Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONSELING INDIVIDU
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan
pengembangan peserta didik. Pemahaman itu meliputi;
- pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri,
orang tua, dan guru (termasuk guru bimbingan dan konseling/Konselor).
- pemahaman tentang lingkungan peserta didik (termasuk di dalamnya
lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh peserta didik sendiri, orang
tua, dan guru (termasuk guru bimbingan dan konseling/Konselor).
- pemahaman tentang lingkungan (termasuk di dalamnya informasi pendidikan,
informasi jabatan/pekerjaan, informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), terutama
oleh peserta didik sendiri, orang tua, dan guru (termasuk guru bimbingan dan
konseling/Konselor).
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari permasalahan yang mungkin timbul,
yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan
kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan
terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta
didik.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan
kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan.
5. Fungsi Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh
pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
B. Tahap Pertengahan
1. Keterampilan Menyimpulkan Sementara
Keterampilan menyimpulkan sementara adalah suatu kemampuan konselor bersama konseli
untuk menyampaikan kemajuan hasil pembicaraan, mempertajam atau memperjelas fokus
wawancara konseling.
2. Keterampilan Memimpin
Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak menyimpang, konselor harus memimpin
arah pembicaraan sehingga tujuan konseling dapat tercapai secara efektif dan efisien.
3. Keterampilan Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus melalui perhatiannya yang
terseleksi terhadap pembicaraan dengan konseli. Keterampilan ini akan membantu konseli
memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan.
4. Keterampilan Melakukan Konfrontasi
Konfrontasi merupakan suatu kemampuan konselor menantang konseli untuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi (ketidakkonsistenan) antara perkataan dengan bahasa badan
atau perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan dan sebagainya.
5. Keterampilan Menjernihkan (Clarifying)
Keterampilan menjernihkan adalah kemampuan konselor menjernihkan atau memperjelas
ucapan-ucapan konseli yang samar-samar, kurang jelas, dan agak meragukan.
6. Keterampilan Memudahkan (Facilitating)
Facilitating adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar konseli dengan mudah
berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara
bebas sehingga komunikasi dan partisipasi meningkat serta proses konseling berlangsung
secara efektif.
7. Keterampilan Mengarahkan (Directing)
Directing adalah kemampuan konselor mengajak dan mengarahkan konseli untuk berpartipasi
secara penuh dalam proses koseling. Melalui keterampilan ini, konselor mengajak konseli
agar berbuat sesuatu atau mengarahkannya agar berbuat sesuatu.
8. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Minimal encouragement atau keterampilan memberikan dorongan minimal adalah suatu
upaya konselor memberikan dorongan secara langsung dan singkat agar konseli selalu
terlibaat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka. Keterampilan ini bertujuan agar konseli
terus berbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan.
9. Keterampilan Sailing (Saat Diam)
Dalam proses konseling, diam atau tidak bersuara bisa menjadi teknik konseling. Oleh sebab
itu konselor harus memanfaatkan situasi ini. Keadaan diam akan membantu konselor : (a)
untuk mendorong konseli untuk berbicara, (b) membantu konseli untuk lebih memahami
dirinya, (c) setelah diam, klien dapat mengikuti ekspresi yang membawanya berpikir dan
bangkit dengan tilikan yang mendalam, (d) mengurangi kecepatan wawancara.
10. Keterampilan Mengambil Inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh konselor apabila konseli kurang bersemangat untuk
berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor dapat mengucapkan kata-kata yang
mengajak konseli untuk berpartisipasi dan berinisiatif dalam menuntaskan pembicaraan.
11. Keterampilan Memberikan Nasihat
Nasihat bisa diberikan kepada konseli apa bila ia meminta. Meskipun demikian pemberian
nasihat tetap perlu harus dipertimbangkan. hal yang harus dijaga untuk memberi nasihat
adalah tujuan konseling, yakni kemandirian konseli harus tetap tercapai.
12. Keterampilan Memberi Inpormasi
Informasi diberikan oleh konselor kepada konseli harus hal-hal yang diketahui konselor.
Apabila konselor tidak mengetahui informasi apa yang dikehendaki konseli, konselor secara
jujur harus mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui informasi tersebut. Sebaliknya,
apabila konselor mengetahui, sebaiknya upayakan agar konseli tetap mengusahakannya,
konnseli mencari sendiri sumber informasi tersebut.
13. Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi
Keterampilan menafsirkan atau interpretasi merupakan upaya konselor mengulas pikiran,
perasaan dan pengalaman konseli dengan merujuk kepada teori-teori. Sifat-sifat subjektif
tidak boleh dimasukkan kedalam interpretasi.
C. Tahap Akhir (Action)
1. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan merupakan kemampuan konselor mengambil inti pokok
pembicaraan selama proses konseling berlangsung. Kesimpulan pembicaraan atau
wawancara konseling bisa dilakukan konselor bersama konseli. Dari kesimpulan
pembicaraan dapat diketahui : (a) bagaimana keadaan perasaan konseli saat ini, (b) apa
rencana konseli selanjutnya, (c) pokok-pokok pembicaraan apa yang akan dibicarakan pada
sesi selanjutnya.
2. Keterampilan Merencanakan
Menjelang sesi akhir wawancara konseling, konselor harus dapat membantu konseli untuk
dapat membuat rencana berupa suatu program untuk action, yaitu rencana perbuatan nyata
yang produktif bagi kemajuan konseli. Rencana yang baik harus merupakan hasil kerja sama
antara konselor dengan konseli. Dengan demikian, keterampilan merencanakan adalah
kemampuan konselor merencanakan tindakan nyata (action) yang produktif bagi kemampuan
konselinya.
3. Keterampilan Menilai (Mengevaluasi)
Keterampilan menilai atau mengevaluasi berarti kemampuan konselor menetapkan batas-batas
atau ukuran-ukuran keberhasilan proses konseling yang telah dilaksanakan. Melalui
keterampilan ini, konselor menetapkan sisi mana dari proses konseling yang telah dicapai dan
sisi mana yang belum. Selain itu juga bisa ditetapkan kendala apa yang menjadi penghambat
proses konseling. Selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi ditentukan apa tindak selanjutnya
(follow up-nya).
4. Keterampilan Mengakhiri Konseling
Keterampilan mengakhiri konseling merupakan suatu kemampuan konselor menutup sesi
konseling. Secara umun penutupan sesi konseling dilakukan oleh konselor dengan melakukan
hal-hal sebagai berikut: (a) mengatakan bahwa waktu konseling akan berakhir, (b) merangkum
isi pembicaraan (isi wawancara konseling), (c) menunjukkan kepada konseli tentang
pertemuan yang akan datang, (d) mengajak konseli berdiri sambil menunjukan isyarat gerak
tangan, (e) menunjukan catatan-catatan singkat kepada konseli tentang hasil pembicaraan
(hasil wawancara konseling), dan (f) memberikan tugas-tugas tertentu kepada konseli apabila
diperlukan.
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya
segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran
layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh
orang lain. Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling/Konselor berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiannya benar-
benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalankan layanan/kegiatan
yang diperuntukkan baginya. Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling/Konselor
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura,
baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Dalam hal ini guru bimbingan dan konseling/Konselor berkewajiban mengembangkan
keterbukaan peserta didik (Konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya
asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran
layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru bimbingan dan
konseling/Konselor terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta
didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini guru
bimbingan dan konseling perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan
umum bimbingan dan konseling, yaitu: peseta didik sebagai sasaran layanan bimbingan
dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciriciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru bimbingan dan konseling hendaknya
mampu mengarahkan layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas kekiknian, yaitu asas bimbinga menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya
sekarang. Layanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau dilihat
dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat
sekarang.
7. Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
layanan terhadap sasaran layanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
bimbingan dan konseling/konselor maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan
terpadukan. Untuk inikerjasama antara guru bimbingan dan konseling dan pihakpihak
yang berperanan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu
terus dikembangkan. koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
Layanan dan kegiatan bimbingan dan konselingharus dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma
tersebut.
10. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Keprofesionalan guru bimbingan dan konseling harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
11. Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-
pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara
tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan
permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru bimbingan dan
konseling/Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain,
atau ahli lain, selain juga dapat mengalihtanagankan kasus kepada guru mata
pelajaran/praktik dan ahli-ahli lain.
12. Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada
peserta didik (konseli) untuk maju. Segenap asas perlu diselenggarakan secara
terpadu dan tepat waktu yang satu tidak perlu didahulukan atau dikemudiankan dari
yang lain.
c). Mendengarkan
Mendengarkan dalam keterampilan ini adalah mendengar dengan tepat dan mengingat
apa yang konseli katakan dan bagaimana mengatakannya. Dengan mendengar yang tepat
memungkinkan konselor merumuskan tanggapan yang dapat
menangkap dengan tepat perasaan dan pikiran konseli. Cara mendengarkan yang baik mencakup:
1. memelihara perhatian penuh dengan terpusat kepada
konnseli.
2. mendengarkan segala suatu yang dikatakan oleh konseli.
3. Mendengarkan keseluruhan pribadi konseli (kata-katanya,
perasaan dan perilakunya). Memahami pesan baik verbal
maupun non verbal dari diri konseli.
4. Mengarahkan apa yang konselor katakan terhadap apa
yang telah dikatakan oleh konseli.
1. Dalam keterampilan attending terdapat beberapa aspek yang sering digunakan, aspek
ini meliputi:
a. Kontak Mata.
Bila konselor berbicara dengan konseli, maka pandanglah dia (budaya barat). Tingkah laku ini
tidak seluruhnya tepat bagi konseli Indonesia. Kebiasaan sehari-hari jika kita berbicara dengan
orang lain, kita tidak terus menerus menatap muka lawan bicara, apa lagi orang lain itu orang
yang lebih usianya, tidaklah sopan mengarahkan pandangan mata kepadanya. Konseli akan
mengasosiasikan pembicaraan dengan kontak mata keseharian kepada orang tua.
b. Bahasa tubuh
Masyarakat Indonesia umumnya tidak terbiasa menggunakan bahasa tubuh untuk menyertai
pembicaraan kita dengan orang, kecuali yang banyak dilakukan adalah penggunaan gerakan
tangan.
c. Kualitas suara
Bahasa Indonesia yang kita gunakan tidak termasuk bahasa berlagu, konseli dalam kehidupan
sehari-hari dalam percakapan biasa mendengar kata-kata orang lain dengan intonasi yang
lebih mendatar. Konseli mendengarkan kata-kata konselor dengan intonasi suara yang lebih
variatif mungkin konseli akan merasa asing dalam komunikasi itu.
2. Opening (Pembukaan)
Cara
1. Pengulangan harus persis sama dengan pernyataan konseli, tidak
boleh menambah/menguranginya.
2. Intonasi konselor hendaknya variatif dengan memperhatikan
penyataan konseli.
Contoh
Konseli : “Sebetulnya saya ingin masuk Jurusan Teknik Industri,
tetapi ibu tidak setuju bila saya memasuki jurusan tersebut”.
Konselor : “Ibu tidak setuju..”
5). Reflection of Feeling (Pemantulkan perasaan)
Pengertian Refelection of feeling (pemantulan perasaan) adalah teknik yang digunakan
konselor untuk memantulkan perasaan/sikap yang terkandung di balik pernyataan konseli.
Bentuk
Respon konselor didahului oleh kata-kata pendahuluan, seperti agaknya, sepertinya,
tampaknya, rupa-rupanya, kedengarannya, nada-nadanya, dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Hindari stereotip
2. Pilih waktu yang tepat untuk merespon pernyataan konseli.
3. Gunakan kata-kata perasaan yang melambangkan
perasaan/sikap konseli secara tepat.
4. Sesuaikan bahasa yang digunakan dengan kondisi konseli.
Contoh
Konseli : “Pak, saya sudah belajar dengan giat sebelum menghadapi
UNC, tetapi nilai yang saya terima jauh di bawah yang saya
harapkan“.
Konselor : “ Sepertinya Anda merasa kecewa terhadap nilai UNC
yang Anda terima “.
6). Clarification
Pengertian Clarification (klarifikasi) ialah teknik yang digunakan untuk mengungkapkan
kembali isi pernyataan konseli dengan menggunakan kata-kata baru dan segar.
Bentuk
Respon konselor didahului oleh kata-kata pendahuluan: pada
dasarnya, pada pokoknya, pada intinya, singkat kata, dengan kata
lain, dsb.
7. Paraprashing
Pengertian Paraprashing adalah kata-kata konselor untukmenyatakan
kembali esensi dari ucapan-ucapan konseli. Paraprase yang efektif:
a. Konseli menjadi merasakan kebersamaan dengan
pembimbing.
b. Lebih mengarahkan pembicaraan klien berikutnya.
c. Dapat mengecek ketepatan/kecermatan pembimbing dalam
menangani konseli. Paraprse yang efektif akan sering diikuti dengan kata-kata “ya” atau
“benar/betul” secara spontan dari konseli.
Cara paraprase:
a. Dengarkan pesan utama dari kata-kata klien
b. Nyatakan kembali pesan utama secara sederhana dan singkat.
c. Amati pertanda atau minta respon dari klien tentang
kecermatan konselor.
Jenis-jenis Structuring
Teknik structurting terdiri atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
1. Time limit (Pembatasan waktu)
a. Time limit dari Konseli
Konseli : “Pak, sebetulnya saya sudah seminggu yang lalu ingin menemui Bapak,
tetapi baru kali ini saya dapat berjumpa dengan Bapak. Dan hari ini saya
dapat menghadap Bapak dari jam 8.00 sampai jam 8.30, karena jam 8.30 nanti
saya ada acara pembekalan PPL di Laboratorium.
K’or :“Kalau demikian, marilah kita manfaatkan waktu
selama 30 menit ini dengan sebaik-baiknya”
b. Time Limit dari Konselor
Konseli : “Saya sulit sekali menyesuaikan diri dengan
teman-teman di kampus ini, karena itulah saya
kemari untuk membicangkannya dengan ibu”
K’or : “bagus, Anda kemari untuk membahas masalah
Anda dengan saya, namun perlu diketahui bahwa
jam 10.00 nanti saya diundang oleh dekan
menghadiri rapat dan kita hanya memiliki waktu
selama 45 menit. Oleh karena itu marilah kita
gunakan waktu ini sebaik-baiknya.
2. Role Limit (Pembatasan peran)
Konseli : ”Akhir-akhir ini saya sulit sekali mengkonsentrasikan
diri dalam belajar, karena itu saya menemui Bapak untuk
meminta nasihat bagaimana cara belajar yang baik”.
Ko’r : “Anda meminta nasehat dari saya?” Perlu anda ketahui
bahwa saya tidak dapat memberikan nasihat
sebagaimana yang anda minta, tetapi marilah kita
bicarakan bersama masalah Anda itu kemudian kita cari jalan keluarnya”.
3. Problem Limit (Pembatsan Masalah)
Konseli : “Pak saya sulit sekali berkonsentrasi belajar sehingga
ketika ujian berlangsung saya tidak dapat mengerjakan
dengan baik maka dari itu nilai saya menjadi jelek.
Disamping itu, dikelas saya juga sulit sekali bergaul
dengan lawan jenis dan satu hal lagi Pak, gimana ya
caranya agar saya dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru?”
Ko’r : “Dalam masalah yang Anda kemukakan tadi
setidaknya ada tiga masalah yaitu masalah
berkonsentrasi belajar, masalah dengan bergaul dengan
lawan jenis, dan masalah penyesuain diri. Nah dari
ketiga masalah tersebut mana yang mendesak untuk kita
bicarakan terlebih dahulu?”
4. Action Limit (Pembatasan tindakan)
Konseli : “(Datang ke ruang konseling dengan marah-marah,
wajah memerah dan sambil menyobek-yobek kertas)”
Ko’r : “Tenang-tenang..,Anda boleh mengutarakan apa saja
disini, tetapi satu hal yang tidak boleh anda lakukan
disini yaitu mengotori ruangan ini”
9. Lead (Pengarahan)
Pengertian Lead adalah teknik/keterampilan yang digunakan konselor untuk mengarahkan
pembicaraan konseli dari satu hal ke hal yang lain secara langsung. Keterampilan ini sering
pula disebut keterampilan bertanya, karena dalam penggunaannya banya menggunkan
kalimat-kalimat tanya . Tujuan dari keterampilan pengarahan ini adalah mendorong konseli
untuk merespon pembicaraan terutama pada awal-awal pertemuan
Jenis-jenis Lead
Secara umum ada dua jenis pengarahan (Lead) yaitu lead
umum dan lead khusus.
1. Lead Umum
Lead umum ialah teknik pengarahan/pertanyaan yang
memberikan kesempatan kepada klien untuk bebas mengelaborasi, mengeksplorasi, atau
memberikan reaksi/jawaban dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli.
Contoh :
Konseli : “Pak kemarin saya baru saja ikut lomba lari tingkat nasional”
Ko’r : “Coba ceritakan kepada bapak bagaimana suasana
waktu kamu mengikuti lomba tersebut?”
2. Lead Khusus
Lead Khusus adalah teknik pengarahan/pertanyaan yang klien
untuk memberikan suatu reaksi/jawaban yang spesifik/tertentu.
Contoh
Konseli : “Pak saya merasa kesal dengan Budi karena dia malas diajak belajar kelompok
padahal ada tugas yang harus dikerjakan dengan dia”
Ko’r : “Siapa saja anggota kelompok belajarmu selain Budi?”
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan lead:
1. Pada awal-awal pertemuan/pembicaraan konselor hendaknya lebih banyak
menggunakan lead umu daripada lead khusus hal ini berguna untuk memberi
suasana kebebasan atau keleluasaan bagi konseli
2. Hendaknya konselor dapat menggunakan variasi komunikasi
dan tidak terpaku dengan teknik lead saja dalam pertemuan
konseling, dengan demikian konselor dapat menghindari
warna pertemuan seperti pertemuan tanya jawab atau
interogasi.
10 Silence (Diam)
Pengertian Silence adalah suasana hening, tidak ada interaksi verbal antara konselor dan
konseli, dalam proses konseling.
Tujuan
Silence digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada klien untuk istirahat atau
mereorganisasi pikiran dan perasaannya atau mereorganisasi
kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya.
2. Mendorong klien atau memotivasi klien mencapai tujuan
konseling.
Jenis-jenis Silence
Secara umum ada dua jenis silence, yaitu silence dari konselor
dan silence dari konseli.
1. Silence dari konselor
Jenis silence ini terjadi pada saat pusat komunikasi berada pada
konselor. Pada waktu-waktu tertentu, konselor merespon
dengan silence.
Contoh:
Konselor merasa dirinya terlalu aktif dan memutuskan
untuk mengurangi keaktifan tersebut dengan memberikan
kesempatan kepada konseli untuk lebih banyak aktif dan
bertanggungjawab dengan menggunakan teknik diam (silence).
Di samping itu, kemungkinan konselor menyadari adanya
suatu momentum pada diri konseli yang dapat mengarahkan
kesadaran, komitmen, atau issu-issu baru yang relevan. Dalam
hal ini konselor menggunakan teknik diam agar tidak
mengganggu momentum psikologis klien tersebut.
Misalnya:
Konseli :”Bu, selama ini saya selalu bertanya-tanya pada diri
saya sendiri sebetulnya siapa bertanggungjawab atas kematian
ayah?”.
Ko’r : “………(diam untuk memberikan kesempatan kepada
Konseli istirahat sejenak setelah menumpahkan perasaan-
perasaannya berkaitan dengan pertanyaan mengenai kematian
ayahnya)”
2. Silence dari konseli.
Silence jenis ini terjadi pada saat pusat komunikasi berada pada
konseli, yaitu setelah klien bercakap-cakap dan menerima tanggung jawab. Pada saat itu, ia
berhenti berbicara beberapa saat. Silence tersebut terjadi antara lain karena klien mau
beristirahat sejenak setelah mengungkapkan perasaan-perasaan dan konfliknya
mereorganisasi pikiran dan perasaan-perasaannya, memadukan pengalaman-pengalaman
atau issu-issu baru kedalam dirinya, menyusun kalimat yang akan dikemukakan
selanjutnya, atau dirinya, menyusun kalimat yang akan dikemukakan selanjutnya, atau
mungkin penolakan terhadap proses konseling.
Misalnya:
Konseli : “ya itu Pak, saya selalu menggunakan kebiasaan-
kebiasaan orang tua saya sebagai ukuran menilai tingkah laku istri saya sehingga
ia selalu marah kepada saya. Kalau ingat itu semua, saya sedih sekali……….
(konseli diam)”
Ko’r : “………………(diam beberapa saat untuk memberikan
kesempatan kepada konseli untuk mengalami perasaan-
perasaannya secara mendalam)”
BAB 11
KONSELING KELOMPOK
A. KONSELING KELOMPOK
Konseling Kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam setting kelompok dimana
konselor berinteraksidengankonseli dalam dinamika kelompok untuk mempasilitasiperkembangan
individu dan membantu individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya secara bersama-sama.
Proses interaksi dalam kelompok mengandung cirri-ciri terapeutik, seperti pengungkapan
pikirandanperasaansecara leluasa, beroerientasi pada kenyataan, keterbukaan diri mengenai seluruh
perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling perhatian, saling pengertian, saling
mendukung. Sehingga metode yang digunakan adalah dukungan dan umpan balik interaktif dlam
kerangka berfikirhere and now (disini dan saat ini)
Konseli dalam anggota kelompok adalah individu-individu normal yang mempunyai berbgai
msalah yang tidak memerlukan penanganan secara klinis dalam struktur kepribadian untuk
mengatasinya. Konseli menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pengertian dan
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu dan untuk mempelajari atau
menghilangkan sikap-sikap serta perilaku tertentu.
KONSELING KELOMPOK
A. KONSELING KELOMPOK
Konseling Kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang diselenggarakan dalam
suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok,serta dapat terjalin hubungan konseling
yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban. Hal ini merupakan upaya individu untuk
membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih lancer, upaya itu bersifat
preventif dn perbaikan.Sebab pada konseling kelompok juga ada pengungkapan dan pemahaman
masalah konseli, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahanmasalah kegiatan
evaluasi dan tindak lanjut.
Layanan konseling kelompok berfungsi untuk pengentasan dan avokasi
Bimbingan Kelompok adalah layanan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-
sama melalui dinamikakelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topic) tertentu
untuk menunjang pemahaman dan pengembangankemampuan social, serta untuk pengambilan
keputusan tau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, Bertujuan agar peserta didik dapat
memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topic) tertentu untuk menunjang pemahaman
daan pengembangan kemampuan social, srta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu
melalui dinamika kelompok. BimbinganKelompok befungsi untuk pemahaman dan pengembangan
1. Tujuan Umum
Untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomonikasi peserta
layanan(siswa).
2. Tujuan Khusus
- Membantupara anggota berhubungan dengan masalah dan pengalamannya, yang tekanannya
pada pertumbuhan serta penyesuaian diri
- Untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, pesepsi, wawasan dansikap yang
menunjang perwujudan tingkahlaku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan
berkomunikasi baik verbal maupun non verbal
2. Tujuan khusus
Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dansikap yang menunjang perwujudan
tingkahlaku yang lebih efektif yaitu peningkatan kemampuan berkomonikasi baik secara
verbal maupun non verbal.
Menurut Prayitno (1995 : 70) Tujuan yang ingin dicapai dalambimbingan kelompok yaitu
penguasaan informasi untuk tujuan yang lebih luas, pengembangan pribadi, dan
pembahasan masalah atau topic-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat
bagi para anggota kelompok.
Menurut Mungin Eddy Wibowo,(2005:17). Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk
member informasi dan data untuk mempermudah pembuatan keputusan dan tingkahlaku
DAFTAR PUSTAKA
Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, (Yogyakarta, Andi Offset, 1989) hal:24-25
Hellen, Bimbingan Dan Konseling (Jakarta, Quantum Teaching, 2005) hal: 84 hibanaRahman S,
Bimbingan dan Konseling Pola (Jakarta, Rineka Cipta, 2003) hal: 85
Prayitno, ErmanAmti, Dasar-DasarBimbingan dan Konseling (Jakarta,Rineka Cipta, 1994) hal: 105
Tohirin, Bimbingan danKonseling disekolah dan Madrasah, (Jakarta, PT Rajagravindo Persada, 2007) hal:
164