SKRIPSI
Oleh :
ANITA KURNIASARI
K 8406013
Oleh :
ANITA KURNIASARI
K 8406013
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Pembimbing I Pembimbing II
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan status sosial
ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta. (2) Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
(3) Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
Karakteristik Kelurahan Gilingan adalah berada di utara Kota Surakarta, terdapat
terminal Tirtonadi. Kelurahan Gilingan terletak didaerah pinggiran kota sehingga
banyak pendatang yang singgah. Banyaknya pendatang dengan latar belakang
tidak jelas membuat Kelurahan Gilingan dipandangan masyarakat luar adalah
tempat yang negatif. Berbeda dengan asumsi publik tersebut, dalam penelitian ini
menunjukkan kenakalan yang dilakukan remaja di Kelurahan Gilingan rendah.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari,
Kota Surakarta, sebanyak 4464 remaja, sampelnya terdiri dari 31 remaja laki-laki
dan 51 remaja perempuan. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
multistage random sampling. Teknik pengumpulan data variabel status sosial
ekonomi orang tua, jenis kelamin dan kenakalan remaja menggunakan kuesioner
sebagai metode utama dan sebagai metode bantu menggunakan teknik
dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan Anakova Jenjang 2 Jalur.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Tidak ada
perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan
dengan p = 0,564 > 0,05. (2) Ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta,
yang ditunjukkan dengan p = 0,001 < 0,05. (3) Tidak ada perbedaan status sosial
ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, yang ditunjukkan
dengan p = 0,579 > 0,05.
ABSTRACT
Seorang yang menyerah terhadap godaan setelah lima menit tidak akan tahu apa
sebenarnya yang akan terjadi jika dia menahan godaan itu selama satu jam.
Inilah sebabnya orang-orang yang perilakunya buruk hanya mengetahui sedikit
sekali mengenai keburukan. Mereka telah menjalani kehidupan yang terkukung
karena selalu menyerah terhadap godaan.
( C S Lewis)
PERSEMBAHAN
Bapakku Giyono,SP dan Ibuku Lasmini, terima kasih atas cinta, kasih sayang,
perhatian dan doa untukku.
Kakak-kakakku, mbak Nunung, mas Aris, mbak Danik dan kakak-kakak iparku
serta keponakanku terima kasih sudah mendukungku dalam kuliah dan skripsi.
Sahabat-sahabatku, Yanti, Kasih, Fajar, Meli, Arik, terima kasih atas persahabatan
kalian yang membuat aku menjadi lebih dewasa, dan terima kasih untuk support
kalian untuk skripsi ini.
Terima kasih untuk mas Onci yang selalu memberikan semangat kepadaku dalam
mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini.
Almamater
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Penulisan skripsi
ini bertujuan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi
Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak
membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa nasihat, bimbingan
maupun pengarahan. Karena tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak tersebut,
maka skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Drs. H. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
3. Bapak Drs. H. MH. Sukarno, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Sosiologi
dan Antropologi Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Drs. Tentrem Widodo, M.Pd., sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan nasihat akademis demi kelancaran
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dra. Hj. Siti Rochani, M.Pd., sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dorongan dan nasihat demi kelancaran
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Nurhadi, S,Ant. M.Hum., sebagai Pembimbing Akademis yang
lama senantiasa memberikan nasihat, semangat, arahan dan bimbingan
yang sangat berharga.
7. Bapak Drs. Slamet Subagya, M.Pd., sebagai Pembimbimg Akademis yang
baru senantiasa memberikan bimbingannya.
8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sosiologi Antropologi FKIP
Universitas Sebelas Maret yang telah mendidik saya selama di bangku
kuliah.
9. Bapak Kepala Kelurahan Gilingan beserta seluruh staffnya yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta banyak
membantu memberikan informasi kepada penulis.
10. Seluruh Remaja Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
11. Teman Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2006. Terima kasih
banyak untuk kalian selama ini, kalian teman-teman yang banyak
memberikan inspirasi.
12. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat balasan dari Allah
SWT.
Segala kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang berkepentingan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………… i
PENGAJUAN …………………………………………………………… ii
PERSETUJUAN ………………………………………………………… iii
PENGESAHAN ………………………………………………………… iv
ABSTRAK ……………………………………………………………… v
MOTTO …………………………………………………………………. vii
PERSEMBAHAN ………………………………………………………. viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ………………………………………… 6
C. Pembatasan Masalah ………………………………………... 7
D. Perumusan Masalah ………………………………………… 8
E. Tujuan Penelitian …………………………………………… 8
F. Manfaat Penelitian …………………………………………. 9
yaitu sebanyak 7428 jiwa. Dalam penelitian ini justru kenakalan remaja bisa
terjadi pada golongan status sosial ekonomi manapun, tetapi bila dibandingkan
antar golongan tersebut ternyata status sosial ekonomi rendah lebih tinggi
kecenderungan kenakalannya dari pada status sosial ekonomi menengah dan
tinggi.
Jenis kelamin mempunyai latar belakang yang penting dalam melakukan
kecenderungan kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Status sosial ekonomi
orang tua dan jenis kelamin adalah dua hal yang penting dalam kaitannya dengan
kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sudah jelas bahwa jenis kelamin laki-laki
dan perempuan berbeda, di mulai dari tahap perkembangan fisik sampai psikisnya
berbeda, laki-laki cenderung agresif dalam melakukan suatu hal, dan perempuan
cenderung halus dan berperasaan. Remaja mengalami gejolak emosi yang tinggi,
pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, jenis
emosi yang secara normal dialami adalah : cinta/kasih sayang, gembira, amarah,
takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada
macam derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola
pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja
laki-laki lebih mengandalkan fisik yang kuat dalam menyelesaikan masalah,
mereka dianggap kuat jika bisa berkelahi. Seperti yang sering terjadi di Kelurahan
Gilingan, remaja laki-laki becanda, kemudian ada yang tersinggung, kemudian
mereka beradu fisik. Sedangkan remaja perempuan lebih menonjolkan fisik,
dalam masa puber, remaja perempuan ingin menjadi seperti perempuan dewasa
yang berdandan. Sehingga remaja perempuan selalu ingin berdandan agar tampil
beda di depan lawan jenisnya, segalanya dilakukan untuk mendapatkan
pengakuan oleh lawan jenisnya. Bahkan seringnya ingin tampil lebih dari remaja
perempuan lainnya, mereka sampai berkelahi seperti adu mulut.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Status Sosial Ekonomi Orang
Tua Dan Jenis Kelamin Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta”.
6
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan dalam penelitian
menjadi jelas dan terarah. Hal ini didasarkan bahwa pada penelitian berbagai
muncul secara bersama dan saling mempengaruhi satu sama lain sehingga sulit
untuk mengadakan penelitian yang menyeluruh.
Berdasarkan identifikasi masalah, maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Status sosial ekonomi orang tua
Adalah suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkis yang merupakan
kesatuan seimbang dari hal-hal yang menjadi nilai dalam masyarakat yang
biasanya dikenal sebagai priviliese ( kekayaan, pendapatan, barang-barang
konsumsi ), prestise ( status serta gaya hidup ) dan kekuasaan. Status sosial
ekonomi orang tua yang dibatasi pada dari mana remaja tersebut berasal, dan
dari keluarga berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, menengah ataukah
rendah, yang dapat mempengaruhi remaja berperilaku didalam keluarga,
sekolah dan masyarakat dan dapat mempengaruhi mereka melakukan
kenakalan.
2. Jenis kelamin remaja
Adalah perbedaan jenis kelamin antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan dilihat dari faktor fisik dan psikis yang membedakan tindakan
kenakalan yang dilakukan masing-masing remaja tersebut dan remaja laki-
laki dan perempuan tersebut dilihat dari keluarga berstatus sosial ekonomi
tinggi, menengah atau rendah.
3. Kenakalan remaja
Adalah tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial dan
bertentangan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, dan perbuatan yang merujuk
pada aktivitas remaja yang berlawanan dengan norma-norma masyarakat,
undang-undang Negara dan agama. Perbuatan remaja dikatakan nakal karena
remaja dianggap belum matang, perbuatan yang mereka lakukan kadang tidak
dikenakan hukuman berat. Kenakalan tersebut dilihat dari jenis kelamin
remaja dan status sosial ekonomi orang tua. Kenalan yang tidak dikenakan
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ?
2. Apakah ada perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta ?
3. Apakah ada perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin
remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
2. Perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
3. Perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja terhadap
kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta.
9
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dalam bidang Ilmu Pendidikan dan Sosiologi.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan masalah kenakalan
remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua
untuk lebih memperhatikan anak remaja mereka yang sedang
mengalami perkembangan dalam fisik dan psikisnya yang penuh
gejolak, sehingga perlunya pengawasan pergaulan anak remaja mereka
di luar rumah agar anak remaja mereka tidak terjebak dalam pergaulan
yang salah. Dan menginformasikan bahwa tidak melihat status sosial
ekonomi orang tua itu baik tinggi, menengah maupun rendah, anak
remaja mereka bisa melakukan kenakalan jika pengawasan dari orang
tua kurang.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada
pemerintah kelurahan dalam penanggulangan masalah kenakalan
remaja.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada remaja,
baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan, mereka harus dapat
mengontrol diri agar tidak melakukan kenakalan.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolesentia yang
mempunyai arti ke arah kematangan. Masa remaja merupakan suatu masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau merupakan
perpanjangan dari masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa. Jadi anak-
anak pada umur ini tidak dapat dikatakan sebagai anak lagi, tapi juga belum dapat
dikatakan sebagai golongan orang dewasa.
Masa remaja adalah masa “stress and strain” (kegoncangan dan
kebimbangan). Menurut Sudarsono (1995:13), “massa remaja awal adalah umur
13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun”.
Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono (2004:14) mengemukakan bahwa
“Seseorang dapat dikatakan sebagai remaja bila usianya 11-24 tahun dan belum
menikah”. Dapat dikatakan bahwa status pernikahan juga dapat menjadi penentu
seorang individu disebut remaja karena di Indonesia kriteria remaja selain
ditentukan oleh batasan umur juga ditentukan oleh status pernikahan. Sedangkan
pendapat Luella Cole dalam Bambang Mulyono (1998 : 10 ) “masa adolesensi
adalah sekitar umur 13 sampai 21 tahun. Beliau membagi tiga tingkatan yaitu
pertama awal adolesensi umur 13-15 tahun, kedua pertengahan adolesensi 16 – 18
tahun, dan ketiga akhir adolesensi 19 – 21 tahun”. Lain halnya dengan pendapat
Singgih D Gunarsa (2004: 128 ) yang membagi umur remaja menjadi tiga
tahapan, pertama umur 12-14 tahun remaja awal, kedua umur 15-17 tahun
dinamakan remaja, selanjutnya umur 18-21 tahun disebut remaja lanjut.
Menurut Hurlock dalam Sunarto dan Agung Hartono (2006:57)
mengemukakan bahwa rentangan usia remaja itu antara 13 – 21 tahun, yang
dibagi pula dalam usia masa remaja awal 13 atau 14 sampai 17 tahun dan remaja
akhir 17 sampai 21 tahu. WHO menetapkan batas usia 19 – 20 tahun sebagai
11
b. Ciri-ciri Remaja
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, dimana remaja
mengalami banyak perubahan yang disebabkan mereka sedang berada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat. Keadaan batin yang
penuh gejolak serta perubahan-perubahan fisik dan psikisnya mempengaruhi
tingkah laku remaja. Keadaan batin yang bergejolak tersebut menyebabkan emosi
remaja tidak stabil, pemalu, mudah tersinggung, menjadi pemarah dan sulit diatur.
Ketidakstabilan emosi tersebut tidak selalu terjadi pada seorang remaja. Hal ini
tergantung pada usaha remaja dalam menyesuaikan diri terhadap setiap masukan
atau inpuls yang datang dan diterima.
Masa remaja merupakan suatu masa yang relatif singkat dan mempunyai
ciri-ciri tersendiri. Soerjono Soekanto (1990:52) menyebutkan ciri-ciri remaja
dilihat dari sudut kepribadian, yaitu :
1.) Adanya perkembangan fisik yang pesat
2.) Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan orang
yang lebih dewasa.
3.) Keinginan untuk mendapatkan kepercayaan dari orang dewasa
4.) Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri
5.) Adanya perkembangan taraf intelektualitas untuk mendapatkan
identitas diri.
12
6.) Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan
atau keinginannya.
orangtua yang seperti itu menyebabkan anak-anak tidak senang. Sebaliknya ada
orang tua yang kadang memperlakukan dan menganggap anak mereka sudah
dewasa. Mereka lupa bahwa walaupun pertumbuhan jasmaninya sudah seperti
orang dewasa tetapi sikap, pikiran dan emosinya masih belum stabil (labil).
3.) Masalah agama
Perubahan yang cepat pada tubuh remaja yang disertai oleh dorongan yang
kadang-kadang berlawanan dengan nilai yang diperolehnya kurang merasa puas
pada orang tua, guru atau pemimpin masyarakat, perasaan ini menyebabkan
semakin tidak tenang, gelisah, cemas , marah, sedih bahkan kadang-kadang
kepercayaan kepada Allah itu terganggu. Kadang sangat rajin ibadah, kadang lalai
dan seakan kurang percaya kepada Allah, sedang dipihak lain ia memerlukan
agama dan di lain pihak ia tidak mengerti maksud dan tuntunan agama itu berat,
terutama bila ia tidak mengerti maksud dari ajaran agama.
4.) Masalah hari depan
Setelah pertumbuhan jasmaninya berhenti, remaja merasa bahwa dirinya
sudah seperti orang dewasa, kemampuan untuk berfikir logis yang sudah matang
oleh karena mereka memikirkan masa depannya semacam pekerjaan apa yang
akan dilakukannya setelah tamat sekolah. Mereka membayangkan segala yang
indah, hari depan yang gemilang, hidup enak, bahagia. Akan tetapi di lain pihak
mereka tidak melihat jalan untuk itu, karena kenyataan hidupnya yang tida
memberikan kepastian kepadanya. Maka tidak jarang sebagian dari mereka ada
yang mengatakan masa depannya suram.
5.) Masalah akhlaq
Sering terlihat kelakuan remaja yang semakin mencemaskan, banyak
terjadi kenakalan remaja, perkelahian, bahkan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang dan masih banyak lagi penyimpangan yang dilakukan oleh remaja
dewasa ini. Dipandang dari segi kejiwaan keadaan ini berhubungan dengan tidak
adanya ketenangan dan kepuasan terhadap kehidupan yang dilaluinya akhirnya
mereka berkelakuan yang dapat mengembalikan kestabilan mentalnya, walaupun
hanya sementara waktu. Remaja yang menghadapi gejala ini akan sangat mudah
terpengaruh dengan pengaruh buruk dari lingkungan. dampaknya, remaja akan
17
mengalami kemrosotan moral dan mental. Misalkan saja kemrosotan moral seperti
mabuk-mabukan, dan kemrosotan mental seperti menjadi pemberontak berani
berkelahi dengan siapa saja.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa problem masa remaja
yang sering terjadi adalah problem menyangkut jasmani, problem dengan
orangtua, problem agama, problem hari depan dan problem masalah akhlaq. Dari
berbagai problem yang dialami remaja, penelitian ini difokuskan pada masalah
remaja khususnya kenakalan remaja yang sering kita dengar dengan istilah
juvenile delinquency untuk lebih jelasnya berikut pembahasan khusus kenakalan
remaja.
Kemudian definisi kenakalan remaja dikemukakan oleh para ahli seperti William
C. Kvaraceus yang dikutip oleh Bambang Mulyono (1998:21) : “behaviorally, the
delinquent child is expressing himself by aggressive, over-action which does not
coincide with the demands and expectation of society” dari pengertian tersebut
dapat diartikan bahwa tingkah laku, kenakalan anak adalah ungkapan diri anak
yang agresif, berlebihan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan harapan
masyarakat. Menurut Kartini Kartono (1992:7) “kenakalan adalah perilaku
jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah
laku yang menyimpang”.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud kenakalan remaja adalah perbuatan anti sosial yang melanggar norma,
baik norma sosial, norma agama ataupun norma hukum yang di lakukan remaja
berusia 13 sampai 18 tahun yang dilakukan karena ekspresi diri yang berlebihan
sehingga melanggar aturan masyarakat dan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh
orang dewasa di kualifikasikan sebagai tindakan kejahatan.
4.) Kenakalan remaja dapat dilakukan oleh seorang remaja saja, atau dapat
juga dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok remaja.
Berikut ini disebutkan beberapa jenis kenakalan remaja yang dapat dikategorikan
sebagai tindakan kenakalan remaja :
1.) Kenakalan remaja yang tidak digolongkan kepada pelanggaran hukum atau
kenakalan ringan antara lain :
a. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutup kesalahan.
b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan sekolah.
c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan
orang tua.
d. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah
menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
21
ketrampilan dan kecerdasan dalam lingkungan keluarga, integrasi yang baik antar
media massa agar memilih materi yang baik dalam sajian-sajiannya. Selain itu
yang paling penting adalah penyediaan sekolah yang baik, yang dapat membawa
remaja kearah pemahaman tentang remaja adalah calon pemimpin bangsa.
b) Usaha perbaikan lingkungan serta kondisi sosial
Perbaikan yang membantu terciptanya pertumbuhan remaja yang sehat
fisik dan psikis. Hal ini menyangkut perbaikan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Walaupun tidak semua pengaruh dari lingkungan akan bersemi dalam diri remaja,
tetapi akan lebih baik tindakan untuk menghindari daripada mengobati.
Penempatan diskotik, klub malam hendaknya tidak berdekatan dengan lingkungan
pendidikan agar para remaja tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal tidak baik.
c) Usaha pengadaan sarana vital dalam menunjang pembinaan mental
Pembangunan tempat-tempat seperti gedung olah raga, gedung pemuda,
tempat pertunjukkan dan sebagainya sangat berguna untuk menyalurkan hasrat
remaja untuk berekspresi agar mereka tidak salah dalam menyalurkan hasrat
mereka itu.
d) Usaha yang bersifat khusus
Usaha ini bertujuan untuk menegakkan ketertiban umum, pemberian
penyuluhan dan bimbingan bagi remaja, pendidikan khusus bagi remaja yang
frekuensi menyimpangnya tinggi.
2. Usaha Penindakan (represif)
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat
dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
Di rumah dan dalam lingkungan keluarga, remaja dapat mentaati peraturan tata
cara yang berlaku. Disamping peraturan tentu perlu adanya semacam hukuman
yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga.
Sedangkan di lingkungan sekolah kepala sekolahlah yang berwenang dalam
pelaksanaan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa
hal guru juga berhak bertindak. Usaha yang perlu di lakukan adalah langkah
antisipasi dengan memberi pembinaan yang baik untuk remaja.
27
2) Status Sosial
Kata social berasal dari bahasa Latin “socius” yang artinya kawan atau
teman dan “sociates” yang maknanya adalah masyarakat. Gerungan (1996:72)
menjelaskan bahwa “yang dimaksud situasi sosial adalah setiap situasi dimana
saling berhubungan antara manusia satu dengan manusia lain”. Berarti sosial
adalah suatu keadaan dimana manusia saling berhubungan dengan manusia yang
lain dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial maka ia akan
29
3) Status Ekonomi
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani “oikonomis” yang terdiri dari
kata “oikos” yang berarti rumah tangga dan kata “nomos” yang berarti aturan.
Sunarjadi Prawirodiharjo (1980:5) menjelaskan “ Ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tentang usaha manusia untuk mencapai kemakmuran, yaitu usaha
supaya dapat memenuhi kebutuhannya”. Status ekonomi merupakan salah satu
bentuk dari stratifikasi sosial dalam masyarakat. Stratifikasi sosial dalam
masyarakat mencakup berbagai dimensi antara lain berdasarkan usia, jenis
kelamin, agama, kelompok etnis, kelompok ras, pendidikan formal, pekerjaan dan
ekonomi.
Menurut Weber dalam Kamanto Sunarto (1999:112) kelas ditandai oleh
beberapa hal, antara lain “kelas merupakan sejumlah orang yang mempunyai
persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib”. Peluang untuk hidup
orang-orang tersebut ditentukan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan
atas barang serta kesempatan untuk memperoleh penghasilan dalam pasaran
komoditi atau pasaran kerja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa status ekonomi adalah
kedudukan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun beberapa
kriterium tinggi rendahnya status ekonomi dalam penelitian ini adalah pekerjaan,
besarnya anggota keluarga, pola konsumsi, tingkat kesejahteraan keluarga,
keadaan rumah beserta perabotnya.
a. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan aktifitas sehari-hari untuk mempertahankan hidup
dengan tujuan memperoleh taraf hidup yang lebih baik dari hasil pekerjaan
30
tersebut. Sebaran pekerjaan angkatan kerja dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu
lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan.
1) Lapangan pekerjaan
Sebaran angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan menggambarkan di
sektor produksi apa saja maupun dimana saja para pekerja menyandarkan
sumber nafkahnya.
2) Status pekerjaan
Sebaran menurut status pekerjaan menjelaskan kedudukan pekerja di dalam
pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan.
3) Jenis pekerjaan
Sebaran menurut jenis pekerjaan menunjukkan kegiatan kongkret apa yang
dikerjakan oleh pekerja yang bersangkutan. Menurut catatan Biro Pusat
Statistik (2004) lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan
dikualifikasikan dalam Tabel I, sebagai berikut :
Tabel 1. Lapangan, Status dan Jenis Pekerjaan
Lapangan Pekerjaan Status Pekerjaan Jenis Pekerjaan
1. Pertanian, kehutanan, 1. Berusaha sendiri 1. Tenaga
perkebunan, peternakan tanpa dibantu orang professional,tekni
dan perikanan. lain. si dan yang
2. Pertambangan, 2. Berusaha dengan sejenisnya.
penggalian. dibantu anggota 2. Tenaga
3. Industry pengolahan. keluarga / buruh kepemimpinan
4. Listrik, gas dan air tidak tetap. dan
5. Bangunan 3. Berusaha dengan ketatalaksanaan.
6. Perdagangan besar, buruh / pekerja 3. Tenaga usaha
eceran, rumah makan tetap. penjualan.
dan hotel. 4. Buruh / karyawan / 4. Tenaga usaha
7. Angkutan, pergudangan pegawai. jasa.
dan komunikasi. 5. Pekerja keluarga. 5. Tenaga usaha
8. Keuangan,asuransi, sewa pertanian,
bangunan, tanah dan jasa kehutanan,
perusahaan. perkebunana dan
9. Jasa kemasyarakatan. perikanan.
6. Tenaga produksi.
7. Tenaga operator.
8. Pekerja kasar.
31
b. Tingkat Penghasilan
Menurut Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers (1982:8) “Tingkat
penghasilan adalah pendapatan yang diperoleh kepala keluarga beserta anggota
keluarganya yang bersumber dari sektor formal, sektor informal dan sektor
subsistem dalam waktu satu bulan yang diukur berdasarkan rupiah”.
Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu
faktor penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan meeka. Tinggi
rendahnya taraf hidup seseorang tergantung pada tinggi rendahnya penghasilan
seseorang, makin banyak penghasilan seseorang makin tinggi taraf hidupnya.
e. Pola Konsumsi
Pola konsumsi atau bentuk penggunaan suatu bahan atau barang dapat
dilihat melalui alokasi konsumsinya. Semakin sejahtera penduduk semakin
kecil pengeluaran konsumsinya untuk bahan pangan. Alokasi pengeluaran
konsumsi masyarakat secara garis besar digolongkan ke dalam dua kelompok
penggunaan yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeleuaran bukan
makanan.
Dalam perekonomian yang taraf perkembangannya masih rendah,
sebagian besar pendapatan dikeluarkan untuk pembelian makanan dan pakaian
sebagai keperluan sehari-hari yang paling pokok. Pada tingkat perkembangan
ekonomi yang lebih maju pengeluaran untuk pembelian makanan bukan lagi
merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga, sedangkan
pengeluaran-pengeluaran lain seperti untuk pendidikan, perumahan dan
rekreasi menjadi bertambah penting. Pendapatan yang tidak dikonsumsi
disisihkan untuk ditabung. Penabungan ini dilakukan untuk memperoleh
bungan atau deviden dan dana dalam menghadapai kemungkinan kesusahan
dimasa depan.
f. Kondisi Rumah
Rumah adalah tempat untuk tumbuh dan berkembang baik secara
jasmani, rohani dan sosial. Sesuai fungsinya rumah adalah sebagai tempat
tinggal dalam satu lingkungan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
34
elektronik lainnya, dan kendaraan juga dapat dijadikan tolak ukur tingkat
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga. Di pedesaan selain kepemilikan
perabot rumah tangga seperti tersebut diatas yang juga dapat diperhitungkan
dalam mencerminkan tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga adalah
jumlah dan macam kepemilikan hewan piaraan atau ternak seperti sapi, kerbau,
kuda, kambing, itik dan ayam.
h. Luas Lahan
Indonesia adalah Negara agraris, karena sebagian besar wilayah di
Indonesia sawah. Mata pencaharian masyarakat Indonesia mayoritas sebagai
petani. Terutama di daerah jawa, mayoritas penduduknya bekerja sebagai
petani.
Sayogya dalam Kamanto Sunarto (1999:110) membagi petani miskin di
Jawa dalam tiga lapisan yaitu :
1) Petani lapisan III (kaya) : yang luas tanahnya di atas 0,5 ha
2) Petani lapisan II (sedang) : yang luas tanahnya antara 0,25 – 0,5 ha
3) Petani lapisan I (miskin) : yang luas tanahnya dibawah 0,25 ha atau buruh
tani yang tidak memiliki tanah.
Dari pendapat di atas diartikan bahwa status sosial ekonomi terdiri dari
priviliese yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang, penghasilan, barang-barang
yang dimiliki dan yang digunakan, kemudian adanya prestise yaitu gaya hidup
serta kekuasaan. Semua itu menentukan status sosial ekonomi seseorang di
36
masyarakat, jika previlese dan prestise tinggi maka mendapatkan kekuasaan dan
penghormatan yang tinggi dari masyarakat, tetapi jika previliese dan prestise
rendah, maka tidak adanya kekuasaan yang diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa
status social ekonomi orang tua adalah kedudukan orang tua dalam suatu
masyarakat yang diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya, berkaitan pula dengan hak dan kewajiban serta
segala sesuatu di lingkungan masyarakat sekitar.
Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut :
1) Kelahiran (birth)
Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam
memperkenalkan system nilai yang berkembang dalam masyarakat, termasuk
status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut.
2) Unsur biologis (biological properties)
Jenis kelamin dan garis keturunan juga ikut menentukan kedudukan
seseorang baik secara individu maupun kelompok.
3) Harta kekayaan (fortune)
Dalam hal ini akan sangat tampak perbedaan antara golongan yang
mempunyai kekayaan (orang kaya) dengan golongan yang tidak punya (orang
miskin), karena orang kaya akan mendapat kedudukan dan penghormatan yang
37
lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang miskin, bahkan tidak jarang
ditemui dalam suatu masyarakat jika golongan orang miskin dituntut untuk
menghormati golongan orang kaya.
4) Pekerjaan (profession)
Pekerjaan yang dinilai memerlukan pemikiran akal (otak) umumnya
lebih dihargai dan dianggap berkedudukan lebih tinggi dari pada pekerjaan
tangan (kasar). Dalam masyarakat modern, ijasah yang diraih juga termasuk
faktor penting dalam menentukan jenis pekerjaan dan kedudukan.
5) Peran (role)
Peran seseorang dalam masyarakat akan mempengaruhi penghargaan
dan penghormatan seseorang dalam masyarakat. Orang yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab dalam kegiatan kemasyarakatan akan
ditempatkan pada status yang lebih tinggi pada masyarakatnya.
Menurut Gerungan (1996:183) mengatakan, “yang menjadi kriteria tinggi
rendahnya status sosial ekonomi dalam masyarakat antara lain: tempat tinggal
(rumah), penghasilan keluarga dan beberapa kriteria lainnya yang berkaitan
dengan kesejahteraan keluarga”.
Menurut Soerjono Soekanto (1996:237)mengatakan, “status sosial
ekonomi seseorang di ukur dari: (1) Ukuran kekayaan, (2) Ukuran kekuasaan, (3)
Ukuran kehormatan, (4) Ukuran Ilmu Pengetahuan”.
Dari pengertian di atas dapat peneliti jelaskan satu persatu sebagai berikut :
1) Ukuran kekayaan
Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda atau materi oleh
seseorang. Ukuran kekayaan dapat dilihat dari bentuk dan luas rumah yang
bersangkutan, luas kepemilikan tanah, kepemilikan barang berharga serta
fasilitas-fasilitas yang ada.
2) Ukuran kekuasaan
Ukuran kekuasaan merupakan wewenang atau kewenangan yang
dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam masyarakat, lembaga atau
suatu perusahaan dipimpin.
3) Ukuran kehormatan
38
(2) Pendidikan Non Formal adalah cara pendidikan yanga da di luar sekolah
yang masih terencana dengan tujuan tertentu. Jenjang pendidikan ini
terjadi di luar kerangka pendidikan sekolah. Pendidikan non formal dapat
dilihat pada penyelenggara kursus dan upaya pemberantasan buta huruf.
Semua penyelenggara pendidikan non formal bertujuan menambah
pengetahuan dan ketrampilan masyarakat agar mempunyai kemampuan
belajar.
(3) Pendidikan Informal adalah cara pendidikan yang pertama kali dialami
oleh manusia, yakni dari lingkungan keluarga. Pendidikan ini terjadi
sepanjang hidupnya yang merupakan pengalaman yang diperoleh di
lingkungan sekitar. Proses pendidikan ini terjadi baik disadari maupun
tidak disadari.
Faktor pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan yang pernah
ditempuh oleh orangtua pada pendidikan formal. Tingkat pendidikan orangtua
sangat mempengaruhi pandangan anak-anaknya dalam menempuh pendidikan
yang akan dijalaninya. Sebab semakin tinggi pendidikan orang tua semakin tinggi
pula kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu di dalam masyarakat maupun dilingkungan sekolahnya.
b) Pekerjaan dan penghasilan
Pekerjaan merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang di suatu tempat untuk menghasilkan barang dan jasa. Pekerjaan
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang. Adanya pekerjaan, maka seseorang akan mengharapkan pendapatan
sehingga imbalan dari kerja seseorang dan merupakan penghasilan keluarga yang
akan menghasilkan sejumlah barang yang dimilikinya.
Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang menyebabkan tidak
terhitungnya jumlah pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Dimana masing-
masing pekerjaan memerlukan bakat, keahlian atau kemampuan yang berbeda
untuk mendudukinya. Seperti yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto
(1990:84) bahwa :
41
Melihat banyaknya jenis pekerjaan yang ada dalam masyarakat yang tidak
mungkin dibahas satu persatu, maka dalam penelitian ini peneliti menggolongkan
jenis pekerjaan menjadi dua golongan yaitu pegawai yang meliputi pegawai
negeri dan swasta dan non pegawai atau bukan pegawai. Adapun penjelasan dari
masing-masing kelompok adalah sebagai berikut :
1) Pegawai negeri dan swasta
Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan digaji
menurut Undang-undang yang berlaku.
2) Non pegawai
Jenis pekerjaan non pegawai adalah jenis pekerjaan selain pegawai.
Dengan batasan atau dengan criteria bahwa pekerjaan tersebut tidak
membutuhkan kualifikasi atau standar pendidikan tertentu, tidak
bernaung di bawah suatu instansi, organisasi atau yayasan tertentu
tidak memerlukan jam kerja yang pasti, penghasilan yang diperoleh
sifatnya hanya upah, tidak terikat adanya undang-undang atau
peraturan tertentu. Misalnya kuli bangunan, buruh, pekerja kasar,
tukang becak, pedagang, petani dan lain-lain.
Macam dan jenis pekerjaan yang dilakukan ataupun dimiliki sangat
berpengaruh terhadap kemampuan individu tersebut untuk dapat memenuhi
kebutuhan keluarganya dan juga akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
status sosial ekonomi di masyarakat.
Penghasilan atau pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang
maupun barang dari hasil sendiri yang dinilai dengan uang. Pendapatan atau
penghasilan yang diterima oleh seseorang dapat diperoleh dari bermacam-macam
sumber, pendapatan pada dasarnya dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu :
42
(1) Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan berupa uang yang
sifatnya regular dan biasanya dierima sebagai balas jasa. Sumber-sumber
yang utama adalah gaji dan upah, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan
pekerjaan bebas, pendapatan dari penjualan barang atau ternak yang
dipelihara dan sebagainya.
(2) Pendapatan berupa barang adalah penghasilan yang sifatnya regular dan
biasanya diterima dalam bentuk barang dan jasa. Dapat berupa
pembayaran gaji atau upah yang diwujudkan dalam bentuk barang,
misalnya beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan lain-lain.
(3) Lain-lain penerimaan uang dan barang, yang dipakai sebagai pedoman
dalam segala penerimaan yang bersifat transfer redistributif biasanya
membawa perubahan dalam keuangan rumah tangga, misalnya warisan,
penagihan hutang, kiriman uang dan lain-lain.
Pendapatan yang diperoleh dari suatu pekerjaan akan berkaitan dengan
kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan merupakan
salah satu faktor dalam menentukan kedudukan atau status sosial ekonomi.
1) Sumber Pendapatan Keluarga
Tiap-tiap keluarga dalam memenuhi kebutuhannya memerlukan
pendapatan yang sumbernya berbeda-beda dengan yang lainnya. Mulyanto
Sumardi dan Hans-Dieter Evers (1982:323) mengemukakan “Pendapatan
rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan dari sektor
formal, sektor informal, dan pendapatan dari sektor sub sistem”.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dijelaskan sebagai berikut :
(1) Pendapatan dari sektor formal
Pendapatan sektor formal adalah pendapatan yang diperoleh melalui
pekerjaan pokok. Pendapatan ini dapat berupa uang atau barang yang
sifatnya regular. Sedangkan yang dimaksud sector formal tersebut ialah
sector pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar yang resmi terdaftar
pada pemerintah.
(2) Pendapatan dari sektor informal
43
dari kondisi keluarga itu sendiri yaitu status sosial ekonomi”. Dari pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa kenakalan remaja dipengaruhi oleh kondisi status
sosial ekonomi orangtua. Kenakalan remaja cenderung dalam terjadi pada tingkat
sosial ekonomi rendah karena remaja berkembang dalam keadaan bebas, tertekan
dan selalu banyak masalah seperti anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang
dan tuntunan pendidikan orangtua, karena kurangnya pendidikan dan
pengetahuan, kebutuhan fisik maupun psikis remaja yang tidak terpenuhi sehingga
keinginan dan harapan anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan. Anak-anak
tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk
bertindak susila seperti kebiasaan disiplin dan mengontrol diri yang baik.
Pengaruh demikian ini akan menjadikan jiwa remaja mudah terkena hal yang
negatif dan menjadi nakal. Tetapi tidak semua anak yang nakal hanya berasal dari
keluarga yang status sosial ekonominya rendah, bisa juga berasal dari anak yang
berstatus sosial ekonomi menengah dan rendah, mungkin saja segala keperluan
cukup, tetapi kurangnya pengawasan dari orangtua karena orangtuanya bekerja.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti kenakalan bisa terjadi pada golongan status
sosial ekonomi manapun.
b) Remaja madya
Remaja madya berlangsung dari umur 14 – 18 tahun. Pada masa ini
menunjukkan ciri-ciri membutuhkan kawan, cenderung narcissistic (menyukai
diri sendiri dan kawan-kawan yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan
dirinya), merasa kebingungan memilih, peka/tidak peduli (ramai-ramai, sendiri,
optimis/pesimis, meterialis/idealis) sehingga disebut juga dengan masa mencari
identitas diri. Pada masa ini remaja lebih cenderung mengalami kebingungan
dan adanya ketergantungan yang besar terhadap teman sebaya, oleh karena itu
diperlukan bimbingan dari orang tua bersifat mengarahkan bukan untuk
memaksa.
c) Remaja akhir
Remaja akhir berlangsung pada umur 18 tahun sampai 21 tahun. Ciri-
ciri yang menonjol pada masa ini adalah minat semakin mantap terhadap
fungsi intelek, mencari kesempatan penyesuaian ego, terbentuknya identitas
diri menjadi pendirian hidup, hilangnya egosentrisme diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain,
tumbuh dinding pemisah antara private self dan the public . pada masa ini
individu menemukan pendirian hidup dan memantapkannya serta tugas-tugas
perkembangan telah terpenuhi, hal ini terjadi karena secara fisik maupun secara
psikis mereka sudah mencapai kematangannya.
Berdasarkan perkembangan masa remaja yang telah diulas di atas, maka
penulis berusaha memfokuskan objek penelitian pada remaja yang tergolong
remaja awal dan remaja madya dengan usia sekitar 13 – 18 tahun. Pada remaja
yang berusia 13 – 18 tahun masih sekolah tingkat SMP dan SMA, dimana masa
usia SMP dan SMA remaja masih penuh gejolak dalam mencari jati dirinya.
karakteristik/sifat dari psikis individu yang bersangkutan. Berikut ini akan lebih
dipaparkan lagi oleh penulis mengenai perbedaan fisik, perbedaan psikis dan
emosi remaja.
1. Perbedaan Fisik
Pertumbuhan fisik remaja laki-laki dan remaja perempuan selalu
berubah setiap masanya. Masing-masing memiliki ciri dan kekhasan tersendiri.
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini
meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-
ciri kelamin yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder).
Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono dalam buku
Perkembangan Peserta Didik ditulis oleh Sunarto dan B. Agung Hartono
(2006:79), urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut :
1) Pada anak perempuan
a. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota
badan menjadi panjang)
b. Pertumbuhan payudara
c. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan
d. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap
tahunnya
e. Bulu kemaluan menjadi keriting
f. Menstruasi atau haid
g. Tumbuh bulu-bulu ketiak.
2) Pada anak laki-laki
a. Pertumbuhan tulang-tulang
b. Testis (buah pelir) membesar
c. Tumbuh bulu kemaluan yang halus,lurus,dan berwarna gelap
d. Awal perubahan suara
e. Ejakulasi (keluarnya air mani)
f. Bulu kemaluan menjadi keriting
g. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap
tahunnya
h. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis,jenggot)
i. Tumbuh bulu ketiak
j. Akhir perubahan suara
k. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap
l. Tumbuh bulu di dada.
52
belum mampu mengandung anak untuk beberapa bulan atau setahun lebih.
Masa interval ini disebut sebagai “saat steril” masa remaja.
4) Ciri Kelamin Kedua
Yang dimaksud dengan ciri kelamin kedua pada anak perempuan
adalah membesarnya buah dada dan mencuatnya putting susu, pinggul melebar
lebih lebar daripada bahu, tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, tumbuh
rambut di ketiak, dan suara bertambah nyaring. Sedang cirri kelamin kedua
pada anak laki-laki adalah tumbuh kumis dan jenggot, otot-otot mulai tampak,
bahu melebarlebih lebar daripada pinggul, nada suara mmebesar, tumbuh
jakun, tumbuh bulu ketiak, bulu dada, dan bulu di sekitar alat kelamin, serta
perubahan jaringan kulit menjadi lebih kasar dan pori-pori membesar.
Ciri-ciri kelamin kedua inilah yang membedakan bentuk fisik antara laki-
laki dan perempuan. Ciri ini pula yang seringkali merupakan daya tarik antarjenis
kelamin. Pertumbuhan tersebut berjalan seiring dengan perkembangan ciri
kelamin yang utama, dan keduanya akan mencapai taraf kematangan pada tahun
pertama atau tahun kedua masa remaja.
Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006:84), ada tiga kriteria yang
membedakan anak laki-laki dan anak perempuan, yaitu dalam hal :
(1) Kriteria kematangan seksual
(2) Permulaan kematangan seksual
(3) Urutan gejala-gejala kematangan
ada akan dijadikan sebagai pedoman atau patokan dalam bertingkah laku dalam
kelompok.
c.) Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis
Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenis.
Dengan semakin meningkatnya ketertarikan kepada lawan jenis dapat
menyebabkan remaja berusaha keras untuk memiliki teman dekat yang merupakan
lawan jenisnya, hal ini sering disebut dengan pacaran. Jika dalam hal ini orang tua
kurang mengerti, kemudian melarangnya maka akan menimbulkan masalah bagi
remaja dan menyebabkan remaja akan bersikap tertutup terhadap orangtua. Untuk
mencegah hal tersebut, remaja perlu diajak berkomunikasi secara rileks dan
terbuka untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis.
d.) Mulai timbulnya kecenderungan memilih karir tertentu
Dalam perkembangan sosial remaja, salah satu cirri yang muncul ialah
adanya kecenderungan untuk memilih karir tertentu walaupun sebenarnya
perkembangan sosial remaja masih berada pada taraf pencarian karir. Untuk itu
remaja perlu mendapatkan wawasan pengetahuan tentang karir dari orang dewasa
dengan disertai kekurangan dan kelebihan jenis karir tersebut.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa individu remaja
mengalami perkembangan yang meliputi aspek fisik, sosial, dan emosi. Selain itu
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang perlu
ditanamkan secara baik sebagai dasar anak atau remaja dalam bergaul di
masyarakat.
Tabel 2. Perbedaan Remaja Laki-laki dan Remaja Perempuan
No Aspek Laki-laki Perempuan
1 Fisik Tinggi : Tinggi :
Mencapai tinggi yang matang Mencapai tinggi yang matang
pada usia 19 tahun. pada usia 18 tahun.
Berat : Berat :
Perubahan berat badan yang Perubahan berat badan yang
matang mengikuti tinggi yaitu matang mengikuti tinggi
63
Perasaan : Perasaan :
Emosi tinggi. Sensitif
3 Sosial Laki-laki ingin menguasai Menerima terhadap
keadaan perubahan-perubahan yang
terjadi.
Memperhatikan nilai-nilai Memperhatikan masalah
kultural kehidupan.
Lebih besar mendapat peluang Dalam masyarakat tradisional
dalam pendidikan lebih kecil mendapat peluang
dalam pendidikan
Penelitian yang relevan yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai pendukung dalam sebuah penelitian baru.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian Wahyuni yang dilakukan pada tahun 2006 berjudul Korelasi
Pergaulan Kelompok Sebaya dan Pola Asuh Orangtua Dengan Kenakalan Remaja
pada siswa kelas XI di SMA Negeri I Kartasura. Dalam penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa (1) Ada hubungan antara pergaulan kelompok
sebaya dengan kenakalan remaja, (2) Ada hubungan antara pola asuh orangtua
terhadap kenakalan remaja, (3) Ada hubungan antara pergaulan kelompok sebaya
dan pola asuh orangtua dengan kenakalan remaja.
Penelitian Muhamad Arif Munandar yang dilakukan pada tahun 2007
berjudul Hubungan Antara Ketaatan Beribadah dan Perhatian Orangtua dengan
Kenakalan Remaja Di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali
Tahun 2007. Dalam penelitian tersebut diperoleh keimpulan bahwa : (1) Ada
hubungan negatif yang signifikan antara ketaatan beribadah dengan kenakalan
remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali, (2) Ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara perhatian orangtua dengan
kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali,
(3) Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara ketaatan beribadah dan
perhatian orangtua dengan kenakalan remaja di Desa Keyongan Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali.
66
C. Kerangka Pemikiran
remaja cenderung terjadi pada tingkat sosial ekonomi rendah karena remaja
berkembang dalam keadaan bebas, tertekan dan selalu banyak masalah seperti
kurang mendapat perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis yang tidak terpenuhi
oleh orang tua. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kenakalan remaja di
lakukan oleh remaja yang berasal dari status sosial ekonomi tinggi dan menengah,
dimungkinkan karena didikan orang tua mereka terlalu mengekang anak dan kaku,
sehingga apa yang ingin dilakukan selalu dibatasi, anak kurang dapat berekspresi,
sehingga disaat mereka di luar rumah tidak dapat mengontrol diri dalam bergaul
dan terpengaruh ke hal-hal yang negatif. Dengan adanya faktor tersebut maka
penulis mencoba untuk membahas perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan
jenis kelamin remaja dengan kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta terhadap kenakalan remaja sebagai variabel terikat,
status sosial ekonomi orang tua dan jenis kelamin remaja sebagai variabel bebas.
Adapun model kerangka berfikir antar variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Kenakalan Remaja
(Y)
D. Perumusan Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama 5 bulan. Mulai bulan februari sampai
dengan bulan Juni tahun 2010 sampai penyusunan hasil penelitian. Secara rinci
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Tahap Kegiatan Penelitian
Bulan dan Tahun
No Kegiatan Feb’ Maret April Mei Juni
2010 2010 2010 2010 2010
1 Pengajuan Proposal
2 Perizinan
3 Penyusunan Instrumen
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data
6 Penulisan Laporan
70
B. Metode Penelitian
1. Pengertian Metode Penelitian
2. Sampel Penelitian
a. Pengertian Sampel
Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan diselidiki, tetapi cukup
mengambil wakil populasi yang dijadikan obyek penelitian. Menurut Consuelo G.
Sevila (1993:160) “Sampel adalah kelompok kecil yang kita amati”. Winarno
Surakhmad (1994:100) menyatakan “Sampel adalah sebagian dari populasi untuk
mewakili seluruh populasi”. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian individu yang menjadi anggota
populasi yang di peroleh dengan cara-cara tertentu untuk menjadi wakil dari
populasi yang diteliti.
76
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d2 = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir / diinginkan. Burhan Bungin
(2006: 105).
Berdasarkan rumus di atas, peneliti menghendaki nilai kritis 15 %, maka
taraf kepercayaan 85 %. Artinya, kira-kira 15 dari 100 kesimpulan akan menolak
hipotesis yang seharusnya diterima atau kira-kira 85 % percaya bahwa kesimpulan
yang dibuat adalah benar. Untuk lebih jelasnya penghitungannya sebagai berikut :
Sampel remaja laki-laki :
n = . ǁ
¸ǁǑො
n = ¸ǁǑො. ො,ǁ ǁ
¸ǁǑො
n= ,Ǒො ǁ
77
¸ǁǑො
n= 7,Ǒො
c. Teknik Sampling
Teknik penarikan suatu sampel adalah bahwa sampel yang ditarik haruslah
mewakili populasi atau representatif. Sanapiah Faisal (2001: 58) mengatakan
bahwa perancangan pengambilan sampel pada dasarnya ada 2 yaitu: “rancangan
sampel probabilitas (probability sampling design) dan rancangan sampel non
probabilitas (non probability sampling)”.
Berikut penjelasan rancangan pengambilan sampel, rancangan sampel
probabilitas disebut juga dengan rancangan sampel secara random (setiap anggota
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel). Menurut
Fraenkell,J.R & Wallen,N.E dalam T. Widodo (2008:49-50), memperkenalkan
beberapa teknik random sampling yang sering digunakan dalam penelitian
kuantitatif, yaitu :
1. Simpel random sampling (random sampling sederhana)
Random sampling sederhana digunakan bila peneliti memandang populasi
mempunyai karakteristik homogin yang setara.
2. Stratified random sampling (random sampling berlapis)
78
diambil 50% dari jumlah populasi pada tiap RT yang terpilih. Dari
sampling frame setiap RT diambil sejumlah remaja dengan perincian
sebagai berikut :
(1) RT 02 RW I terdiri dari 15 remaja, terpilih 3 remaja laki-laki dan 5
remaja perempuan sebagai sampel.
(2) RT 04 RW I terdiri dari 20 remaja, terpilih 4 remaja laki-laki dan 6
remaja perempuan sebagai sampel.
(3) RT 01 RW VIII terdiri dari 35 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan
10 remaja perempuan sebagai sampel.
(4) RT 03 RW VIII terdiri dari 32 remaja, terpilih 7 remaja laki-laki dan 9
remaja perempuan sebagai sampel.
(5) RT 01 RW XV terdiri dari 34 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan 9
remaja perempuan sebagai sampel.
(6) RT 04 RW XV terdiri dari 40 remaja, terpilih 8 remaja laki-laki dan
12 remaja perempuan.
Jadi secara keseluruhan ada 89 remaja yang terpilih sebagai sampel.
d. Sampling frame IV
Membuat sampling frame yang memuat nama-nama dari 89 remaja terpilih
yang berusia 13 sampai 18 tahun. Selanjutnya diambil sejumlah sampel
yang sebenarnya dengan cara undian atau secara random. Sehingga
terdaftar remaja usia 13 sampai 18 tahun sejumlah 38 remaja laki-laki dan
51 remaja perempuan, total keseluruhan 89 remaja.
Berikut ini daftar komposisi remaja dalam setiap RT sebagai pedoman
dalam langkah pengambilan sampel di atas.
80
Tabel 3.2. Daftar RW, RT, dan remaja terpilih di Kelurahan Gilingan
Sampel
Nama RW Nama RT
No. Jumlah Remaja Remaja Remaja
Sampel Sampel
Laki-laki Perempuan
02 15 3 5
1 RW I
04 20 4 6
01 35 8 10
2 RW VIII
03 32 7 9
01 34 8 9
3 RW XV
04 40 8 12
Jml 3 RW 6 RT 176 38 51
2. Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara untuk
memperoleh atau mengumpulkan data yang akan diteliti, sedangkan instrument
penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan
untuk penelitian. Sesuai dengan variabel dalam penelitian ini, maka instrument
yang digunakan adalah :
a. Angket atau Kuesioner
Salah satu cara untuk mempermudah proses pengumpulan data
yang akan diteliti adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner.
Angket atau kuesioner menurut Kartini Kartono (1976: 246) adalah “Suatu
penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut
kepentingan umum (orang banyak)”. Menurut Hadari Nawawi (1998:
117) menyatakan “angket atau kuesioner adalah usaha untuk
mengumpulkan informasi dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan
tertulis untuk dijawab secara tertulis oleh responden.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 128), jenis angket ada
beberapa macam dilihat dari sudut pandangnya, antara lain adalah :
1) Di pandang dari cara menjawab, maka ada :
a) Angket terbuka
82
8) Memperbanyak angket.
b. Dokumentasi
Selain angket atau kuesinoner, pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan dokumentasi. Suharsimi Arikunto (1998: 236)
menjelaskan metode dokumentasi adalah “Mencari data mengenai hal-hal
variabel yang berupa catatan buku, surat kabar, majalah, prasasti, dan
notulen”. Dokumentasi dalam hal ini untuk memperoleh jumlah remaja di
Kelurahan Gilingan, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan,
nama remaja, dan informasi mengenai Kelurahan Gilingan.
tidak valid. Berdasarkan hasil uji coba yang dilaksanakan dengan jumlah
responden sebanyak 15 remaja melalui komputer paket seri program
statistik (SPS) 2000 program uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan
Yuni Pamardiningsih maka diperoleh hasil validitas sebagai berikut :
a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1)
Jumlah item diuji coba 25 item pertanyaan. Jumlah item yang
dinyatakan valid atau sahih sebanyak 17 butir yaitu nomor : 1 , 2, 4, 5, 6,
8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20 dan 23. Keseluruhan item tersebut
dinyatakan valid karena masing-masing item memiliki p < 0,050. Jumlah
item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 8 butir yaitu
nomor: 3 , 7, 14, 19, 21, 22, 24 dan 25. Ketujuh item tersebut dinyatakan
tidak valid karena masing-masing item memiliki p > 0,050.
b) Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Jumlah item yang diuji cobakan 32 item pertanyaan. Jumlah item yang
dinyatakan valid atau sahih adalah sebanyak 18 butir yaitu nomor : 1, 3, 4,
6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 23, 25 dan 31. Keseluruhan item
tersebut dinyakatan valid karena maisng-masing item memiliki p < 0,050.
Jumlah item yang dinyatakan tidak valid atau gugur adalah sebanyak 14
butir yaitu nomor: 2, 5, 10, 12, 18, 20, 22, 29, 26, 27, 28, 29, 30 dan 32.
Keempatbelas item tersebut dinyatakan tidak valid karena masing-maisng
memiliki p > 0,050.
b. Uji Reliabilitas Angket
Uji reliabilitas angket digunakan untuk mengetahui keandalan
angket apakah dipercaya atau tidak untuk mengumpulkan data penelitian.
Uji reliabilitas angket dalam penelitian ini menggunakan formula alpha
Cronbach yaitu :
87
∑
= 1−
ǁ
Dimana :
k : Banyaknya item
Sj2 : Variabel belahan j :j = 1,2,3
Sx2 : Varians skor
Kriteria koefisien korelasi reliabilitas, yaitu :
0,00 – 0,20 : Reliabilitas rendah sekali
0,20 – 0,40 : Reliabilitas rendah
0,40 – 0,70 : Reliabilitas sedang
0,70 – 0,90 : Reliabilitas tinggi
0,90 – 1,00 : Reliabilitas tinggi sekali
Jika hasil pengukuran reliabilitas instrumen dengan p < 0,050 maka
dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran reliabel, sebaliknya jika hasil
pengukuran reliabilitas instrumen dengan p > 0,050 maka hasil pengukuran
tidak reliabel. Adapun hasil dari uji keandalan item dengan teknik alpha
cronbach melalui komputer paket Seri program Statistik (SPS) 2000 program
uji kesahihan butir edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih maka dapat
diperoleh hasil sebagai berikut :
a) Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1)
Variabel status sosial ekonomi orang tua menghasilkan koefisien
instrument (rtt) = 0,937 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas
instrument tinggi atau andal.
b) Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Variabel kenakalan remaja menghasilkan koefisien instrumen (rtt) =
0,949 dan p = 0,000. Hal ini berarti bahwa reliabilitas instrumen tinggi atau
andal.
88
X2 = ∑
Keterangan :
X2 = koefisien chi kuadrat
fo = jumlah frekuensi yang telah diperoleh
fh = jumlah frekuensi yang diharapkan
Berdasarkan kaidah uji normalitas Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih Versi : IBM/IN adalah jika p > 0,050 maka sebarannya
normal dan jika p < 0,050 maka sebarannya tidak normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui hubungan yang linier antara
masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat yaitu antara X1 dengan
Y dan antara X2 dengan Y.
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan rumus dari Riduwan
(2010:200) sebagai berikut :
89
∑
a. JK Reg (a) =
∑ .∑
b. JK Reg (bIa) = b ∑ŵ −
¸
c. JK Res =∑ – ( ) − ( )
¸ ∑
g. JK E =∑ 1 ∑ −
j. RJK E =
k. Fhitung =
Keterangan :
3. Uji Hipotesis
Uji ini menggunakan rumus Anava dua jalur dalam buku Riduwan
(2010:222). Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan uji
Anava adalah dengan :
1) Membuat hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk kalimat.
2) Membentuk hipotesis (Ho dan Ha) dalam bentuk statistic.
3) Membuat data statistik induk.
4) Menghitung jumlah kuadrat total (JKT)
∑
JKT = ∑ ŵ ¸ −
KRB = .
KRAB = .
91
KRD = .
FB =
FAB =
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
a. Keadaan Geografis
Kelurahan Gilingan ada di Wilayah Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
Propinsi Jawa Tengah. Kelurahan ini memliliki luas wilayah 127,8 Ha dengan
batas wilayah :
Sebelah Utara : Kelurahan Nusukan
Sebelah Timur : Kelurahan Tegalharjo
Sebelah Selatan : Kelurahan Stabelan, Kelurahan Kestalan
Dan Kelurahan Mangkubumen.
Sebelah Barat : Kelurahan Manahan.
Kondisi geografis Kelurahan Gilingan yang memiliki suhu udara rata-rata
30-32 C. Kondisi tanah di Kelurahan Gilingan adalah tanah lempung berpasir.
Luas wilayah Kelurahan Gilingan tidak terlalu luas, luas tanah yang hanya 127,8
Ha sebagian besar sudah di penuhi bangunan seperti rumah dan pertokoan. Tidak
ada lagi lahan yang digunakan untuk kebun dan sawah. Kelurahan Gilingan
memiliki 21 Rukun Warga (RW), setiap RW dikepalai Ketua RW. Tiap RW
terdiri dari 4 sampai 6 RT.
b. Keadaan Demografis
Jumlah Penduduk Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009
di bedakan menjadi lima kategori yaitu jumlah penduduk menurut jenis kelamin,
jumlah penduduk menurut usia, jumlah penduduk menurut mata pencaharian,
penduduk menurut pendidikan, penduduk menurut agama. Jumlah penduduk
Kelurahan Gilingan triwulan tiga bulan Desember 2009 menurut jenis kelamin
berjumlah 21.585, terdiri atas 10.599 penduduk laki-laki dan 10.986 penduduk
perempuan, meliputi 4658 KK (Kepala Keluarga). Adapun perincian jumlah
penduduk menurut usia dan jenis kelamin di Kelurahan Gilingan adalah sebagai
berikut :
93
yang terakhir kelompok usia 60 tahun ke atas sebesar 2.392 jiwa. Dari data di atas
usia remaja dalam penelitian ini yaitu remaja antara usia 13 – 18 tahun yaitu
sebanyak 4.464 remaja, diperoleh dari penjumlahan antara kelompok usia 10 – 14
tahun sebanyak 2.234 jiwa dengan kelompok usia 16 – 19 tahun sebesar 2.230
jiwa.
c. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan pemerintahan, seorang Lurah akan dibantu oleh para
staf-stafnya yang memberikan layanan kepada masyarakat. Staf-stafnya tersebut
terdiri dari Sekertaris Kelurahan, Kasi Tata Pemerintahan, Kasi Pembangunan
Masyarakat, Kasi Pembangunan dan Lingkungan Hidup dan Kasi Budaya dan
Agama. Organisasi pemerintahan Kelurahan Gilingan dapat dilihat dalam bagan
di bawah ini :
Kepala Kelurahan Gilingan
Jika disajikan dalam bentuk grafik histogram, maka dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
30
20
10
0
SSE Rendah SSE Sedang SSE Tinggi
Golongan
perempuan sebanyak 34 orang. Remaja laki-laki yang berasal dari status sosial
ekonomi orang tua sedang sebanyak 15 orang dan remaja perempuan sebanyak 16
orang. Dan remaja laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua
tinggi sebanyak 2 orang dan remaja perempuan hanya 1 orang. Dapat disimpulkan
bahwa remaja di Kelurahan Gilingan mayoritas berasal dari keluarga yang
berstatus sosial ekonomi orang tua rendah.
40
30
20
10
0
B1 B2
Jenis Kelamin Remaja
B1: Laki-laki
B2: Perempuan
25
20
15
10
5
0
17,5-26,5 26,5-35,5 35,5-44,5 44,5-53,5 53,5-62,5
Interval
a. Uji Linieritas Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua (X1) dengan
Variabel Kenakalan Remaja (Y)
Berdasarkan uji linieritas variabel status sosial ekonomi orang tua (X1)
dengan variabel Kenakalan Remaja (Y) diperoleh nilai sebagai berikut :
D. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Dua jalur
Dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
teknik analisis variansi dua jalur. Adapun hasil perhitungan analisis variansi dua
jalur disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.12. Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua jalur
Sumber JK db RK F R2 p Kesimpulan
Status sosial
Tidak
ekonomi
112,590 2 56,295 0,586 0,012 0,564 terdapat
orang tua
perbedaan
(A)
Jenis Terdapat
1.284,731 1 1.284,731 13,374 0,135 0,001
Kelamin (B) perbedaan
Tidak
Inter (AB) 169,448 2 84,724 0,882 0,018 0,579 terdapat
perbedaan
Galat (G) 7.972,982 83 96,060 - - - -
Total 9.539,750 88 - - - - -
Keterangan :
B1 = Remaja Laki-laki
B2 = Remaja Perempuan
Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas, dapat diperoleh
kesimpulan yaitu terdapat perbedaan kenakalan remaja antara remaja laki-laki
dengan remaja perempuan dengan p = 0,001 < 0,05. Sedangkan dilihat dari rerata
laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, dimana rerata remaja laki-laki
(B1) = 36,211 > rerata remaja perempuan (B2) = 28,529. Maka dapat di tarik
kesimpulan bahwa kenakalan remaja laki-laki dengan rerata 36,211 lebih tinggi
daripada remaja perempuan dengan rerata 28,529.
Maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja laki-laki di Kelurahan
Gilingan lebih tinggi dari pada kenakalan yang di lakukan remaja perempuan.
c. Kolom Uji t Inter AB (Status sosial ekonomi orang tua dan Jenis kelamin
remaja )
Tabel 4.15. Uji t Inter AB
Komparasi p Rerata Kesimpulan
1,1 vs 1,2 0,205 30,147 Terdapat perbedaan yang kurang siginifikan
1,2 vs 1,1 antara status sosial ekonomi orang tua
rendah jenis kelamin laki-laki terhadap
status sosial ekonomi orang tua rendah jenis
kelamin perempuan.
1,1 vs 2,2 0,035 25,750 Terdapat perbedaan yang siginfikan antara
2,2 vs 1,1 status sosial ekonomi orang tua rendah jenis
kelamin laki-laki terhadap status sosial
ekonomi orang tua sedang jenis kelamin
perempuan.
1,2 vs 3,1 0,109 38,500 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan
3,1 vs 1,2 antara status sosial ekonomi orang tua
rendah jenis kelamin perempuan terhadap
status sosial ekonomi tinggi jenis kelamin
108
laki-laki.
2,1 vs 2,2 0,079 25,750 Terdapat perbedaan yang cukup signifikan
2,2 vs 2,1 antara status sosial ekonomi orang tua
sedang jenis kelamin laki-laki terhadap
status sosial ekonomi orang tua sedang jenis
kelamin perempuan.
2,2 vs 3,1 0,016 25,750 Terdapat perbedaan yang sangat signifikan
3,1 vs 2,2 antara status sosial ekonomi orang tua
sedang jenis kelamin perempuan terhadap
status sosial ekonomi orang tua tinggi jenis
kelamin laki-laki.
Keterangan :
1,1 = Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin laki-laki
1,2 = Status sosial ekonomi orang tua rendah, jenis kelamin perempuan
2,1 = Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin laki-laki
2,2 = Status sosial ekonomi orang tua sedang, jenis kelamin perempuan
3,1 = Status sosial ekonomi orang tua tinggi, jenis kelamin laki-laki
3,2 = Status sosial ekonomi orang tua tingi, jenis kelamin perempuan.
Dari uji komparasi antar kolom yang ada di atas signifikan yang
digunakan menurut signifikan komputer, dapat diperoleh kesimpulan adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang kurang signifikan antara remaja
laki-laki yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap
remaja perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah.
Karena memiliki p = 0,209 dan rerata 30,147. Dimana menurut uji signifikan
komputer p < 0,30 adalah kurang signifikan, berarti p = 0,209 < 0,30.
2. Terdapat perbedaan kenakalan remaja yang signifikan antara remaja laki-laki
yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua rendah terhadap remaja
perempuan yang berasal dari status sosial ekonomi orang tua sedang. Karena
memiliki p = 0,035 dan rerata 25,750. Dimana menurut uji signifikan komputer
p < 0,05 adalah signifikan, berarti p = 0,035 < 0,05.
109
remaja berasal dari status sosial ekonomi sedang, terdiri dari 15 remaja laki-laki
dan 16 remaja perempuan. 3 remaja berasal dari status sosial ekonomi orang tua
tinggi, terdiri dari 2 remaja laki-laki dan 1 remaja perempuan. Demikian pula
dengan kenakalan yang dilakukan oleh remaja, kenakalan di Kelurahan Gilingan
tergolong kenakalan rendah. Ada kenakalan yang dilakukan remaja tetapi rendah.
Ternyata status sosial ekonomi orang tua tidak mempengaruhi kenakalan yang di
lakukan oleh remaja, remaja yang melakukan kenakalan bisa berasal dari status
sosial ekonomi orang tua rendah, status sosial ekonomi orang tua sedang dan
status sosial ekonomi orang tua tinggi. Kesimpulannya kenakalan yang di lakukan
remaja bisa saja dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua golongan status
sosial ekonomi orang tua. Kesimpulan tersebut dapat diperkuat oleh pendapat
yang dikemukakan oleh Gerungan (1996:196),” Status sosial ekonomi orang tua
itu tidak merupakan faktor mutlak dalam perkembangan sosial karena hal ini
bergantung kepada sikap-sikap orang tuanya dan bagaimana corak interaksi di
dalam keluarganya. Walaupun status sosial ekonomi orang tua memuaskan, tetapi
apabila mereka tidak memperhatikan pendidikan anaknya atau senantiasa
berselisih, hal tersebut juga tidak menguntungkan perkembangan sosial anak-
anaknya”. Hal ini diperkuat pula pada hasil penelitian bahwa tidak ada perbedaan
antara status sosial ekonomi orang tua dengan kenakalan remaja.
2. Hipotesis Kedua
Dari analisis variansi dua jalur, diperoleh p = 0,001 < 0,05. Hal ini berarti
terdapat perbedaan jenis kelamin remaja baik remaja laki-laki dan remaja
perempuan terhadap kenakalan remaja.
Dari hasil uji komparasi pasca anava antar kolom dengan menggunakan
metode uji t yang disajikan dapat diperoleh p = 0,001 < 0,05 ,dimana rerata jenis
kelamin laki-laki 36,211 dan rerata jenis kelamin perempuan 28,529. Dengan
demikian terdapat perbedaan jenis kelamin remaja laki-laki dan remaja perempuan
terhadap kenakalan remaja.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan tergolong rendah, tetapi kenakalan yang dilakukan remaja
laki-laki lebih tinggi daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di
113
3. Hipotesis Ketiga
Dari analisis varian dua jalur diperoleh p = 0,579 > 0,05. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua dan
jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja. Kenakalan remaja di Kelurahan
Gilingan tergolong rendah, berbeda dengan asumsi publik bahwa di Kelurahan
Gilingan remajanya tergolong sangat nakal, karena dekat dengan terminal
sehingga mereka berasumsi demikian. Dari penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dengan memberikan angket kepada remaja asli penduduk kelurahan
gilingan, bahwa hasilnya rendah. Sesuai dengan latar belakang yang ada di bab 1
bahwa, di Kelurahan Gilingan banyak warga pendatang, dan remaja yang berasal
dari pendatang tersebut lebih condong melakukan kenakalan, karena Kelurahan
Gilingan hanya dijadikan tempat persinggahan. Ada daya tarik tersendiri
pendatang memilih pergi ke kota. Sesuai dengan pendapat Eitzen (1986:400) yang
dikutip dari Blog Archive Yuliana Sulistiawati bahwa “Proses sosialisasi terjadi
114
ekonomi orang tua tidaklah berpengaruh terhadap kenakalan yang dilakukan oleh
remaja.
Faktor intern yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin remaja. Dimana dalam variabel jenis kelamin
kita dapat melihat perbedaan karakteristik antara remaja laki-laki dan remaja
perempuan dari segi fisik, psikis dan perkembangan sosial.
Dalam penelitian ini adanya perbedaan status sosial ekonomi orang tua
(rendah, sedang dan tinggi) dan jenis kelamin remaja (remaja laki-laki dan remaja
perempuan) secara bersamaan tidak akan menyebabkan perbedaan kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Hal ini
dikarenakan latar belakang status sosial ekonomi orang tua merupakan faktor
eksternal yang menyebabkan perbedaan kenakalan remaja dan hanya
menunjukkan dari mana remaja itu berasal. Jadi baik remaja yang berjenis
kelamin laki-laki dari status sosial ekonomi orang tua rendah dan remaja
perempuan dari status sosial ekonomi orang tua rendah, remaja laki-laki dari
status sosial ekonomi orang tua sedang dan remaja perempuan dari status sosial
ekonomi orang tua sedang, dan remaja laki-laki dari status sosial ekonomi orang
tua tinggi dan remaja perempuan dari status sosial ekonomi orang tua tinggi, tidak
menunjukkan perbedaan kenakalan remaja yang berarti. Hanya variabel jenis
kelamin yang menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap kenakalan remaja.
116
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Dengan
kata lain dapat disimpulkan bahwa kenakalan bisa saja dilakukan oleh remaja
yang berasal dari semua golongan status sosial ekonomi orang tua, baik status
sosial ekonomi rendah, sedang maupun tinggi. Status sosial ekonomi orang tua
hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut berasal.
2. Terdapat perbedaan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Ada kenakalan
remaja di Kelurahan Gilingan tetapi tergolong rendah. Walaupun tergolong
rendah, tetapi terlihat perbedaan kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki dan
remaja perempuan. Kenakalan yang dilakukan remaja laki-laki lebih tinggi
daripada kenakalan yang dilakukan remaja perempuan di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
3. Tidak terdapat perbedaan kenakalan remaja dilihat dari perbedaan status sosial
ekonomi orang tua dan jenis kelamin secara bersamaan, khususnya di
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Penyebabnya
adalah tidak terdapatnya interaksi yang nyata antara status sosial ekonomi
orang tua terhadap jenis kelamin remaja yang mengakibatkan kenakalan
remaja.
117
B. Implikasi
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan di atas,
maka penelitian ini memiliki beberapa implikasi sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan status sosial ekonomi orang tua terhadap kenakalan
remaja.
Penelitian ini memberikan wacana baru bahwa, kenakalan bisa saja
dilakukan oleh remaja yang berasal dari semua status sosial ekonomi orang tua,
baik status sosial ekonomi rendah, status sosial ekonomi sedang dan status
sosial ekonomi tinggi, dengan kata lain tidak memandang golongan. Status
sosial ekonomi orang tua hanya menunjukkan dari mana remaja tersebut
berasal, bukan latar belakang yang menyebabkan remaja melakukan kenakalan.
Hal ini perlu di waspadai oleh orang tua, bahwa anak remaja mereka rentan
melakukan kenakalan. Orang tua yang mempunyai status sosial ekonomi
tinggi, dan memberikan fasilitas yang lengkap dan lebih kepada anaknya,
merasa anaknya mudah dikendalikan, tetapi jika orang tua jarang dirumah dan
hanya sibuk mencari uang dan melupakan perhatiannya kepada anak remaja
mereka sehingga anak remaja mereka mencari kesenangan diluar, bermain
tanpa kontrol dan bisa melakukan kenakalan. Demikian pula dengan orang tua
yang berstatus sosial sedang dan rendah. Semua orang tua hendaknya waspada
dan selalu memberi perhatian, pengarahan dan pengawasan kepada anak
remaja mereka, agar mereka tidak melakukan kenakalan, karena usia remaja
adalah usia mencari jati diri yang rentan akan hal-hal yang negatif.
2. Jenis kelamin remaja secara empiris dapat menyebabkan perbedaan kenakalan
remaja.
Jenis kelamin dalam kehidupan sosial sangat berpengaruh, ditambah
lagi masyarakat adanya toleransi dengan agresi yang dilakukan laki-laki lebih
kuat daripada perempuan. Secara kodrat laki-laki dan perempuan sudah
berbeda dari bentuk fisik, psikis dan perkembangan sosialnya. Sejak awal
remaja, perbedaan tersebut mulai tampak, anak remaja memulai mencari jati
dirinya. Sehingga para orang tua agar lebih mengarahkan anak remaja kearah
118
yang positif dalam hal bergaul, agar anak remaja tidak melakukan kenakalan.
Remaja laki-laki lebih agresif dan emosinya cepat meledak jika menghadapi
sesuatu yang tidak sesuai keinginannya daripada perempuan yang lebih
memendam sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginanya. Sehingga sesuai
dengan penelitian ini bahwa remaja laki-laki lebih tinggi melakukan kenakalan
daripada remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih tinggi melakukan
kenakalan, sehingga orang tua dan orang yang berada disekitar remaja tersebut
harus selalu memberikan pengarahan yang positif, dan pengawasan terhadap
remaja laki-laki agar tidak mudah cepat melakukan kenakalan. Kenakalan yang
dilakukan remaja perempuan lebih rendah, walaupun rendah, remaja
perempuan juga harus selalu diberi perhatian dan pengawasan dari orang tua
dan orang sekitar remaja, agar remaja perempuan terhindar dari hal-hal yang
negatif yang mengarah pada kenakalan.
3. Secara nyata tidak menunjukkan perbedaan antara status sosial ekonomi orang
tua dan jenis kelamin remaja terhadap kenakalan remaja di Kelurahan Gilingan
Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh antara status sosial ekonomi
orang tua dan jenis kelamin remaja di Kelurahan Gilingan terhadap kenakalan
remaja. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial ekonomi orang tua bukan
satu-satunya faktor yang mutlak yang menyebabkan remaja melakukan
kenakalan, karena kenakalan bisa dilakukan oleh semua remaja dengan tidak
melihat golongan. Hanya jenis kelamin remaja yang dapat menunjukkan
perbedaan terhadap kenakalan remaja. Tetapi secara bersamaan kedua variabel
tersebut tidak menunjukkan perbedaan. Ada faktor lain seperti perhatian orang
tua, pengaruh lingkungan, dan keluarga yang dapat menjadi faktor remaja
melakukan kenakalan. Sehingga penelitian ini penting bagi peneliti lain untuk
dapat memilih penggabungan dua variabel bebas lain untuk membuktikan ada
pengaruh secara gabungan dari variabel bebas lain tersebut terhadap kenakalan
remaja.
119
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan di atas,
maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Remaja
Remaja laki-laki sebaiknya lebih mendengar nasehat dari orang tua atau
orang lain yang lebih tua agar ke depannya lebih bersikap kearah yang positif
dan terhindar dari kenakalan. Bagi remaja perempuan, walaupun kenakalannya
lebih rendah daripada remaja laki-laki, tetapi sebaiknya terus berhati-hati
dalam bergaul sehingga terhindar dari kenakalan.
2. Bagi Orang Tua Remaja
Orang tua hendaknya selalu memberi perhatian dan pengawasan
terhadap anak remajanya, serta memberikan bimbingan atau arahan kepada
anak remajanya agar tidak melakukan kenakalan atau hal-hal yang negatif.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya menciptakan suasana yang sesuai dengan nilai-
nilai dan norma-norma, agar menjadi tauladan bagi generasi berikutnya.
Masyarakat lebih tegas menegur jika ada remaja yang melakukan hal-hal yang
negatif.
4. Bagi Pemerintah
Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang lebih dan
mensosialisasikan akibat kenakalan remaja terutama sanksi hukum yang akan
diterima, dan sanksi tersebut harus tegas dan keras bagi remaja yang
melakukan tindakan kenakalan.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini masih bersifat sederhana, tetapi penelitian ini dapat
dijadikan acuan dan referensi untuk penelitian yang sejenis.
120
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan: Rineka Cipta
http://SUARAMERDEKA.com/2005/03/Menakar-Potensi-Kekerasan-Terhadap-
Anak.html/04/03/2005
Ika Rusmawati. 2006. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan
Motivasi Berprestasi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas II
SMAN I Pacitan Tahun Pelajaran 2004/2005
Mulyanto Soemardi dan Hans Dieter Evers. 1982. Kemiskinan Dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta: CV Rajawali
Panut Panuju dan Ida Umami. 1999. Psikologi Remaja. Bandung: Cahaya Tiara
Phil Astrid S Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Anggota IKAPI
Sarlito Wirawan Sarwono. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sears David O, Jonathan LF dan L. Anne Peplau. 2000. Psikologi Remaja Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Syamsu Yusuf LN. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya