Anda di halaman 1dari 14

PAPER

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


“DEMOKRASI INDONESIA”

Kelompok 5 :
Hasnul Haya Arriyani 14030119130065
Dita Ayu Fitriana 14030119130068
Marsa Sandika 14030119130071
Muhammad Yoga Saputra 14030119130074
Arfan Hamid 14030119130078

ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
A. DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” (rakyat) dan
“kratos/kratein” (kekuasaan), yang berarti “rakyat Berkuasa” (goverment of
rule by the people). Demokrasi ialah “goverment of the people, by the
people, and for the people” (kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat).

2. Sejarah Perkembangan Demokrasi

Pada umumnya orang-orang menganggap demokrasi pertama kali


ada di masa Yunani Kuno (500 SM), dikaitkan dengan istilah demos dan
kratos yang menjadi kata dasar istilah demokrasi. Akan tetapi menurut Yves
Schmeit dalam tulisannya yang berjudul “Democracy before Democracy
?”. Di situ disebutkan bahwa nilai-nilai demokrasi sudah ada jauh
sebelumnya yaitu pada masa Mesir dan Mesopotamia Kuno. Saat itu mereka
telah menganut sistem dewan kota dan majelis yang jauh lebih demokratis
dibanding “Polis” Yunani. Mereka juga lebih bebas berbicara, memasukkan
wanita pada anggota dewan, dan menganut sistem delegasi. Walaupun
mereka belum menggunakan voting dan pemilu, tetapi mereka sudah
menggambarkan representasi dari konstituen.
Gambaran tentang Yunani Kuno tidaklah seperti negara-negara
modern saat ini. Daerah tersebut terdiri dari kota-kota merdeka yang
dikelilingi daerah pedalaman dengan masyarakat dengan undang-
undangnya. Gabungan kota dan daerah pedalaman tersebut disebut polis.
Beberapa polis yang terkenal diantaranya adalah Athena dan Sparta.
Dalam tulisan sejarawan karya Thucydides yang berjudul “The
Peloponesian War” berisi tentang peperangan antar dua polis terkenal yakni
Athena dan Sparta yang mana berperang pula dalam hal Demokrasi vs
Oligarki. Perang tersebut juga menandai adanya proses transformasi politik
dari aristokrasi ke demokrasi. Bila oligarki hanya memberi ruang partisipasi
pada kalangan elit, demokrasi lebih memberi ruang pada masyarakat untuk
mengatur dan memimpin dirinya sendiri. Beberapa tokoh yang mendukung
demokrasi di Athena antara lain : Solon, Pisistradis, Kleisthenes, Ephiliates,
dan Pericles. Sayangnya demokrasi tersebut harus pupus saat Yunani
ditaklukan Macedonia pada 338 SM.

Di Romawi sejarah demokrasi dimulai dari perjalanan Polybios


yang datang ke Roma pada tahun 2 SM dan memuji rezim disana yang
dinilai sukses menggabungkan elemen demokrasi, aritrokrasi, dan monarki.
Mereka menyebut sistem mereka dengan istilah Republik. Res (kejadian)
dan publicus (public) yang secara umum berarti “sesuatu yang menjadi
milik rakyat”.
Jika pada awalnya hak memerintah hanya terbatas pada bangsawan
atau aristocrat, dalam perkembangannya rakyat biasa diikutsertakan ke
dalamnya. Di sana terdapat tiga institusi yakni, The Consuls (Monarki),
Senat (Aristokrat), dan Plebs (Rakyat biasa). Di sini pula cikal bakal
pemisahan kekuasaan yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif mulai
berkembang.
Kemunduran Republik disebabkan oleh meluasnya wilayah Romawi
yang mengakibatkan rakyat biasa sulit untuk menghadiri forum-forum
penting di penjuru Romawi. Apalagi saat Julius Caesar yang mengubah
tatanan demokrasi menjadi monarki absolut saat naik tahta. Setelah Julius
Caesar dibunuh maka Romawi berubah menjadi sistem kekaisaran.
Di Abad Pertengahan pengembangan demokrasi berawal dari
Inggris, ditandai dengan lahirnya Magna Charta pada 1215 yang isinya
adalah : bahwa kekuasaan pemerintah adalah terbatas, lalu hak asasi
manusia lebih dari kedaulatan raja. Walaupun ini tidak berlaku bagi rakyat
jelata, namun ini dianggap sebagai tonggak perkembangan demokrasi.
Pada masa enlightment muncul filsuf besar yaitu Rene Descartes
dengan ucapannya “Saya berpikir maka saya ada”. Pemikirannya
melahirkan gagasan tentang kebebasan individu dengan sistem otoritarian
Eropa di masa itu.

Tahun 1688 di Inggris terjadi The Glorious Revolution yang


memaksa raja Willem III menangani Bill of Right. Kejadian tersebut
mengawali babak baru demokrasi di Inggris yang berupa pengalihan
kekuasaan dari raja ke parlementer. Dalam piagam tersebut ditetapkan
bahwa pemilihan parlemen berlaku bebas, parlemen bebas berpendapat, dan
berbicara. Di samping itu masalah pajak dan urusan urusan lainnya yang
harus seizin parlemen.
Di masa berikutnya John Locke dalam publikasinya “Two Treatises
of Civil Government”, yang menjustifikasi sistem pemerintahan masa itu
yang monarki absolut. Dikatakannya bahwa struktur politik harus
didasarkan pada persamaan penuh dan kebebasan dibatasi hanya karena
untuk menghormati satu sama lain. Negara walaupun memiliki kekuasaan
besar tetapi kekuasaanya dibatasi oleh hak alamiah manusia. Karena
gagasan ini Locke dinilai menjadi pelopor demokrasi liberal.
Montesquieu dalam “Spirit of Laws” menulis bahwa despotisme
adalah bentuk pemerintahan yang buruk. Yang terbaik adalah masyarakat
bebas melakukan hal apa saja sepanjang tidak melanggar hukum.
Dikarenakan kebebasan dapat mengancam demokrasi maka perlu ada
pembagian kekuasaan yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Berbeda dengan Rosseau, pada bukunya ”Contract Sosial” justru ia
mengidamkan sistem demokrasi langsung seperti pada masa Yunani Kuno.
Menurutnya apabila rakyat harus hidup berdasarkan undang-undang yang
tidak mereka buat, maka mereka akan tidak bebas dan terkesan seperti
budak. Keadaan akan sedikit berubah apabila pembuat undang-undang
dipilih oleh rakyat, karena undang-undang merupakan ekspresi umum
sesuai dengan semboyan “Suara rakyat, Suara Tuhan”. Menurutnya juga
parpol atau organisasi tidak diperlukan dalam sistem ini.
Institusionalisasi gagasan demokrasi mencapai puncaknya pada
Revolusi Amerika pada 1776. Konstitusi Amerika yang draftnya dibuat oleh
Thomas Jefferson bukan hanya sebagai internalisasi nilai-nilai demokrasi,
tetapi juga melambangkan demokrasi dalam tatanan negara modern.
Didasari keyakinannya akan seluruh manusia dianugerahi Tuhan hak untuk
hidup dan lainnya, sebagaimana tertuang dalam Declaration of
Independence ada 11 nilai yang diterapkan di AS yaitu

a. Prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi


b. Pemilu yang demokratis
c. Federalisme
d. Pembuatan Undang-Undang yang bertumpu pada sifat keterbukaan
dan pemahaman akan aspirasi rakyat
e. Sistem peradilan yang independent
f. Kekuasaan Lembaga kepresidenan
g. Peran media yang bebas
h. Para kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak hak minoritas, kontrol sipil, dan militer.

Di zaman modern peristiwa bersejarah yang menandai bahwa


demokrasi telah menjadi isu bersama global adalah dengan ditetapkannya
Declaration of Human Rights PBB pada 1948 yang dianggap sebagai
demokrasi yang merupakan ekspresi perlawanan masyarakat pada tirani.
Pada akhir abad 20 seiring ambruknya komunisme, perkembangan
demokrasi menjadi lebih pesat. Bahkan hampir 75 persen negara telah
menganut sistem ini dan sisanya mulai mengarah ke demokrasi.

3. Tipe – tipe Demokrasi


Dengan menerapkan teori bandul, yang dimulai dari negara yang
kadar demokratisasinya paling rendah hingga yang paling tinggi, maka
dapat ditentukan adanya 4 titik perkembangan demokrasi, yaitu rejim
otoritarian; demokrasi elektoral ; demokrasi liberal; dan demokrasi penuh
(advanced democracy).
Tipe demokrasi yang umum diimplementasikan saat ini ialah :

a. Demokrasi Langsung (Direct/participatory Democracy) atau


demokrasi “asli” seperti yang berlaku di polis Athena di masa
Yunani Kuno
Kehendak rakyat dapat diwujudkan dalam praktek keputusan politik
tanpa perantara dan tanpa manipulasi. Kelebihan demokrasi ini ialah
mengembalikan sebanyak mungkin keputusan kepada rakyat yang
berdaulat, baik melalui plebisit; referendum; ataupun jajak
pendapat. Kelemahannya ialah hanya dapat diterapkan dalam
lingkup komunitas kecil.

b. Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy)


Warga masyarakat juga menjalankan hak yang sama dalam
pengambilan keputusan politik, namun bukan dalam kapasitas
personal melainkan melalui perwakilan yang ditunjuk dan
bertanggung jawab kepada mereka. Dua elemen paling esensial
dalam demokrasi ini ialah dipisahkannya antara pemerintah dan
masyarakat dan diselenggarakannya pemilu secara periodik sebagai
wahana bagi masyarakat untuk mengontrol pemerintah.
Tipe demokrasi ini dibagi menjadi beberapa sub-tipe, yaitu
1.Demokrasi Parlementer
Parlemen merupakan satu-satunya lembaga perwakilan
tertinggi pengambilan keputusan. Lembaga eksekutif
dipimpin oleh perdana menteri yang posisinya sangat
tergantung pada kepercayaan yang diberikan oleh parlemen,
kepala negara tidak memiliki kekuasaan eksekutif melainkan
hanya berperan sebagai fungsi keterwakilan. Contoh : negara
Inggris.
2.Demokrasi Presidensial
Kepala negara dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga
merupakan kekuasaaan mandiri, baik dalam pembentukan
pemerintahan maupun dalam penyusunan perundang-
undangan. Contoh : Amerika Serikat.
3.Demokrasi Campuran
Dalam prakteknya banyak negara yang mengombinasikan
tipe-tipe demokrasi tersebut dalam sistem pemerintahannya.
Setidaknya dikenal ada 5 jenis demokrasi campuran, yaitu :
a) Presidensial-murni; b) Presidensial-parlementer (Rusia);
c) Perdana menteri-presidensial (Polandia); d) Parlementer
dengan presiden; dan e) parlementer murni.

c. Demokrasi yang didasarkan atas model suatu partai


Demokrasi yang lazim dilakukan di negara-negara komunis
(demokrasi tipe ini banyak orang meragukan apakah termasuk
dalam jenis demokrasi atau bukan).

B. DEMOKRATISASI
1. Gelombang Demokratisasi

Robert Dahl mengartikan demokrastisasi sebagai proses perubahan dari rejim


otoriter menuju ke poliarkhi yang di dalamnya memberi kesempatan berpartisipasi
dan liberalisasi lebih tinggi.
Menurut Samuel Huntington ada beberapa syarat agar demokrasi dapat
berjalan yaitu : a. Berakhirnya sebuah rejim otoriter; b. Dibangunnya sebuah rejim
yang demokratis; dan c. Pengonsolidasian rejim demokratis itu sendiri, kemudian
Hutington membagi negara kedalam 12 kategori berdasarkan kapan negara tersebut
mempraktikan organisasi.

a. Demokrasi Gelombang Pertama (1828-1926)


Pada periode ini lebih dari 30 negara telah memiliki lembaga
organisasi tingkat nasional. Dimulai dari negara kategori A – F.
b. Gelombang Demokatisasi Balik Pertama (1922-1942)
Pada dasawarsa 1920 – 1930an selain terjadi pergeseran menjauhi
demokrasi, juga ada gerakan kembali ke bentuk otoriter dan totaliter. Pada
dekade berikutnya, negara-negara yang termasuk kategori C hingga F,
seperti Italia di bawah Mussolini, Jerman di bawah Hitler, juga Portugal di
bawah diktator Salazar tiba-tiba berbalik kembali ke totaliterisme.
Komunisme, fasisme, dan militerisme praktis mendominasi wacana periode
gelombang balik ini.

c. Gelombang Demokratisasi Kedua (1943-1962)


Pasca Perang Dunia II, negara-negara yang kalah perang praktis
mengikuti alur dinamika politik internasional. Italia dan Jepang mengikuti
jejak Sekutu, sementara Jerman terbagi menjadi dua wilayah ideologi, yaitu
antara Barat yang demokrasi dan Timur yang komunis. Hal yang sama juga
terjadi pada negara-negara kategori E dan F yang dikenal sebagai orbit
komunis Uni Soviet. Pada sisi lain, runtuhnya kolonialisme Barat juga
melahirkan negara-negara baru seperti Indonesia, Pakistan, Srilangka,
Filipina, Israel dan lain-lain yang bergerak ke arah demokrasi. Sementara
itu di tengah berlangsungnya konflik-konflik lokal, negara-negara kategori
C dan D juga melakukan proses menuju demokrasi.

d. Gelombang Demokratisasi Balik Kedua (1958-1975)


Fase ini dikenal sebagai fase berdarah, dan hanya negara-negara
kategori A, C dan G vang relatif dapat menghindarkan diri dari fenomena
tersebut. Adanya kudeta dan keterlibatan militer dalam tampuk kekuasaan,
menandai menjauhnya bandul dari demokrasi, bergeser ke otoriterisme. Di
masa ini ada kurang lebih 22 negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang
kembali ke otoriterisme. Fenomena paling mencolok pada fase ini ialah
bergabungnya kekuatan elit militer dan sipil bersama-sama mengelola
kekuasaan secara sinergis otoritarian, yang dikenal dengan istilah
otoriterisme – birokratik.
e. Gelombang Demokratisasi Ketiga (1974 – Sekarang)
Fase ini dipicu oleh kejadian di Spanyol, Portugal dan Yunani, yang
seolah-olah menjungkirbalikkan teori bahwa demokrasi tidak bisa hidup di
negara-negara berkembang, Di Amerika Latin, rejim otoriter Equador, Peru,
Bolivia, Brasil dan Argentina runtuh, disusul oleh kawasan yang lain. Di
Asia, rejim Marcos di Filipina digulingkan oleh "people power” menyusul
terbunuhnya tokoh populis Benigno Aquino, disusul ambruknya rejim
otoriter Chun Do Hwan di Korea Selatan. Begitu hebatnya rambahan dan
resonansi gelombang tersebut, sehingga Huntington menyebutnya sebagai
”fenomena efek bola salju" (snow-ball effect). Yang mencengangkan ialah
ketika efek tersebut juga melanda negara-negara Komunis. Diawali dari
ambruknya negara superpower Uni Soviet, disusul negara-negara orbitnya
di Eropa Timur, seperti Polandia, Bulgaria, Cekoslowakia, Rumania dan
sebagainya, juga Mongolia di Asia Tengah yang selama ini cenderung
tertutup. Saat ini tinggal Cuba dan Korea Utara yang masih bertahan.
Nampaknya Fidel Castro dan dinasti Kim Yong II menjadi benteng terakhir
dari komunisme yang tengah kedodoran, yang oleh Fukuyama disebutnya
sebagai "the end of history"

f. Gelombang Demokratisasi Balik Ketiga (1991 – Sekarang)


Jika melihat perubahan yang terjadi di Sudan, Suriname, Nigeria,
naiknya Jenderal Pervez Mucharral di Pakitan dan munculnya yunta militer
di Birma (Myanmar) yang mengakhiri laju kemenangan Aung San Suu Kyi
dalam pemilu tahun 1992, seolah gelombang balik ke tiga itu benar-benar
terjadi. Namun jika melihat kasus runtuhnya rejim otoriter yang berkuasa
selama 32 tahun, disusul pelaksanaan pemilu yang paling demokratis di
Indonesia orangpun menjadi ragu. Benarkah ada Demokrasi Balik Ke Tiga.
2. Isu-isu Kritis
a. Demokrasi dan Pembangunan
Demokrasi dan pembangunan sering dipertentangkan di saat
penentuan pilihan/kebijakan. Hal ini banyak terjadi di negara yang transisi
menjadi demokrasi. Bila berhasil memadukan keduanya maka akan menuju
masyarakat yang makmur. Bagi rejim otoritarian, demokrasi sebagai
sumber instabilitas. Ini dibuktikan karena otoritarian yang telah
memakmurkan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Cina.
Hal ini selalu menimbulkan perdebatan, padahal ketika komunisme
runtuh dan krisis melanda, mereka akan berpaling ke demokrasi sebagai
solusinya.

b. Demokrasi dan Radikalisme Agama


Demokrasi dan kebangkitan agama merupakan fenomena besar di
abad 20. Namun hubungan keduanya cenderung paradoksal. Tidak adanya
demokrasi di negara-negara islam konservatif telah menumbuhkan gerakan
kebangkitan agama yang berakhir radikalisme agama dan teror. Sebaliknya
adanya demokrasi juga tidak menghilangkan lahirnya gerakan kebangkitan
agama yang melahirkan radikalisme dan teror.
Isu ini bermula dari tesis dimana negara-negara yang tidak
demokrasi adalah tempat produktif bagi lahirnya radikalisme agama dan
terorisme. Namun karena radikalisme dan teroris yang melanda seluruh
agama di dunia. Ini menjelaskan jika paradoks antara demokrasi dan agama
semakin jelas.

c. Demokrasi dan Konflik


Dalam hubungan dengan konflik, demokrasi bak pedang bermata
dua. Di sisi positifnya yaitu tidak ada negara demokrasi yang berperang,
namun negatifnya demokrasi menimbulkan konflik SARA. Di negara-
negara maju yang demokrasinya sudah matang, hak kelompok minoritas
cenderung dilindungi dan konflik SARA semakin hilang. Sebaliknya jika
dilaksanakan secara ”tanggung” maka akan menghadirkan petaka. Di
buktikan dengan konflik di Yogoslavia dan Indonesia yang disebabkan
meningkatnya kebebasan pers dan pelaksanaan demokrasi yang tanggung
(partisipasi politik meningkat, sementara di pihak lembaga pengatur
kehidupan sipil belum cukup mapan serta kaum elit yang merasa terancam
dengan adanya demokrasi).

d. Demokrasi dan Korupsi


Ketika laju perkembangan demokrasi sejalan dengan korupsi yang
menjalar. Muncul tudingan jika korupsi disebabkan oleh demokrasi.
Dimana kenyataannya negara transisi ke demokrasi adalah sasaran empuk
untuk korupsi. Jonathan Moran mengkategorikan beberapa negara transisi
yang sekaligus menuju masif korupsi :
1. Negara transisi dari kekuatan otoriter : Indonesia, Filipina dan
Korsel
2. Transisi bekas negara komunis : Unisoviet, Negara Eropa Barat, dan
Asia Tengah
3. Negara Dekolonisasi : Negara Kepulauan Karibia
4. Negara Baru : Timor-Timor
Di saat memasuki transisi demokrasi negara-negara tersebut melihatkan
gejala yang sama.
1. Negara dalam keadaan lemah
2. Proses demokratisasi politik yang drastis yang tidak berhasil
mengurangi korupsi
3. Liberalisasi politik yang mendorong lahirnya kompetisi dan
perburuan kekuasaan justru melahirkan korupsi berupa money
politik
Situasi jauh berbeda dengan sistem otoriter. Sentralisasi kekuasaan dapat
melahirkan penegakan hukum secara efektif dan efisien. Yang perlu
diketahui adalah setiap domain berpotensi dengan korupsi maka praktis
ancaman korupsi dapat terjadi di negara manapun. Walaupun tudingan
diarahkan ke demokrasi, namun demokrasi tetap mendapat pandangan di
dunia yang di dukung dengan bukti bahwa di Amerika Latin ada 14 negara
yang menjadi negara demokrasi. Selain itu ada Meksiko dan Argentina
sebagai contoh baiknya demokrasi.
3. Prospek Demokrasi
Kubu skeptis berpendapat demokrasi tidak mudah berkembang
dalam realitas politik aktual sebaliknya kubu optimistik optimis bahwa sisa
penghalang jalan liberalisme akan dapat disingkirkan dengan bantuan
lembaga-lembaga internasional.

C. DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Periode 1945 – 1959 (Demokrasi Parlementer)
Berdasarkan UUD 1945 Indonesia menganut sistem demokrasi presidensial,
setelah Konvensi Syahrir tahun 1946 sistem presidensial berubah menjadi
parlementer yang dikukuhkan dengan Konstitusi RIS dan UUD RI 1950
hingga 1959. Dalam periode ini peran parlemen dan partai-partai sangat
dominan. Ketika Dewan Konstituante gagal menyusun konstitusi, keluar
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Indonesia kembali ke UUD 1945 dengan
sistem presidensial.

2. Periode 1959 – 1965 (Demokrasi Terpimpin)


Orde lama menganggap demokrasi parlementer merupakan penyelewengan
dari cita-cita revolusi dan sosialisme Indonesia untuk mempertegas
diperlukan kata “Terpimpin” sehingga menjadi “Demokrasi dan Ekonomi
Terpimpin”. Demokrasi Terpimpin diartikan sebagai demokrasi yang
mengakui adanya pemimpin untuk melawan sifat-sifat liberalisme
demokrasi.
Demokrasi ini makin ke kiri ditandai dengan dominasi presiden, peran
parpol yang semakin terbatas, dan meluasnya peran ABRI sebagai unsur
sosial politik dan berkembangnya pengaruh komunis. Periode Orde Lama
diakhiri dengan peristiwa G S30 PKI di tahun 1965.
3. Periode 1966 – 1998 (Demokrasi Pancasila)
Demokrasi Pancasila bertujuan untuk mengembalikan demokrasi ke
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun
praktiknya lebih represif dan otoriter, peran presiden dan militer menjadi
dominan, sampai akhirnya presiden digulingkan dengan aksi reformasi di
tahun 1998.

4. Periode 1998 – Sekarang (Era Reformasi)


Setelah Orde Baru Indonesia mulai demokrasi penuh (advanced democracy)
ditandai dengan Pemilu untuk legislatif dan presiden secara langsung,
Penerapan demokrasi yang berakar pada kekuatan multipartai dan usaha
mengembalikan perimbangan kekuatan antara lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif.
Target demokrasi tidak dapat dicapai karena adanya “Involusi Politik”.
Menurut Sorensen ada empat indikator yaitu :
a. Perkembangan ekonomi baik skala nasional maupun lokal mulai
limbung
b. Kemandegan pembentukan masyarakat madani (civil society)
c. Penyelesaian masalah sosial-politik seperti pelanggaran HAM,
masalah KKN, penegakan hukum dan lain-lain yang tidak pernah
tuntas
d. Konsolidasi sosial politik yang tidak pernah mencapai soliditas,
namun, cenderung semu

Hal yang diharapkan bagi Indonesia adalah adanya suatu demokrasi yang benar-
benar bertanggung jawab. Di samping pemerintah yang kuat dan berwibawa,
mutlak perlu adanya pembebasan dinamika masyarakat melalui pemberian
kebebasan politik yang seluas-luasnya (Kaelan, 2002;28-30).
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi merujuk pada


konsep kehidupan negara atau masyarakat, dimana warga negara turut
berpartisipasi dalam pemerintahan, baik melalui pemilu; referendum; peblisit;
maupun jajak pendapat. Pemerintahan di negara demokrasi juga mendorong dan
menjamin kemerdekaan berpendapat, beragama, dan berserikat. Setiap warga
negara menegakkan rule of law dan adanya pemerintah yang menghormati hak-hak
kelompok minoritas.

Pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat,


dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk rakyat. Demokrasi dapat memberi
manfaat dalam kehidupan bermasyarakat yang demokratis, yaitu kesetaraan sebagai
warga negara, memenuhi kebutuhan umum, pluralisme dan toleransi, menjamin
hak-hak dasar, dan pembaruan kehidupan sosial.

Untuk menumbuhkan keyakinan akan baiknya sistem demokrasi, maka


harus ada pola perilaku yang menjadi tuntutan atau norma nilai-nilai demokrasi
yang diyakini masyarakat. Nilai-nilai demokrasi membutuhkan toleransi, kejujuran,
pikiran yang sehat, dan komunikasi dua arah. Demokrasi membutuhkan kerjasama
dan itikad yang baik antara warga masyarakat maupun pemerintahan. Demokrasi
membutuhkan sikap kedewasaan dan pertimbangan moral dari semua pihak.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sendiri, ada empat macam


demokrasi di bidang politik yang pernah diterapkan dalam kehidupan
ketatanegaraan Indonesia, yaitu Demokrasi Parlementer (Liberal), Demokrasi
Terpimpin, Demokrasi Pancasila pada era orde baru, dan Demokrasi Pancasila pada
era reformasi.

Anda mungkin juga menyukai