BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ibadah haji merupakan ibadah yang sebagian besar berupa kegiatan fisik, dalam waktu
lama (38-40 hari) di negara Arab Saudi, berada pada lingkungan yang berbeda dengan di
lndonesia (matra), serta dalam kepadatann populasi yang tinggi. Hal ini menuntut calon
jamaah haji memiliki kondisi kesehatan yang prima. Tetapi, persentase jamaah haji resiko
tinggi semakin meningkat dari tahun 2005 hingga 2012. Di Indonesia terjadi peningkatan
dimana pada tahun 2005 sebanyak 28% jamaah haji risiko tinggi meningkat menjadi 51% di
tahun 2012. Hal yang sama terjadi untuk Provinsi Jawa Timur (tahun 2005 sebanyak 30%
meningkat menjadi 47% ditahun 2011) dan Kabupaten Banyuwangi (tahun 2005 21%
meningkat menjadi 38% ditahun 2012). Disamping itu, angka kematian jamaah haji di
Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten Banyuwangi tergolong tinggi jika di bandingkan
dengan indikator utama yaitu mortality rate <2/1.000 jamaah haji setiap tahunnya. Pada tahun
2012 mortality rate di Indonesia di Jawa Timur, dan Banyuwangi berturut-turut 2,03; 2,38;
dan 4,57.
Untuk mencapai tempat pelaksanaan ibadah haji, jemaah haji melakukan perjalanan
menggunakan pesawat terbang komersial. Pesawat terbang komersial tersebut terbang pada
ketinggian antara 30.000-40.000 kaki. Perbedaan ketinggian antara permukaan laut dengan
tekanan barometrik), yang secara bersamaan akan menurunkan tekanan parsial oksigen
kPa (setara dengan tekanan atmosfer pada ketinggian 2.450 m atau 8.000 kaki). Pada tekanan
1
tersebut didapatkan fraksi inspirasi oksigen sebesar 15%. Data pada jemaah haji yang
dilaporkan Pusat Kesehatan Haji tahun 2010 didapatkan tiga jemaah meninggal saat di
pesawat (0,75% dari keseluruhan kematian jemaah haji). Adapun pada penerbangan secara
melaporkan gawat darurat yang tersering ditemukan adalah gejala syncope (37,4%) dan
gejala respirasi (12,1%). Keduanya kemungkinan dicetuskan oleh masalah respirasi akibat
terjadinya hipoksia. Adapun permasalahan respirasi lebih sering timbul pada mereka dengan
Gong (1993) meneliti 42.770.468 penumpang secara keseluruhan dalam kurun waktu satu
penumpang terdiagnosis PPOK (36,3 % dari total 1.115 pasien). Penyakit Paru Obstruktif
Kronik saat ini merupakan masalah global dan menjadi penyebab kematian keempat di dunia.
Edvardsen (2011) meneliti timbulnya kejadian hipoksia saat penerbangan pada penderita
PPOK dibandingkan dengan non PPOK, didapatkan hasil OR 6,6% (IK 95% 2,5-17,3;
p<0,001). Gejala hipoksiayang paling umum dikeluhkan pasien PPOK adalah sesak (15%),
perasaan sulit bernapas (11,4%), batuk (4,7%), nyeri kepala (4,7%), dan perasaan seperti
melayang (3,8%).
paru yang baik. Akero (2008) memperkirakan kejadian hipoksia dengan melihat nilai
SpO2 kurang dari 95%, 63-83% akan mengalami penurunan PaO2 menjadi kurang dari 6,6
kPa.
aktifitas fisik dengan menggunakan kemampuan berjalan lebih dari 50 meter untuk
2
memperkirakan kejadian hipoksia saat penerbangan. Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk
menilai kelaikan terbang pada penderita PPOK dibutuhkan persyaratkan tekanan parsial
oksigen (PaO2) lebih dari 70 mmHg, saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SpO2) lebih
dari 95%, dan penderita dapat berjalan lebih dari 50 meter tanpa mengalami keluhan
apapun.26,39 Pada jemaah haji dengan PPOK, penilaian kelaikan tersebut belum dilakukan
secara rutin. Sampai saat ini masih belum ada penelitian yang menilai profil gejala hipoksia
saat penerbangan dan penilaian kelaikan terbang pada penderita PPOK yang dilakukan pada
3
3. Ditemukannya hubungan antara pekerjaan dengan kelaikan terbang pasien
PPOK jemaah haji Indonesia emberkasi medan tahun 2017.
4. Ditemukannya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelaikan terbang
pasien PPOK jemaah haji Indonesia emberkasi medan tahun 2017.
1.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan hubungan antara karakteristik dengan
kelaikan terbang pasien PPOK jemaah haji Indonesia emberkasi medan tahun 2017
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Bronkitis kronikadalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
5
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
3. Hipereaktiviti bronkus
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
6
2.1.4 DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
pernapasan
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
7
b. Pemeriksaan fisis
• Inspeksi
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
• Palpasi
• Perkusi
• Auskultasi
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
8
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi
CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
atau VEP1/KVP ( % ).
(VEP1/KVP) < 75 %
penyakit.
9
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
• Uji bronkodilator
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai
2. Darah rutin
3. Radiologi
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
drop appearance)
Normal
10
2.2.1 Laik Terbang
calon penumpang dalam kondisi yang stabil dan sehat untuk terbang.
Sebagian besar maskapai juga memiliki penasihat kesehatan yang akan memberikan
rekomendasi yang dimaksud dalam bentuk formulir informasi medikal (MEDIF). Beberapa
pertimbangan dasar dalam hal penasihat kesehatan memberikan rekomendasi yang dimaksud
adalah :
Dampak dari hipoksia ringan dan penurunan tekanan udara dalam kabin.
Kemampuan calon penumpang untuk melakukan proses perjalanan dari bandar udara
Pada pasien PPOK menurut IATA dapat melakukan penerbangan dengan syarat dapat
berjalan sejauh 50 m tanpa dispnoe dan kondisi umum yang adekuat. Atau telah sembuh total
11
2.7 Kerangka Konsep
UMUR
JENIS KELAMIN
PEKERJAAN
KEBIASAAN MEROKOK
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analitik retrospektif
3.2 Lokasi danWaktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Asrama haji medan
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai Agustus sampai September 2017
3.3 Populasi dan besar sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jemaah haji Indonesia Emberkasi Medan
tahun 2017
3.3.2 Sample
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dengan cara keseluruhan (total sampel).
Yaitu seluruh pasien PPOK jemaah haji Indonesia emberkasi medan
3.4 Alur Penelitian
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Rancangan Penelitian
Pengumpulan Data
Hasil Penelitian
Pembahasan
13
3.5.Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari
medical record SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) emberkasi kota Medan.
3.5.2 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis menggunakan software computer
SPSS.
3.6 Definisi Oprasional
Umur
> 60 tahun
≤ 60 tahun
Jenis Kelamin
Menyatakan jenis kelamin dari responden. Diukur den gan skala dummy :
Kebiasaan Merokok
1= merokok
0= tidak merokok
Status Pekerjaan
Kegiatan rutin yang dilakukan dalam mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan. .
1= Bekerja
0= Tidak Bekerja
14
3.6 Etika Penelitian
Ethical clearance mengacu kepada ethical clearance penelitian tersebut di atas yang sudah
dikeluarkan oleh Panitia Tetap Etik Penelitian Kedokteran FKUI Jakarta No 461/ PT02.FK/
ETIK/ 2011. Semua data rekam medis yang digunakan akan dijaga kerahasiaannya.
15
Daftar Pustaka
Pasien PPOK Pada Jemaah Haji Indonesia. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2014
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Teknis Pembinaan Kesehatan Jemaah Haji. 2016
16