Anda di halaman 1dari 37

Tes Kompetensi Membaca

Kegiatan membaca merupakan aktivitas mental memahami apa yang


dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan. Dalam kegiatan membaca diperlukan
pengetahuan tentang sistem penulisan, khususnya yang menyangkut huruf dan
ejaan. Pada hakikatnya huruf atau tulisan hanyalah lambang bunyi bahasa tertentu.
Kegiatan membaca merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat reseptif
kedua setelah menyimak. Hubungan antara penutur dan penerima bersifat tidak
langsung, yaitu melalui lambang tulisan. Penyampaian informasi melalui sarana
tulis untuk berbagai keperluan dalam abad modern ini merupakan suatu hal yang
tidak dapat ditinggalkan. Dengan demikian, aktivitas membaca tentang berbagai
sumber informasi tersebut akan membuka dan memperluas dunia dan horizon
seseorang.
Dalam dunia pendidikan aktivitas dan tugas membaca merupakan suatu
hal yang tidak dapat ditawar-tawar. Keberhasilan studi seseorang akan sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kemauan membacanya.

Penekanan Tes Kompetensi Membaca


Ada beragam jenis tes membaca seperti membaca pemahaman, memebaca
nyaring, membaca indah, dan lain-lain yang kesemuanya mesti dibelajarkan di
sekolah. Pemilihan ragam bacaan lazimnya terkait dengan tujuan membaca dan
secara tidak langsung melibatkan jenis membaca.
Tujuan pembelajaran membaca di sekolah juga bermacam-macam yang
secara ringkas dapat dikatakan sejalan dengan jenis membaca yang dibelajarkan,
membaca pemahaman adalah jenis membaca yang paling penting dan karenya
harus mendapat perhatian khusus. Kompetensi pemahaman terhadap berbagai teks
yang dibaca tidak akan diperoleh secara cuma-cuma tanpa ada usaha untuk
meraihnya.
Untuk meraih kompetensi membaca yang baik, kemampuan dan kemauan
membaca mesti baik pula. Hal itu mesti diprasayarati oleh kemauan membaca
berbagai bacaan. Intinya, peserta didik, juga guru, harus rajin membaca. Maka,
selain guru membelajarkan dan kemudian mengukur kompetensi peserta didik,

1
2

aspek sikap haruslah pula tidak dilupakan. Intinya, kita perlu mengetahui seberapa
tinggi sikap, kemauan membaca peserta didik.

Bahan Tes Kompetensi Membaca


Kemampuan membaca disini diartikan sebagai kemampuan untuk
memahami informasi yang disampaikan pihak lain melalui sarana tulisan. Tes
kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kompetensi peserta didik
memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan. Oleh karena itu, teks bacaan
yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk
dipahami. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat
kesulitan, panjang pendek, isi, dan jenis atau bentuk wacana.

A. Tingkat Kesulitan Wacana


Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosakata
dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan
kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit pula pemahaman wacana yang
bersangkutan. Tingkat kesulitan kosakata itu sendiri lazimnya ditentukan
berdasarkan frekuensi pemunculannya. Tingkat kesulitan wacana kemudian dilihat
dari tingkat kesulitan dan jumlah kosakata yang dipergunakan. Prosedur
memerkirakan tingkat kesulitan wacana lain yang dapat dilakukan guru sendiri
adalah dengan teknik cloze. Jika kita hendak memerkirakan tingkat kesulitan
wacana-wacana dalam satu buku atau sebuah wacana yang panjang, pengambilan
wacana yang diteskan hendaklah dilakukan secara rambang. Hasil tes tersebut
dapat dinyatakan mewakili populasi bacaan yang diperkirakan.

B. Isi Wacana
Secara pedagogis bacaan yang baik adalah yang sesuai dengan tingkat
perkembangan jiwa, minat, kebutuhan atau menarik perhatian peserta didik.
Tujuan kegiatan membaca itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan
pemahaman bacaan, adalah untuk memerluas dunia dan horizon siswa,
memerkenalkan teknologi, berbagai hal dan budaya dari berbagai pelosok daerah
3

dan Negara lain. Pemberian bahan yang demikian, tentu saja, harus
memertimbangkan tingkat kematangan peserta didik.
Perkembangan sikap dan nilai-nilai pada diri peserta didik akan tumbuh
seiring dengan pembelajaran membaca yang kita ajarkan, misalnya dengan
menyediakan bacaan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan bangsa,
pendidikan moral, kehidupan beragama, seni dan budaya, ilmu pengetahuan
popular, tidak memihak golongan tertentu, dan sebagainya.

C. Panjang- Pendek Wacana


Wacana yang diteskan untuk membaca pemahaman sebaiknya tidak terlalu
panjang. Beberapa wacana yang pendek lebih baik daripada sebuah wacana yang
panjang, sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik daripada hanya
dari sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang pendek, kita dapat membuat
soal tentang berbagai hal, jadinya lebih komperhensif. Wacana pendek yang
dimaksudkan tersebut berupa satu atau dua alenia, atau kira-kira sebanyak 50-100
kata. Wacana pendek bahkan dapat hanya terdiri dari satu atau dua kalimat. Tes
kompetensi membaca dalam hal ini misalnya, dapat berupa pemahaman dan
pengidentifikasian paraphrase tersebut yang sesuai dengan pernyataan, atau
membuat parafrase itu sendiri.

D. Bentuk- Bentuk Wacana


Wacana yang dipergunakan sebagai bahan untuk tes kompetensi membaca
dapat wacana yang berjenis prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan, table, diagram,
iklan, dan lain-lain.
1) Wacana Prosa Nonfiksi
Wacana yang diambil dalam bentuk prosa dapat berupa karya prosa atau
nonfiksi yang diambil dari buku literature, buku pelajaran, majalah, jurnal,
surat kabar, dan sebagainya. Pemilihan wacana berdasarkan tiga kriteria di
atas ( tingkat kesulitan, isi, dan panjang-pendek), terutama dimaksudkan
untuk wacana yang berbentuk prosa.
2) Wacana Dialog
4

Wacana bentuk dialog adalah wacana yang berisi percakapan. Ia dapat


berupa percakapan dalam berbagai konteks, namun sebaiknya dipilih
percakapan formal atau setidaknya semiformal. Ada persamaan proses antara
tes memahami bahasa lisan seperti dalam tes menyimak dengan tes
kompetensi membaca, namun tes kemampuan membaca terdiri ddari
beberapa potong dialog yang lebih panjang.
3) Wacana Kesastraan
Wacana kesastraan merupakan salah satu dari sekian ragam bahasa yang
banyak dijumpai dan dibicarakn orang, maka kita harus mengapresiasi
keadaan itu dengan mengambilnya sebagai salah satu bahan tes membaca. Tes
kesastraan yang tampak berbeda dengan wacana nonfiksi dan dialog adalah
puisi. Dibanding dengan prosa, pada umumnya orang memandang bahwa
puisi lebih sulit dipahami, dan sebagai bahan tes pemahaman bacaaan
tampaknya tidak lebih banyak dipergunakan. Tes pemahaman dengan bahan
puisi belum dipergunakan untuk sekolah dasar ( SD, SMP ), dan untuk tes
pemahaman dalam bahasa asing. Secara umum puisi untuk tes pemahaman
bacaan hendaklah dipilihkan puisi yang tidak terlalu abstrak, yang tidak
memungkinkan terlalu banyak terjadinya perbedaan pemahaman.
4) Wacana Lain : Surat, Tabel, Iklan
Wacana yang dimaksudkan disini adalah berbagai wacana atau bentuk
komunikasi yang dikemukan selain dengan ketiga cara diatas. Ia dapat
berwujud surat, table, diagram, iklan, telegram, dan lain-lain. Wacana-wacana
tersebut yang sering dipakai untuk keperluan menyampaikan informasi
banyak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai kepeluan
pekerjaan, dan perlu juga dijadikan sebagai bahan pembuatan soal tes
kompetensi membaca.

Tingkatan Tes Kemampuan Membaca

Penekanan tes kemampuan membaca adalah kemampuan untuk


memahami informasi yang terkandung dalam wacana. Kegiatan memahami
informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif dapat dilakukan atau dibuat
secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat evaluasi
5

(C6). Berikut akan dibicarakan dan dicontohkan tingkatan-tingkatan tes kognitif


yang dimaksud dalam tes kemampuan membaca.

1) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Ingatan


Tes kemampuan membaca pada tingkat ingatan sekedar menghendaki
siswa untuk menyebutkan kembali fakta, definisi, atau konsep yang terdapat
di dalam wacana yang diujikan. Oleh karena fakta, definisi, atau konsep yang
terdapat di dalam wacana itu dapat ditemukan dan dibaca berkali-kali, pada
hakikatnya tes tingkat ingatan tersebut hanya sekedar mengenali,
menemukan, dan memindahkan fakta yang ada pada wacana ke lembar
jawaban yang dituntut.

Contoh:
Pemindahan unsur-unsur kebahasaan dari satu bahasa ke bahasa yang lain
dapat menimbulkan pengaruh positif, negatif, dan netral. Pemindahan secara
positif terjadi jika unsur bahasa yang diterima mempunyai kesamaan dengan
bahasa penerima dan menghasilkan penampilan yang benar serta membantu
kelancaran komunikasi. Pemindahan yang bersifat menguntungkan inilah
yang disebut pemungutan. Pemindahan yang bersifat negatif terjadi jika
unsur-unsur kebahasaan yang diterima tidak mempunya kesamaan dengan
bahasa penerima dan menghasilkan tindak berbahasa yang tidak benar karena
terjadi dislokasi structural, dan menyebabkan terjadinya gangguan
komunikasi yang disampaikan. Pemindahan yang bersifat negatif inilah yang
disebut interferensi. Pemindahan yang bersifat netral terjadi jika pemindahan
unsur-unsur kebahasaan itu tidak mempengaruhi kelancaran atau hambatan
komunikasi dalam bahasa penerima.

1. Sebutkan tiga macam dampak pemindahan unsur-unsur kebahasaan


antarbahasa!
2. Pemindahan secara positif terjadi jika ….
3. Pemindahan yang bersifat menguntungkan disebut ….
4. Pemindahan yang bersifat negatif disebut ….
5. Pemindahan yang bagaimanakah yang disebut netral ?

Contoh tes tingkat pemahaman dari wacan bentuk dialog misalnya sebagai
berikut.

Hamed : Mud, selamat ya! Saya ikut berbangga atas keberhasilan


ujianmu.
Hamud : Terima kasih Med! Semua ini terjadi karena adanya
6

dorongan dari berbagai pihak. Dan kau,terlebih lagi.


Hamed : Ah kau ini, ada-ada saja. Apa rencanamu kini? Mau
mendaftarkan kuliah di mana?
Hamud : Itulah masalahnya, Med! Sebetulnya aku sangat
berminat. Tapi, aku sadar keadaan orang tuaku. Lagi
pula, apakah hanya dari bangku perkuliahan saja yang
menjamin masa depan kita?
Hamed : Tentu saja tidak, Mud! Tetapi, saying kalau tak
berkuliah. Bukankah NEM-mu tertinggi di sekolahmu?
Hamud : Apa gunanya NEM tinggi, Med, jika kita tak mampu
mengatasi masalah sendiri? Bukankah ada seribu jalan
untuk sampai di Mekah?

Contoh butir-butir tes bentuk jawaban singkat misalnya:


1. Kapankah kira-kira dialog antara Hamed dan Hamud di atas lakukan?
2. Mengapa Hamud tidak dapat memenuhi keinginannya untuk berkuliah?
3. Jalan hidup apakah kira-kira yang akan ditempuh Hamud?

Contoh butir-butir tes ilihan ganda sebgai berikut.

1. Hamud tidak dapat memenuhi keinginannya berkuliah sebab …


A. Menyadari keadaan orng tuanya yang miskin.
B. Banyak cara hidup yang dapat ditempuh selain berkuliah.

Wacana bentuk prosa yang diteskan contohnya, adalah wacana yang


dikutip untuk tes tingkat ingatan di atas.

Butir tes pemahaman misalnya berbunyi sebagai berikut.


2. Pemungutan unsur-unsur bahasa dari sutu bahasa ke bahasa yang lain terjadi
jika …
A. Terjadi dislokasi structural pada bahasa penerima.
B. Menghasilkan tindak bahasa yang benar pada bahasa penerima.
C. Bersifat menambah kekayaan unsur-unsur bahasa pada bahasa
penerima.
D. Menyebabkan penuturan kurang bersifat komunikatif.

Contoh tes tingkat pemahaman dengan bahan wacana prosa pendek atau
pernyataan singkat misalnya sebagai berikut.
7

3. Kita tidak usah khawatir bahwa kebudayaan asing yang sering begitu
menjanjikan kesenangan tetapi bertentangan dengan adat ketimuran akan
merusak kehidupan para pemuda jika mereka telah memiliki benteng mental
dan kepribadian tangguh. Simpulan dari kalimat tersebut adalah…
A. Kebudayaan asing yang menjanjikan kesenangan akan merusak mental
dan kepribadian pemuda yang tidak sesuai dengan adat ketimuran.
B. Kebudayaan asing yang menjanjikan kesenangan sama sekali tidak dapat
memengaruhi pemuda yang tidak sesuai dengan adat ketimuran.
C. Pemuda yang bermental dan berkepribadian tangguh akan mudah
dipengaruhi kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan adat ketimuran.
D. Pemuda yang bermental dan berkepribadian tangguh tidak mudah
terpengaruh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan adat ketimuran.

Contoh tes ingatan dalam bentuk pilihan ganda sebagai berikut.


4. Pemindahan unsur-unsur kebahasaan dari bahasa yang satu ke bahasa yang
lain yang menyebabkan terjadinya dislokasi struktural disebut …..
A. pemungutan
B. interferensi
C. netral
D. hambatan

Bahan bacaan yang diteskan tidak harus berupa teks prosa saja, melainkan
juga dapat berbentuk dialog (drama) ataupun teks puisi. Oleh karena itu sifatnya
yang hanya menyebutkan kembali fakta ataudifinisi yang ada dalam teks, tes
singkat ingatan ini tidak begitu disarankan, atau paling tidak dibatasi jumlahnya.

2) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Pemahaman


Seperti halnya tes tingkat pemahaman pada kemampuan menyimak, tes
kemampuan membaca pada tingkat pemahaman juga menuntut siswa untuk dapat
memahami wacana yang dibacanya. Pemahaman yang dilakukan pun
dimaksudkan untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarhal, sebab
akibat, perbedaan dan persamaan antarhal, dan sebagainya.
Butir tes kemampuan membaca untuk tingkat pemahaman ini belum
tergolong sulit, masih dalam aktivitas kognitif tingkat sederhana walau sudah
lebih tinggi dari sekedar kemampuan ingatan. Penyusunan tes hendaklah tidak
dilakukan sekedar mengutip kalimat dalam konteks secara verbatim, melainkan
disebut parafrasenya. Dengan demikian, siswa tidak sekedar mengenali dan
mencocokkan jawaban dengan teks saja, melaikan dituntut untuk dapat
memahaminya. Keampuan siswa memahami dan memilih paraphrase secara tepat
merupakan bukti bahwa siswa mampu memahami bacaan yang diujikan itu.
Bentuk-bentuk wacana yang dikemukakan di atas baik untuk bahan tes
kemampuan tingkat pemahaman. Berikut dicontohkan beberapa butir tes tingkat
pemahaman yang dimaksud.
8

(a) Perkuliahan bukan satu-satunya yang menjamin kehidupan masa depan.


(b) Ingin menunjukan bahwa ia dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.
Bagaimanakah sikap Hamud terhadap NEM-nya yang tertinggi?
A. Meyakini betul bahwa satu-satunya jalan yang menjamin kehidupan masa
depan yaitu menempuh jenjang perkuliahan.
B. Menunjukkan bahwa dia dapat menyelesaikan masalah sendiri dengan tidak
usah selalu menempuh jenjang perkuliahan.
C. NEM yang tinggi sudah tentu menjamin dapat mengatasi masalah sendiri
dengan menempuh jenjang perkuliahan.
D. Menyadari betul bahwa cara dan jalan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan harus menempuh jenjang perkuliahan.

Sebuah wacana bentuk puisi pun dapat dijadikan beberapa buah tes
pemahaman, namun tentu saja hal itu tergantung dari keadaan puisi itu sendiri.
Salah satu contoh tes pemahaman dengan wacana puisi dapat dilihat kembali pada
contoh di depan.
Butir-butir tes kemampuan membaca hendaklah bersifat memaksa siswa
untuk benar-bena membaca dan memahami bacaan. Artinya, jangan sampai terjadi
ada suatu butir tes yang dapat dijawab secara tepat tanpa siswa harus membaca
wacana terlebih dahulu. Butir tes yang demikian tidak hanya untuk tingkat
pemahaman saja, melainkan mencakup seluruh tingkatan aspek kognitif. Butir tes
yang sudah dapat dijawab siwa tanpa melewati proses membaca tergolong tes
yang kurang baik. Hal ini dapat terjadi jika butir tes “hanya” menanyakan
masalah dana tau fakta yang telah diketahui secara umum. Misalnya butir tes yang
menanyakan salah satu butir Pancasila, nama tokoh-tokoh terkenal tertentu,
tanggal dan tahun peristiwa bersejarah tertentu, tempat-tempat bersejarah
tertentu,dan sebagainya.

3) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Penerapan


Tes tingkat penerapan (C3) menghendaki siswa untuk mampu menerapkan
pemahamannya (C2) pada situasi atau hal yang lain yang ada kaitannya. Demikian
pula halnya dengan tes kemampuan membaca. Siswa dituntut untuk mampu
menerapkan atau memberikan contoh baru, misalnya tentang suatu konsep,
pengertian, atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana. Kemampuan siswa
memberikan contoh, demonstrasi, atau hal-hal lain yang sejenis merupakan bukti
bahwaa siswa telah memahami isi wacana yang bersangkutan.

Contoh:
Wacana yang diujikan, misalnya, adalah wacana yang dikutip pada tes ingatan di
atas.
9

Untuk mengukur apakah siswa telah benar-benar memahami perbedaan


konsep pemungutan, interferensi, dan pemindahan yang bersifat netral, kita dapat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan aplikatif, msalnya dengan meminta siswa
mencari atau mengenali contoh-contoh konkret bentuk kebahasaan yang
dimaksud.

Contoh butir-butir soal yang dimaksud misalnya sebagai berikut.


5. Berilah contoh masing-masing tiga buah adanya struktur dan kosa kata bahasa
asing yang yang telah diserap ke dalam bacaan Indonesia!
6. Tunjukkan tiga kalimat bahasa Indonesia yang mengalami proses interferensi
struktur bahasa asing!
7. Berilah tiga buah kalimat bahasa Indonesia yang mengalami proses interferensi
struktur bahasa Jawa.

Contoh tes bentuk pilihan ganda sebagai berikut.


8. Kalimat-kalimat berikut mengandung unsur interferensi struktur dan bahasa
asing, kecuali …..
A. Kantor di mana ayah bekerja terletak di kota lain.
B. Daerah lereng Merapi dari mana sayuran-sayuran didatangkan berudara
sejuk.
C. Terima kasih pada SaudAra pengacara yang mana telah memberikan
waktu kepada saya.
D. Minata para tamatan SMA untuk jadi mahasiswa dari tahun ke tahun
meningkat.

Contoh-contoh yang dikemukakan di atas dapat juga diterapkan unuk tes


tingkat penerapan kemampuan menyimak, tentu saja dengan tingkat kesulitan
yang sesuai. Sebaliknya, tesyang berupa pencocokan atau persesuaian antara
wacana dengan gambar seperti pada tes kemampuan menyimak, dapat pula dibuat
odifikasinya untuk tes kemampuan membaca. Misalnya, tes yang menghendaki
siswa menemukan bukt kalimat, frase, atau kata dalam wacana yang menyatakan
maksud tertentu. Tentu saja maksud yang dikemukakan itu dinyatakan secara
tidak langsung.

Contoh:

Wacana yang diujikan, misalnya, adalah wacana bentuk dialog yang


dikutip pada tes tingkat pemahaman di atas.

Butir-buir tes yang dimaksud misalnya sebagai berikut.


10

9. Tunjukkan kata-kata Hamud pada wacana di atas yang menyatakan bahwa


tingginya prestasi yang diperoleh lebih merupakan beban daripaad
kebanggaan.
10. Carilah bukti kata-kata Hamud yang menunjukkan bahwa ia seorang yang
bersifat optimis.

Butir tes dalam bentuk pilihan ganda sebagai berikut.


11. Kata-kata Hamud yang membuktikan bahwa ia memandang tingginya
prestasi lebih merupakan beban daripada kebanggan ialah …..
A. Sebetulnya aku sangat berminat. Tapi, aku sadar keadaan orangtuaku.
B. Apakah hanya dar bangku perkuliahan saja yang menjamin masa
depan kita?
C. Apa gunanya NEM tinggi Med, jika kita tak mampu mengatasi
masalah sendiri?
D. Bukankah ada seribu jalan untuk sampai di Mekah?

Contoh butir tes tingkat penerapan seperti di atas juga baik diterapkan
pada wacana bentuk puisi. Apabila jika diingat bahwa penuturan dalam puisi pada
umumnya lebih bersifat tidak langsung. Dengan demikian, tugas menemukan
kata-kata yang dimaksud dalam puisi lebih menuntut kerja kognitif. Bentuk tes
seperti di atas kurang tepat diterapkan dalam tes menyimak. Sebab, tes dapat
menjadi sangat sulit berhubungan siswa tidak mengulang dengar wacana yang
diteskan.

Tes Kemampuan Membaca Tingkat Lanjut


Tes kemampuan membaca merupakan tes keterampilan berbahasa yang
terintgratif. Hal tersebut dikarenakan tes membaca memadu beberapa komponen
yang dijadikan sasaran tes. Komponen tersebut di antaranyanya, isi bacaan,
bahasa bacaan, komposisi bacaaan.
Berdasarkan taksonomi Bloom (Nurgiyantoro, 2001, hlm. 247) tes
membaca dikaitkan pada tiga aspek, di antaranyanya aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Aktivitas yang dilakukan dalam pembelajaran membaca pada setiap
aspeknya berbeda-beda. Pada aspek kognitif, aktivitas memahami bacaan secara
tepat dan kritis. Aktifitas afektif berhubungan dengan sikap dan kemauan siswa
membaca. Sedangkan aktivitas psikomotor merupakan aktivitas fisik siswa waktu
membaca. Penilaian terhadap aktivitas afektif tidak dalam bentuk tes, tetapi
11

nontes seperti wawancara, angket, dll. Penilaian psikomotor dapat dilakukan


dengan mengamati aktivitas membaca siswa, seperti cara membaca (ketepatan
lafal, intonasi bunyi, dll).
Materi tes membaca hampir sama dengan tes menyimak, tetapi teknis
pelaksanaannya saja yang berbeda. Pada tes keterampilan membaca siswa
diberikan wacana berbentuk tulisan untuk dibaca sedangkan tes menyimak siswa
diperdengarkan wacana yang dibacakan. Jenis keterampilan membaca menurut
Shihabudin (2008, hlm. 233) di antaranyanya menentukan makna kata yang
dibaca, menentukan makna kata di dalam konteks kalimat, memilih kalimat yang
benar di antaranya beberapa kalimat, memilih kalimat yang salah di antaranya
beberapa kalimat, menetukan isi dari kalimat, menangkap ide pokok paragraf,
menangkap beberapa pokok dari wacana, menarik kesimpulan dari sebauah
wacana.
Pada siswa tingkat lanjut yaitu sejajar dengan SMA, siswa sudah harus
bisa membaca dalam hati. Siswa pada tingkat lanjut sudah tidak lagi membaca
secara nyaring melainkan harus mampu menguasai teknik membaca ekstensif
maupun membaca intensif. Melalui membaca ekstensif dan intensif, siswa
diharapkan dapat memahami wacana yang diberikan sehingga dapat mengikuti tes
keterampilan membaca dengan baik.
Evaluasi Kemampuan Membaca Tingkat Lanjut
Seorang guru akan mengetahui sejauh mana siswa berhasil dalam proses
pembelajaran melalui evaluasi. Evaluasi membaca dilakukan untuk memperoleh
informasi tentang hasil pembelajaran membaca, kemudian mengolah dan
menafsirkannya dengan tolok ukur tertentu. Ada berbagai cara untuk
mengevaluasi siswa dalam pembelajaran membaca sesuai dengan jenjang siswa.
Untuk siswa tingkat lanjut, evaluasi membaca tidak lagi melafalkan atau
mengucapkan lambang-lambang bunyi melainkan siswa diberikan tes membaca
lanjut atau tes membaca pemahaman.
Tes KEM (Kemampuan Efektif Membaca) adalah salah satu cara untuk
mengetahui pemahaman siswa. KEM merupakan perpaduan antara kecepatan
mata (kemampuan visual) dengan kecepatan pemahaman (kemampuan kognitif)
dalam merespon suatu bacaan. Hal yang harus dipersiapkan dalam tes ini yaitu
wacana tes dan soal tes. Syarat wacana yang dapat dipergunakan dalam tes KEM
12

yaitu aspek kesulitan wacana, aspek isi wacana, aspek panjang pendeknya
wacana, serta aspek bentuk dan jenis wacana. Jika semua syarat di atas telah
terpenuhi, selanjutnya membuat soal tes. Bentuk soal tes yang digunakan yaitu
soal objektif dengan pilihan ganda. Untuk tingkat lanjut atau SMA, opsi pararel
dari a-e. Selain itu, soal yang diberikan tidak lagi soal ingatan, pemahaman, dan
aplikasi saja melainkan siswa sudah mulai dilatih untuk menjawab soal analisis
dan sintesis (Arikunto, 2013, hlm. 134). Berikut adalah penjelasan mengenai
tahap-tahap membuat tes KEM untuk siswa tingkat lanjut.

1. Tingkat Kesulitan Wacana


Sebelum membaca siswa diharapkan mengetahui dulu jenis bacaan yang
akan dibaca. Cara mengetahuinya dengan menyurvei jenis wacana tersebut.
Survey dilakukan dengan cara yang sistematis dengan tujuan menentukan jenis
baca, menemukan ide-ide penting dan menentukan kecepatan membaca
(Soedarso, 2004, hlm. 60). Setiap jenis bacaan kecepatan membacanya akan
berbeda misalnya: jenis bacaan novel (fiksi) akan berbeda dengan jenis bacaan
ilmiah. Hal tersebut terjadi karena jenis bacaan seperti novel (fiksi), informasi
yang dikandungnya dapat cepat diketahui sedangkan jenis bacaan ilmiah perlu
analisis yang mendalam sehingga kecepatan membaca akan lebih lambat dari
bacaan fiksi.
Agar memiliki kemampuan membaca yang baik faktor lain yang juga
berpengaruh adalah tingkat keterbacaan wacana. Bahan bacaan yang tidak
sesuai dengan peringkat pembacanya memiliki tingkat keterbacaan yang
rendah. Bahan bacaan tersebut tidak mudah dicerna dengan mudah dan dalam
waktu yang singkat. Pembaca membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
mencerna bahan bacaan yang tidak memenuhi kriteria keterbacaan. Dengan
demikian, faktor keterbacaan wacana berpengaruh terhadap kemampuan
membaca cepat seseorang.
Ada beberapa cara untuk menghitung keterbacaan sebuah wacana.
Keterbacaan sebuah wacana dapat dianalisis dari kata ataupun kalimat yang
membangun wacana tersebut. Di bawah ini adalah beberapa formula untuk
menghitung keterbacaan sebuah wacana. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah wacana yang diberikan relevan dengan jenjang siswa. Wacana tersebut
13

jangan terlalu mudah dan jangan pula terlalu sulit. Formula keterbacaan Fry,
formula keterbacaan Raygor dan teknik cloz adalah beberapa cara untuk
menghitung keterbacaan wacana yang akan dipaparkan sebagai berikut.

A. Formula Keterbacaan Fry


Formula keterbacaaan wacana yang dapat digunakan adalah formula
Edward Fry. Karena formula ini yang diajukan Fry ini teks bahasa Inggris, maka
formula ini tidak sesuai seratus persen untuk teks bahasa Indonesia. Harjasudjana
mengemungkakan alterrnatif pengujian keterbacaan teks Grafik Fry (modifikasi).
Untuk menguji keterbacaan wacana pada jenjang pendidikan siswa dengan
menggunakan Grafik Fry (modifikasi), yaitu menghitung 100 kata hingga puluhan
terdekat sebagai wacana sampel, menghitung suku kata wacana sampel, jumlah
rata-rata kalimat dan suku kata dikali 0,6, hasil penghitungan dapat
dikonvergensikan pada Grafik Fry berikut.

Gambar 1:Grafik Fry

B. Formula Keterbacaan Raygor


Formula keterbacaan Raygor diperkenalkan oleh Alton Raygor, yang
selanjutnya grafik ini disebut grafik Raygor. Formula ini tampaknya mendekati
kecocokan untuk bahasa-bahasa yang menggunakan huruf latin. Grafik Raygor
tampak terbalik jika dibandingkan dengan Grafik Fry. Namun, kedua formula
keterbacaan tersebut sesungguhnya mempunyai prinsip-prinsip yang mirip.
14

Petunjuk penggunaan Grafik Raygor.


1. Mengitung 100 buah perkataan dari wacana yang hendak diukur tingkat
keterbacaannya sebagai sampel. Deretan angka tidak dipertimbangkan
sebagai kata. Oleh karenanya, angka-angka tidak dihitung ke dalam
perhitungan 100 buah kata.
2. Menghitung jumlah kalimat sampai pada persepuluhan terdekat. Prosedur ini
sama dengan prosedur Fry dalam menghitung rata-rata jumlah kalimat.
3. Menghitung jumlah kata-kata sulit, yakni kata-kata yang dibentuk oleh 6
huruf atau lebih. Kriteria tingkat kesulitan sebuah kata di sini didasari oleh
panjang-pendeknya kata, bukan oleh unsur semantisnya. Kata-kata yang
tergolong ke dalam kategori sulit itu adalah kata-kata yang terdiri atas enam
atau lebih huruf. Kata-kata yang jumlah hurufnya kurang dari enam, tidak
digolongkan ke dalam kata sulit.
4. Hasil yang diperoleh dari langkah dua dan tiga itu dapat diplotkan ke dalam
grafik Raygor untuk menentukan peringkat keterbacaan wacananya.
Kelebihan dari penggunaan grafik Raygor, yakni dalam hal efisiensi
waktu, pengukuran keterbacaan wacana dengan grafik Raygor ternyata jauh lebih
cepat daripada melakukan pengukuran keterbacaan dengan menggunakan grafik
Fry.~Sela Carina Tamara dan Rahayu Saktiningsih.
15

Gambar 2: Grafik Raygor

C. Cloze Test

Cloze test, yang diperkenalkan oleh Wilson L. Taylor pada tahun 1953,
adalah sejenis test dalam bentuk wacana dengan sejumlah kata yang dikosongkan
(rumpang) dan pengisi test diminta mengisi kata-kata yang sesuai di tempat yang
dikosongkan itu. Kata “cloze” itu bermakna proses penutupan sementara. Disebut
dengan penutupan sementara karena sejumlah kata dalam wacana itu dihilangkan
atau ditutup secara sistematis untuk diisi dengan cara menerka berdasarkan
konteks isi wacana itu. Kebenaran isi jawaban akan dilihat dari naskah asli
wacana tersebut. Ada tiga cara menghilangkan kata tersebut:

a. Menghilangkan kata pada urutan tertentu secara konsisten, tanpa membedakan


jenis kata. Cara ini disebut the fixed-ratio method. Misalnya, apabila dipilih
kata yang dihilangkan itu adalah kata yang ke-5, maka setiap kata yang kelima
(apakah kata asing, nama diri, akronim, atau singkatan) dihilangkan secara
konsisten. Cara ini biasanya dipakai apabila kata-kata dalam wacana itu
dianggap sudah biasa bagi pengisi test.
b. Menghilangkan kata pada urutan tertentu dengan ketentuan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan pembuat test. Misalnya, kata itu akan dihilangkan
apabila termasuk kata benda atau kata kerja, atau jenis kata lain yang
ditentukan oleh pembuat test. Cara ini disebut the variables-fixed ratio. Cara
ini biasanya dipakai apabila pembuat test ingin mengetahui tingkat kesulitan
kata-kata yang tergolong ke dalam jenis-jenis kata yang ditetapkannya.
c. Menghilangkan kata pada urutan tertentu secara sistematis tetapi apa bila kata
pada urutan tertentu itu adalah nama tempat, nama diri, angka, tanggal, bulan,
tahun atau istilah, maka kata itu dilampaui dan dipilih kata berikutnya. Hal ini
dilakukan karena kata-kata itu sulit diterka atas dasar konteks kalimat. Cara ini
disebut the modified fixed-ratio method. Cara ini banyak dipakai untuk wacana
yang mengandung banyak istilah atau nama diri.

Cloze test yang kemudian juga dipakai untuk menguji pemahaman


membaca (reading comprehension), pada awalnya dibuat untuk menguji
keterbacaan. Melalui test ini dapat diketahui kesulitan calon pengguna dalam
16

mengisi kata-kata yang dikosongkan (rumpang) secara teratur dalam suatu uraian.
Semakin dekat jarak kata yang dikosongkan, mungkin semakin sulit mengerjakan
soal itu dan sebaliknya. Kata yang dibuang (dikosongkan) itu biasanya setiap kata
yang kelima atau yang ketujuh. Karena kata yang dipilih mungkin saja kata yang
maknanya sama (sinonim) dengan kata aslinya, maka sinonim kata itu dapat juga
dianggap benar. Akan tetapi apabila diharapkan kata yang diisikan adalah kata
yang persis sama dengan kata aslinya (kata yang dibuang) maka huruf awal kata
itu dituliskan dan huruf-huruf berikutnya dikosongkan. Semakin sedikit kesalahan
yang dibuat oleh pengisi test, berarti semakin tinggi tingkat keterbacaan naskah
tersebut dan sebaliknya, semakin banyak kesalahan yang dibuat berarti semakin
rendah tingkat keterbacaannya. Prosedur yang ditempuh dalam menggunakan test
ini ialah sebagai berikut:

1. Pilihlah tiga buah uraian dalam naskah atau buku tersebut secara acak,
masing-masing pada bagian awal, tengah dan akhir. Uraian yang dipilih
hendaknya berdiri sendiri dan utuh dalam arti mempunyai satu konsep atau ide.
Panjang uraian kurang lebih 250 kata.
2. Uraian yang dipilih hendaknya menarik bagi calon pengguna.
3. Hindari uraian yang banyak menggunakan nama diri, seperti nama orang dan
nama tempat.
4. Salin kembali masing-masing uraian tersebut dengan ketentuan:
a. Berikan judul untuk masing-masing uraian untuk memberikan gambaran
umum tentang isi uraian,
b. Tulis kembali kalimat pertama masing-masing uraian secara utuh untuk
memberikan gambaran isi uraian lebih spesifik.
c. Untuk kalimat-kalimat berikutnya, buang setiap kata ke lima atau kata
ketujuh secara teratur. Kata berulang dihitung dua kata. Kalau pembaca
diharapkan mengisi kata yang dikosongkan itu tepat seperti kata aslinya,
tuliskan huruf awal kata itu dan diikuti dengan strip sebanyak sisa huruf
kata tersebut ( misalnya, kata yang dibuang ialah warung, maka ditulis w_
_ _ _ _)
d. Tuliskan kalimat terakhir masing-masing uraian secara utuh untuk
memberikan gambaran tentang isi uraian secara lebih lengkap.
17

5. Pilih secara acak sesedikitnya sepuluh calon pengguna naskah tersebut untuk
mengerjakan test itu.
6. Berikan petunjuk yang jelas, termasuk tujuan diberikannya test bahwa yang
ingin diketahui bukanlah kemampuan membaca mereka tetapi tingkat
keterbacaan naskah itu sendiri. Kata yang dikosongkan diisi hanya dengan satu
kata yang dianggap paling sesuai dengan maksud kalimat dan uraian, Tingkat
kesulitan keseluruhan naskah dapat dilihat dari jumlah kata yang benar diisikan
pada test itu. Hasil dengan menggunakan Cloze Test ini dapat dikategorikan
sebagai berikut.

Jumlah kata yang benar Tingkat kesulitan

a. > 50 % “Mudah” dalam arti pembaca mengerti isi bacaan.


b. >35% – 50% “Agak Sukar” dalam arti pembaca memerlukan bantuan
untuk mengerti isi bacaan
c. <35 % – 35 % “Sangat Sukar”, dalam arti pembaca tidak dapat
memahami isi bacaan.

Hasil test tersebut dapat dilihat secara individual dan kelompok. Dapat
terjadi hasil masing-masing individu secara signifikan berbeda karena latar
belakang dan pengalaman yang berbeda. Dengan demikian, mungkin saja suatu
bahan bacaan sangat sulit bagi orang tertentu tetapi sangat mudah bagi orang lain
dalam kelompok yang sama. Akan tetapi dalam kaitannya dengan bahan bacaan
yang dipergunakan dalam kelas maka hasil rata-rata dalam kelompok biasanya
yang digunakan.

2. Isi Wacana
Ada beberapa indikator yang harus diperhatikan dalam memilih dan
menentukan isi wacana menurut Shihabudin (2008, hlm. 234) antara lain tidak
menggunakan wacana yang sudah umum dibaca oleh siswa dan hindari
mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab tanpa membaca. Artinya, pemilihan
tema dan topik wacana haruslah sesuai dengan jenjang siswa. Hal ini dikarenakan
pembelajaran membaca berperan dalam pengembangan sikap dan nilai-nilai
kognitif siswa. Dengan demikian, pemberian wacana yang berkaitan dengan nilai
kehidupan seperti nilai sejarah, moral, karakter, kearifan local perlu dilakukan.
18

3. Panjang Pendek Wacana


Pemberian wacana pada tes keterampilan membaca sebaiknya tidak terlalu
panjang. Dengan wacana yang pendek dapat membuat soal tentang berbagai hal
sehingga menjadi lebih komprehensif. Secara psikologis siswa lebih senang
membaca wacana yang pendek karena tidak membutuhkan waktu yang lama
dalam membaca dan memahami wacana tersebut. Jumlah kata untuk wacana
pendek pada tes keterampilan membaca menurut Nurgiyantoro (2001, hlm. 251)
sebanyak kurang lebih 50-100 kata. Untuk wacana yang panjang dapat diberikan
lebih dari seratus kata, tetapi dapat menguji sepuluh butir soal.

4. Bentuk dan Jenis Wacana


Bentuk-bentuk wacana yang digunakan untuk bahan tes adalah wacana
yang berbentuk wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositori, wacana
hortatori, wacana dramatik, wacana epistoleri, dan wacana seremonial. Selain itu,
jenis-jenis wacana yang digunakan dapat berupa wacana narasi, eksposisi,
argumentatif, dan persuasi. Bentuk dan jenis wacana yang akan dievaluasi
haruslah sesuai dengan indikator pembelajaran.

5. Tingkat Tes Kemampuan Membaca


Penekanan tes kemampuan membaca adalah kemampuan untuk isi wacana
yang dikandungnya. Kegiatan memahami isi bacaan merupakan aktivitas kognitif
yang dilakukan secara berjenjang. Mulai dari tingkat ingatan atau C1 sampai
evaluasi atau C6. Aktivitas kognitif tersebut sesuai taksonomi Bloom (1956).

A. C1 (ingatan)
Pada ranah ingatan, siswa diminta untuk mengingat kembali fakta-fakta
sederhana yang ada dalam wacana. Tes kemampuan membaca pada tingkat
ingatan sekedar menghendaki siswa untuk menyebutkan, mengurutkan,
menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi ,
menemukan kembali fakta, definisi atau konsep.

B. C2 (pemahaman)
Tes kemapuan membaca tingkat pemahaman belum tegolong sulit. Pada
tingkat ini diharapkan siswa dapat memahami isi bacaan, mencari hubungan
antarhal, sebab-akibat, perbedaan dan persamaan antarhal, menafsirkan,
19

meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, membeberkan isi


bacaan. Penyusunan tes hendaklah tidak dilakukan sekedar mengutip kaliamt
dalam konteks secara verbatim, melainkan dibuat parafrasenya. Butir soal tes
kemapuan membaca hendaklah bersifat memaksa siswa untuk membaca dan
memahami bacaan.

C. C3 (aplikasi)
Ranah aplikasi meminta siswa untuk mampu memilih konsep, aturan,
gagasan atau cara secara tepat untuk menerapkannya dalam situasi yang baru
secara benar. Siswa dapat memberikan contoh, mendemontrasikan, melaksanakan,
menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun,
memulai, menyelesaikan, mendeteksi isi bacaan.

D. C4 (analisis)
Pada tingkat ini siswa mampu menganalisis informasi tertentu dalam
wacana seperti mengenali, mengidentifikasi, membedakan pesan atau informasi,
menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah
struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan,
menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan. Pemahaman yang dituntut
pada tingkat ini adalah pemahaman kritis dan terperinci sampai bagian yang lebih
khusus. Contoh kemampuan pada tingkat analisis antara lain: kemampuan
menentukan pokok pikiran, dan pikiran penjelas dalam paragraf. Jenis paragraf
berdasarkan letak kalimat utama, menunjukkan tanda penghubung antarkalimat.

E. C5 (sintesis)
Pertanyaan-pertanyaan pada ranah sintesis meminta siswa untuk
menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar
dapat mengembangkan struktur yang baru atau melakukan generalisasi. Menyatu
padukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya sehingga dapat
menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit dalam bacaan,
juga merupakan kerja sintesis. Siswa mampu untuk mengarang,
mengombinasikan, menciptakan, menjelaskan, memodifikasi, merevisi,
menghubungkan.

F. C6 (evaluasi)
20

Pemahaman bacaan untuk tes pada tingkat evaluasi diharapkan siswa


mampu memberikan penilaian berkaitan dengan wacana. Penilaian pada wacana
dapat berupa gagasan, konsep, cara pemecahan masalah dan menemukan dan
menilai bagaimana pemecahan masalah, menyusun hipotesi, mengkritik,
memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan.

G. Cara Mengukur Kemampuan Membaca


Menurut Suryanti dan Haryanto (2007, hlm. 25) kecepatan membaca
seseorang juga dapat diukur dengan rumus berikut ini:

Jumlah kata yang dibaca x 60 = .... kpm


Jumlah detik untuk membaca

Kemampuan pemahaman bacaan = Jumlah jawaban betul x 100 %


Jumlah soal

Kemampuan membaca = Kecepatan membaca x % jawaban yang benar


100

= …. KPM

H. Contoh Tes Kemampuan Membaca


Bacalah wacana di bawah ini!
Catatlah lama waktu membaca!

Untuk Maju Kita Harus Melihat Masa ke Depan

Siapa yang tidak mengenal Sutan Takdir Alisjahbana? Sejak berpuluh-


puluh tahun murid SMP dan SMA diajarkan bahwa Takdir itu pelopor Angkatan
Pujangga Baru bersama-sama Amir Hamzah dan Armijn Pane. Amir Hamzah
sudah lama meninggal. Armijn Pane juga. Tetapi Takdir masih menikmati hidup
ini dengan optimisme. Umurnya kini 73 tahun. Tetapi otaknya tidak berhenti
memikirkan gagasan untuk masa depan.
Takdir sekarang bukan Takdir lulusan Hogere Kweekschool (Sekolah
Pendidikan Guru) yang menjadi Direktur Kepala pada Balai Pustaka dan
mengarang roman-roman seperti Tak Putus Dirundung Malang, Dian yang Tak
kunjung Padam, dan Anak Perawan di Sarang Penyamun. Takdir sekarang adalah
seorang Profesor Doktor yang menulis “Value as Integreting Force in Personality,
Society, and Culture” (suatu esai mengenai antropologi baru), disamping itu
Grotta Azzura (1970) dan Kalah dan Menang (1978) yang dipenuhi gagasannya
21

mengenai tangggung jawab manusia untuk menciptakan masa depan yang lebih
baik. Kini ia Rektor Universitas Nasional di Jakarta, Ketua Akademi Jakarta, dan
Ketua International Association For Art and The Future, di Tayabungkah, suatu
tempat perenungan dan penciptaan bagi pencipta-pencipta seni yang terletak di
tepi Danau Batur, Bali.
Takdir masih terus menulis untuk ceramah, seminar, dan untuk memenuhi
permintaan media massa tentang berbagai soal dalam seni, bahasa, agama,
ekonomi, pertanian, hukum, emansipasi perempuan, yang semuanya dilihat dari
sudut filsafat kebudayaan. Tetapi Takdir dulu dan Takdir sekarang sama dalam
kecintaannya pada keterbukaan pikiran, pada kesediaan belajar dan menerima
nilai-nilai baru yang baik untuk kemajuan dan perdamaian, darimana juga asalnya.
Masa lalu baginya tidak berarti dibandingkan masa depan. Karena itu, ia prihatin
menyaksikan seminar-seminar yang menurut pendapatnya terkungkung
idividualismenya, yang merasa kewajibanya cuma melepaskan isi hatinya sendiri,
yang tidak berminat menanggulangi krisis masyarakat dan kebudayaan yang
mengancam masa depan dunia.
Menurut Takdir, krisis ini terjadi karena ilmu, teknologi, dan ekonomi
berkembang dengan pesat, tetapi konsep-konsep dan kelakuan masyarakat serta
kebudayaan manusia berkembang dengan lamban. Jadi, manusia harus digugah
untuk maju. Kesempitan pikiran merupakan penghalang kemajuan. Manusia harus
terbuka untuk gagasan-gagasan baru yang membawanya pada keadan yang lebih
baik. Seniman-seniman perlu mengikuti aliran-aliran yang disebuat futurisme
untuk menumbuhkan kreativitas baru tanpa terhambat oleh batas-batas negara.
Tentu tidak semua orang setuju dengan pendapat Takdir. Tetapi, ia yakin ia
berjalan di jalan yang benar. “Saya sudah biasa berjalan sendiri. Bukan sambil
meratap melainkan sambil menyanyi”. Katanya di kantor di jalan Saharjo, di
Jakarta. Kantor itu sederhana saja. Keempat dindingnya ditutupi rakpenuh. Di
meja ada buku dan beberapa kursi, juga penuh tumpukan buku-buku. Buku-buku
itu ada katalognya. Selain buku, di situ juga ada lukisan-lukisan tersandar. Di
antaranyannya lukisan Toyabungkah dengan latar belakang Gunung Batur.
(jumlah kata 520 kata)

Waktu selesai: pukul....., menit....., detik......


Lama waktu membaca:
Dikutip dari Intisari (dalam Soedarso, 2004:15)

Contoh Soal Tes Remember (Ingatan)


1. Sutan Takdir Alisjabana (STA) pelopor Angkatan Pujangga Baru
bersama ....
A. Amir Hamzah
B. Chairil Anwar
22

C. Asrul Sani
D. Taufik Ismail
E. Ajip Rosidi

Contoh Soal Tes Understand (Pemahaman)


2. Saat sekolah di Hogere Kweekshcool, STA mulai menulis
roman ....
A. Tak Putus Dirundung Malang
B. Dian Yang Tak Kunjung Padam
C. Anak Perwan di Sarang Penyamun
D. Grotta Azzura
E. Kalah dan Menang

Contoh Soal Tes Applycation (aplikasi)


3. Roman STA yang ditulis sebelum tahun 1970-an, kecuali ...
A. Tak Putus Dirundung Malang
B. Dian Yang Tak Kunjung Padam
C. Anak Perwan di Sarang Penyamun
D. Grotta Azzura
E. Kalah dan Menang

Contoh Soal Tes Analysis (Analisis)


4. Kalimat manakah yang merupakan Pendapat sesuai wacana
diatas…
A. Seniman-seniman perlu mengikuti aliran-aliran yang
disebuat futurisme untuk menumbuhkan kreativitas baru tanpa terhambat
oleh batas-batas negara.
B. STA pernah menajadi Rektor Universitas Nasional di
Jakarta dan Ketua International Association For Art and The Future, di
Tayabungkah
C. STA sering menulis tentang seni, bahasa, agama, ekonomi,
pertanian, hukum, emansipasi perempuan, yang semuanya dilihat dari
sudut filsafat kebudayaan
D. Takdir itu pelopor Angkatan Pujangga Baru bersama-sama
Amir Hamzah dan Armijn Pane
E. Kantor STA dipenuhi oleh tumpukan buku-buku dan ada
tersandar lukisan Toyabungkah dengan latar belakang Gunung Batur.

Contoh Soal Tes Evaluation (evaluasi)


5. Bagaimana pandangan STA terhadap para seniman?

Contoh Soal Tes Create


6. Bagaimana pendapat Anda tentang seniman perlu mengikuti aliran-
aliran yang disebut futurisme oleh STA?

Contoh Soal Meringkas Isi Bacaan


23

7. Kemungkakanlah kembali dengan bahasa sendiri isi wacana yang


berjudul “Untuk Maju Kita Harus Melihat Masa ke Depan”!

Contoh Soal Grup Klose


Takdir masih terus menulis untuk ceramah, seminar, dan untuk memenuhi
permintaan media massa tentang berbagai soal dalam seni, bahasa, agama,
ekonomi, pertanian, hukum, emansipasi perempuan, yang semuanya dilihat dari
sudut filsafat kebudayaan. Tetapi Takdir dulu memang tidak ...(8) dalam
kecintaannya terhadap keterbukaan pikiran, pada kesediaan belajar untuk
menerima nilai-nilai baru yang baik untuk kemajuan dan perdamaian, darimana
juga asalnya. Masa lalu baginya tidak ...(9) dibandingkan masa depan. Karena itu,
ia prihatin ...(10) seminar-seminar yang menurut pendapatnya terkungkung
idividualismenya, yang merasa kewajibanya cuma melepaskan isi hatinya sendiri,
yang tidak berminat menanggulangi krisis masyarakat dan kebudayaan yang
mengancam masa depan dunia.

Pembuatan Tes Kompetensi Membaca


Tidak berbeda halnya dengan tes kompetensi menyimak, persoalan yang
muncul dalam tes kompetensi membaca adalah bagaimana mengukur kemampuan
pemahaman isi pesan tersebut, yaitu apakah sekadar menuntut peserta didik
memilih jawaban yang telah disediakan atau menanggapi dengan bahasa sendiri.
Selama ini bentuk soal yang lazim dipakai adalah merespons jawaban yang telah
dibuat dan belum terlihat memaksimalkan tugas-tugas yang menuntut peserta uji
mendayakan potensi yang dimiliki untuk merespons dengan kemampuannya
sendiri.
Jika sebuah tes sekadar menuntut peserta didik mengidentifikasikan ,
memilih, atau merespons jawaban yang telah disediakan, misalnya bentuk soal
objektif seperti pilihan ganda, tes itu merupakan tes tradisional. Sebaliknya, jika
tes itu pemahaman pesan tertulis itu sekaligus menuntut siswa untuk
mengonstruksi jawaban sendiri, baik secara lisan, tertulis, maupun keduanya, tes
itu menjadi autentik. Mengonstruksi jawaban sendiri artinya peserta uji
kemampuannya membahasakan kembali baik secara lisan maupun tertulis.
Misalnya, ia dilalukan untuk menjawab pertanyaan terbuka atau tugas
meneritakan kembali isi informasi yang terkandung dalam wacana yang
bersangkutan. Sama halnya dengan tes kompetensi menyimak, lewat cara ini akan
24

terjadi pengintegrasian antara tes kompetensi aktif reseptif (menyimak dan


membaca) dan tes kompetensi aktif produktif (berbicara dan menulis).
Kedua macam tes tersebut sama-sama diperlukan untuk mengukur hasil
pembelajaran peserta didik. Pada ujian akhir yang waktunya dibatasi baik dalam
hal pengerjaan oleh peserta didik maupun guru yang mengoreksi jawaban, soal
bentuk tradisional tampak lebih efektif dipilih. Apalagi soal bentuk ini mampu
menampung banyak soal sehingga validitas dan reliabilitas tes secara teoretis
lebih memungkinkan untuk terpenuhi. Namun, untuk ujian proses sekaligus
sebagai strategi pembelajaran, tugas-tugas yang berkadar autentik yang sebaiknya
dipilih. Tugas-tugas asesmen autentik yang menuntut kinerja berbahasa peserta
didik secara konkret dan bermakna, lebih mencerminkan penggunaan bahasa
dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu, tes
autentik sebenarnya lebih mencerminkan kompetensi peserta didik.

A. Tes Kompetensi Membaca dengan Merespons Jawaban


Tes kompetensi membaca dengan caraiini mengukur kemampuan membaca
peserta didik dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan oleh pembuat
soal. Soal ujian yang lazim dipilih adalah bentuk objektif pilihan ganda. Apapun
jenis wacana yang diujikan dan bagaimanapun cara menyajikan ujian, kerja
peserta didik menjawab soal adalah dengan memilih opsi jawaban. Karena kerja
ujian selalu begitu-begitu saja, jenis tes ini kemudian dikenal sebagai tes
tradisional. Dilihat dari kerja peserta ujian dan koreksi hasil ujian, tes ini lebih
praktis. Apalagi ia dapat melibatkan banyak wacana dan banyak soal walaup
pembuatan soalnya lebih lama.
Untuk membuat soal ujian, setela melewati penentuan kompetensi dasar dan
indikator serta meilihat kisi-kisi, kita haruslah memilih wacana tertulis yang tepat
yang dapat berasal dari berbagai sumber. Soal yang dibuat dapat bervariasi tingkat
kesulitannya tergantung tingkat kesulitas wacana dan kompleksitas soal yang
bersangkutan. Soal-soal yang hanya mengungkap kembali fakta yang
dikemukakan tentu lebih mudah daripada soal-soal yang mengungkap pesan,
menemukan tema, gagasan pokok, pesan tersirat, dan lain-lain yang
mempersyaratkan peserta uji harus membaca wacana dengan cermat.
25

1) Tes Pemahaman Wacana Prosa


Bahan ujian membaca pemahaman adalah wacana yang berbentuk prosa,
nonfiksi atau fiksi, singkat atau agak panjang dengan isi tentang berbagai hal
menarik. Wacana bentuk inilah yang paling banyak dijadikan bahan tes
kompetensi membaca. Namun, harus diingat bahwa untuk dapat mengerjakan soal
peserta didik harus benar-benar membaca dan memahami teks bacaan. Jadi, kita
tidak boleh menanyakan hal-hal yang telah umum diketahui tanpa membaca. Soal
yang umum ditanyakan dalam tes adalah tema, gagasan pokok, gagasan penjelas,
makana tersurat dan tersirat, bahkan juga makna istilah dan ungkapan. Jadi, tes
kompetensi kosakata dapat menumpang di sini.
Jika wacana yang diteskan agak panjang, satu wacana biasanya dibuat
menjadi beberapa soal. Jika demikian, harus ada kejelasan perintah.

Kisi-kisi Soal

Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 VII/ Ganjil Penyimpulan Menyimpul- Menentukan unsur- Pilihan


berita kan isi berita unsur berita Ganda
yang diba-
cakan dalam
beberapa
kalimat
2 VII/ Ganjil Penyimpulan Menyimpul- Menyimpulkan isi/sari Pilihan
berita kan isi berita berita dalam satu Ganda
yang diba- alinea
cakan dalam
beberapa
kalimat

Cermati teks bacaan berikut untuk menjawab soal nomor 1 dan 2!


... seperti halnya ini, ifumi sudah ada sejak zaman Dinasti Han di Qinhai, China.
Pada tahun 25 M, China sedang mengalami musim paceklik. Beras yang awalnya
melimpah ruah, ketika musim panen mengalami kegagalan akibat cuaca yang
tidak menentu. Juru masak istana mencoba-coba memanfaatkan sisa tepung yang
sudah diolah. Tepung yang sudah diolah dan digiling dinamakan Mian yang
artinya tepung giling. Berawal dari situlah tercipta makanan-makanan baru,
26

seperti lomien yaitu mie rebus dengan kuah kental. Yifumian atau ifumi, yaitu mie
digoreng lalu dikeringkan dan disiram kuah. Yifumian atau ifumi adalah masakan
yang benayak digemari, bahkan hingga keluar China.

1. Unsur-unsur berita yang ada dalam bacaan di atas adalah ....


A. apa, di mana, kapan*
B. apa, mengapa, di mana
C. siapa, kapan, di mana
D. siapa, bagaimana, kapan

2. Kesimpulan isi bacaan di atas adalah ...


A. Yifumian disebut ifumi, yaitu mi yang digoreng, dikeringkan, dan disiram
kuah. Mi ini terbuat dari olahan tepung yang dibuat secara coba-coba.
B. Ifumi sudah ada sejak zaman Dinasti Han di Qinhai, China. Walaupun
pada saat itu musim paceklik menghampiri saat itu.
C. Juru masak istana suka mencoba-coba memanfaatkan sisa tepung untuk
diolah menjadi makanan baru. Hal itu yang menjadikan terkenalnya
makanan unik di China.
D. Ifumi dan makanan baru lainnya tercipta karena China sedang mengalami
paceklik pada tahun 25 M, lalu juru masak istana mencoba-coba
memanfaatkan sisa tepung untuk diolah sehingga dinamakan mian.*

Soal kompetensi membaca dapat hanya dengan mengambil wacana singkat,


misalnya hanya satu atau dua kalimat. Soal dapat berupa pembuatan parafrase
yang sengaja dibuat benar dan salah. Peserta didik diminta untuk memilih
parafrase yang benar.
Kisi-kisi Soal

Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 VIII/ Genap Cara Menemukan Mengidentifikasi Pilihan Ganda


menemukan pokok-pokok pernyataan-
pokok-pokok berita (apa, pernyataan yang
berita dan siapa, mengapa, merupakan
implementasinya di mana, kapan, jawaban dari
dan bagaimana) pertanyaan
yang didengar pokok-pokok
atau ditonton berita
melalui radio/te-
levisi
27

Soal:
Cermati kutipan berita berikut ini!
Stephanie Senna, gadis manis yang mewakili Indonesia dalam IJSO 1 ini
mendapat penghargaan tambahan sebagai The Best Experimental Winner. Ia
berhasil mendapat nilai tertinggi pada ujian eksperimen dan mendapat nilai
sempurna.

1. Kutipan berita tersebut dapat diceritakan kembali yaitu ...


A. Stephanie Senna, gadis manis yang mewakili Indonesia dalam IJSO 1.
B. Stephanie Senna mendapat penghargaan The Best Experimental Winner.*
C. The Best Experimental Winner diberikan kepada peserta nilai sempurna.
D. The Best Experimental Winner ditujukan kepada peserta nilai tertinggi

Tes kemampuan pemahaman wacana dapat juga berupa kemampuan


membedakan informasi dalam wacana yang berupa fakta dan pendapat, atau
membedakan apakah informasi (penuturan) itu berupa laporan, penyimpulan, atau
penilaian. Sebuah wacana tidak jarang memadukan begitu saja antara fakta dan
pendapat, antara laporan dan penilaian, misalnya wacana di majalah tertentu atau
surat kabar. Padahal, kita sebagai pembaca perlu mengenali perbedaan itu. Tugas
membedakan tersebut memerlukan daya kritis dan analisis yang perlu dilatih. Soal
jenis ini termasuk agak sulit, maka sebaiknya baru dilakukan untuk peserta didik
kelas tinggi, misalnya level SMA.

Kisi-kisi Soal

Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 X/ Ganjil Fakta dan opini Mengidentifikasi Mengidentifikasi Pilihan


ide pokok fakta dan pendapat Ganda
teks nonsastra
dari berbagai
sumber melalui
teknik membaca
ekstensif

Soal:
28

Cermati wacana berikut ini!

Mengapa Kita Harus Merayakan Hari Ibu?


Ibu adalah segalanya bagi kita. Kehidupan kita bergantung kepadanya.
Saat kita memerlukan bantuan, kita menangis memanggil Ibu. Ibu juga
melindungi kita dari bahaya dan merawat diri kita. Kita harus menghormati
beberapa alasan.
Pertama, kita berterima kasih kepada Ibu atas semua yang telah ia lakukan.
Ibu adalah orang yang menjaga kita ketika siang dan malam. Ia juga yang
merawat kita ketika ia sakit. Ia selalu mendoakan kita agar kita selalu sehat.
Ibuselalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan.
Kedua, kita perlu meminta maaf untuk segala kesalahan kita baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Kita mungkin pernah bertindak kasar atau
berlaku tidak sopan kepada Ibu.
Ketiga, kita harus selalu mensyukuri karena telah memiliki Ibu. Banyak
orang yang telah kehilangan ibunya. Hari Ibu merupakan waktu untuk
memberikan hadiah kepada Ibu yang dicintai.
Dari fakta-fakta tersebut, anak-anak diharapkan untuk menghormati dan
menghargai orang tua, terutama Ibu.

1. Kalimat yang termasuk kelompok fakta adalah ….


A. Paragraf 1 Kalimat 1*
B. Paragraf 2 Kalimat 1
C. Paragraf 3 Kalimat 1
D. Paragraf 4 Kalimat 1
E. Paragraf 5 Kalimat 1

2) Tes Pemahaman Wacana Dialog


Sebagaimana halnya dalam tes kompetensi menyimak, teks bentuk dialog,
sebaiknya juga diambil menjadi salah satu bahan tes kompetensi membaca.
Wacana dialog bayak diteukan dan diperlukan dalam fakta realitas kehidupan,
misalnya dalam pembicaraan atau rekaman telepon dan berbagai bentuk
dialog lain yang melibatkan berbagai orang dalam berbagai profesi dalam
berbagai konteks. Singkatnya, wacana bentuk dialog perlu mendapat
perhatian. Pengambilan wacana untuk bahan tes kemampuan membaca juga
akan menjadikan tes menjadi bervariasi.
Sama halnya dengan bentuk wacana prosa, tes membaca dalam wacana
bentuk dialog juga lazimnya dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
pemahaman isi wacana. Macam soalnya juga dapat dibuat bervariasi.
29

Kisi-kisi Soal
Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 VII/ Genap Penyimpulan Memahami Menyimpulkan pikiran, Pilihan


pikiran, wacana lisan pendapat, dan gagasan Ganda
pendapat, melalui narasumber yang
dan gagasan kegiatan disampaikan dalam
dalam wawancara wawancara
wawancara

Soal:
Pewawancara : Sudah beberapa hari ini listrik di kawasan Jabodetabek
padam. Apa penyebabnya, Pak?
Narasumber : Memang, beberapa hari ini kami memadamkan secara
bergilir aliran listrik ke wilayah Jabodetabek. Pasokan
listrik di Gardu Induk Gandul (GIG), Jakarta, berkurang
akibat kebocoran di beberapa titik dari sistem penyaluran
listrik dari PLTU Suralaya ke GIG.
Pewawancara : Apakah PLN sudah mengatasi kebocoran?
Narasumber : Kami sudah memeriksa beberapa titik tersebut dan
sekarang sedang dalam tahap perbaikan.
Kesimpulan yang diperoleh pewawancara adalah ...
A. PT PLN Jabodetabek rugi besar akibat kebocoran listrik dari PLTU
Suralaya ke GIG.
B. Rusaknya sistem penyaluran listrik di Jabodetabek dari PLTU Suralaya ke
GIG.*
C. Pemadaman listrik disebabkan kebocoran sistem penyaluran listrik PLTU
Suralaya ke GIG.
D. Perbaikan kebocoran sistem penyaluran listrik dari PLTU Suralaya ke
GIG.

3) Tes Pemahaman Wacana Kesastraan


Berbagai teks genre sastra juga lazim diambil sebagai bahan pembuatan
tes kompetensi membaca, baik yang berupa genre fiksi, puisi, maupun teks
drama. Kecuali puisi, pengambilan bahan biasanya dengan mengutip sebagian
teks yang secara singkat telah mengandung unsur tertentu yang layak
diteskan. Dalam banyak hal bahan tes yang diambil dari teks-teks kesastraan
tidk jauh berbeda dengan wacana yang bukan kesastraan. Keduanya sama-
sama terkait dengan pemahaman pesan, makna tersurat dan tersirat, makna
30

ungkapan, dan lain-lain. Hanya saja pada teks kesastraan sering dikaitkan
dengan unsur-unsur instrinsik pembangun teks.
Wacana prosa dan dialog sebagaimana dikemukakan sebelumnya
sebenarnya juga dapat berasal dari teks kesastraan, yaitu teks fiksi dan drama.
Namun, bagaimanapun harus diakui bahwa teks-teks kesastraan hadir bukan
semata-mata untuk dipahami, melainkan juga untuk menikmati bukan saja
lewat kenikmatan intelektual tetapi juga, terutama, kenikmatan emosional.
Bagaimanapun, ada nuansa perbedaan antara kedua ragam bahasa itu, ada
perbedaan tujuan dan estetika yang ditawarkan.

Kisi-kisi Soal
Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 7/ Genap Cara Memahami isi Menceritakan kembali Pilihan


menemu- berbagai teks cerita anak yang dibaca Ganda
kan reali- bacaan sastra
tas kehi- dengan
dupan di membaca
dalam
cerita
anak dan
implemen-
tasinya

Soal:
Dengan cemberut, Mimi beranjak ke kamarnya di lantai dua. Ditutupnya
pintu dengan keras hingga suaranya berdebum. Mimi merasa kesal kepada
mamanya hilang. Mama selalu memperlakukannya seperti anak kecil,
mengatur kehidupannya hampir di segala bidang.
Jika paragraf di atas diceritakan kembali, cerita yang paling tepat adalah ...
A. Mimi kesal kepada mamanya. Ia membanting pintu kamarnya dan tidak
mau bicara kepada mamanya.
B. Mimi tidak mau diperlakukan seperti anak kecil oleh mamanya. Ia
sampai membanting pintu kamarnya.
C. Mimi tidak mau diatur oleh mamanya. Ia bukan anak kecil lagi. Ia lalu
masuk kamar dan tidak mau bicara kepada mamanya.
D. Mimi merasa kesal karena mamanya selalu memperlakukannya seperti
anak kecil, bahkan kehidupannya pun diatur mamanya.*
31

4) Tes Pemahaman Wacana Lain: Surat, Tabel, dan Iklan


Selain beberapa jenis wacana sebelumnya, ada sejumlah wacana penting
lain yang juga banyak ditemukan, misalnya surat, tabel, diagram, iklan,
slogan, dan lain-lain. Berbagai jenis wacana tersebut, khususnya surat, tabel,
iklan, erat terkait dengan kebutuhan hidup, maka mereka menjadi penting.
Artinya, mereka perlu dibelajarkan karena kompetensi itu tidak datang begitu
saja, dan sebagai konsekuensinya, haruslah diujikan untuk mengetahui capain
kompetensi peserta didik.
Wacana surat yang diujikan haruslah dibatasi pada berbagai jenis surat
resmi, maksudnya bukan surat pribadi. Ujian kompetensi membaca dengan
bahan wacana surat lazimnya terkait dengan komponen pendukung, isi pesan,
serta dapat pula masalah makna istilah dan ungkapan, kompetensi membuat
surat menjadi bagian tes kompetensi menulis. Sebuah surat resmi dapat dibuat
menjadi satu atau beberapa soal tergantung indikator dan kompleksitas surat
yang bersangkutan. Demikian juga soal-soal yang berangkat dari wacana
tabel dan iklan.

Kisi-kisi Soal

Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 7/ Genap Penemuan Menemukan Mampu Pilihan


informasi informasi mengidentifikasi Ganda
dari secara cepat pernyataan yang tepat
tabel/diagram dari berdasarkan informasi
tabel/diagram dari tabel atau diagram
yang dibaca

Soal:
32

1. Berdasarkan diagram tersebut, pernyataan yang tepat adalah ...


A. Mayoritas pemenang pilkada berlatar belakang mantan bupati/walikota.
B. Pemenang pilkada umumnya dari kalangan pejabat.
C. Pemenang pilkada yang berlatar belakang pejabat lebih kecil
kemungkinannya dari kalangan profesional.
D. Pemenang pilkada yang berlatar belakang bupati/walikota pasti selalu
menang.*

Tes Kompetensi Membaca dengan Mengonstruksi Jawaban


Sebagaimana halnya dengan kompetensi menyimak, tes kompetensi
membaca jenis yang kedua ini tidak sekadar meminta peserta ujian memilih
jawaban benar dari sejumlah jawaban yang disediakan, melainkan harus
mengemukakan jawaban sendiri dengan mengkreasikan bahasa berdasarkan
informasi yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Untuk mengerjakan tugas ini
mereka dituntut untuk memahami wacana tersebut dan berdasarkan
pemahamannya itu kemudian mereka mengerjakan tugas yang diberikan.
Pemahaman terhadap isi wacana adalah prasyarat untuk dapat mengonstruksi
jawaban tugas. Tugas dalam bentuk ini merupakan tugas otentik.
Tugas otentik menuntut peserta didik untuk berunjuk kerja secara aktif-
produktif, maka tes kompetensi membaca yang bersifat reseptif diubah menjadi
33

tugas reseptif dan produktif sekaligus. Unjuk kerja menanggapi dan


mengonstruksi jawaban dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, misalnya berupa
“menjawab pertanyaan secara terbuka”, atau tugas “menceritakan kembali isi
informasi” wacana yang bersangkutan. Tugas ini lebih alamiah karena kompetensi
itu dibutuhkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk memenuhi tuntutan
pekerjaan. Tugas ini dapat menggali dan memaksimalkan potensi peserta didik
untuk mengkreasi dan mengonstruksi jawaban dengan bahasa pilihannya sendiri.
Dengan cara ini akan terjadi pengintegrasian antara kompetensi reseptif dan
produktif berbahasa, dan itu lebih mencerminkan dalam kegiatan berbahasa dalam
kehidupan berbahasa.
Sebenarnya, bagi guru pemberian tugas tes otentik ini lebih mudah
dilakukan karena ia tidak perlu membuat sekian jumlah soal sebagaimana tes
bentuk pilihan ganda. Guru cukup menyiapkan sebuah atau beberapa buah wacana
yang diujikan dan kemudian memberi perintah kepada peserta didik apa yang
harus dilakukan. Tugas-tugas yang dilakukan peserta didik dapat diberikan
sebelum atau sesudah wacana diberikan. Namun, bagi peserta didik tugas jenis ini
dapat lebih sulit karena untuk mengerjakannya mereka harus benar-benar dapat
memahami isi wacana dan tidak dapat bersifat untung-untungan seperti dalam tes
bentuk pilihan ganda.

1) Pertanyaan terbuka
Salah satu pertanyaan yang berkadar otentik dalam tes kompetensi
membaca adalah pertanyaan terbuka. Maksudnya, guru memberikan pertanyaan
berkaitan dengan teks bacaan yang harus dijawab oleh peserta didik. Pertanyaan
tidak sekadar mengingat atau menyebutkan fakta yang ada di dalam teks,
melainkan yang harus memaksa mereka berpikir tingkat tinggi, berpikir analitis,
sintesis, dan evaluatif. Jawaban pertanyaan dapat dilakukan secara lisan atau
tertulis.

Kisi-kisi Soal
34

Bahan
Kompetensi
No. Kelas/ Materi Indikator Soal Bentuk Soal
Dasar
Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Contoh wacana yang diujikan


Shahab yang meneliti masyarakat betawi melihat bahwa waita mempunyai
kesempatan amat terbatas dalam peningkatan pendidikan. Hal itu disebabkan
keterbatasan fasilitas pendidikan di Jakarta dan kondisi ekonomi mereka. Walau
ada peningkatan sikap terhadap arti pendidikan, perubahan itu belumlah memadai.
Situasi ini menjadi lebih buruk karena kawin usia muda danggap lebih penting
daripada pendidikan.
Ia mengatakan bahwa pendidikan jelas meningkatkan posisi wanita. Sebab,
pendidikan membekali pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan dalam
kehidupan modern yang memungkinkan mereka bisa bersaing dengan pria. Tetapi,
hanya segelintir wanita Betawi yang mengenyam pendidikan tinggi. Kebanyakan
mereka pergi ke sekolah-sekolah agama, namun tak dapat mengubah posisi
mereka karena tidak mendapatkan bekal yang dibutuhkan untuk memainkan peran
dalam kehidupan modern.

Pertanyaan yang ditugaskan misalnya sebagai berikut.


(1) Apa yang mungkin terjadi seandainya masyarakat betawi, khususnya kaum
wanita, mau menunda usia perkawinannya?
(2) Jika tingkat pendidikan kaum wanita Betawi relatif lebih tinggi, benarkah hal
itu akan mengangkat mereka?
(3) Bagaimanakah kita dapat memanfaatkan sekolah-sekolah agama untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan tertentu seperti yang diberikan
sekolah-sekolah umum?
(4) Bagaimanakah cara terbaik untuk mengubah sikap masyarakat Betawi,
khususnya kaum wanita, agar lebih mementingkan pendidikan yang lebih
tinggi daripada kawin usia muda?
(5) Tindakan apa sajakah yang kiranya baik ditempuh untuk memajukan tingkat
pendidikan kaum wanita Betawi?

2) Tugas menceritakan kembali


Contoh tugas lain untuk mengukur kompetensi membaca adalah
menceritakan kembali isi pesan yang terkandung dalam wacana baik secara lisan
maupun tertulis. Untuk dapat mengerjakan tugas ini, peserta didik harus benar-
35

benar memahami isi pesan wacana yang bersangkutan. Berdasarkan


pemahamannya itulah mereka kemudian tampil untuk menceritakan kembali isi
wacana dengan mengkreasi dan mengonstruksi bahasa sendiri. Jadi, pada intinya
peserta didik bebas memilih bahasa, namun gagasan yang dikemukakan harus
sesuai dengan isi pesan wacana tersebut.
Untuk keperluan penyekoran, guru harus menyiapkan rubrik. Aspek yang
diskor haruslah terdiri dari dua komponen, yaitu ketepatan pesan dan bahasa, dan
keduanya dapat dirinci menjadi beberapa subkomponen. Untuk pembelajar tingkat
awal skor mestinya lebih besar untuk komponen ketepatan bahasa, sedang untuk
pembelajar tingkat lanjut lebih tinggi untuk komponen ketepatan isi pesan.
Namun, kalau kita ingin aman sebaiknya sama untuk komponen keduanya.

Tugas : Bacalah denga cermat wacana di hadapan Anda. Setelah itu, Anda
diminta untuk menceritakan kembali dengan bahasa sendiri secara lisan (atau:
secara tertulis) isi wacana tersebut.

Wacana bacaan: (Boleh wacana apa saja yang dipandang tepat untuk peserta didik
yang diuji. Misalnya teks prosa nonfiksi, teks kesastraan, dialog, surat, dan lain-
lain, juga dapat seperti contoh di atas, tergantung kompetensi dasar dan indikator)

Contoh pembuatan dan rubrik penilaian:


Tabel
Penilaian Kinerja Pemahaman Membaca Secara Lisan

Tingkat Kefasihan
No. Aspek yang Dinilai
1 2 3 4 5
1. Pemahaman isi teks
2. Pemahaman detil isi teks
3. Kelancaran pengungkapan
4. Ketepatan diksi
5. Ketepatan struktur kalimat
6. Kebermaknaan penurturan
Jumlah Skor
36

Tabel
Penilaian Kinerja Pemahaman Membaca Secara Tertulis
Tingkat Kefasihan
No. Aspek yang Dinilai
1 2 3 4 5
1. Pemahaman isi teks
2. Pemahaman detil isi teks
3. Ketetapan organisasi teks
4. Ketepatan diksi
5. Ketepatan struktur kalimat
6. Ejaan dan tata tulis
7. Kebermaknaan penurturan
Jumlah Skor
Catatan:
1) Penentuan aspek nilai dapat dibuat sendiri oleh guru tergantung pada
keyakinan sendiri, tetapi prinsipnya harus menyangkut unsur dan subunsur isi
pesan bahasa.
2) Tingkat kefasihan atau tingkat penguasaan ditentukan 1-5 (dapat juga 1-4).
Kita tinggal memberi tanda centang tingkat kefasihan yang dicapai seorang
peserta didik.
3) Ketentuan pemilihan tingkat kefasihan secara umum adalah sebagai berikut:
1 = kurang sekali, tidak ada unsur yang benar.
2 = kurang, ada sedikit unsur yang benar.
3 = sedang, jumlah unsur benar dan salah kurang lebih seimbang.
4 = baik, ketepatan tinggi dengan sedikit kesalahan.
5 = baik sekali, tepat sekali, tanpa atau hampir tanpa kesalahan.
4) Ketentuan tersebut juga berlaku untuk semua rubrik yang dikembangkan (di
dalam buku)
5) Rubrik yang dicontohkan di atas juga dapat dipakai untuk menilai unjuk kerja
pemahaman menyimak.
6) Skor seorang peserta uji diperoleh dengan menjumlah seluruh skor.
7) Nilai seorang peserta uji diperoleh dengan cara penghitungan persentase:
jumlah skor dibagi skor maksimal kali 100 (atau 10). Misalnya, jumlah skor
28 dan skor maksimal contoh di atas 35, maka nilainya adalah 28 : 35 x 100 =
80 (atau 28 : 35 x 10 = 8).
37

Daftar Pustaka

Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Mulyati, Y. (2003). Kecepatan Efektif membaca: apa dan bagaimana?. Makalah.
Disajikan dalam diklat membaca, menulis, dan apresiasi sastra bagi guru-guru
SLTP se-Indonesia, tanggal 1 s.d. 14 Oktober 2003 di PPPG Bahasa, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar Dan Menengah Pusat
Pengembangan Penataran Guru Bahasa.
Nurgiyantoro, B. (2001). Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra.
Yogyakarta: PT BPFE Yogyakarta.
Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian pembelajaran bahasa: Berbasis kompetensi.
Yogyakarta: PT BPFE Yogyakarta.
Shihabudin. (2008). Modul evaluasi pengajaran bahasa Indonesia. Proram Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana UPI: Bandung.
Suryanto, A. dan Agus Haryanta. (2007). Panduan belajar bahasa dan sastra
Indonesia (untuk SMA dan MA kelas X). ESIS: Tangerang.
Wahyuni, S. dan Abd. Syukur Ibrahim. (2012). Asesmen pembelajaran bahasa.
Refika Aditama: Malang.

Anda mungkin juga menyukai