(Pai D) - Problrm Sosiologi Disekolah - Ryzka Amelya Mahmudah
(Pai D) - Problrm Sosiologi Disekolah - Ryzka Amelya Mahmudah
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
2018
1
DAFTAR ISI
2
Pendekatan disiplin dan bimbingan ........................................................... 9
Penanganan masalah putus sekolah ........................................................ 11
BAB III ............................................................................................................... 12
PENUTUP.................................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
4
b. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah masuk sekolah, anak harus dapat menyusuaikan diri dengan kondisi
serta aturan-aturan sekolah yang berlaku dan formatif. Tidak sedikit anak-anak pada
masa awal sekolah menangis karena belum dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
dan situasi yang baru.misalnya anak ketika masih di rumah mendapat perhatian dari
beberapa orang misalnya oleh orang tuanya, nenek, kakek dan yang lainnya
sedangkan di sekolah guru harus memperhatikan anak-anak dalam satu kelas untuk
itulah sosialisasi di sekolah harus dilakukan oleh anak, disamping guru juga harus
menyusuaikan diri dengan tuntutan / kondisi di sekolah.
Di kota- kota besar, di mana orang tua banyak di sibukkan oleh kegiatan di
luar rumah, seperti suami dan istri bekerja semua sehingga anak-anaknya terpaksa
tidak ada yang mengasuh maka sekolah pun dapat berfungsi sebagai tempat
penitipan anak. Namun, di sisi lain sekolah justru mampunyai peranan yang lebih
penting yaitu sebagai tempat bersosialisasi bagi anak-anak ataupun remaja. Dan
tujuan utama dari sosialisasi ini tidak lain adalah agar peserta didiknya menjadi
6
anggota masyarakat yang baik sesuai harapan masyarakat, karena peranan yang
dilakukan sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat senantiasa berinteraksi dengan
masyarakat.
Jika kita melihat tujuan ini, maka sosialisasi di sekolah ini harus dilakukan,
namun tetap saja dalam mencapai sebuah tujuan bukanlah hal yang mudah, apalagi
di sekolah yang mencakup berbagai macam karakter siswa yang ada berbeda-beda.
Dan bahkan mungkin yang timbul justru masalah-masalah sosial di sekolah.
Masalah-masalah sosial di sekolah ini banyak sekali bentuknya, dan bisa di
timbulkan oleh berbagai faktor. Dan adapun masalah-masalah itu misalnya,
1. Masalah anak yang sering membolos
Anak-anak yang sering melakukan tindakan “membolos” yang kemungkinan besar
semua ini terjadi karena si anak ketidak mampuan bersosiaslisasi dengan teman-
teman di sekolahnya, atau mungkin juga karena ia tidak menyenangi pelajarannya.
Bahkan mungkin juga karena ia tertekan dengan keadaan keluarganya, misalnya
kedua orang tuanya sibuk, sehingga ia merasa kesepian, merasa tidak ada yang
memperhatikan, dan tentunya kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya,
sehingga melakukan hal yang demikian.
Dan jika si anak terus-menerus melakukan hal yang demikian, maka pihak sekolah
akan mengambil tindakan tegas, misalnya yaitu dengan mengeluarkan anak dari
sekolah, sehingga anak tersebut putus sekolah (drop out), karena tentunya jika anak
seperti ini tidak di tindak tegas maka akan memberi pengaruh buruk terhadap siswa
yang lain.
2. Masalah putus sekolah ( Drop Out )
Banyak pakar pendidikan yang menyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia
masih menunjukan kekurangefesienan. Hal ini nampak pada antara lain dari jumlah
peserta didik yang mengalami putus sekolah, banyaknya peserta didik yang kurang
mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan minat, bakat, aspirasi dan kondisi
sosial ekonominya.
Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang
tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat
melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Masalah putus sekolah
khususnya pada jenjang pendidikan rendah, kemudian tidak bekerja atau
berpenghasilan tetap, dapat merupakan beban masyarakat bahkan sering menjadi
pengganggu ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan kurangnya pendidikan
7
atau pengalaman intelektual, serta tidak memiliki keterampilan yang dapat
menopang kehidupan sehari-harinya. Lebih-lebih bila mengalami frustasi dan
merasa rendah diri. Bila menimbulkan gangguan-gangguan dalam masyarakat
berupa perbuatan kenakalan yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang
positif.
3. Kenakalan anak atau remaja di sekolah.
Masalah kenakalan anak sering menimbulkan kecemasan sosial karena
eksesnya dapat menimbulkan kemungkinan “gap generation” sebab anak-anak yang
diharapkan sebagai kader-kader penerus serta calon-calon pemimpin bangsa banyak
tergelincir kedalam penyimpangan. Untuk itu upaya-upaya menangkal secara bijak
tepat dan efesien merupakan topik pembahasan agar memperoleh tambahan
masukan untuk menghasilkan terapi yang semakin akurat bagi para pendidik
khususnya dan pemuka masyarakat umumnya dalam mengembangkan sumber daya
manusia yang berkualitas melalui ilmu-ilmu yang memajukan sehingga mencapai
kemanusiaannya yang sesungguhnya.
8
lakunya telah melewati batas, maka akhirnya anak tidak mampu lagi menghadapi
dirinya sendiri dalam hidup bermasyarakat yang sehat adapun gejala-gejala yang
mengarah kepada perbuatan kenakalan antara lain :
1. Anak-anak yang sering menghindarkan dari tanggung jawab di sekolah / rumah.
Hal ini biasanya disebabkan karena anak tidak menyenangi pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya sehingga ia akan menjauhkan diri dari kesibukan-kesibukan
sekolah dan mencari kesibukan lain yang tidak terbimbing atau terawasi.
2. Anak-anak yang tidak sanggup memusatkan perhatian / konsentrasi mereka
karena adanya koncangan emosi pada dirinya
3. Anak yang sering menyakiti dan mengganggu teman-temannya baik di rumah
maupun disekolah
4. Anak yang suka membolos karena malas belajar atau tidak menyukai mata
pelajaran tertentu.
Adapun beberapa penyebab utama terjadinya masalah-masalah sosiologi di
sekolah diantaranya,
Lingkungan keluarga yang pecah, kurang perhatian, kurang kasih sayang, karena
masing-masing sibuk dengan urusannya masing-masing.
Situasi sekolah yang menjemukan dan membosankan, padahal harusnya sekolah
menjadi faktor penting untuk mencegah kenakalan bagi anak-anak.
Lingkungan masyarakat yang tidak / kurang menentu bagi prospek kehidupan masa
mendatang.
9
Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada
aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai
salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya
memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai
penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan
“lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami
gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan
utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan
perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu
pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin
yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan
siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan
pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang
ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali
tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada
terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor
dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat
memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri
guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Sebagai ilustrasi, misalkan di suatu sekolah ditemukan kasus seorang siswi
yang hamil akibat pergaulan bebas, sementara tata tertib sekolah secara tegas
menyatakan untuk kasus demikian, siswa yang bersangkutan harus dikeluarkan. Jika
hanya mengandalkan pendekatan disiplin, mungkin tindakan yang akan diambil
sekolah adalah berusaha memanggil orang tua/wali siswa yang bersangkutan dan
ujung-ujungnya siswa dinyatakan dikembalikan kepada orang tua (istilah lain dari
dikeluarkan). Jika tanpa intervensi Bimbingan dan Konseling, maka sangat mungkin
siswa yang bersangkutan akan meninggalkan sekolah dengan dihinggapi masalah-
masalah baru yang justru dapat semakin memperparah keadaan. Tetapi dengan
intervensi Bimbingan dan Konseling di dalamnya, diharapkan siswa yang
bersangkutan bisa tumbuh perasaan dan pemikiran positif atas masalah yang
menimpa dirinya, misalnya secara sadar menerima resiko yang terjadi, keinginan
untuk tidak berusaha menggugurkan kandungan yang dapat membahayakan dirinya
maupun janin yang dikandungnya, keinginan untuk melanjutkan sekolah, serta hal-
hal positif lainnya, meski ujung-ujungnya siswa yang bersangkutan tetap harus
dikeluarkan dari sekolah.
10
Perlu digaris bawahi, dalam hal ini bukan berarti Guru BK/Konselor yang harus
mendorong atau bahkan memaksa siswa untuk keluar dari sekolahnya. Persoalan
mengeluarkan siswa merupakan wewenang kepala sekolah, dan tugas Guru
BK/Konselor hanyalah membantu siswa agar dapat memperoleh kebahagiaan dalam
hidupnya.
Penanganan masalah putus sekolah
Masalah putus sekolah bisa menimbulkan ekses dalam masyarakat, karena itu
penanganannya menjadi tugas kita semua khususnya melalui strategi dan pemikiran-
pemikiran sosiologi pendidikan sehingga para putus sekolah tidak mengganggu
kesejahteraan sosial. Dalam mengatasi hal ini sekurang-kurangnya ada tiga langkah
yang dapat dilakukan yaitu :
a. Langkah preventif yaitu dengan cara membekali para peserta didik dengan
keterampilan-keterampilan praktis dan bermanfaat sejak dini agar kelak bila
diperlukan dapat merespons tantangan-tantangan hidup dalam masyarakat secara
positif, sehingga dapat mandiri dan tidak menjadi parasit atau tidak menjadi beban
masyarakat.
b. Langkah pembinaan yaitu dengan cara memberikan pengetahuan –pengetahuan
praktis yang mengikuti perkembangan atau pembaharuan zaman melalui bimbingan
dan latihan-latihan dalam lembaga-lembaga sosial atau pendidikan luar sekolah.
c. Langkah tindak lanjut yaitu dengan nmemberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada mereka untuk terus melangkah maju melalui penyediaan fasilitas-
fasilitas penunjang sesuai kemampuan masyarakat tanpa mengada-ada ,termasuk
membina hasrat pribadi untuk berkehidupan yang lebih luas dalam masyarakat.
11
BAB III
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
13