TINJAUAN PUSTAKA
seseorang berdasarkan z-skor tinggi badan (TB) terhadap umur (U) dimana
terletak pada <-2 SD. Indeks TB/U merupakan indeks antropometri yang
menggambarkan keadaan gizi pada masa lalu dan berhubungan dengan kondisi
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan
padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Pengaruh
kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan dapat dilihat dalam waktu yang relatif
bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu
yang relatif lama sehingga indeks ini dapat digunakan untuk menggambarkan
Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U dapat dilihat
pada Tabel 1.
8
9
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan PB/U atau TB/U Anak Umur
0-60 Bulan
ditetapkan (Arisman, 2009). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung melalui antropometri,
klinis, biokimia dan biofisik sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung
melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa,
2001).
dengan berbagai tingkat umur dan keadaan gizi. Indeks antropometri yang sering
digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dan lingkar lengan atas
(LILA).
kelima yang memiliki prevalensi anak stunting tertinggi setelah India, China,
Nigeria dan Pakistan. Saat ini, prevalensi anak stunting di bawah 5 tahun di Asia
di bawah umur 5 tahun secara nasional yaitu 36,8%. Angka prevalensi ini tidak
anak umur di bawah 5 tahun di Indonesia tahun 2010 tetap tinggi yaitu 35,6%
provinsi di Indonesia dengan prevalensi anak umur di bawah 5 tahun pendek dan
1. Lingkungan
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik
2. Perilaku
keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.
3. Pelayanan kesehatan
lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan
4. Keturunan
Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes
2.2.1 Teori – Teori Penyebab Gizi Kurang dan Tumbuh Kembang Anak
model tersebut, penyebab masalah gizi dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab
2000).
1. Terdapat dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu asupan gizi yang kurang
2. Terdapat 3 faktor pada penyebab tidak langsung, yaitu tidak cukup pangan,
pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih/ pelayanan kesehatan
serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi
balita.
Unicef pada tahun 1998 telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi
kurang yaitu:
rumah yang kurang memadai, perawatan anak dan ibu hamil yang kurang,
keterampilan.
Gizi Kurang
Persediaan
Perawatan Pelayanan Penyebab tidak
Makanan di
Anak dan Ibu Kesehatan
Rumah langsung
Hamil
Kemiskinan, kurang
pendidikan, kurang Pokok Masalah
keterampilan
Akar Masalah
Krisis Ekonomi
Langsung
akan diubah menjadi energi dan zat gizi lain untuk menunjang semua aktivitas
manusia. Makanan yang baik untuk penunjang aktivitas manusia tersebut adalah
makanan yang bergizi terutama yang perlu diperhatikan adalah asupan energi dan
protein.
dalam penilaian status gizi individu atau kelompok, rumah tangga serta faktor-
tersebut. Jika keadaan ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka
simpanan/cadangan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan sehingga
sehingga berat badan akan berkurang dari berat badan seharusnya. Hal ini akan
energi dan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting.
Anak batita dengan asupan energi yang rendah memiliki risiko 2,52 kali menjadi
stunting dan terjadi peningkatan risiko anak menjadi stunting sebesar 3,46 kali
tunggal tetapi ditemukan dalam berbagai bentuk dan terdapat pada berbagai jenis
dalam tubuh terutama di hati dan dilepas ke dalam aliran darah untuk kemudian
digunakan oleh seluruh sel epitel tubuh, termasuk mata dan sel-sel benih
yang kurang dapat menyebabkan terjadi penyakit sistemik yang merusak sel dan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel. Jika seorang
2001).
vitamin A dengan kejadian stunting pada anak. Anak- anak yang tidak diberikan
yang diberikan suplementasi vitamin A. Hal yang sama juga dikemukakan oleh
dapat menambah tinggi badan anak sebesar 0,16 cm dalam 4 bulan dibandingkan
diklasifikasikan menjadi mineral makro dan mineral mikro. Perbedaan dari kedua
jenis mineral ini adalah jumlah asupan sehari-hari. Mineral makro diperlukan
tubuh lebih dari 100 mg/hari sedangkan mineral mikro diperlukan tubuh < 100
mg/hari. Yang termasuk dalam mineral makro adalah kalsium, magnesium, fosfor,
kalium, natrium dan flour sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah
kromium, tembaga, iodium, besi, flour, mangan, selenium, dan seng (Zn).
Sekitar 99% total kalsium dalam tubuh ditemukan dalam jaringan keras yaitu
tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit, hanya sebagian kecil dalam
kalsium 40% terikat pada protein, 60% sebagai kalsium bebas dan unsur fosfor
dan darah, bila diperlukan untuk diteruskan ke sel-sel jaringan yang lebih
tulang yang tidak sempurna. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat
Hal ini dapat memicu terhadap terjadinya stunted (NUPA, 2013). Kalsium
osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peranan
yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, saraf dan darah.
kanker usus; mengatasi kram, sakit pinggang, wasir dan rematik; meminimalkan
penyusutan tulang selama hamil dan menyusui; membantu mineralisasi gigi dan
mencegah pendarahan akar gigi; mengatasi kaki tangan kering dan pecah-pecah;
memulihkan gairah seks yang menurun atau melemah mengatasi kencing manis.
Zat besi (Fe) diperlukan tubuh untuk membuat protein hemoglobin dan
besi. Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin
merasa lelah dan sesak nafas. Kelebihan zat besi dalam tubuh juga tidak baik bagi
kesehatan. Zat besi yang berlebihan di dalam tubuh dapat meningkatkan risiko
fungsi otot, koenzim dalam tubuh. Zat besi berperan penting dalam fungsi
kekebalan tubuh. Kekurangan zat besi semakin memperbesar risiko tubuh mudah
Zinc merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang
cukup besar akhir-akhir ini. Kehadiran zinc dalam tubuh akan sangat
yang sudah ada, kekurangan zinc pada saat anak-anak dapat menyebabkan
kekurangan zinc adalah meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas.
Anak-anak yang kurang mendapat asupan zinc dalam diet mereka, dapat
dalam tubuh berperan dalam pertumbuhan tulang dan tinggi badan. Kebutuhan
akan zinc pada anak usia 1 sampai 3 tahun : 3 mg zinc per hari dan pada anak
Mineral sangat berperan penting terhadap gizi dan kesehatan anak. Hasil
asupan Fe dan Zn memiliki risiko menjadi anak stunting. Anak yang kekurangan
2,67 kali menjadi stunting jika kekurangan asupan Zn. Kekurangan asupan
kalsium juga merupakan faktor risiko terjadinya stunting pada anak-anak. Hasil
Faktor penyebab masalah kurang gizi secara langsung yang kedua adalah
penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya penyakit menular dan buruknya
dan riwayat penyakit infeksi bersifat saling mendorong (berpengaruh). Anak yang
20
tidak mengkonsumsi zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh akan mengakibatkan
daya tahan tubuh anak rendah, sehingga mudah terserang penyakit infeksi,
sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan ISPA akan mengakibatkan asupan
zat gizi yang tidak dapat diserap tubuh dengan baik. Cakupan universal Imunisasi
Selain itu ketersediaan air minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan
salah satu faktor penyebab tidak langsung kejadian penyakit infeksi (BAPPENAS,
2007).
agen biologis (seperti virus, bakteri, atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik
(seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).Bayi dan anak-anak dibawah
umur lima tahun adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit karena
sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna sehingga infeksi yang
terjadi dalam tubuh anak balita dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Oleh
karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat menurangi masalah gizi yang
2.3.4.1 Diare
gastroentritis. Diare adalah keadaan buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
pada anak di negara berkembang. Anak usia 0-3 tahun rata-rata mengalami tiga
21
kali diare per tahun. Ramadhani, dkk (2013). Menurut WHO (2009) diare adalah
suatu keadaan buang air besar dengan konsistensi lembek hingga cair dan
frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung selama 3-7 hari,
sedangkan diare persisten terjadi selama > 14 hari. Secara klinis penyebab diare
malnutrisi.
melalui air (water borne diseases), dan penyakit diare yang terjadi pada balita
umumnya disertai muntah dan mencret (Berek, 2008). Diare berdampak terhadap
pertumbuhan linear anak. Jika anak sering mengalami diare dalam kurun 24 bulan
pertam kehidupan maka anak tersebut cenderung menjadi pendek 1,5 kali.
(Checkley, 2002).
dengan diare. Anak dengan asupan makanan yang cukup tetapi sering diare akan
berdampak pada kekurangan gizi. Hal yang sama juga terjadi pada anak yang
asupan makanannya kurang, maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Daya
tahan tubuh yang lemah menyebabkan anak mudah terserang infeksi yang dapat
mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.
Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus
dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis
penyakit ISPA dengan status gizi anak di bawah usia 5 tahun. Anak yang
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi vaksin atau
imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah dilemahkan atau
kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Jenis dan sasaran imunisasi yang ada di Indonesia dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
dibandingkan anak yang memiliki riwayat imunisasi. Anak yang tidak memiliki
yang mendapatkan imunisasi TBC, difteri, tetanus, dan cacar tidak menunjukkan
ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan
pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain. ASI berperan
dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit. ASI
mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang
lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula.
pemberian ASI eksklusif berpengaruh baik terhadap status gizi bayi dan
meningkatkan SDM kita dimasa yang akan datang, terutama dari segi kecukupan
gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan
optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrisi yang ideal dengan komposisi yang
tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrisi
khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal (Almatsier, 2011).
24
stunting pada balita. Balita yang tidak mendapatkan kolostrum memiliki risiko
2,78 kali menjadi stunting. Prevalensi balita stunting lebih rendah pada balita
mendapatkan ASI eksklusif (Zhou et al, 2012). Penelitian Amsalu et al, (2008)
menyatakan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan 3,22 kali menderita
gizi buruk sementara menurut Paudel et al (2012) risiko anak menjadi stunting
kepada bayi setelah bayi berumur 6 bulan yang berfungsi untuk memberikan zat
gizi tambahan selain dari ASI. Dengan bertambahnya umur bayi yang disertai
kenaikan berat badan maupun tinggi badan, maka kebutuhan akan energi dan zat
gizi lain akan bertambah pula. Kebutuhan gizi yang bertambah tidak bisa dipenuhi
melalui ASI saja tapi juga melalui makanan pendamping. Makanan pendamping
Usia pemberian MP-ASI yang tepat yaitu pada saat anak memasuki usia
ke-7 bulan. Pemberian MP-ASI terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada
pencernaan seperti diare, muntah dan sulit buang air besar. Sebaliknya pemberian
mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi kekurangan gizi (Cott,
MP-ASI yang tepat merupakan faktor protektif terhadap kejadian balita gizi
buruk. Penelitian Ergin et al (2007) pada anak balita di Turki menunjukkan bahwa
Bayi dengan berat lahir rendah memiliki risiko tinggi terhadap morbiditas,
Hasil penelitian Fitri (2012), ada hubungan yang signifikan antara berat
bayi lahir dengan stunting. Balita yang mempunya berat lahir rendah, memiliki
risiko menjadi stunting sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan balita yang
menjelaskan bahwa risiko stunting akan meningkat 3 kali pada anak yang
dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi tinggi badan orang tua dan jenis
26
kelamin. Tinggi badan ayah dan ibu yang pendek merupakan risiko terjadinya
stunting.
Kejadian stunting pada balita usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun secara
signifikan berhubungan dengan tinggi badan ayah dan ibu. Hasil penelitian
Rahayu (2012) ada hubungan antara tinggi badan ayah dan ibu terhadap kejadian
stunting pada balita. Jesmin et al (2011) mengemukakan bahwa tinggi badan ibu
Penelitian Candra, dkk (2011) juga mengemukakan bahwa tingga badan ayah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stunting pada anak usia 1-2 tahun.
Anak yang memiliki tinggi badan ayah < 162 cm memiliki kecenderungan untuk
pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang
akan dikeluarkan untuk membiayai keperluan rumah tangga selama satu bulan.
dinilai mempunyai peran penting yang bersifat timbal balik sebagai sumber
Hal ini disebabkan apabila seseorang mengalami kurang gizi maka secara
ibu dan anak balita memperoleh bahan pangan yang cukup dan gizi yang
Ukuran Garis Kemiskinan Nasional adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh
setiap individu untuk makanan setara 2.100 Kilo kalori perorang perhari dan
jangka waktu yang lama. Manifestasi kekurangan gizi tersebut terlihat dari tidak
tercapainya pertumbuhan tubuh yang optimal yang dapat dilihat melalui tinggi
badan atau panjang badan menurut umur. Faktor risiko stunting tidak saja
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor-
kurang pada anak dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab langsung yaitu
Penyebab langsung kejadian gizi kurang, yaitu asupan makanan yang kurang dan
28
makanan di rumah yang kurang memadai, perawatan anak dan ibu hamil yang
kurang, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Terdapat pokok masalah
lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara,
yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari
stunting.
29
Tinggi badan orang tua dan jenis kelamin merupakan faktor genetik. Tinggi badan
merupakan salah satu indikator pertumbuhan yang langsung dapat terlihat. Tinggi
badan dipengaruhi oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua. Hasil
penelitian mengemukakan bahwa tinggi badan ayah dan ibu yang pendek
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stunting. Ada hubungan antara
tinggi badan ayah dan ibu terhadap kejadian stunting pada balita. Kejadian
stunting pada balita usia 6-12 bulan dan usia 3-4 tahun berhubungan dengan tinggi
sebagaimana di atas maka terjadinya stunting pada anak umur 12-36 bulan dapat
Keturunan
dibagi dalam tiga tahap ; yaitu penyebab langsung (asupan makanan yang
kesehatan, perawatan anak dan ibu hamil yang kurang dan persediaan
keturunan.
stunting.
31
Frekuensi Asupan
zat Gizi :
- Vitamin A
- Kalsium (Ca)
- Zat Besi (Fe)
- Zat Zink (Zn)
Praktek Pemberian
MP-ASI :
- Waktu Pemberian
ASI Eksklusif
RiwayatPenyakit
Infeksi Stunting pada Anak
- Diare Umur 12-36 Bulan
- ISPA(Infeksi Saluran
Pernapasan Atas)
Riwayat Imunisasi
Pendapatan Kelaurga
Tinggi Badan
Orang Tua
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan
mineral (kalsium, Fe, dan zink), frekuensi makan makanan sumber vitamin A,
praktek pemberian MP-ASI (waktu dan jenis MP-ASI), riwayat menderita diare,
riwayat ISPA, tinggi badan orang tua, ASI eksklusif, kelengkapan pemberian
variabel dependennya yaitu kejadian stunting pada anak balita umur 12-36 bulan.
menyebabkan stunting pada anak umur 12-36 bulan adalah frekuensi makan
makanan sumber mineral (kalsium, Fe, dan zink), frekuensi makan makanan
riwayat menderita diare, riwayat ISPA, tinggi badan orang tua, ASI eksklusif,
kelengkapan pemberian imunisasi, faktor ekonomi dan berat badan lahir. Faktor-
faktor tersebut diduga mempengaruhi stunting pada anak umur 12-36 bulan.