Anda di halaman 1dari 20

KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK

A. KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK I

Geriatri dari kata yunani yang artinya " umur tua " adalah cabang dari kedokteran yang
mempelajari masalah atau penyakit pada lansia. Gerontologi dari kata Geron (orang tua) adalah
imu yang mempelajari proses penuaan dan masalah pada orang tua dan mempelajari dari aspek –
aspek biologi, sosiologi,psikologi dan spritual. Gerontological Nursing kekhususan pada
keperawatan yang memperhatikan pengkajian kesehatan dan status fungsional pada lanjut usia,
merencanakan, dan mengimplementasikan perawatan kesehatan dan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan mengevaluasi keefektifan perawatan yang diberikan. Gerontik Nursing lebih luas
dari geriatrik atau gerontologik nursing karena memperhatikan unsur – unsur carring dan
kenyamanan.

Latar belakang mempelajari lansia adalah proses penuaan merupakan proses penting yang akan
dilewati oleh semua individu yang mengalami usia panjang, jumlah populasi lansia meningkat
karena peningkatan ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan kesehatan sehingga
meningkatkan angka harapan hidup manusia, peningkatan sarana kesehatan dirumah sakit
maupun diluar rumah sakit menyebabkan masyarakat mudah memperoleh pelayanan kesehatan
sehingga akan meningkatkan jumlah populasi lansia, dikatakan lansia apabila usia lebih dari 54
tahun.

1. Lansia menurut UU no 23 tahun 1992.:

Manusia usia lanjut adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologik, fisik,
kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada aspek kehidupan termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu kesehatan manusia usia lanjut perlu mendapat perhatian khusus
dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif
sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat berperan aktif di dalam pembangunan.

Dampak peningkatan populasi lansia pada keperawatan:

 AGEISM : anggapan bahwa umur sudah tua

 Praktek keperawatan

 Pendidikan keperawatan
 Penelitian keperawatan

 Setting pelayanan kesehatan

 Seting pelayanan akut

 Fasilitas keperawatan

 Home care

 Perawatan berkelanjutan.

2. Keperawatan gerontik

Pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu keperawatan gerontik dengan kiat tentang
keperawatan lansia dalam bentuk pelayanan bio, psiko, sosio, spiritual yang komprehensif
ditujukan pada orang dewasa menjelang lanjut usia ( 45 – 54 tahun ), lanjut usia ( 55 – 64 tahun )
dan lansia resiko tinggi ( > 64 tahun ) baik sehat maupun sakit dalam konteks keluarga.

3. Teori Menua / Aging

a. Teori Stochastik

1) Error Teori

Teori berdasar ide bahwa kekacauan atau keresahan terjadi didalam transkripsi pada sintesa
DNA, keresahan ini menyebabkan sistem tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga
kematian dan penuaan terjadi.

2) Free radikal / bebas

Radicak free diproduksi oleh metabolisme. Ketika hasil metabolisme / produksi terakumulasi
maka akan merusak membran sel sehingga akan mengurangi efisiensi tubuh menghasilkan
antioksidan yang akan mencari radikal bebas.

3) Cros Linkage Teory / ikatan silang

Penambahan umur menyebabkan ikatan silang, sehingga protein tuidak dapat melakukan
aktifitas metabolisme secara normal dan sampel terakumulasi dalam sel, hasil jaringan tidak
dapat berfungsi secara optimal.
4) Wear and Tear Teory

Adanya persamaan antara manusia dengan mesin, hipotesa dari penuaan adalah berkaitan dengan
menggunakan karang setiap jaringan yang sudah dipakai tidak setiap waktu dapat diperbaiki
kembali.

b. Teori Non – Stochastic

1) Programed Teory

Hayfick dan Moore Head mendemontrasikan bahwa sel normal dibagi dalam jumlah terbatas,
sehingga harapan hidupnya diprogram dahulu.

2) Immunity Teory

Proses sistem immun paling spesifik pada limposit. Perubahan ini menyebabkan individu lebih
mudah terserang penyakit. Peningkatan auto antibody karena gangguan pengaturan sistem
immun merupakan predisposisi dari penyakit. Menurunnya proliferasi limposit T. Berkurangnya
respon terhadap benda asing dan generalisasi dari fungsi limposit

3) Emergency Teory

Pase Maker Teory / Neuro Endokrin kontak. Kontrol sistem neuroendokrin penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan hipotalamus dan DHEA ( DEHIDROEPIANDROSTERON)
dan melatonin berpesan pada proses penuaan.

4) Metabolik Teory of AGING / Calori Restriction.

Setiap organisme mempunyai waktu hidup melebihi orang dengan metabolisme lebih tinggi
mempunyai rentang hidup lebih cepat.

5) DNA Related Research

Pemetaan genom dan diidentifikasikan adanya proses penuaan.


Penemuan telomese dan ditentukan diujung kromosom, tempat fungsi biologi terkunci

c. Teori Sosiologi
1) Disengegement Teory

Sebagai individu yang tua akan menghindar dari masyarakat dan masyarakat mendukung juga
proses proses penghindaran tersebut.

2) Activity / Developmental Task Teory

Individu membutuhkan aktifitas tetap untuk mencapai keberhasilan. Aktifitas diperlukan untuk
mempertahankan kepuasaan hidup dan konsep diri yang positif

3) Continuity Teory

Individu akan berespon dengan penuaan sama dengan ketika berespon pada kejadian hidup
sebelumnya, persamaannya adalah kebiasaan selama perkembangan menjadi dewasa akan
dipertahanlan ketika lansia

4) Age Stratification Teory

Masyarakat terdiri dari kelompok pengikut pada umur yang sama, orang dan peran dalam
perubahan anggota dan pengaruh yang lain sesuai dengan besarnya masyarakat sehingga adanya
ketergantungan antara lanjut usia dengan lingkungan

5) Person Environment Teory

Individu yang mempunyai kompetensi akan membantu didalam tawar menawar dengan
lingkungan. Kemampuan ini berubah sesuai dengan umur, tentunya berdampak pada kemampuan
orang tua dalam berhubungan dengan lingkungan

d. Teori psikologi

1) Hirarki maslow

Motivasi manusia dilihat dari hirarki kebutuhan pada titik kritis pertumbuhan dan perkembangan
pada semua manusia. Individu dilihat pada partisipasi aktif dalam hidup sampai aktualisasi diri.

2) Jung's Teory of Individualism

Perkembangan dilihat sampai dewasa dengan relisasi tujuan perkembangan kepribadian. Pada
beberapa individu akan mentranformasikan kepada hal-hal spiritual.

3) Selective Optimalization with Compensation.

Kemampuan fisik dikurangi oleh umur. Individu dengan yang berhasil pada usianya akan
mengkompensasi kekurangan dengan seleksi, optimasi dan kompensasi.
4) Erikson's Eight Stage of Life.

Setiap orang mengalami tahap perkembangan selama hidupnya. Pada beberapa tahap akan ada
krisis tujuan yang mengintegrasikan kematangan fisik dengan keinginan psikologisnya. Pada
beberapa tahap orang berhasil mengatasi krisis tersebut. Keberhasilan tersebut akan membantu
perkembangan pada tahap selanjutnya.Individu ingin selalu memperoleh peluang untuk bekerja
kembali sesuai perasaannya untuk mencapai kesuksessannya.

5) Peck's Ekspansion of Erikson's Teory.

Tahap kritis tugas perkembangan pada usia lanjut adalah ego differensiation V.Work role
preoccupation body transverence VS body preoccupation, Ego transedence VS ego
preoccupation.

4. Perkembangan Moral dan Spriritual.

Spiritual adalah sintesa dari pengalaman kontemplatetif, kesakitan, krisis hidup atau kejadian di
dunia adalah terbatas, menyebabkan manusia mendekatkan pada spiritual. Perawat membantu
klien menemukan arti dalam krisis hidup.

B. Masalah Kesehatan Jiwa Lansia

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus
pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada
pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu
yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial,
kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang
menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari
masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu:

 Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia


 Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif

 Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila: a) Ketergantungan pada orang
lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari
kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.

 Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga


membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya
bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan
hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma
psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka
dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

 Penurunan Kondisi Fisik

 Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

 Perubahan Aspek Psikososial

 Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

1. Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang
bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik
seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal
ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga
mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

 Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti:

 Gangguan jantung

 Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus

 Vaginitis

 Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

 Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang

 Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilize

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:

 Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia

 Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya

 Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.

 Pasangan hidup telah meninggal

 Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya
cemas, depresi, pikun dsb.

3. Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,
perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang
dapat memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa
lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan
akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia
tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-
marit.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya.

4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun
adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan
pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya
sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam
kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif.
Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu
kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.

Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing
orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak
jenis dan macamnya.

Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga
menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya,
masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia
tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur,
penghasilan berkurang dan sebagainya.

5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka
muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi
bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau
diasingkan.

Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga
bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga
seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara
(care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga
atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya
anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.

Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan
bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan
bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan
kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian
dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

C. Penyakit Psikiatris

Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi, demensia, fobia, dan gangguan
terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan
bunuh diri. Banyak gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan.

1. Gangguan demensia

Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin
wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan
visuospasial, tapi gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness,
wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan tidur, dan waham.

2. Demensia tipe Alzheimer

Diagnosis, tanda dan gejala. Adalah jenis yang paling banyak dijumpai dari kasus demensia.
Lebih banyak menyerang wanita daripada pria. Memori akan terganggu, dan setidaknya terdapat
satu dari gejala-gejala berikut: afasia, agnosia, apraksia, dan gangguan fungsi menjalankan
perintah. Defek neurologis (misalnya gangguan cara berjalan, afasia, apraksia, agnosia) dapat
timbul.

Penanganan. Tidak diketahui pencegahan ataupun penyembuhannya. Terapi yang diberikan


hanya paliatif (memperbaiki mutu hidup). Beberapa pasien dengan demensia tipe Alzheimer
menunjukkan perbaikan pada penilaian kognitif dan fungsional saat diobati dengan donepezil
(Aricept). Juga bisa digunakan memantine (Namenda). Psikosis dari tipe Alzheimer diobati
secara farmakologis.

3. Demensia vaskuler

Jenis terbanyak kedua. Memiliki gejala dan tanda neurologik fokal. Juga memiliki onset yang
mendadak, serta perjalanan penyakit yang memburuk dengan bertahap.
4. Gangguan depresi

Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah menurunnya konsentrasi dan fisik,
gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering terbangun [multiple
awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada tubuh.
Menurunnya kemampuan berpikir pada penderita lanjut usia yang mengalami depresi
berhubungan dengan sindrom demensia pada depresi (dementia syndrome of depression
[pseudodementia]), yang dapat disalahartikan sebagai demensia yang sebenarnya.

5. Gangguan bipolar I

a. Diagnosis, tanda, dan gejala

Biasanya mulai pada usia pertengahan Adanya kecenderungan untuk mengalami rekurensi, jadi
penderita dengan riwayat gangguan bipolar I dapat menunjukkan episode manik di kemudian
hari. Tanda dan gejala pada orang yang lebih tua hampir sama dengan dengan tanda dan gejala
pada dewasa muda, dan termasuk keadaan yang meninggi, meluap-luap atau mood yang mudah
marah (irritable mood); keinginan untuk tidur yang menurun; pemikiran yang kacau
(distractibility); impulsivity; dan sering mengkonsumsi alkohol berlebihan. Sikap bermusuhan
dan paranoid sering muncul.

b. Pengobatan

Litium (Eskalith) merupakan pengobatan pilihan untuk gejala mania, tetapi perlu pengawasan
untuk penderita yang lebih tua karena proses reduksi obat di ginjal dapat menyebabkan sifat
racun atau toksisitas dari litium meningkat. Efek neurotoksik sering muncul pada penderita yang
lebih tua daripada penderita dewasa muda.

6. Skizofrenia

a. Diagnosis, tanda, dan gejala. Psikopatologi berkurang sesuai usia pasien

Tanda dan gejala, termasuk emosi yang tumpul, penarikan diri dari kehidupan sosial, tingkah
laku yang esentrik, dan pemikiran yang tidak logis. Delusi (waham) dan halusinasi jarang
muncul

b. Epidemiologi

Biasanya mulai pada masa remaja lanjut atau dewasa muda dan berlangsung seumur hidup.
Wanita lebih sering mengalami serangan skizofrenia yang terlambat (late onset of schizophrenia)
daripada pria. Sekitar 20% orang dengan skizofrenia tdak menunjukkan gejala aktif sampai usia
65 tahun.

c. Pengobatan

Lansia dengan gejala skizofrenia berespon baik terhadap obat antipsikotik. Pengobatan
sebaiknya lebih terencana, dan dosis yang lebih rendah dari dosis biasanya lebih efektif pada
penderita lansia.

7. Gangguan waham

a. Diagnosis, tanda,dan gejala

Dapat terjadi pada tekanan fisik atau tekanan mental dan kemungkinan dapat dipercepat oleh
kematian pasangan hidupnya, kehilangan pekerjaan, masa pensiun, penyakit yang berat atau
riwayat operasi, penglihatan yang berkurang, dan ketulian.

b. Epidemiologi

Biasanya muncul diantara usia 40 dan 55 tahun. Waham dapat dilihat dalam pelbagai bentuk,
yang paling sering muncul adalah perasaan disiksa, dimana penderita percaya bahwa dirinya
diawasi, diikuti, dan diracuni.

c. Etiologi

Mungkin akibat dari pengobatan yang diresepkan atau tanda-tanda awal dari tumor otak.

8. Gangguan kecemasan

Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan


yang menyeluruh, gangguan stres akut, dan gangguan stres pasca trauma.

a. Diagnosis, tanda, dan gejala

Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi
efeknya sama. Obsesi dan kompulsi dapat muncul pertama kali pada lansia, walaupun lansia
dengan gangguan obsesif-kompulsif sering menunjukkan gangguannya (seperti merasa lebih tua,
menginginkan segalanya sempurna, tepat waktu, pelit) pada saat mereka muda. Ketika gejala
tersebut muncul, penderita menjadi berlebihan terhadap kerapian atau ketertiban, ibadah, dan
persamaan.
b. Epidemiologi

Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau pertengahan, tetapi beberapa
dapat muncul pertama kali setelah usia 60 tahun. 3. Pengobatan. Pengobatan harus disesuaikan
dengan penderita dan harus diperhitungkan pengaruh biopsikososial yang menghasilkan
gangguan. Farmakoterapi dan psikoterapi dibutuhkan.

9. Gangguan somatoform

a. Diagnosis, tanda, dan gejala

Ditunjukkan oleh gejala fisik yang mirip dengan penyakit-penyakit medis, yang sesuai dengan
psikiatri geriatri karena keluhan-keluhan pada tubuh sering muncul diantara para lansia.

c. Epidemiologi

Lebih dari 80% orang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai satu penyakit kronik, biasanya
artritis atau penyakit kardiovaskular. Hipokondriasis sering muncul pada orang berusia lebih dari
60 tahun, walaupun puncak insiden pada kelompok usia 40 – 50 tahun.

d. Pengobatan

Kelainan biasanya kronik dan prognosis jelek. Melakukan latihan fisik berulang-ulang
membantu menyakinkan penderita bahwa mereka tidak mempunyai penyakit yang mematikan,
tetapi prosedur diagnostik yang berisiko tinggi sebaiknya dihindari kecuali sudah terindikasi
secara medis.

10. Penyalahgunaan alkohol dan substansi lain

a. Diagnosis, tanda, dan gejala

Lansia dengan ketergantungan alkohol biasanya mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol


berlebihan yang dimulai pada masa awal dan pertengahan dewasa. Mereka biasanya menderita
sakit, awalnya dengan penyakit hati, dan juga demikian pada pasangan yang bercerai, duda atau
janda atau mereka yang tidak menikah. Gambaran klinik dari penderita penyalahgunaan alkohol
dan substansi lain bermacam-macam, seperti kebingungan, kebersihan diri yang buruk, depresi,
dan malnutrisi. Keluhan pada saluran pencernaan yang tidak dapat dijelaskan, kejiwaaan dan
kelainan metabolik sebaiknya menjadi tanda bagi tenaga medis untuk melawan penyalahgunaan
substansi tersebut.

b. Epidemiologi
Sekitar 20% pasien rawat jalan ketergantungan terhadap alkohol. Penyalahgunaan alkohol dan
substansi lain sekitar 10% dari semua masalah emosional pada orang-orang tua, dan
ketergantungan substansi-substansi, seperti hipnotik, ansiolitik, dan narkotik lebih sering pada
usia tua.

11. Kondisi lain pada lansia

a. Vertigo

Vertigo atau perasaan pusing, keluhan utama dari lansia, menyebabkan banyak orang dewasa
yang lebih tua menjadi tidak aktif karena mereka takut jatuh. Banyak penyebab dari vertigo,
termasuk anemia, hipotensi, aritmia jantung, penyakit jantung, insufisiensi arteri basiler,
penyakit pada telinga tengah, neuroma akustik, dan penyakit Meniere. Pemakaian ansiolitik
berlebihan dapat menyebabkan pusing dan mengantuk di siang hari. Pengobatan dengan
meclizine (Antivert) 25–100 mg per hari memberikan hasil yang memuaskan pada penderita
vertigo.

b. Sinkop

Hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dihubungkan dengan sinkop, akibat penurunan aliran darah
otak dan hipoksia otak. Pemeriksaan medis diperlukan untuk mengesampingkan penyebab-
penyebab lain.

c. Kehilangan pendengaran

Penyebabnya banyak. Tenaga medis sebaiknya lebih sensitif terhadap penderita yang mengalami
kehilangan pendengaran yang mengeluhkan bahwa mereka dapat mendengar, tetapi tidak dapat
mengerti apa yang sedang dibicarakan atau yang bertanya harus mengulang pertanyaannya.
Kebanyakan penderita dengan kehilangan pendengaran dapat diobati dengan alat bantu
pendengaran.

d. Kehilangan pasangan hidup

Data demografi memperkirakan bahwa 51% wanita dan 14% pria berusia lebih dari 65 tahun
akan menjadi janda atau duda, paling tidak sekali. Kehilangan pasangan hidup merupakan
pengalaman yang paling menyedihkan selama hidup mereka. Orang-orang tua yang kehilangan
pasangan hidup dan cenderung melakukan bunuh diri begitu juga jika disertai dengan penyakit
psikiatrik.
D. Pemeriksaan Psikiatrik pada usia lanjut

Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usia lanjut harus
mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda. Karena tingginya
prevalensi gangguan kognitif pada usi lanjut, dokter/calon dokter harus menentukan apakah
penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan. Jika penderita mengalami gangguan kognitif,
riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau mereka yang
merawatnya. Namun, penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri (walaupun terlihat adanya
gangguan yang jelas) untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan penderita dan untuk
menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita yang mungkin tidak
diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau seorang perawat.

E. Riwayat psikiatrik

Bisa didapatkan dari alo- atau oto- anamnesisi. Riwayat psikiatrik lengkap termasuk identifikasi
awal (nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita ), riwayat pribadi dan
riwayat keluarga. Pemakainan obat (termasuk obat yang dibeli bebas) yang sedang atau pernah
digunakan penderita juga penting untuk diketahui.

Penderita yang berusia di atas 65 tahun (atau di atas 60 tahun di Asia) sering memiliki keluhan
subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan,seperti tidak dapat mengingat kembali nama
orang atau keliru meletakkan benda-benda. Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan usia
tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat dilakukan
pemeriksaan/wawancara. Riwayat medis penderita harus meliputi semua penyakit berat,
terutama gangguan kejang, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah penglihatan dan
kehilangan pendengaran. Riwayat penggunaan alkohol dan pemakaian zat yang lama perlu
diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini.

Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan adaptasi
terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kematian orang tua,riwayat gangguan
jiwa dalam keluarga.

Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai. Siapa yang harus merawat penderita, apakah
penderita mempunyai anak. Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak. Riwayat sosial
ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelola pemyakit penderita dalam
membuat anjuran terapi yang realistic. Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang
pasangan hidup dan karakteristik hubungan. Jika penderita adalah janda atau duda, harus digali
bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasanganya. Jika kehilangan pasangan
hidup terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami
peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.
Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual, orientasi libido, mastrubasi, hubungan
gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.

F. Pemeriksaan status mental

Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berfikir(proses pikir), merasakan dan
bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah termasuk penampilan,
aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksaan dan aktivitas bicara.

Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan jari
seperti memilin pil, tremor dan asimetris tubuh perlu dicatat. Banyak penderita depresi mungkin
lambat dalam bicara dan gerakannya.

Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit parkison. Bicara penderita dalam keadaan
teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata dan menangis ditemukan pada gangguan
depresi dan gangguan kognitif, terutama si penderita merasa frustasi karena tidak mampu
menjawab pertanyaan pemeriksa.

Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan
pendengaran,misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat.

Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan tak berterima kasih
dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut usia
dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, tidak
peduli terhadap adanya perbedaan usia.

1. Penilaian fungsi. Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk
mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Aktvitas tersebut adalah termasuk ke toilet, menyiapkan makanan,berpakaian, berdandan dan
makan. Derajat kemampuan fungsional dari perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan
penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.

2. Mood,perasaan dan afek. Di negara lain, bunuh diri adalah salah satu penyebab utama
kematian pada golongan usia lanjut. Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita
lanjut usi sangat penting. Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah
gejala depresi. Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia
yang ingin bunuh diri . Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri

3. Gangguan persepsi . Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang
disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita
mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi dapat disebabkan
oleh tumor otak dan patologo fokal yang lain.Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk
menegakkan diagnosis pasti.

4. Fungsi visuospasial. Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya
usia. Meminta penderita untuk mencotoh gambar atau menggambar mungkin membantu dalam
penilaian. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat
terganggu.

5. Proses berpikir. Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata,
sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya
kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia.

Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatik, kompulsi atau waham. Gagasan
tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksaan harus menentukan apakah
terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham
mungkin merupakan alasan untuk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin secara keliru
diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga.

1. Sensorium dan kognisi. Sensorium mempermasalhkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan
kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual

2. Kesadaran. Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran,
adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita
dalam keadaan somnolen atau stupor

3. Orientasi. Gangguan orientasi terhadap waktu,tempat dan orang berhubungan dengan


gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan
kecemasan, gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama selam
periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa harus menguji orientasi
terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang
mungkin dinilai dengan dua cara: apakah penderita, mengenali namnya sendiri, dan apakah juga
mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan
dan hari.

4. Daya ingat. Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes
yang diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta
untuk mengulangi maju mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat
mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan
menanyakan tempat dan tanggal lahir,nama dan hari ulang tahun anak-anak penderita. Daya
ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya dengan menyebut tiga
benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut akhir
wawancara. Atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan penderita diminta untuk
mengulangi cerita tadi secara tepat/persisi.
5. Fungsi intelektual, konsentrasi, informasi dan kecerdasan. Sejumlah fungsi intelektual
mungkin diajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat
diujikan dengan meminta penderita untu mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi
dari hasil akhir dan seterusnya sampai tercapai angka 2. Pemeriksa mencatat respons sebagai
dasar untuk penguji selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita intuk menghitung
mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan
tersebut.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan dan pencegahan sosial


dan penatalaksanaan farmakologik. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita
menunjukan gejala:

Masalah diagnostik yang serius

Risiko bunuh diri tinggi

Pengabaian diri (self neglect)yang serius

Agitasi,delusi atau halusinasi berat

Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan

Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain.

Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang
diderita. Untuk penderita yang secara fisik aktif, sebaiknya tidak diberikan obat yang
memberikan efek sedatif, sebaliknya penderita yang agiant golongan obat tersebut mungkin
diperlukan

Tabel 3.Berbagai pilihan obat antidepresan

Antidepresan trisiklik

Yang bersifat sedatif : Amitriptilin

Dotipin

Sedikit bersifat sedatif : Imipramin

Nortriptilin
Protriptilin

Antidepresan yang lebih baru

Bersifat sedatif : Trasodon

Mianserin

Kurang sedatif : Maprotilin

Lofepramin

Flukfosamin

Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek, terutama penderita dengan
depresi manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga
harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.

H. Psikoterapi pada lansia

Proses kejiwaan dasar pada orang-orang tua tidak jauh berbeda dengan orang yang lebih muda.
Bagaimanapun, proses penuaan dan perubahan patologi mengakibatkan persoalan-persoalan
kejiwaan yang berhubungan erat dengan kelompok umur ini. Persoalan-persoalan yang lazim
dihadapi pada pengobatan adalah keterlibatan dan berubahnya hubungan antara orang-orang tua
dengan anak-anak mereka yang sudah remaja. Sebagai contoh, pada saat sakit, lansia meinginkan
kebebasan dan di saat bersamaan yang berhubungan dengan konteks sosial, pengharapan yang
tidak masuk akal yang dipaksakan kepada anak-anak mereka. Terapi keluarga, sebagai akibatnya
dapat menjadi nilai lebih pada orang-orang tua, kadang-kadang bersama dengan psikoterapi
kelompok atau individu.

Tujuan lain dari pengobatan individu khususnya untuk orang-orang tua termasuk memelihara
harga diri, perkawinan, dan perubahan status sosial; pemanfaatan waktu luang yang tidak
biasanya; dan kebebasan dalam menentukan pilihan. Umumnya, psikoterapi pada orang-orang
tua disesuaikan dengan situasi dan masalah yang muncul dan mencari pemecahannya dengan
cara membentuk kerangka kepribadian daripada merubah kepribadian secara menyeluruh.
Banyak orang-orang tua menanggapi dengan positif atas perubahan menyeluruh dan keadaan
yang menyedihkan (misalnya, kesehatan yang menurun, kehilangan pasangan).

Sikap khusus diperlukan pada psikoterapi demensia. Pada suatu fenomena yang disebut
retrogenesis, yang terjadi pada demensia Alzheimer dan lebih luas pada keadaan-keadaan
penuaan, kemampuan kognitif, fungsional, psikologis penderita berubah dari pola perkembangan
manusia normal. Sebagai akibatnya, setiap derajat fungsional dari penyakit Alzheimer dapat
digambarkan sama dengan perkembangan pada masa kanak-kanak. Usia perkembangan
penderita Alzheimer memberikan pengertian yang cepat terhadap manajemen penanganan dan
perawatan yang dibutuhkannya. Selanjutnya, penanganan pada penderita dengan Alzheimer berat
(stadium 7) membutuhkan sejumlah perawatan yang kira-kira hampir sama dengan perawatan
pada bayi. Sama halnya dengan penderita dengan Alzheimer ringan (stadium 4), mereka seperti
anak-anak usia 8 – 12 tahun, hanya membutuhkan pengawasan. Usia perkembangan dari
penderita Alzheimer ini berguna untuk memahami kebutuhan emosinal, perubahan tingkah laku,
dan kebutuhan jasmani mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Alwahdy R. Psikologi pada lansia. 2010. [cited 2010 Mar 13]:

Anonim. Psikogeriatri. 2009. [cited 2010 mar 13]: [1-2].

Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Sinopsis Psikiatri vol 1/7.Bina Rupa Aksara,Jakarta,99-


121,1997

Kaplan HI,Sadock BJ and Greb.Sinopsis Psikiatri vol 1/7.Bina RupaAksara,Jakarta,867-


881,1997.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock’s Pocket Handbook of clinical psychiatry. Edisi ke-4.
Lippincott Williams & wilkins, Philadelphia,359 369,1998

Anda mungkin juga menyukai