporsional dengan konsentrasi protein. Metode Lowry
merupakan pengembangan dari metode Biuret. Reaksi yang terlibat adalah kompleks
Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis
Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I) (Sudarmanto, 2008).

Ion Cu+ kemudian akan mereduksi pereaksi Folin-Ciocalteu, kompleks


phosphomolibdat-phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan
heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping
asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif dan diukur
absorbansinya pada 750 nm. Kekuatan warna biru bergantung pada konsentrasi residu
tryptophan dan tyrosine-nya yang menunjukan konsentrasi total protein dalam
sampel. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode
Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


19

berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak
interferensinya akibat kesensitifannya (Sudarmanto, 2008).

2.3.6. Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Nano


Pengukuran distribusi partikel nano menggunakan particle size analyzer
(PSA), sampel yang ada didispersikan menggunakan pelarut yang sesuai, lalu akan
dilewatkan sinar photon yang berfungsi berinteraksi dengan partikel yang ada, dari
intensitas interaksi tersebut akan diterjemahkan kedalam diameter ukuran partikel di
dalam display data. (Susanti, 2010)

Gambar 2.6. Alat Particle Size Analizer (PSA)

2.3.7. Pengukuran Morfologi Partikel Nano


Karakterisasi morfologi partikel nano menggunakan teknik transmission
electron microscopy (TEM) untuk melihat objek gambar dari spesimen.Aplikasi dari
TEM yaitu untuk melihat visualisasi koloid cairan struktur nano yang membutuhkan
vitrifikasi yang cepat dari sampel, sehingga teknik ini disebut sebagai cryo-
TEM.(Yean Won, 2003)
Prinsip dari metode cryo TEM yaitu, elektron ditembuskan ke dalam obyek
pengamatan dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar
display.spesimen yang ingin dilihat harus spesimen beku terhidrasi, dan disimpan

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


20

pada suhu nitrogen cair selama pengamatan tersebut (Yean Won, 2003).Analisis
TEM dilakukan di Lembaga Bio Molekular Eijkman, Jakarta.

Gambar 2.7.Alat Transmission Electron Microscopy (TEM)

2.4 State of The Arts


Keuntungan dari teknologi nano pada makanan atau obat-obatan, diantaranya
adalah membuat penyimpanan makanan lebih lama, dan tidak mudah rusak, rasa yang
tidak berubah, tidak terlalu mahal, mudah diserap oleh tubuh dan aman untuk di
konsumsi (Sjaikhurrizal, 2010).
Penelitian tentang nanofood sedang berkembang saat ini, seperti nanofood
dengan penyalut protein.Protein memiliki fungsi unik, selain proteinnya bermanfaat
bagi tubuh, protein pun dapat digunakan untuk menyalut senyawa bioaktif

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


21

tertentu.Dalam perkembangannya protein dapat berfungsi juga sebagai pembawa


makanan (carier) dan menyalut senyawa yang hidrofob (Semo et al, 2007).
Propolis yang memiliki banyak zat bioaktif didalamnya memiliki sifat
yanghidrofob sehingga tidak optimal diserap oleh tubuh (Hamada et al, 1996).Oleh
karena itu pertu ada perlakuan terhadap propolis sebelum dikonsumsi agar dapat
diserap optimal oleh tubuh, salah satunya adalah dengan membuat produk berukuran
nano (Chen et al, 2006).
Penelitian nanofood propolis hingga kini baru dilakukan oleh Dong-Myung
Kim, 2008, dimana penyalut yang digunakan adalah polimer sintetis, yaitu kopolimer
N-isopropylacrylamide (NIPAAM),N-vinyl-2-pyrrolidone (VP), poly(ethylenglycol)
monoacrylate (PEG-A) lalu disintesis dengan radikal bebas. Lalu ditambahkan
propolis kedalam polimer tersebut. Pada penelitian ini, metode pengeringan yang
digunakan yaitu liopilisasi
Penelitian nanofood dengan menggunakan penyalut protein banyak dilakukan,
terutama untuk senyawa yang hidrofob (Semo et al, 2007), oleh karena pada
penelitian kali ini akan dilakukan percobaan penelitian pembuatan nanofood propolis
dengan penyalut protein, karena propolis memiliki sifat hidrofob.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


22

Nano carriers
Polisakarida Lipid Protein Polymer
kitosan ,Kevin,A Janes
Doxorubicin
et al (2001)
cochleates, Leila Zarif
amphotericin B
S et al (2002)
e archaeosomes,
Vaccine
n Benvegnu, T (2009)
y Bone
Albumin, Sufeng
a morphogenetic
Zhang,et al (2008)
w protein-2 (BMP-2)
a Gelatin, Laus
Gene DNA Zwiorek, et al
A (2005)
k kasein, Efrat
t Vit D2
Semo (2007)
i
f (NIPAAM),N-vinyl-
Penelitian Yang 2-pyrrolidone (VP),
Propolis
Dilakukan Dong-Myung Kim
et al (2008)

Gambar 2.8. State of The Art pembuatan nanofood propolis dan ruang lingkup
penelitian

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioproses Kimia Departemen Teknik
Kimia Universitas Indonesia, Depok. Diagram alir penelitian pembuatan nanofood
propolis dengan penyalut casein micelle, ditunjukkan gambar 3.1.

Studi Literatur

Analisa derajat
pemisahan propolis
Isolasi Casein dari Ekstraksi dengan waxnya
susu sapi Propolis dari Total flavonoid
sarang lebah Total Polifenol

Penyalutan propolis
dengan casein
micelle

Efisiensi Distribusi Morfologi


Penyalutan Ukuran nanopartikel
Partikel

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian pembuatan nanofood propolis menggunakan


penyalut casein micelle.

23

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


24

Tahapan awal penelitian adalah studi literatur yang dilakukan dengan


mempelajari jurnal publikasi nasional maupun internasional yang berkaitan dengan
penelitian propolis dan casein micelle sebelumnya. Langkah berikutnya adalah
pembuatan casein, dengan mengisolasinya dari susu sapi. Ekstraksi propolis
menggunakan pelarut etanol, kemudian hasil ekstrak propolis dianalisa derajat
pemisahanya dari wax. Metode pengukuran yang digunakan menggunakan alat
spektrofotometer dengan membandingkan absorbansi pada dua panjang gelombang
yaitu pada panjang gelombang 310 nm dan 660 nm (A310/A660). Pengujian kualitas
propolis diuji dengan dua parameter yaitu total flavonoid dan total polifenol.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan nanofood dengan penyalut casein
micelle, metodenya adalah mencampurkan casein yang sudah ditambahkan Buffer pH
10 lalu ditambahkan propolis, diaduk sampai rata menggunakan magnetic stirrer
pada suhu 37 ºC di hotplate. Untuk menghasilkan partikel nano, hasil pencampuran di
lakukan proses ultrasonik selama 15 menit. Lalu produk di saring, lalu dianalisis
kandungan total flavonoid, total polifenol, distribusi ukuran partikel dan morfologi
partikel nano.
Analisis total flavonoid menggunakan metode alumunium klorida (AlCl3)
sample yang ditambahkan AlCl3 memberikan warna biru , lalu dibaca absorbansinya
pada alat spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm, standar yang digunakan
adalah quercetin. Sedangkan analisis total polifenol menggunakan metode Follin
Ciocalteu, sampel yang ditambahkan pereaksi Follin Ciocalteu memberikan warna
biru tua, lalu dibaca absorbansinya dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 765 nm, standar yang digunakan adalah asam alat. Pengukuran distribusi
ukuran partikel menggunakan alat Particel Size Analizer (PSA), untuk morfologi
partikel nano menggunakan alat transmission electron microscopy (cryo-TEM)

3.2. Alat dan Bahan Penelitian


Pada penelitian pembuatan nanofood propolis dengan penyalut casein micelle
digunakan alat dan bahan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


25

3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam pengujian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
No. Alat Kegunaan
1 Erlenmeyer 250 mL Untuk wadak Ekstraksi Propolis
2 hotplate Untuk menjaga suhu reaksi
3 Labu ukur 10 mL Wadah untuk melarutkan
4 Labu ukur 50 mL Wadah untuk membuat larutan
5 Labu ukur 25 mL Wadah untuk mecampurkan
6 Tabung kerucut Wadah untuk mencampurkan
7 Kaca arloji Wadah untuk menimbang
8 Desikator Menyimpan mikrosfer hingga digunakan
9 Corong Alat bantu memasukkan cairan
10 Batang pengaduk Mengaduk larutan
11 Sentrifugasi Mengendapkan
12 Timbangan Menimbang propolis
13 Pipet tetes Untuk menera labu ukur dan menambahkan
pereaksi
14 Pipet ukur Menambahkan suatu larutan dengan volume
tertentu
15 Amicon 8050 stirred ultra- Memfilter proses ultrafiltrasi
filtration
16 Spektrofotometer Membaca absorbansi sampel
17 Ultrasonic Untuk membuat partikel nano
18 cryogenic transmission Untuk melihat morfologi partikel nano
electron microscopy (cryo-
TEM)
19 Mikropippet Memindahkan larutan secara kuantitatif
20 Particle Size Analizer (PSA) Mengukur Distrisbusi Ukuran Partikel

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


26

3.2.2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 3.2:
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan
No Bahan Kegunaan
1 Sarang Lebah Sebagai bahan baku untuk mendapatkan propolis
2 Etanol 96% Digunakan untuk mengekstraksi propolis
4 Tripotasium citrate Digunakan untuk pereaksi pembuatan nanofood
5 Buffer posfat Digunakan untuk pereaksi pembuatan nanofood
6 Kalsium klorida Digunakan untuk pereaksi pembuatan nanofood
7 Asam Klorida Digunakan untuk mempertahankan pH pada
pembuatan nanofood

8 Sodium Hidroksida Digunakan untuk mempertahankan pH pada


pembuatan nanofood

9 Pereaksi Follin Ciocalteu Digunakan untuk analisa total polifenol


10 Natrium karbonat Digunakan untuk pereaksi pada analisa total
polifeneol
11 Asam Gallat Standar Untuk analisa total polifenol
12 Digunakan untuk pereaksi analisa total flavonoid
Aluminium klorida

13 Potassium acetate Untuk Hidrolisis analisa total flavonoid


14 Quercetin Standar uji untuk analisa total flavonoid
15 Rennet Untuk pembuatan isolasi Kasein
16 Susu sapi Untuk bahan pembuatan casein
17 Aquades Untuk melarutkan atau mengencerkan sampel

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


27

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1 Isolasi Casein Dari Susu Sapi
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan casein dari susu sapi.
Susu sapi yang telah dipasterusiasi didinginkan hingga suhu 30°C. Kemudian
pHnya diturunkan hingga pH 6.4 menggunakan HCl 1 N, lalu susu didiamkan
selama 1 jam pada suhu 30°C. Untuk menggumpalkan kasein dalam susu,
ditambahkan Rennet. Untuk menghasilkan endapan dilakukan agitasi pada suhu
30 ° C selama 15 menit, lalu untuk meningkatkan ukuran partikel di inkubasi
pada 30 °C selama 15 menit tanpa agitasi. Suspensi yang terbentuk disaring
dengan kertas saring . Suspensi ditambahkan aquades pada suhu 70 ° C, dan
didiamkan pada suhu ini selama 5 menit untuk menonaktifkan chymosin (enzim
yang dihasilkan rennet). Endapan casein yang dihasilkan disaring dan supernatan
dibuang.

Susu hasil Pasteurisasi pada suhu 30 C,


diasamkan dengan HCl sampai pH 6,4

Ditambahkan Rennet lalu di agitasi pada suhu 30 C selama 15 menit, lalu


di inkubasi tanpa agitasi pada suhu 30 C selama 15 menit

Endapan yang terbentuk disaring, lalu endapan ditambahkan aquades pada


suhu 70 C,diamkan selama 5 menit, lalu endapaan disaring kembali

Endapan Casein

Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Isolasi Casein Dari Susu Sapi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


28

3.3.3. Ekstraksi Propolis


Proses ekstraksi propolis dari sarang lebah menggunakan pelarut etanol.
Sebanyak 130 gram sarang lebah madu ditambahkan 1 liter pelarut etanol 96%
lalu di maserasi selama 16 jam, kemudian di saring menghasilkan supernatant
dan ampas. Untuk menghasilkan pemisahan optimal supernatant propolis dari
waxnya, maka dilakukan variasi pengenceran pada propolis menggunakan
aquades, yaitu 40,60,65,70,80 % ekstrak etanol propolis. Kemudian larutan di
inkubasi pada suhu 50oC selama 30 menit. Untuk mempermudah proses
pengendapan larutan di simpan didalam freezer, selama satu malam. Dilanjutkan
inkubasi pada suhu ruang, sampai larutan menjadi jernih dan terbentuk dua
lapisan, lapisan atas yang jernih dan lapisan bawah yang viskos berwarna coklat
(Sahlan, 2010), lalu diukur derajat pemisahannya menggunakan
spektrofotometer, dengan rasio pada panjang gelombang 310 nm dan 660 nm
(A310/A660). (Hamada et al, 1996) Propolis yang memiliki derajat pemisahan
paling tinggi akan di salut menggunakan casein.

Sarang lebah 130 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96%,


selama 16 jam lalu disaring menghasilkan supernatan

Supernatan propolis diencerkan dengan aquades, beberapa


variasi pengenceran 40,60,65,70,80 % etanol, lalu
diinkubasi pada suhu 50 C selama 30 menit

Diinkubasi kembali di Freezer selama 12 jam, akan


terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang jernih, dan
lapisan bawah cokelat tua, lalu saring dengan kertas saring

Hasil penyaringan dibaca Absorbansi masing-masing


propolis pada panjang gelombang 310 dan 660 nm,

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Ekstraksi Propolis Dari Sarang Lebah

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


29

3.3.3. Penyalutan Ekstrak Propolis dengan casein micelle


Perincian pembuatan nanofood propolis ini, yaitu 5 g casein ditambahkan
larutan buffer posfat pH 10 sebanyak 50 mL, lalu distirer selama 15 menit,
kemudian ditambahkan propolis 5 mL, lalu ditambahkan CaCl2 10% setiap 5
menit sebanyak enam kali, selama proses penambahan CaCl2 pH campuran
dijaga pada pH 7 menggunakan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Untuk
menghasilkan campuran partikel berukuran nano, maka campuran di ultrasonic
selama 5 menit dengan intensitas 30%. . Lalu campuran disaring dengan kertas
saring Whatman No.42, untuk endapan yang tertinggal dilarutkan kembali
dengan Buffer, untuk supernatant dilakukan ultrafiltrasi dengan amicon ultra-15.
Endapat yang terdapat pada filter didispersikan dengan buffer posfat. Pada
campuran, endapan, dan supernatant dilakukan analisa total polifenol, total
flavonoid, kadar protein, dan identifikasi protein dengan SDS-Page.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


30

Ditimbang Casein dari Susu Sapi 5,0219


g ,lalu ditambahkan Buffer fosfat pH 10
50 mL
Distirer 15
menit

Ditambahkan Propolis 5 mL sambil di


stirer

Ditambahkan CaCl2 10% 1 mL setiap 5


menit sebanyak enam kali

Campuran di ultrasonic selama 5 menit


dengan intensitas 30%

Dilakukan mikrofiltrasi dengan kertas


saring Whatman No.42

Endapan ditimbang 4,0071


g, diencerkan dengan Buffer Hasil Supernatan
Posfat 10 mL lalu di Vortex dilakukan ultrafiltrasi

Endapan didispersikan
dengan Buffer Fosfat Hasil Ultrafiltrasi
sampai volume 14 mL dianalisa

Gambar 3.4. Proses Penyalutan Propolis Menggunakan Casein Micelle

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


31

3.3.4. Metode analisis


Analisis yang akan dilakukan adalah analisis kandungan total flavonoid
menggunakan metode aluminium klorida, analisis total polifenol menggunakan
metode Follin Ciocalteu, Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrilamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE), kadar protein dengan metode Lowry, analisa
distribusi ukuran partikel dengan Particle Size Analizer (PSA), analisa morfologi
partikel nano menggunakan cryo TEM

3.3.4.1 Analisa Total Flavonoid


Metode Aluminium klorida (AlCl3) digunakan untuk penentuan kadar
total flavonoid dalam ekstrak etanol propolis (EEP), maupun nanofood
propolis. Standar yang digunakan adalah quercetin, pertama dibuat kurva
kalibrasi untuk quercetin (pada konsentrasi 12,5 ; 25,0 ; 50,0 ; 80,0; dan 100
µgmL-1 dalam methanol). Sampel EEP dan nanofood propolis dipipet
sebanyak 0,5 mL, lalu ditambahkan methanol 1,5 mL, 0,1 mL 10%
AlCl3(m/v), 0,1 mL 1 M potassium acetate dan 2,8 mL aquades. Setelah di
inkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan, lalu absorbansi sampel dapat di
ukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm.
3.3.4.2 Analisa Kandungan Total Polifenol
Penentuan kadar total polifenol menggunakan metode Follin
Ciocalteu. Standar yang digunakan adalah asam galat dengan konsentrasi 0 ;
50 ; 100 ; 150 ; 200; 250 ; µg mL-1 dilarutkan dengan methanol : aquades
(50:50, v/v). Untuk pengukuran sampel 0,5 mL sampel ditambahkan
pereaksi Follin sebanyak 5 mL dan 4 mL 1 M Na2CO3, lalu diaduk dan
didiamkan selama 15 menit pada suhu ruangan, selanjutnya absorbansinya
diukur dengan menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 765
nm.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


32

3.3.4.3.Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Lowry

Pengujian kadar protein Metode Lowry menggunakan larutan Biuret


(1 ml larutan CuSO4 1% dan larutan 1 ml NaK-Tartrat 1% dimasukan ke
dalam 100 ml larutan Na2CO3 2%) dan reagen Folin Fenol Ciocalteu 1N.
Kurva standarnya menggunakan protein bovine serum albumin (BSA)
200µg/ml. Rentang waktu inkubasi antara memasukkan larutan biuret dan
reagen Folin adalah 3 menit, sedangkan rentang waktu inkubasi antara reagen
Folin dan pengukuran absorbansi adalah 12 menit. Setelah memasukan larutan
biuret dan Folin harus dicampur menggunakan vortex mixer. Serapan masing-
masing larutan diukur tepat pada menit ke-12 yang ditetapkan pada panjang
gelombang 750 nm.
Tabel 3.1 Penentuan kadar protein dengan metode Lowry
1 2 3 4 5

BSA (mL) 0 0,8 1,2 1,5 -

Sampel (mL) - - - - 0,5

Aquades (mL) 2 1,2 0,8 0,5 1,5

Biuret 5 mL

Follin 0,5 mL

3.3.4.4 Identifikasi Protein Dengan Metode Sodium Dodecyl Sulphate-


Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Plate pembentuk gel disusun seperti petunjuk yang diberikan. Gel


pemisah dibuat dengan cara menyiapkan tabung polipropilen 50 ml. Sebanyak
3.125 ml stok akrilamid dimasukkan dalam tabung, kemudian sebanyak 2.75
ml 1M Tris-pH 8.8 juga dimasukkan. Akuabides dimasukkan sebanyak 1.505
ml. SDS 10% kemudian dimasukkan sebanyak 75 ml. Sebanyak 6.5 ml
TEMED dimasukkan, kemudian tabung ditutup dan digoyang secara perlahan.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


33

APS 10% dimasukkan sebanyak 75 ml, tabung. Larutan segera dituang ke


dalam plate pembentuk gel menggunakan mikropipet 1 ml (dijaga agar tidak
terbentuk gelembung udara), hingga batas yang terdapat pada plate. Aquades
perlahan ditambahkan di atas larutan gel dalam plate sehingga permukaan gel
tidak bergelombang. Gel dibiarkan memadat selama kurang lebih 30 menit
(ditandai dengan terbentuknya garis transparan di antara batas air dan gel
yang terbentuk). Air yang menutupi gel pemisah selanjutnya dibuang. Bila gel
pemisah telah memadat, gel penumpuk 3% disiapkan dengan cara yang sama,
tetapi dengan volume larutan yang meliputi : 30% acrylamide-bis sebanyak
0.45 ml, 1 M Tris-pH 6.8 sebanyak 0.38 ml, akuabides sebanyak 2.11 ml,
10% SDS sebanyak 30 ml, TEMED sebanyak 5 ml, dan 10% APS sebanyak
30 ml. Setelah gel penumpuk dimasukkan, maka selanjutnya sisiran
diletakkan di atasnya.
Plate yang sudah berisi gel dimasukkan ke dalam chamber
elektroforesis. Elektroda buffer dituang sampai bagian atas dan bagian bawah
gel terendam. Gelembung udara yang mungkin terbentuk pada dasar gel atau
di antara sumur sampel harus dihilangkan. Sampel dimasukkan ke dalam
dasar sumur gel secara hati-hati menggunakan Hamilton syringe. Syringe
dibilas sampai tiga kali dengan air atau dengan elektroda buffer sebelum
dipakai untuk memasukkan sampel yang berbeda pada sumur gel berikutnya.
Perangkat elektroforesis dihubungkan dengan power supply untuk
memulai pemisahan. Pemisahan dilakukan pada arus konstan 20 mA selama
kurang lebih 40-50 menit atau sampai tracking dye mencapai 0.5 cm dari
dasar gel. Bila pemisahan telah selesai, elektroda buffer dituang dan gel
diambil dari plate.
Tahapan ini memerlukan larutan staining untuk mewarnai protein pada
gel dan larutan destaining untuk menghilangkan warna pada gel dan
memperjelas pita protein yang terbentuk. Larutan staining 1 liter terdiri atas
Coomassie Blue R-250 sebanyak 1.0 g, metanol sebanyak 450 ml, akuades
sebanyak 450 ml dan asam asetat glasial sebanyak 100 ml. Larutan destaining

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


34

1 liter terdiri atas metanol sebanyak 100 ml, asam asetat glasial sebanyak 100
ml, dan akuades sebanyak 800 ml. Gel direndam dalam 20 ml larutan staining
sambil digoyang selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu, larutan staining
dituang kembali pada wadahnya. Gel direndam dalam 50 ml larutan
destaining setelah dicuci dengan air beberapa kali, sambil digoyang selama
kurang semalaman atau sampai band protein terlihat jelas.
3.3.4.5 Analisa Distribusi Ukuran Partikel Dan Morfologi Partikel Nano

Untuk morfologi nanopartikel menggunakan alat transmission electron


microscopy (TEM), tekniknya adalah spesimen disusun dalam suatu
controlled environment vitrification system (CEVS) , suhu dan kelembaban
dikontrol untuk menghindari hilangnya senyawa yang volatil. Sampel
distabilkan di CEVS selama satu jam. Kemudian, ditempatkan spesimen
sampel pada grid tembaga TEM dan ditutupi dengan film karbon berlubang,
lalu diseka dengan kertas filter untuk membentuk sebuah film tipis (ketebalan
100-200 nm). Sampel akan menjadi beku setelah didinginkan oleh nitrogen
cair, lalu elektron ditembuskan ke dalam sampel yang ingin diamati, hasil
pengamatan dilihat pada layar display
Pengukuran distribusi partikel nano menggunakan particle size
analyzer (PSA), sampel yang ada didispersikan menggunakan pelarut yang
sesuai, lalu akan dilewatkan sinar photon yang berfungsi berinteraksi dengan
partikel yang ada, dari intensitas interaksi tersebut akan diterjamahkan
kedalam diameter ukuran partikel di dalam display data.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Ekstraksi Propolis Dari sarang lebah
Metode yang digunakan untuk mengekstrak propolis dari sarang lebah adalah
metode maserasi. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi untuk bahan-
bahan yang tidak tahan panas, yaitu dengan merendam bahan dengan pelarut tertentu
dan dalam jangka waktu tertentu. Pelarut yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah etanol 96% yang bersifat semi polar, sehingga senyawa -senyawa aktif dengan
kepolaran berbeda diharapkan dapat terekstrak dengan sempurna. Dalam metode
maserasi ini, selain propolis yang terekstrak, lilin (wax) dalam sarang lebah pun ikut
terekstrak, lilin lebah dianggap sebagai pengotor dalam ekstrak propolis, maka perlu
dilakukan pemisahan agar yang dihasilkan hanya propolis.
Pemisahan optimal propolis dilakukan dengan cara melakukan variasi
pengenceran terhadap hasil ektraksi menggunakan aquades, lalu dihitung rasio
absorbansinya pada panjang gelombang maksimumnya yaitu untuk propolis dan wax
nya, tujuan pemisahan ini adalah agar kelarutan wax terhadap etanol semakin
berkurang sehingga wax yang terkandung dalam propolis akan mengendap lalu
dipisahkan dengan cara disaring

Gambar 4.1 Pemisahan Propolis dengan Waxnya

35

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


36

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa wax terpisah dari propolisnya, setelah itu
disaring dan dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum yang didapat. waxnya

Gambar 4.2. Grafik Scanning Propolis Cibubur

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


37

Dari gambar 4.2, didapat panjang gelombang maksimum untuk propolis 310
nm dan untuk wax dari propolis 660 nm, berikut data absorbansi hasil perhitungan
derajat pemisahan propolis dan wax
Tabel 4.1 Perhitungan Derajat Pemisahan Propolis dan Wax
Derajat Pemisahan
Konsentrasi Abs 310
FP Abs310 x FP Abs 660 (Abs 310/ Abs 660)
Propolis
40% 10 0.588 5.880 0.022 267.273
60% 10 0.917 9.170 0.005 1834.000
65% 10 1.387 13.870 0.008 1733.750
70% 10 1.441 14.410 0.007 2058.571
80% 10 1.515 15.150 0.072 210.417
96% 10 1.614 16.140 0.011 1467.273
.
Dari table 4.1 didapatkan derajat pemisahan propolis cibubur optimal terdapat
pada propolis dengan konsentrasi etanol 70 %. Untuk propolis yang berasal dari
daerah lain memiliki hasil yang berbeda, Karena kandungan komposisi kimia dalam
propolis berbeda setiap daerah, tergantung dari makanan lebah tersebut tinggal.

4.2 Isolasi kasein dari susu sapi


Casein yang digunakan dari susu sapi karena kandungan casein dalam susu
sapi lebih besar dibandingkan dengan susu kambing, selain itu susu sapi lebih mudah
didapatkan. Casein didapatkan dengan menambahkan rennet pada susu sapi, sehingga
terbentuk endapan. Dalam rennet terdapat enzim chymosin yang menghidrolisis
ikatan spesifik pada kappa-casein susu, sehingga terjadi pemutusan ikatan, pada susu,
kappa-casein bertindak sebagai stabilizer (Kristy, 2008). Setelah aktivitas ini dirusak
oleh chymosin, akan terjadi koagulasi. sehingga casein dapat mengendap dan dapat
dipisahkan dengan cara disaring.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


38

(A) (B)
Gambar 4.3 Pengendapan Casein.(4.A.) Susu Sapi sebelum penambahan
rennet (4.B) Casein yang mengendap

Gambar 4.3 adalah hasil pengendapan casein dari susu sapi, setelah
diendapkan, casein yang dihasilkan dibilas dengan aquades suhu 70 ºC, yang
berfungsi untuk menghilangkan enzim chymosin. Endapan yang dihasilkan disimpan
pada suhu 0 C, dan tertutup rapat, karena mudah diserang bakteri.

4.3 Penyalutan Propolis Menggunakan Cassein Micelle


Larutan yang digunakan untuk proses penyalutan adalah buffer posfat, Buffer
posfat berfungsi mempertahankan pH pada pH 7, dan berfungsi membentuk kembali
jembatan calcium posfat, dengan penambahan CaCl2 secara bertahap agar casein
dapat menyalut propolis. Propolis yang digunakan dalam proses penyalutan adalah
propolis dengan konsentrasi etanol 70%. Setelah proses pencampuran casein dan
propolis, untuk memperkecil campuran menjadi partikel nano digunakan gelombang
ultrasonic, sehingga terjadi kavitasi akustik. Kavitasi akustik menghasilkan
gelembung udara yang dapat memecahkan partikel yang ada dalam larutan.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


39

Gambar 4.4.Proses Penyalutan Propolis menggunakan Casein Micelle

Gambar 4.4 merupakan produk hasil penyalutan berbentuk cairan kental. Pada
penelitian yang dilakukan Semo et al (2007), proses membentuk ukuran nano yang
digunakan adalah proses sentrifugasi bertekanan tinggi. Pada penelitian kali ini,
dilakukan modifikasi dengan menggunakan gelombang ultrasonic, dan hasilnya tidak
mempengaruhi aktifitas dari produk yang dihasilkan.
4.3.1 Efisiensi Penyalutan Propolis
Proses penyalutan propolis menggunakan casein micelle menghasilkan
ukuran partikel yang berbeda-beda. Untuk memisahkan partikel nano pada produk
penyalutan, dilakukan pemisahan menggunakan kertas saring Whatman No.42, dan
untuk mengetahui efisiensi penyalutan dilakukan ultrafiltrasi menggunakan amicon
ultra-15 (centrifugal filter device) terhadap supernatan hasil mikrofiltrasi. Efiseinsi
penyalutan diketahui dengan membandingkan hasil analisa propolis dan analisa
supernatant hasil ultrafiltrasi.
Analisa pertama yang dilakukan adalah analisa spektrometri dengan
mengetahui kandungan zat aktif ( total polifenol & total flavonoid) pada propolis dan
produk penyalutan. Untuk meyakinkan proses penyalutan dilakukan Analisa High
Performance Liquid Chromatography (HPLC), dan identifikasi protein menggunakan
SDS-PAGE. Analisa HPLC hanya dilakukan pada propolis dan supernatant hasil

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


40

ultrafiltrasi sehingga muncul perbedaan kromatogram dari kedua sampel tersebut.


Analisa SDS-PAGE untuk melihat perbedaan profil bend dari casein dan produk
nanofood yang dibuat.

4.3.1.1 Hasil Uji Spektrometri


Penguian spektrometri yang dilakukan menggunakan tiga parameter analisa,
yaitu kadar polifenol, kadar flavonoid, dan kadar protein. Metode yang digunakan
untuk mengukur polifenol adalah metode folin ciocalteau, dimana sampel bila ada
senyawa polifenol akan memberikan warna biru setelah penambahan pereaksi follin,
lalu absorbansinya diukur dengan spektrofotometer, hasil yang didapat dibandingkan
dengan standar uji yang digunakan, yaitu asam galat.
Untuk analisa flavonoid menggunakan metode aluminium klorida (AlCl3),
dimana sampel bila ada senyawa flavonoid akan memberikan warna kuning kehijauan
setelah penambahan AlCl3, hasil yang didapat dibandingkan dengan standar ujinya
yaitu quercetin. Untuk analisa kadar protein menggunakan metode Lowry, bila ada
protein akan memberikan warna biru setelah penambahan pereaksi follin, lalu
absorbansinya diukur dengan spektrofotometer, hasil nya dibandingkan dengan
standar uji yang digunakan, yaitu bovin serum albumin.
Tabel 4.2 Hasil Analisa Spektrometri

Kadar Kadar
Kadar Polifenol
No Keterangan Flavonoid Protein
(µg)
(µg) (µg)
1 Casein 3815.78 22338.448 1979.820
2 Propolis 954.35 1846.153 169.530
3 Produk Penyalutan 2993.31 130799.985 1583.441
4 Endapan produk 1635.96 77846.152 13.606

5 Supernatant hasil mikrofiltrasi 1765.47 1107.682 10513.501

6 Dispersi Hasil ultrafiltrasi 949.12 270.764 783.934

7 Supernatant ultrafiltrasi 314.49 112.613 403.672


𝑘𝑝 −𝑘𝑠𝑢
Efisiensi Penyalutan ( × 100%)
𝑘𝑝
KP = Kadar Propolis 67.05 % 93.90 % -
KSU = Kadar supernatant Ultrafiltrasi Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


41

Dari tabel 4.2, untuk data selain propolis dan supernatant ultrafiltrasi, tidak
dilakukan perhitungan efisiensinya, karena larutan tersebut keruh dan dapat
mempengaruhi pengukuran absorbansi spektrofotometer, sehingga kadar yang
didapatkan bukan karena adanya senyawa polifenol ataupun flavonoid, tapi
disebabkan pengaruh dari kekeruhan larutan sampel. Begitu juga untuk kadar protein,
tidak dilakukan perhitungan efisiensinya karena sampel yang keruh.
Perhitungan efisiensi penyalutan propolis dilakukan dengan membagi kadar
zat aktif pada propolis dan kadar zat aktif pada supernatant ultrafiltrasi, sehingga
didapat persentase penyalutan popolis oleh casein micelle. Dari hasil percobaan,
efisiensi penyalutan terhadap senyawa polifenol sebesar 67,05%, dan efisiensi
terhadap senyawa flavonoid sebesar 93,90 %. Jadi senyawa flavonoid dalam propolis
lebih banyak yang tersalut oleh casein micelle, dibandingkan senyawa polifenol
Menurut Chen et al (2006), efisiensi penyalutan yang baik minimal 80%,
karena manunjukkan proses yang dilakukan tidak menghilangkan zat aktif yang ada.
Pada penelitian Semo et al (2007) didapatkan efisiensi 85% dengan penyalut casein
micelle untuk menyalut senyawa tunggal yaitu vitamin D2 . Pada penelitian ini
senyawa dalam propolis heterogen (Volvi et al ,2006), sehingga dengan efisiensi
senyawa polifenol yang sebesar 67, 05 % merupakan efisiensi yang tinggi.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


42

4.3.1.2 Hasil Uji High Performance Liquid Chromatogrhapy (HPLC)


Untuk mendukung hasil efisiensi penyalutan, maka dilakukan analisa dengan
menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pada propolis dan
supernatant ultrafiltrasi, berikut kromatogram hasil uji HPLC

(A) (B)

Gambar 4.5 Hasil analisa HPLC (A) Propolis (B) Supernatan hasli ultrafiltrasi

Dari gambar 4.2, dapat dilihat perbedaan kromatogram pada waktu retensi
yang sama dari propolis dan supernatant hasil ultrafiltrasi, perbedaan perubahan
karakteristik peak pada propolis dan supernatant hasil ultrafiltrasi, menandakan
terjadinya penyalutan propolis oleh casein micelle. Bukan karena terjadinya
pengenceran dari proses penyalutan.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


43

4.3.1.3 Hasil Uji SDS PAGE


Pengujian SDS PAGE adalah identifikasi kualitatif protein berdasarkan berat
molekul senyawa protein dengan satuan kilo Dalton (kDa). Karena tiap protein
memiliki range berat molekul yang berbeda. Cassein memiliki berat molekul dengan
range 26-37 kDa (Sahu et al, 2008).
Berikut gambar hasil pengujian identifikasi protein dengan metode SDS
PAGE
M C 1 2 3 4 5
175 kDa
80 kDa
58 kDa
46 kDa

30 kDa

25 kDa

17 kDa

7 kDa

Gambar 4.6. Identifikasi Protein dengan metode SDS PAGE (C) Cassein, (M)
Marker (1) Produk (2)Endapan Produk (ampas)(3)Supernatan
Mikrofiltrasi, (4)Dispersi hasil ultrafiltrasi (5) Supernatan Ultrafiltrasi

Identifikasi protein digunakan untuk mengetahui bahwa protein yang ada


dalam penelitian ini adalah casein, selain itu juga untuk mengetahui perbedaan profil
protein yang terbentuk saat sebelum penyalutan dan sesudah penyalutan. Casein

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


44

memiliki berat molekul yang spesifik yaitu pada range 26- 37 kDa (Sahu et al, 2008),
dari gambar 4.6 terlihat garis bend di kisaran range tersebut, namun pada produk
penyalutan (1) ada bend yang hilang, itu menandakan casein telah mengalami
deformasi kembali menjadi bentuk miselia, sehingga dapat menyalut zat aktif
propolis. Untuk sampel 5 tidak terbentuk bend, karena sampel 5 adalah hasil proses
ultrafiltrasi dengan menggunakan Amicon Ultra 10.000 Da, artinya untuk protein di
atas 10 kDa tidak akan terfiltrasi, dan akan tertinggal di endapan.

4.4 Distribusi Ukuran Partikel


Pengukuran distribusi ukuran partikel nano menggunakan alat particle size
analyzer (PSA). Pengukuran distribusi partikel dilakukan untuk melihat perbedaan
ukuran terhadap produk sebelum milrofiltrasi dan sesudah mikrofiltrasi.

A B

Gambar 4.7. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel (A) Produk sebelum
Mikrofiltrasi (B) Produk Setelah Ultrafiltrasi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


45

Dari hasil pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan PSA, pada


produk sebelum mikrofiltrasi memiliki diameter ukuran partikel terbanyak sebesar
1353.7 nm, sedangkan untuk produk setelah ultrafiltrasi memiliki ukuran partikel
terbanyak sebesar 316,1 nm. Berdasarkan hasil tersebut, untuk menghasilkan produk
nanopartikel (<1000 nm)( Mohanraj & Chen, 2006) maka produk proses penyalutan
harus melalui proses mikrofiltrasi terlebih dahulu.

4.5 Morfologi Partikel Nanofood Propolis


Untuk melihat morfologi partikel nano dan penyaluran zak ektif dari propolis,
maka digunakan alat Transmission Electronic Microscopy (TEM). Penggambaran
TEM dilakukan pada produk sebelum mikrofiltrasi, dan produk setelah mikrofiltrasi,
tujuannya untuk membandingkan morfologi kedua produk dengan distribusi ukuran
partikel.

Zat Aktif

Gambar 4.8. Morfologi Nanopartikel Produk Sebelum Mikrofiltrasi


menggunakan TEM

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


46

Dari gambar 4.8 morfologi produk sebelum mikrofiltrasi terdapat


pengumpulan partikel yang belum terpecah dengan distribusi diameter ukuran
partikel 1353.7 nm, dan dapat dilihat bahwa zat aktif tidak tersebar merata pada
partikel, karena efisiensi dari proses penyalutan tidak sampai 100%.

Zat Aktif

Gambar 4.9. Morfologi Nanopartikel produk Setelah Mikrofiltrasi menggunakan


TEM

Dari gambar 4.9 dapat dilihat perbedaan morfologi dari produk sesudah
mikrofiltrasi. untuk produk setelah mikrofiltrasi partikel telah terpecah dengan
distribusi ukuran partikel 316,1 nm , dapat dilihat zat aktif tersebar merata pada
sebagian besar partikel.
Dari gambar 4.8 dan 4.9 dapat dibandingkan penyebaran zat aktifnya untuk
produk berukuran nano (<1000 nm) penyebaran zat aktif lebih merata pada
permukaan partikel dibandingkan produk berukuran lebih besar.

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


BAB V

KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan

 Propolis dapat dibuat produk nanofood dengan penyalut casein micelle


 Efisiensi penyalutan propolis oleh casein micelle untuk senyawa flavonoid
93,9 %, untuk senyawa polifenol 67,05%

Saran

 Dibutuhkan pengujian lanjutan untuk meyakinkan kualitas produk yang


dihasilkan yaitu pengujian persentase release zat aktif di dalam tubuh

47

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


DAFTAR PUSTAKA

Alberts Bruce, Dennis Bray, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts, and James D
Watson.Molecular Biology of the Cell, 3rd edition.New York: Garland
Science.( 1994).
Benvegnu, Thierry, LoïcLemiègre, and Sandrine Cammas-Marion.New Generation of
Liposomes Called Archaeosomes Based on Natural or Synthetic Archaeal
Lipids as Innovative Formulations for Drug Delivery.Recent Patents on Drug
Delivery & Formulation.3.( 2009). Pp 206-220
Bankova V, Christov R, Hegazi AG, Abd El Hady FK, Popov S.Chemical
composition of propolis from popular buds. International Symposium on
Apitherapy, Cairo 8-9th,March(1997)Pp 413-421.
Chang C, Yang M, Wen H, Chern J .Estimation of total flavonoid content in propolis
by two complementary colorimetric methods. J. Food Drug Analaysis,
10(2002).Pp 178-182
Chen,L, Gabriel E Remondetto and Muriel Subirade. Food Protein-based materials
as nutraceutical delivery system.Trends in food Science & technology17
.(2006) .Pp . 272-283
Fajrina, Intan Hapsariyani. Ketahanan Tablet PropolisTrigona spp. Sebagai
Antibakteri Terhadap Cairan Rumen In Vitro. (Skripsi) Progam Studi
Biokimia FMIPA IPB .(2009)
Fessenden & Fessenden. Kimia Organik edisi ketiga terjemahan Aloysius Hadyana
Pudjaatmaka. Erlangga. (1982).Hal 436-438
Gonzalez, Maria, Bernardo Guzman, Roxana Rudyk, Elida Romano, Maria Molina.
Spectrophotometric Determination of Phenolic Coumpounds in
Propolis.Argentine.Lat.Am.J.Pharm 22(3) (2003) Pp 243-247
Hamada, Shoich, Satoshi Iritani, Toshio Miyake. Purified Propolis-Extract, And Its
Preparation And Uses. United States Patent. 5.529.779.(1996)
Hudnall, Michael. Compotition Containing Fractionated Bee Propolis.United State
Patens 7.294.351 B2.(2007)

48

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


49

Huleihel , Mahmoud and Vladimir Isanu.Anti-Herpes Simplex Virus Effect of an


Aqueous Extract of Propolis.IMAJ .Vol 4, Supplement . (2002).Pp 923-926
Janes,Kevin, Marie P. Fresneau, Marazuela Ana, Angels Fabra et al. Chitosan
nanoparticcle as nano delivery for Doxorubicin.Journal of controlled release
elsevier 73(2001) Pp 255-267.
Kim, Dong Myung, Gee-Dong Lee, Seung-Hyun Aum, And Ho-Jun Kim.
Preparation of Propolis Nanofood and Application to Human Cancer.
Boil.Pharm Bull 31(9) (2008) Pp. 1704-1710.
Kitts, D. D., DU, K., SHIELDS, R. & WONG, P. Milk Protein [Online].
Landfood.com.Available:
http://www.landfood.ubc.ca/courses/fnh/301/protein/pro-33.html [Accessed
14 April 2011].

Lei, Dong, Xia,Suhua&Luo,,Yi &Diao.Targeting delivery oligonucleotide into


macrophages by cationic polysaccharide from Bletillastriata successfully
inhibited the expression of TNF-[alpha]. Journal of Controlled Release, 134
(30) Pp 214 – 220
Lotfy, Mahmoud. Biologycal Activity of Bee propolis in Health and Disease. Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention,Vol 7 .(2006) Pp 22-31
Marquez N, Sancho R, Macho A, et al .Caffeic acid phenethyl ester inhibits T-cell
activation by targeting both nuclear factor of activated T-cells and NF-κB
transcription factors. J PharmacolExpTher (JPET), 308,(2004) Pp 993-1001.
Maruta, Hiroshi.The direct PAK1 inhibitor, TAT-PAK18, blocks preferentially the
growth of human ovarian cancer cell lines in which PAK1 is abnormally
activated by autophosphorylation at Thr 423.(2010).Pp 451-461
Mohanraj VJ and Y Chen.Nanoparticle-A Review. Tropical Journal of
Pharmaceutical Research 5 (2006)Pp561-573.
Roy, Nayan, SamiranMondal, RajibulA.Laskar, Saswati Basu . Boigenicsyntetis of Au
and Ag nanoparticles by Indian propolis and its constituents, colloids and
surface B : Biointerface 76(2010).Pp317-325

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


50

Sahu, Abisek, NareshKasoju, AndUtpal Bora. Fluorescen Study of the Curcumin –


Casein MicelleComplexation and Its Application as a Drug Nanocarrier to
Cancer Cells.Biomacromolecules Vol.9 (2008). Pp 2905-2912
Sahlan,Muhamad, &AnattaWahyuBudiman.Simple Extraction Method of Bioactive
Indonesian Propolis for Functional Cosmetics.Proceeding 25-26 November
2010.International Seminar on Cosmetics, Recent Development in Cosmetics
(2010)
Salatino, AntonioÉrica Weinstein Teixeira, GiuseppinaNegri and Dejair
Message.Origin and Chemical Variation of Brazilian Propolis.Evidence
Based Compl And Alt Medicine,Volume 2,1 (2005).Pp.33-38
Suranto, Adji. Dahsyatnya Propolis untuk Menggempur Penyakit. Gramedia Pustaka
Utama. (2010) Hal 30-35
Sabir, A. Aktivitasantibakteri flavonoid propolis Trigonasp terhadap bakteri
Streptococcus mutans (in vitro).Majalah Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga.Vol 38 (2005). Hal 135-141.
Scope, R. K..Protein Purification, Principles, and Practice, 3rd Edition. Springer
VeriagNewyork. (1993) Pp : 15 - 21, 44 - 48, and 71 - 92.
Semo, Efrat ,EllinaKesselman, DganitDanino, YoavD.Livney . Casein micelle as a
natural nano-capsular vehicle for nutraceuticals, Food Hydrocolloids 21
(2007). Pp 936-942.
Sjaikhurrizal. Manfaat Dampak Positif Teknologi Nano Bagi Dunia Kedokteran
Farmasi dan Obat. Proceeding 28 Agustus 2010. Pameran Ritech
Expo.(2010)
Susanti, Lisa. PrinsipPenggunaan Particle Size Analizer. Nanotech Indonesia .(2010)
Volpi, Nicola, and GianlucaBergonzini.Analysis of flavonoids from propolis by on-
line HPLC-electrospray mass spectrometry.J Pharm Biomed Anal .42 (2006).
Pp 354-61
Wuisan, Christine. Penentuan Aktivitas Antioksi dan Rimpang Segar dan Rimpang
Bubuk Dengan Uji Kadar Polifenol dan Active Oxygen Method (AOM). FTP
IPB. (2007). Hal 12-13

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


51

You-Yeon Won.Imaging Nanostructured Fluids Using Cryo-TEM.Korean J. Chem.


Eng., 21(1), (2004) Pp296-302
Zarif, Leila,David S. Perlin. Amphoterin B Nanococholeates : From Cochleate
Technology. Drug Delivery Technology .Vol 2.(2002).Pp 4
Zhang Sufeng, Guilin Wang, and XiaoyueLin .Polyethylenimine-coated Albumin
Nanoparticles for BMP-2 Delivery.Biotechnol. Prog.24 (2008) Pp 945-956
Zwiorek, Kalus, Julia Kloeckner, Ernst Wagner, Gelatin Nanoparticles as a new and
simple gene delivery system. J Pharm PharmaceutSci 7(4). 2004. Pp 22-28

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


LAMPIRAN A

Penentuan Kadar Polifenol

Standar uji yang digunakan adalah Asam Galat


Tabel absorbansi standar uji
Konsentrasi
Standar Abs765 nm
(µg/mL)
0 0
25 0.344
50 0.654
100 1.23
150 1.823
200 2.36

Volume Kadar
Konsentrasi
akhir Total
Kode Sampel Abs765nm Total Polifenol
larutan Polifenol
(µg/mL)
(ml) (µg)
Propolis 2.1 190.869 5 954.35
Casein 0.7 63.596 60 3815.78
1 0.507 46.051 65 2993.31
2 2.5 163.596 10 1635.96
3 0.432 39.233 45 1765.47
4 0.475 43.142 22 949.12
5 0.284 25.778 12.2 314.49

Contoh Perhitungan konsentrasi total polifenol : y = 0,011x + 0,040


y = absorbansi sampel
x = Konsentrasi sampel
Dengan memsasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan linier yang
didapat dari standar uji, maka didapatkan konsentrasi sampel. Untuk mengetahui
kadar polifenol suatu larutan, maka konsentrasi dikalikan dengan volume akhir
larutan

52

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


53

LAMPIRAN B
Penentuan Kadar Flavonoid

Standar uji yang digunakan adalah Quercetin


Konsentrasi
Standar Absorbansi415nm
(µg/mL)
0 0
25 0.008
50 0.019
100 0.032
150 0.045
200 0.068

Konsentrasi Total Vol Akhir Kadar Total


Sampel Abs415nm Flavonoid Larutan( Flavonoid
(µg/mL) mL) (µg)
Propolis 0.120 369.231 5 1846.15
Casein 0.121 372.307 60 22338.45
1 0.654 2012.307 65 130799.99
2 2.530 7784.615 10 77846.15
3 0.008 24.615 45 1107.68
4 0.004 12.307 22 270.76
5 0.003 9.231 12.2 112.61

Contoh Perhitungan konsentrasi total flavonoid :


y = 0,000325 x + 0,000224
y = absorbansi sampel
x = Konsentrasi sampel
Dengan memsasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan linier yang
didapat dari standar uji, maka didapatkan konsentrasi sampel. Untuk mengetahui
kadar total flavonoid suatu larutan, maka konsentrasi dikalikan dengan volume akhir
larutan

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


54

LAMPIRAN C
Data High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
1. Kromatogram Propolis

2. Kromatogram Supernatan Hasil Ultrafiltrasi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


55

LAMPIRAN D

Data Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Alat Particle Size


Analizer (PSA)
1. Sampel Produk sebelum mikrofiltrasi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


56

2. Sampel Setelah Mikrofiltrasi

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011


57

LAMPIRAN E
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Fraksinasi dan Propolis.

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Fraksinasi dan Propolis. Ekstrak Racun Fraksi
Ammonium Sulfat 60% jenuh (F60), Propolis tanpa Casein (P), Propolis dengan
Casein (PC). Kontrol Positif (DC) Chloramphenicol 30g/cakram, Kontrol Negatif
(NC) Kosong. (1 ) Micrococcus luteus, (3) Staphylococcus aureus. (5) Basillus
subtilis

Universitas Indonesia

Pembuatan nanofood..., Toni Supardi, FT UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai