Anda di halaman 1dari 9

EKONOMI KOPERASI

SISA HASIL USAHA (SHU) BADAN USAHA KOPERASI

Dosen: Djatmoko Soedibyo SE., MM

KELOMPOK XI:
Amelia / 115160202
Nathilda Levina T. / 115160206
Juliana Susanti / 115170262
Febrinya / 115170289
Caroline / 115170297

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….…ii

A. Pengertian Sisa Hasil Usaha …………………………………………………………….3


B. Pendapatan Koperasi …………………………………………………………………… 5
C. Perumusan Sisa Hasil Usaha …………………………………………………………… 7

2
SISA HASIL USAHA (SHU) BADAN USAHA KOPERASI

A. Pengertian SHU

Menurut Arifin (1997), SHU dalam UU No.12/1967 maupun UU No.25/1992


memberikan rumusan yang sama. Tetapi terdapat perbedaan bahwa dalam UU No.12/1967
diatur pula cara-cara pendistribusian, sedangkan dalam UU No.25/1992 tidak diatur secara
rinci. Dalam Pasal 45 UU No.25/1992 dirumuskan sebagai berikut:

(1) Sisa Hasil Usaha koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.

(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota
sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan
koperasi, serta digunakan untuk keperluan lain dari koperasi. Sesuai dengan keputusan
rapat anggota.

(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam rapat anggota.

Menurut ayat (1), terdapat tiga komponen utama, yaitu SHU, pendapatan, dan biaya koperasi.
Dari ketiga komponen tersebut SHU hanya konsekuensi daripada pendapatan dan biaya
koperasi (sub komponen, penyusutan, kewajiban lain dan pajak dapat dimasukkan ke dalam
komponen biaya). Komponen utama dalam ayat (2) adalah tentang cadangan dan jasa usaha
anggota koperasi dan dalam ayat (3) menyangkut tentang pemupukan dana cadangan.

Berdasarkan pengertian-pengertian koperasi seperti yang telah diuraikan, dapat


disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan koperasi adalah perusahaan yang
didirikan, dimodali, dikelola, diawasi, dan dimanfaatkan sendiri oleh para anggotanya, dimana
kedudukan anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi (prinsip identitas
ganda). Kedudukan anggota sebagai pemilik ditunjukkan oleh kedudukannya sebagai pendiri,
pemodal, pengelola dan pengawas/pengendali perusahaan, sedangkan kedudukan sebagai
pelanggan diartikan sebagai pengguna jasa koperasi.

Anggota koperasi sebagai pelanggan adalah satu kesatuan dengan perusahaan koperasi
sehingga mereka berhak mengatur/memutuskan tentang bagaimana seharusnya perusahaan

3
koperasi melayani mereka. Hal tersebut tidak mungkin terjadi pada bentuk perusahaan non-
koperasi. Perusahaan koperasi tidak mungkin berorientasi kepada optimalisasi laba, sebab
pelanggannya adalah pemilik perusahaannya sendiri. Tetapi dalam hal koperasi melayani non-
anggota, status koperasi akan sama seperti perusahaan lain non-koperasi. Untuk
menjelaskannya, digambarkan contoh dibawah ini.

 Misalkan sekelompok produsen mendirikan koperasi pemasaran. Berarti anggota


koperasi adalah sama dengan pemasok barang kepada koperasi (identitas ganda). Tugas
koperasi adalah memasarkan barang milik anggota ke pasar konsumen. Perilaku
koperasi terhadap pasar adalah berusaha agar barang dibeli oleh konsumen sebanyak-
banyaknya dan dengan harga yang sebaik-baiknya.
 Hubungan antara perusahaan koperasi dengan konsumen mengikuti mekanisme pasar.
Karena tujuan koperasi adalah mempromosikan anggota, maka yang diperjuangkan
adalah agar anggota dapat meraih laba yang sebesar-besarnya. Sedangkan perusahaan
koperasi akan berorientasi kepada pemenuhan biaya pemasaran (cost oriented). Untuk
lebih jelas lagi perhatikan ilustrasi di bawah ini.

 Sebutlah bahwa harga barang X di pasar sebesar Rp.300,00/unit. Konsumen akan tetap
membayar Rp.300,00 kepada siapapun yang menawarkan barang X tersebut.
 Anggap biaya pemasaran sebesar Rp.100,00/unit, baik yang didibudgetkan oleh
koperasi maupun oleh non-koperasi.
 Pihak non-koperasi akan berusaha agar membeli barang X tersebut dari produsen
dengan harga semurah mungkin, agar keuntungan yang diperolehnya maksimum.
 Anggap harga beli non-koperasi adalah Rp.150,00/unit. Dengan demikian perusahaan
non-koperasi akan membentuk laba dengan:
1. Menekan harga beli
2. Mengefisiensikan biaya pemasaran
4
3. Mengoptimalkan harga dan volume penjualan

B. Pendapatan koperasi

Dijelaskan oleh Arifin Ramudi bahwa dalam kedudukannya sebagai pemilik anggota
koperasi memberikan kontribusi modal kepada koperasi, yang sistemnya diatur dalam
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi, maka anggota koperasi memanfaatkan
pelayanan-pelayanan koperasi yang sengaja diselenggarakan untuk mereka.

Dengan menggunakan Gambar diatas sebagai obyek analisis, maka jasa pelayanan
koperasi adalah memasarkan/menjualkan produk-produk yang dihasilkan oleh para anggota ke
pasar konsumen. Dengan harga jual koperasi ke konsumen sebesar Rp.300,00 koperasi
membayar kepada anggota produsen sebesar Rp.200,00 berarti ada selisih harga (yang diambil
oleh koperasi) sebesar Rp.100,00. Uang sebesar Rp.100,00 tersebut diperoleh koperasi dengan
cara mengurangkan harga penjualan barang terhadap harga tebusnya kepada anggota,
dipergunakan oleh koperasi untuk memenuhi segala kebutuhan biaya dalam rangka
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan oleh anggota kepadanya.

Menurut pasal 45 ayat (1), uang sebesar Rp 100,00 dari setiap unit barang yang diterima
koperasi dari anggota tersebut dibukukan oleh koperasi sebagai pendapatan koperasi. Sebagai
pembanding bila dalam perusahaan non-koperasi selisih harga tersebut disebut sebagai marjin
harga atau mark-up. Dengan demikian, pengertian pendapatan dalam koperasi dan pendapatan
dalam non-koperasi adalah berbeda. Pendapatan dalam koperasi (menurut pasal 45 ayat 1 UU
No.25/1992) adalah Rp 300,00 (harga jual ke pasar untuk kasus koperasi pemasaran) dikurangi
dengan Rp 200,00 (harga tebus koperasi kepada anggota) Sedangkan pendapatan dalam non-
koperasi adalah Rp 300,00 (sama dengan harga jualnya) sebagaimana diterangkan di muka.
Karena makna pendapatan dalam koperasi dan pendapatan dalam non-koperasi berbeda maka
konsekuensinya tentu akan melahirkan berbedaan pula dalam pengertian antara laba dan sisa
hasil usaha (SHU).

Kewajiban anggota sebagai pemilik koperasi bukan saja harus memodali koperasi,
tetapi juga harus memberikan kontribusi dalam keseluruhan biaya operasional koperasi. Biaya-
biaya operasional tersebut adalah biaya umum (overhead) untuk rapat anggota, pengurus, rapat-

5
rapat, tata usaha dan sebagainya dan biaya-biaya tetap lainnya serta biaya variabel. Maka,
pendapatan koperasi diartikan sebagai penerimaan koperasi atas kontribusi anggota koperasi
bagi pemenuhan biaya-biaya koperasi. Karena itu, pada akhir tahun buku, seluruh penerimaan
pendapatan koperasi harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan oleh pengurus koperasi
kepada rapat anggota. Karena variasi aktivitas kerja koperasi, maka dapat saja pendapatan
tersebut timbul dari sumber-sumber lain di luar kontribusi anggota dan dimasukan pula sebagai
pendapatan koperasi yang harus dipertanggungjawabkan kepada rapat anggota. Disinilah letak
perbedaan pengertian antara pendapatan koperasi dengan margin harga non-koperasi dimana
margin non-koperasi tidak akan dilaporkan apalagi dipertanggungjawabkan kepada
pelanggannya.

Atas penjelasan tersebut, pendapatan koperasi bersumber dari selisih antara harga
pelayanan koperasi dengan harga pokok barang/jasa yang disediakan oleh koperasi. Dengan
demikian besar kecilnya jumlah pendapatan koperasi akan ditentukan oleh besar kecilnya
jumlah barang/jasa koperasi yang dimanfaatkan oleh para anggota koperasi. Semakin besar
jumlah barang/jasa yang dimanfaatkan oleh seorang anggota koperasi, akan semakin besar juga
jasa anggota koperasi tersebut terhadap pembentukan pendapatan koperasi. Jadi jasa usaha
anggota sebagaimana dimaksud oleh Pasal 45 ayat (2) UU No. 25/1992 adalah besarnya
kontribusi anggota koperasi terhadap pendapatan koperasi.

Selain itu, terhadap anggota juga dikenakan kewajiban untuk memberikan kontribusi
modal kepada koperasi (menurut Pasal 41 ayat (2) disebut simpanan pokok dan simpanan
wajib). Kontribusi modal dari anggota tersebut akan meningkatkan kemampuan koperasi
dalam menghasilkan pelayanan-pelayanan kepada para anggotanya. Apabila kontribusi modal
dari anggota tersebut berlanjut dan semakin meningkat, serta modal tersebut didayagunakan
oleh koperasi secara efektif, maka sampai dengan kondisi tertentu dapat terjadi kapasitas
pelayanan koperasi menjadi melebihi kebutuhan pelayanan bagi seluruh anggotanya.

Dalam hal ini, Pasal 43 ayat (2) UU No. 25/1992 menyebutkan bahwa kelebihan
kemampuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
bukan anggota koperasi. Seperti halnya, pelayanan koperasi terhadap anggotanya, maka
pelayanan koperasi terhadap non anggota juga akan menghasilkan pendapatan koperasi. Tetapi
pendapatan koperasi yang berasal dari pelayanan terhadap non-anggota tersebut bukan
merupakan hasil dari kontribusi anggota terhadap pelayanan koperasi, tetapi berkaitan dengan
6
kontribusi anggota terhadap modal koperasi. Karena itu, besarnya usaha anggota koperasi
dapat dikaitkan pula dengan besarnya partisipasi anggota koperasi terhadap modal koperasi.
Atas pemikiran tersebut, maka pendapatan koperasi dapat saja berasal dari investasi-investasi
di luar pelayanan langsung terhadap anggota koperasi bunga bank, pelayanan terhadap non-
anggota dan sebagainya. Pendapatan koperasi semacam ini, secara tidak langsung masih dapat
dianggap sebagai bagian dari pada kontribusi anggota terhadap biaya-biaya koperasi.

C. Perumusan Sisa Hasil Usaha

Pendapatan koperasi, yang tiada adalah kontribusi anggota koperasi terhadap biaya-
biaya operasional koperasi, dipergunakan oleh koperasi (di bawah kepemimpinan pengurus)
untuk membiayai segala pengeluaran koperasi dalam rangka memutar roda organisasi koperasi
agar mampu mencapai tujuannya. Tugas pengurus adalah menggunakan pendapatan koperasi
seefisien mungkin dengan hasil yang optimal. Hasil optimal itu bebentuk manfaat ekonomis
koperasi yang sebesar-besarnya bagi anggota koperasi dalam rangka mempromosikan rumah
tangga sosial-ekonomi anggota koperasi.

Perhitungan akhir tahun yang menggambarkan penerimaan pendapatan koperasi dan


alokasi penggunaannya untuk biaya-biaya koperasi, berdasarkan pasal 45 ayat (1) UU No.25
dapat dirumuskan sebagai:

Sisa Hasil Usaha = Pendapatan – (Biaya + Penyusutan + Kewajiban lain + Pajak)

Karena komponen-komponen yang berada di dalam tanda kurung seluruhnya dikategorikan


sebagai biaya, maka rumsan di atas dapat di sederhana menjadi:

S = Y - TC

Dimana:

S adalah hasil usaha,

Y adalah pendapatan total koperasi dalam satu tahun, dan

TC adalah biaya total koperasi dalam satu tahun yang sama.

Berdasarkan persamaan tersebut akan ada 3 kemungkinan yang terjadi, yaitu:

7
1. Jumlah pendapatan koperasi lebih besar daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga
terdapat selisih yang disebut SHU Positif
2. Jumlah pendapatan koperasi lebih kecil daripada jumlah biaya-biaya koperasi sehingga
terdapat selisih yang disebut SHU Negatif atau usaha SHU Minus
3. Jumlah pendapatan koperasi sama dengan jumlah biaya-biaya koperasi sehingga terjadi
SHU Nihil atau berimbang.

Karena pendapatan koperasi adalah penerimaan koperasi atas kontribusi anggota


koperasi bagi pemenuhan biaya-biaya koperasi, maka dari ketiga kemungkinan di atas dapat
diterangkan bahwa bila terjadi SHU positif berarti kontribusi anggota koperasi terhadap
pendapatan koperasi melampaui kebutuhan akan biaya-biaya riil koperasi.
Kelebihan tersebut dikembalikan oleh koperasi kepada para anggotanya (pasal 45 ayat
2 UU No.25/1992). Tetapi sebelum dibagikan kepada anggota, rapat anggota atau anggaran
dasar/anggaran rumah tangga boleh saja menetapkan untuk menyisihkan sebagian dari SHU
tersebut untuk dana cadangan, dana Pendidikan perkoperasian dan dana-dana untuk keperluan
lain serta sisanya dibagikan kepada anggotanya menurut jasa masing-masing anggota.
Apabila terjadi SHU negatif atau minus berarti kontribusi anggota koperasi terhadap
biaya-biaya koperasi adalah terlalu kecil sehingga seluruh pengeluaran biaya koperasi tidak
mampu ditutup oleh pendapatan koperasi.

Kekurangan kontribusi anggota tersebut pertama-tama ditutup dengan cadangan. Dana


cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, untuk
memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan (pasal 4 ayat 2
butir c UU 25/1992). Kerugian yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah kerugian yang timbul
dari aktivitas pelayanan sehari-hari atau pada pembubaran koperasi.

Pada pasal 45 ayat 2 juga menjelaskan kerugian koperasi yang timbul dari aktivitas
pelanyanannya sehari-hari. Ayat ini jelas memberi petunjuk bahwa SHU (setelah dikurangi
penyisihan dana-dana) dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang oleh
masing-masing anggota dengan SHU yang dibagikan tersebut dapat berbentuk SHU positif dan
negatif.

SHU positif, anggota koperasi akan menerima sejumlah uang dari pembagian SHU
tersebut sebagai pengembalian kelebihan kontribusinya terhadap biaya-biaya riil koperasi.
SHU negatif berarti anggota koperasi harus menyetor kekurangan kontribusinya. Kasus
distribusi SHU negatif kepada anggota koperasi dapat diterima sejauh telah diyakini bahwa

8
kerugian yang timbul tersebut bukan sebagai akibat, misalnya karena adanya kesengajaan atau
kelalaian pengurus sehingga kerugian adalah layak untuk ditanggung oleh seluruh anggota.

Bahwa budget (APBK) bagi koperasi sebenarnya berorientasi kepada biaya. Sejalan
dengan yang dirumuskan oleh E.P. Roy (1986.h.6) yang mengatakan bahwa: cooperative is
defined as a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and
controlled by member-partrons as users, sharing risk and benefit proportional to their
participations. Namun begitu, penjelasan pasal 20 ayat 1 UU no.25/1995 menyebutkan bahwa:

“Mengingat anggota koperasi adalah pemilik dan pengguna jasa


sangat berkepentingan dalam usaha yang dijalankan oleh koperasi, maka
pertisipasi anggota berarti untuk mengembangkan usaha koperasi. Hal itu
sejalan pula dengan hak anggita untuk memanfaatkan dan mendapat
pelayanan dari koperasinya karena penting bagi anggota untuk
mengembangkan dan emelihara kebersamaan.”

Penjelasan dari pasal 21 ayat 1 tersebut, menegaskan bahwa kunci daripada pengembangan
koperasi terletak pada partisipasi anggota. Kalau saja manfaat nyata sudah dirasakan oleh
anggota maka adalah wajar apabila anggota juga memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap pembentukan pendapatan koperasi, dan pengurus koperasi dituntut untuk berkeja
secara profesional agar efisiensi dapat diciptakan setinggi-tingginya. Dengan demikian SHU
merupakan sisa dari pendapatan koperasi setelah dipergunakan untuk memenuhi seluruh biaya-
biaya operasi organisasi koperasi. Sisa itu daoat berbentuk sisa positif, negatif atau nihil.

Anda mungkin juga menyukai