Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji
hanya bagiNya. Semoga sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita,
nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, dan juga kepada para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Puji syukur Alhamdulilah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat,hidayah, inayah-Nya. Sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik dan lancar.Makalah dengan judul “Sejarah Manajemen Berbasis
Sekolah” sebagai tugas mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Universitas
Negeri Makassar terkhusus mahasiswa Administrasi Pendidikan kelas 03. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
meyempurnakan makalah ini.

Dengan makalah ini, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi penulis serta pembaca pada umumnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................1

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................3
C. Tujuan................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN

A. Manajemen Berbasis Sekolah............................................................................................5


B. Sejarah Manajemen Berbasis Sekolah (Awal Kemunculan).............................................5
C. Sejarah Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia..........................................................7
D. Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah.......................................................9
BAB III PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................................................11

Saran..........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fakta yang ada sekarang ini menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah
jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini mempunyai dampak yang sangat
besar bagi majunya kehidupan masyarakat dalam segala aspek bidang kehidupan. Sehingga
pemerintah berinisiatif untuk mencari solusi dalam menangani masalah ini. Untuk menciptakan
masyarakat yang maju maka hal perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana
mewujudkan pendidikan yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan nasional
yaitu terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal ini sejalan
dengan Visi Pendidikan Nasional bahwa Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025
menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau insan paripurna.

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah atau MBS. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa
MBS merupakan pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada
sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Dengan demikian,
mahasiswa calon guru SD semestinya dapat memahami penerapan MBS sebagai bekal ketika
berada di sekolah nantinya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Apakah pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ?

2. Bagaimanakah sejarah munculnya Manajemen Berbasis Sekolah ?

3
3. Apakah yang menjadi alasan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa calon guru dapat mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.


2. Mahasiswa calon guru dapat memahami sejarah munculnya Manajemen Berbasis
Sekolah.
3. Mahasiswa calon guru dapat memahami alasan diterapkannya Manajemen Berbasis
Sekolah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manajemen Berbasis Sekolah

Sistem Manajemen Berbasis Sekolah merupakan sistem manajemen di mana sekolah


merupakan unit pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri dan
MBS memberikan kesempatan pengendalian besar bagi sekolah, guru, murid, dan orang tua atas
proses pendidikan di sekolah. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah dengan melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan
nasional.

Dapat juga dikatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya
adalah pengelolaan setiap sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu
sekolah dan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

B. Sejarah Manajemen Berbasis Sekolah (Awal Muncul)

Konsep “Manajemen Berbasis Sekolah” (MBS) yang dalam bahasa Inggris disebut
School Based Management, pertama kali muncul di Amerika Serikat. Latar belakangnya diawali
dengan munculnya pertanyaan masyarakat tentang apa yang dapat diberikan sekolah kepada
masyarakat dan juga relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Kinerja sekolah pada saat itu dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dengan tuntutan siswa untuk
terjun ke dunia usaha dan sekolah dianggap tidak mampu memberikan hasil dalam konteks
kehidupan ekonomi yang kompetitif secara global. Fenomena tersebut oleh pemerintah,
khususnya pihak sekolah dan masyarakat, segera diantisipasi dengan melakukan upaya
perubahan dan penataan manajemen sekolah. Untuk memenuhi kemampuan kompetitif tersebut,
masyarakat dan pemerintah sepakat melakukan reformasi terhadap manajemen sekolah yang
mengacu pada kebutuhan kompetitif. (Sagala, 2006 :129)

5
Dalam reformasi pendidikan Amerika. Element MBS dapat ditemukan sejak awal tahun
1900an. Beberapa peneliti mencatat bahwa MBS timbul ke permukaan setelah adanya tekanan
pada masa-masa kritis, misalnya pada masa demonstrasi guru dan masa perang dunia. Tekanan
tersebut sepertinya telah menimbulkan kesadaran akan pentingnya melakukan perubahan sistem
yang ada menjadi sistem yang lebih baik agar lebih mampu memenuhi kebutuhan yang ada.

Penggunaan MBS untuk merespon krisis, pertama kali muncul saat terjadi pergerakan
kelompok guru (1909-1929), di mana perwakilan guru telah terpilih untuk melayani di dalam
kelompok guru dan diberi kekuatan untuk membuat kebijakan-kebijakan di dalam sekolah.
Pergerakan ini terinspirasi oleh adanya pergerakan buruh saat itu dan hasil dari pergerakan ini
terealisasi dalam salah satu bentuk MBS, yaitu adanya suatu badan di sekolah yang didominasi
oleh guru.

Masa deprsi yang terjadi di AS dan perang dunia kedua, telah memunculkan Gerakan
Demokrasi Administrasi (1930-1950), di mana pada saat itu ada desakan untuk meningkatkan
peran orangtua, guru, siswa, dan masyarakat di dalam sekolah secara lebih demokratis lagi.
Karena itu dibentuklah komite sekolah untuk menampung beragam aspirasi yang timbul terhadap
sekolah.

Pada pertengahan tahun 1960an, MBS menjadi lebih populer lagi selama masa
Pergerakan Kontrol Komunitas (1965-1975), yang timbul akibat kurangnya perhatian agen-agen
pelayanan publik terhadap kaum miskin. Selama masa ini, mulai bermunculan kelompok-
kelompok luar sekolah yang terdiri dari pemimpin komunitas masyarakat dan orangtua dari
kaum minoritas, yang terlibat dalam pengambilan keputusan sekolah. Tidak seperti 2 gerakan
sebelumnya, di mana inisiatif datang dari pihak dalam sekolah, maka gerakan kontrol komunitas
dipimpin oleh pemimpin yang berasal dari luar sekolah yang menginginkan keterlibatan di dalam
pengambilan keputusan di sekolah.

Dari seluruh kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa MBS merupkan jalan keluar
dari krisis yang ada. Pada saat yang bersamaan, keinginan untuk merealisasikan MBS timbul dari
berbagai kelompok dengan keinginan yang sama yaitu desentralisasi. Pada masa itu, rancangan
MBS yang diadopsi, lebih banyak dilakukan oleh dinas pendidikan lokal dan pengawas negara
bagian yang merasa kewalahan saat harus mengawasi seluruh sekolah di negara bagian tersebut.

6
Inisiatif terkadang juga datang dari serikat guru yang menginginkan peran dalam peningkatan
profesionalitas mereka.

Selama kurun waktu 1980-1990, setidaknya ada 3 bentuk MBS yang diterapkan di As.
Bentuk yang pertama adalah kontrol kepala sekolah, di mana kepla sekolah diberikan
kekuasaan penuh oleh negara bagian untuk mengambil keputusan. Orang tua dan guru berperan
sebagai penasihat kepala sekolah, dan komite sekolah boleh ada boleh juga tidak. Bentuk kedua
adalah desentralisasi administrasi atau kontrol guru, di mana kekuasaan diserahkan kepada
hirarki profesional, yaitu guru. Pada model ini, sekolah biasanya memilih sekelompok guru
untuk menjadi komite dan berperan sebagai badan pembuat keputusan di sekolah. Orangtua dan
staff administrasi lainnya terkadang juga tergabung dalam komite ini. Bentuk yang ketiga,
kekuasaan dan akuntabilitas diserahkan kepada orang tua dan masyarakat di bawah kontrol
komunitas. Alasan dibentuknya kontrol komunitas ini karena merekalah yang menjadi konsumen
pendidikan yang utama, di mana orang tualah yang paling peduli terhadap apa yang terjadi pada
anak mereka, sedangkan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis peduli akan nasib masa depan
di tingkat lulusan sekolah di dunia kerja. Kesimpulannya, di dalam MBS, terdapat berbagai jenis
kelompok untuk mendiskusikan ide-ide mereka sehingga kelompok-kelompok memiliki peran
yang sama dalam pengambilan keputusan di sekolah.

Dari buku karya Edward E. Lawler dan kawan-kawan (dalam Susan Albert Mohrman,
dkk), Model MBS yang telah dicoba di Amerika ternyata telah membawa dampak terhadap
peningkatan kualitas belajar mengajar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme yang
lebih efektif, yaitu pengembalian keputusan dapat dilakukan dengan cepat, sekaligus
memberikan dorongan semangat kinerja baru sebagai motivasi berprestasi kepada kepala sekolah
dalam melakukan tugasnya sebagai manajer sekolah. Dalam banyak kasus disebutkan bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah telah membawa dampak positif seperti yang dialami oleh sekolah-
sekolah di beberapa Negara antara lain Selandia Baru dan Chile.

C. Sejarah Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia


Banyak hal yang telah diluncurkan oleh pemerintah dalam kaitannya terhadap upaya
memajuan pendidikan di Indonesia, seperti program “ Aku Anak Sekolah” yang didukung oleh
Badan-badan Internasional. Seperti Bank Dunia, dan UNICEF, dan program DBO bagi sekolah-

7
sekolah yang tidak mampu, program BKM dari dana JPSBP sampai kepada Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) yang sangat signifikan bagi kelangsungan lembaga / insitusi Pendidikan sekarang
ini.
Berbagai program yang dilaksanakan telah memberikan harapan bagi kelangsungan dan
terkendalinya kualitas pendidikan Indonesia. Akan tetapi, karena pengelolaannya yang terlalu
kaku dan sentralistik, program itu pun tidak banyak memberikan dampak positif, angka
partisipasi pendidikan nasional maupun kualitas pendidikan tetap menurun. Hal tesebut erat
kaitannya dengan masalah manajemen. Dalam kaitan ini, muncullah salah satu pemikiran ke arah
pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan
melaksanakan berbagai kebijakan secara luas. Pemikiran ini dalam perjalanannya disebut
manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school based manajemen (SBM), yang telah berhasil
mengangkat kondisi dan memecahkan berbagai masalah pendidikan di beberapa negara maju,
seperti Australia dan Amerika.

Era Reformasi ditandai dengan beberapa perubahan dibeberapa bidang kehidupan,


politik, moneter, hukum sampai kepada bidang pendidikan. Konsekuensi dari pada perubahan
tersebut diantaranya melahirkan UU No. 22 Thn 1999 tentang Otonomi daerah, dan UU No. 25
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. UU tersebut mengakibatkan kewenangan bagi
daerah untuk mengurus sejumlah potensi daerahnya termasuk pendidikan.

Dengan di undangkannya UU No. 22 Tahun 1999 diatas, pada dasarnya memberi


kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut kehendak dan prakarsa sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Kewenangan daerah kabupaten / kota, sebagaimana dirumuskan pada pasal II, mencakup
semua bidang pemerintahan, yakni pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
pertanian, perhubungan, industri tenaga kerja dll. Dengan demikian jelaslah bahwa kebijakan
pendidikan berada dibawah kewenangan daerah kabupaten / kota. (Mulyasa, 2002 : 5).

Di sinilah signifikansinya pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan disebabkan


setiap daerah memiliki potensi wilayah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jika,
manajemen atau lebih tepatnya kebijakan pendidikan yang diperankan oleh pemerintah daerah

8
baik dengan mempertimbangkan potensi-potensi yang ada, maka peluang pendidikan untuk maju
semakin besar.

seiring dengan diberlakukannnya Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun


1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia mengalami
desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen Berbasis Sekolah.

Kebijakan MBS di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru dimulai sejak tahun
1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional
Manajemen Mutu. Dana bantuan ini disetor langsung ke rekening sekolah, tidak melalui alur
birokrasi pendidikan diatasnya (Dinas Diknas). Memasuki tahun anggaran 2003, dana BOMM
itu diubah namanya menjadi Dana Rintisan untuk MPMBS, khususnya untuk Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Program ini sejalan dengan implementasi dari Undang-Undang (UU) No 22
tahun 1999 tentang otonomi daerah dibidang pendidikan dan Undang-Undang No 25 tahun 2000
tentang program pembangunan nasional (Propenas).

Terminologi MBS atau pendidikan berbasis masyarkat (PBM) dimuat dalam Undang-Undang
No 25 tahun 2000 tentang Propenas. Menurut Undang-Undang ini MBS dimaksudkan sebagai
upaya untuk meningkatkan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Perwujudan school/community – based education ini ditandai dengan pembentukan Komite
Sekolah dan Dewan Pendidikan Kabupaten atau Kota.

D. Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis sekolah (MBS)

Ada beberapa alasan yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih
inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.

2. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah


untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan
mutu sekolah.

9
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya
sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk
memajukan sekolahnya.

4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi
kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
sekolahnya.

6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat.

7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah
menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada


pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan
berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu
pendidikan yang telah direncanakan.

9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua
peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.

10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah
dengan cepat.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi
atau kemandirian kepala sekolah dan mendorong pengembilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. MBS bertujuan meningkatkan
kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam mengelolah sumber
daya sekolah, dan mendorong kesuksesan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu sekolah. prinsip MBS meliputi:
Kemandirian, keadilan, kemitraan, keterbukaan, efesiensi dan partisifatif. Proses Pelaksanaan
MBS meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Konsep “Manajemen Berbasis Sekolah” (MBS) yang dalam bahasa Inggris disebut
School Based Management, pertama kali muncul di Amerika Serikat. Latar belakangnya diawali
dengan munculnya pertanyaan masyarakat tentang apa yang dapat diberikan sekolah kepada
masyarakat dan juga relevansi dan korelasi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan MBS di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru dimulai sejak tahun
1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional
Manajemen Mutu. Dana bantuan ini disetor langsung ke rekening sekolah, tidak melalui alur
birokrasi pendidikan diatasnya (Dinas Diknas).

B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya dapat tersusun menjadi lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA
Veitzal Rivai dkk, Islamic Quality Education Management, (…), hal. 18
Sudarwan Danim, Otonomi Manajemen Sekolah, (Penerbit Alfabeta: Bandung, 2010), hal. 39 –
41
Depdikbud. Manajemen peningkatan berbasis sekolah. Jakarta. 1994
Ibnu Syarif, Drs. Supervisi pendidikan .Yemmars.1971
Suhadi . implikasi desentralisasi pendidikan dalam pengelolaan pendidikan daerah. Makal;ah
seminar. FIP.2002
Https://www.google.com/url?
Sa=t&source=web&rct=j&url=http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JR.
Https://www.google.com/url?
Sa=t&source=web&rct=j&url=http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JR._ADMINISTRASI_PENDID
IKAN/197203211999031ASEP_SURYANA/SEJARAH_MBS_DAN_PENERAPANNYA_DI_INDO
NESIA.pdf&ved=2ahukewjomtlcgztkahuuxn0khqa1cswqfjaiegqibbab&usg=aovvaw1ompzmowu
yqhmgqreu3dle
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/noviana-trilestari/latar-belakang-
munculnya-mbs_550e62c4a33311b82dba81ca

12

Anda mungkin juga menyukai