Anda di halaman 1dari 13

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK


Judul : Reaksi Halogenasi Alkohol
TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi substitusi nukleofilik dalam halogenasi alkohol
sekunder.
Pendahuluan
Alkohol merupakan senyawa organik yang gugus fungsinya mengandung ikatan sigma
(σ) pada atom karbon dan oksigen (C-O). Alkohol mengandung sebuah gugus hidroksi (–OH)
yang terikat pada atom karbon yang memiliki hibridisasi sp3. Alkohol dibagi atas beberapa
macam, diantaranya menjadi karbon primer, sekunder dan tersier. Hal tersebut didasarkan
pada jumLah atom karbon yang terikat pada atom karbon dekat dengan gugus –OH.

Gambar 1. Struktur umum dan klasifikasi alkohol


(Smith, 2006).
Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antar molekul, karena ikatan O-H dapat
dipolarisasikan oleh atom oksigen yang memiliki nilai keelektronegatifan tinggi. Hal tersebut
yang membuat alkohol memiliki titik didih yang lebih tinggi jika disbanding dengan alkan
atau eter yang memiliki jumLah atom karbon sama. Alkohol memiliki kemiripan dengan alkil
halida yaitu keduanya sama-sama memilki unsur elektronegatif yang terikat pada atom
karbon dengan hibridisasi sp3. Alkil halida memiliki gugus pergi yang baik ( X - ), sedangkan
alkohol tidak memilikinya. Alkohol mengandung gugus –OH yang merupakan basa kuat dan
oleh karena itu gugus tersebut merupakan gugus pergi yang buruk. Reaksi substitusi
nukleofilik dengan ROH membutuhkan bahan awal yang dapat mengganti gugus –OH
menjadi gugus pergi yang baik. Pengubahan gugus –OH menjadi gugus pergi yang baik dapat
dilakukan dengan mereaksikannya dengan asam kuat. Asam kuat seperti HCl atau H2SO4
dapat memprotonasi atom O melalui reaksi asam-basa. Reaksi ini mengubah gugus pergi –
OH menjadi H2O, suatu basa lemah sehingga gugus ini merupakan gugus pergi yang baik
(Smith, 2006).
Reaksi substitusi nukleofilik atom atau gugus yang diganti mempunyai harga
elektronegativitas lebih besar dari atom C, dan atom atau gugus pengganti adalah suatu
nukleofil, baik nukleofil netral atau nukleofil yang bermuatan negatif. Nukleofil adalah
spesies (atom/ ion/ molekul) yang kaya elektron, sehingga dia tidak suka akan elektron tetapi
suka akan nukleus (inti yang kekurangan elektron). Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi
nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil, struktur alkilhalida dan sifat dari gugus
terlepas. Reaktivitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas, kemampuan mengalami polarisasi,
dan solvasi (Pine, et al., 1980).
Alkohol dapat mengalami reaksi substitusi nukleofilik baik S N1 maupun SN2. Alkohol
primer mengikuti mekanisme SN2, alkohol tersier dengan SN1, sedangkan untuk alkohol
sekunder bisa mengalami reaksi SN1 dan SN2. Reaksi alkohol sekunder dengan hidrogen
halida berjalan dengan lambat dan memerlukan katalis asam lewis seperti ZnCl 2. Asam lewis
akan berikatan dengan oksigen alkohol menggunakan pasangan elektron bebas yang
disediakan oleh atom oksigen dan membentuk suatu kompleks. Masuknya nukleofil halida
kepada atom yang mengikat –OH terjadi secara serentak.

(Solomon, 1982).
Alkohol dapat mengalami reaksi hanya jika gugus OH diubah menjadi gugus pergi
yang lebih baik sebelum penyerangan nukleofilik. Substitusi tidak akan terjadi ketika alkohol
direaksikan dengan halida karena –OH merupakan gugus pergi yang buruk, tetapi substitusi
terjadi ketika sebuah alkohol direaksikan dengan HX karena yang menjadi gugus pergi adalah
H2O (Bruice, 2001).
Reaksi asam-basa saat alkohol direaksikan dengan berlangsung sangat cepat, asam kuat
HX memprotonasi gugus –OH dari alkohol membentuk gugus pergi yang baik dan nuklefil
yang baik dimana kedua komponen tersebut dibutuhkan dalam substitusi nukleofilik.
Mekanisme reaksi substitusi dari H2O dengan X- tergantung pada struktur dari jumLah gugus
R yang terikat pada atom karbon yang terikat pada atom karbon yang terikat pada gugus –
OH. Metil dan alkohol primer membentuk RX dengan mekanisme SN2, sedangkan alkohol
skunder dan tersier membentuk HX melalui mekanisme SN1.

Gambar 2. Meknisme umum reaksi halogenasi alkohol


(Smith, 2006).
Mekanisme reaksi SN1 terjadi dalam 2 tahap, dimana dalam salah satu tahapan tersebut
terjadi pembentukan karbokation. Mekanisme reaksi SN2 hanya terjadi dalam 1 tahap tanpa
disertai dengan pembetukan karbokation. Karbokation yang terbentuk pada mekanisme SN1
memungkinkan untuk terjadinya penataulangan karbokation. Reaksi SN2 akan membentuk
produk yang memiliki konfigurasi inversi dengan reaktan (Bruice, 2001).

MekanismeReaksi
a. Pembentukan alkil halida
+ -
Na Br + H OSO3H +
Na + HOSO 3
-
+ HBr

b. Halogenasi 2-butanol
Tahap 1

+
OH OH2
CH3
H Br + H3C Br
-
+ H3C
CH3

Tahap 2
+
OH2
Br
+
- +
CH3 Br CH CH3 -
H3C H3C + Br
H3C
CH3

Alat
Labu alas bulat 100 mL, kondensor distilasi, kondensor refluks, pipet tetes, penangas air,
corong pisah 75 mL, 4 erlenmeyer 50 mL, 4 gelas beker 100 mL, 5 tabung reaksi.
Bahan
2-butanol, NaBr, larutan jenuh Na2CO3, H2SO4 pekat, MgSO4 anhidrat atau Na2SO4 anhidrat.
ProsedurKerja
a. Skema kerja
20 gram NaBr
- dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih dan kering.
- ditambahkan 17 mL air dan 14 mL 2-butanol.
- diletakkan labu di dalam penangas es.
- ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding labu sambil
menggoyang labu untuk mencampurnya setelah larutan dingin.
- disambungkan labu dengan kondensor refluks. Bila kondensor refluks tidak
tersedia, digunakan kondensor destilasi.
- dipanaskan campuran dalam labu dengan penangas air pada suhu 85-90oC
selama ± 40 menit dan kemudian dinginkan sehingga aman untuk dirubah
susunan refluks dan diganti dengan kondensor destilasi.
- diamati campuran cairan dalam labu serta dicatat hasilnya.
- didestilasi campuran pada suhu 110-115oC dalam penangas air hingga tidak
terlihat tetesan lagi.
- dipindahkan destilat ke corong pisah.
- dicuci sebanyak dua kali dengan ± 20 mL air.
- diamati ada berapa lapisan cairan dan di lapisan manakah 2-bromobutanany.
- dicuci dengan larutan jenuh Na2CO3 dan ditampung cairan bukan airnya (2-
bromobutana) ke dalam erlenmeyer 50 mL kering dan bersih.
- ditambahkan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4) secukupnya hingga
diperoleh cairan yang jernih.
- dipisahkan cairannya dengan dituangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain yang
kering dan bersih.
- diidentifikasi cairan yang diperoleh dengan menentukan titik didih, massa
jenis, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutan di dalam
air, metanol, etanol, aseton dan diklorometana.
- dibandingkan sifatnya dengan 2-butanol yang digunakan.

Hasil

b. Prosedur kerja
20 gram NaBr dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih dan kering,
ditambahkan 17 mL air dan 14 mL 2-butanol. Labu diletakkan di dalam penangas es, setelah
dingin, ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat tetes demi tetes melalui dinding labu sambil
menggoyang labu untuk mencampurnya.
Labu disambungkan dengan kondensor refluks, bila kondensor refluks tidak tersedia,
kondensor destilasi yang digunakan, campuran dipanaskan dalam labu dengan penangas air
pada suhu 85-90oC selama sekitar 40 menit kemudian didinginkan sehingga aman untuk
dirubah susunan refluks dan diganti dengan kondensor destilasi dan amati campuran cairan
dalam labu serta catat hasilnya.
Labu yang telah dihubungkan dengan kondensor destilasi dan erlenmeyer penampung,
campuran didestilasi pada suhu 10-115oC dalam penangas air sampai tidak terlihat tetesan
lagi. Destilat dipindahkan ke dalam corong pisah dan cucilah sebanyak dua kali dengan
sekitar 10 mL air. Diamati ada berapa lapisan cairan dan di lapisan manakah 2-
bromobutananya. Setelah itu, dicuci dengan 5 mL larutan jenuh Na2CO3 dan cairan
ditampung bukan airnya (2-bromobutana) ke dalam erlenmeyer 50 mL bersih dan kering. Zat
pengering (MgSO4 atau Na2SO4) ditambahkan secukupnya sampai diperoleh cairan yang
jernih, kemudian pisahkan cairannya dengan menuangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain
yang bersih dan kering.
Cairan yang diperoleh pada prosedur diatas diidentifikasi dengan menentukan titik
didihnya, massa jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutannya di
dalam air, metanol, etanol, aseton dan diklorometana. Dibandingkan sifatnya dengan 2-
butanol yang digunakan.

Waktu yang dibutuhkan


No. Kegiatan Waktu (menit)
1. Penimbangan NaBr 3
2. Penambahan air dan 2-butanol 2
3. Penambahan H2SO4 pekat 2
4. Pemanasan campuran dalam labu pada suhu 85-90oC 45
5. Pendinginan campuran 20
6. Destilasi campuran 60
7. Pemisahan destilat dan dicuci dengan 20 mL air 15
8. Pencucian campuran dengan larutan jenuh Na2CO3 10
9. Penampungan cairan bukan air (2-bromobutana) 10
10. Penambahan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4) 10
Pemisahan cairan dengan menuangkan ke dalam
11. 10
Erlenmeyer
12. Identifikasi cairan yang diperoleh 40
Total 227

Perhitungan

Data Pengamatan

No. Perlakuan Hasil pengamatan

1. Bahan awal NaBr ditambah air Tidak larut

2. Ditambah 2 butanol Tidak larut

Ditambah H2SO4 pekat dan


3. Terbentuk 2 fasa dan eksoterm
didinginkan
Terbentuk dua fasa (orange-putih) dan
4. Direfluks
tidak berwarna, serta terdapat endapan

5. Didestilasi Destilat berwarna putih keruh


Terbentuk dua fasa, atas tak berwarna
6. Dicuci dengan air pada corong pisah
dan bawah keruh

Bagian bawah diambil dan dicuci Terbentuk dua fasa, atas (tidak berwarna)
7.
dengan Na2CO3 dan bawah (keruh)

Diidentifikasi
Uji titik didih 92°C
Larut / tidak larut dalam air
8. Larut / tidak larut dalam metanol
Larut / tidak larut dalam KMnO4
Uji kelarutan
Larut / tidak larut dalam aseton
Larut / tidak larut dalam diklorometana
Larut / tidak larut dalam brom

Hasil Percobaan

No. Perlakuan Hasil pengamatan

NaBr + H2O + 2-butanol


1.
(campuran 1)
Campuran 2 + H2SO4 pekat dan
2.
didinginkan

3. Proses refluks

4. Proses destilasi

Pencucian dengan air pada


5.
corong pisah
Pengambilan lapisan bawah
6.
dan dicuci dengan Na2CO3

Identifikasi

Uji titik didih

7.

Uji kelarutan

Pembahasan Hasil
Percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah halogenasi alkohol. Reaksi
halogenasi alkohol merupakan reaksi alkohol dengan hidrogen halida yang dikatalis oleh
asam menghasilkan alkil halida. Reaksi tersebut juga merupakan suatu reaksi substitusi
nukleofilik gugus –OH dengan suatu nukleofilik. Reaksi substitusi nukleofilik dari halogenasi
alkohol dapat berlangsung melalui mekanisme SN1 ataupun SN2. Alkohol primer mengikuti
reaksi SN2, tidak dapat membentuk karbokation yang stabil. Reaksi SN2 merupakan reaksi
substitusi nukleofilik dengan satu tahap reaksi tanpa terbetuknya karbokation. Alkohol tersier
melalui mekanisme SN1. Reaksi SN1 merupakan reaksi substitusi nukleofilik dengan melalui 2
tahap reaksi dimana dalam salah satu tahap reaksi terbentuk karbokation. Alkohol skunder
dapat mengalami reaksi SN2 maupun SN1. Hal ini tergantung dari nukleofil yang
mensubstitusi gugus –OH dari alkohol tersebut. Nukleofil yang lemah akan memungkinkan
terbentuknya karbokation sehingga akan menyebabkan terjadinya reaksi SN1, sedangkan
nukleofil yang kuat tidak memungkinkan terbentuknya karbokation sehingga reaksi yang
terjadi adalah SN2. Reaksi alkohol sekunder dengan hidrogen halida berjalan dengan lambat,
sehingga diperlukan katalis asam Lewis seperti ZnCl2 maupun H2SO4. Asam Lewis akan
berikatan dengan oksigen alkohol dengan menggunakan pasangan elektron yang disediakan
oleh atom oksigen dan membentuk suatu kompleks. Nukleofil Cl- masuk kepada atom
oksigen yang mengikat OH terjadi secara serempak.
Alkohol yang digunakan dalam percobaan adalah 2-butanol (alkohol sekunder).
Senyawa 2-butanol dihalogenasi oleh Br-, reaksinnya disebut dengan reaksi brominasi. Br-
merupakan nukleofil yang lemah sehingga memungkinkan untuk terbentuknya karbokation
saat direaksikan dengan 2-butanol. Senyawa 2-butanol yang direaksikan dengan Br- akan
mengalami reaksi SN1 dengan 2 tahap reaksi. Tahap pertama yang dilakukan dengan
mereaksikan NaBr, 2-butanol dan H2SO4 pekat. Larutan H2SO4 pekat disini berfungsi sebagai
katalis, yang akan bereaksi dengan NaBr untuk menghasilkan HBr. Adapun mekanisme
reaksinya sebagai berikut:
+ -
Na Br + H OSO 3H
Na
+
+ HOSO 3
-
+ HBr

HBr yang terbentuk kemudian bereaksi dengan 2-butanol. Reaksi yang terjadi
merupakan reaksi substitusi nukleofilik. Br- akan mensubstitusi gugus –OH dari 2-butanol.
Gugus –OH dari 2-butanol merupakan gugus pergi yang buruk, sehingga gugus ini harus
diubah menjadi gugus pergi yang baik agar dapat mengalami reaksi substitusi nukleofilik.
Pengubahan gugus –OH terjadi saat HBr memprotonasi gugus –OH menjadi H2O+ sebagai
gugus pergi yang baik.

+
OH OH2
CH3
H Br + H3C Br
-
+ H3C
CH3

Setelah terbentuk gugus pergi yang baik maka reaksi substitusi nukleofilik dapat
berlangsung, dimana Br- akan mensubstitusi gugus –OH dari 2-butanol tersebut membentuk
2-bromobutana. Adapun mekanisme reaksinya sebagai berikut:
+
OH2
Br
+
- +
CH3 Br CH CH3 -
H3C H3C + Br
H3C
CH3

Pencampuran NaBr dengan 2-butanol dan H2SO4 menghasilkan 2 fase larutan. Lapisan
atas berwarna orange dan lapisan bawah tidak berwarna serta melepaskan kalor yang
menandakan bahwa reaksi berlangsung secara eksotermis. Campuran tersebut kemudian
direfluks pada suhu 85-90ºC. Campuran direfluks dengan tujuan untuk memaksimalkan
reaksi brominasi pada senyawa 2-butanol. Hal ini karenakan selama proses refluks tidak ada
senyawa yang hilang. Uap yang dihasilkan selama pemanasan dalam refluks akan
didinginkan oleh kondensor. Pemanasan yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat reaksi.
Kenaikan temperatur akan mempercepat pergerakan partikel karena molekul mendapat
sejumlah energi berupa panas. Partikel yang bertumbukan semakin banyak dan cepat akan
meningkatkan energi, sehingga energi aktivasi dapat terlampaui. Laju reaksi yang semakin
meningkat akan mempercepat berlangsungnya reaksi brominasi 2-butanol. Hasil dari proses
refluk adalah terbentuk larutan dua fasa (orange-tidak berwarna).
Hasil dari proses refluks kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar dan
didistilasi. Hal ini dilakukan supaya perlakuan langkah selanjutnya lebih aman untuk
dikerjakan. Distilasi dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan 2-bromobutana hasil reaksi
brominasi dengan H2SO4 yang dihasilkan kembali saat reaksi. H2SO4 terbentuk kembali
karena merupakan suatu katalis, dimana katalis akan terbentuk kembali di akhir reaksi
sebelum terdeaktivasi. H2SO4 memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada 2-bromobutana
sehingga dalam proses destilasi ini 2-bromobutana akan menjadi destilat dan H 2SO4 akan
menjadi residu. Destilat yang diperoleh berupa larutan putih keruh.
Destilat yang dihasilkan kemudian dicuci dengan akuades 20 mL sebanyak 2 kali dalam
corong pisah. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor dan untuk
mengekstrak 2-bromobutana. Larutan membentuk dua fasa dengan lapisan atas yang tidak
berwarna dan lapisan bawah yang keruh. Massa jenis dari 2-bromobutana sebesar 1,24 gr/mL
sedangkan massa jenis air adalah 1 gr/mL sehingga larutan yang berada di bawah merupakan
2-bromobutana karena memilki massa jenis yang lebih besar daripada air. Lapisan bawah
yang merupakan 2-bromobutana diambil dan selanjutnya dicuci menggunakan Na2CO3.
Pencucian dilakukan dengan tujuan mengikat air yang kemungkinan masih terdapat dalam
senyawa 2-bromobutana hasil pengekstrakan. Fenomena yang terjadi pada saat proses
pencucian yaitu larutan membentuk dua fase.
Lapisan atas tidak berwarna yang merupakan senyawa 2-bromobutana dan lapisan
bawah adalah Na2CO3. Senyawa 2-bromobutana memiliki masa jenis yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan Na2CO3. Lapisan atas yang telah dipisahkan kemudian ditambahkan
dengan zat pengering MgSO4 anhidrat. Penambahan MgSO4 anhidrat bertujuan untuk
menghilangkan pengotor dan mengikat molekul air. Larutan 2-bromobutana yang sudah
diperoleh kemudian dilakukan beberapa perlakuan. Berdasarkan uji kelarutan yang dilakukan,
2-bromobutana larut dalam metanol, aseton, brom dan diklorometan. Senyawa 2-
bromobutana tidak larut dalam air. Hasil uji yang kelarutan yang dilakukan sesuai dengan
literatur. Uji titik didih yang dilakukan menghasilkan data titik didih 2-bromobutana sebesar
92oC. Berdasarkan literatur titik didih dari senyawa 2-bromobutana ialah 91,2oC. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa percobaan reaksi halogenasi alkohol sesuai dengan harapan.

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam praktikum reaksi halogenasi alkohol adalah reaksi substitusi
nukleofilik dalam brominasi 2-butanol menghasilkan 2-bromobutana menggunakan
mekanisme SN1.

Referensi
Bruice, P. Y. 2001. Organic Chemistry Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall inc.
Pine, S. H., et al. 1980. Organic Chemistry Fourth Edition. United States: McGraw-Hill
Companies.
Smith, J. G. 2011. Organic Chemistry Third Edition. United States: McGraw-Hill Companies.
Solomon, T. W. G. 1982. Fundamentals of Organic Chemistry. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Tim Penyusun. 2015. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Jember: Universitas
Jember.

Saran
Adapun saran dalam praktikum reaksi halogenasi alkohol adalah praktikan harus lebih
berdisiplin selama melakukan percobaan. Praktikan harus menguasai materi yang akan
dilakukan dalam percobaan ini, sehingga data yang diperoleh bisa baik dan tepat serta sesuai
dengan harapan. Praktikan harus lebih cermat dalam mengamati proses refluks dan distilasi
agar tidak terjadi kebocoran saat larutan menguap yang bisa membahayakan praktikan
lainnya maupun pengontrolan suhu yang melebihi ketentuan dalam praktikum. Praktikan
hendaknya mengerti skema kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahan pada saat
praktikum.
Nama Praktikan
Ardi Budianto (131810301038)

Anda mungkin juga menyukai