Anda di halaman 1dari 7

Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik

Akut
FIDHA RAHMAYANI 1 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit

jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang, dan

satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke (Ennen, 2004; Marsh&Keyrouz,

2010;American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Menurut WHO,

setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke dan sekitar lima juta

menderita kelumpuhan permanen. Di Asia Tenggara terdapat 4,4 juta orang

mengalami stroke (WHO, 2010). Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang

akan meninggal dikarenakan penyakit stroke ini (Misbach, 2010). Berdasarkan

data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki),

masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita

stroke di Indonesia adalah terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.

Jumlah kematian yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia

diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun (Yastroki, 2012).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun

2013,menunjukkan telah terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia dari

8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil (tahun 2013). Prevalensi penyakit

stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per mil), Yogyakarta (10,3 per mil),

Bangka Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per mil). Diperkirakan ke

depannya, prevalensi penderita stroke akan meningkat menjadi 25-30 per mil.

Angka penderita stroke di Yogyakarta cukup tinggi, yaitu sebesar 5.000

pasien pertahun. Angka ini terus meningkat dan menjadi penyebab kesakitan dan
Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 2 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

kematian utama di Yogyakarta, dan dari jumlah ini sekitar 80-90% mengalami

cacat fisik. Tingkat penyembuhannya masih rendah, 25% dari pasien stroke

meninggal dalam tahun pertama setelah terserang stroke. Penderita yang

mengalami stroke ulang dalam tahun yang sama setelah mengalami stroke

pertama adalah sekitar 14-15% (Lamsudin, 2007).

Diabetes merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting untuk

terjadinya stroke iskemik, khususnya pada pasien yang berumur kurang dari 65

tahun sedangkan data untuk stroke perdarahan masih kontroversi. Kira-kira 30%

pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes melitus dan insidens

stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien

non diabetes (Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden et al., 2007).

Penyakit serebrovaskuler merupakan salah satu komplikasi dari diabetes

disamping penyakit jantung dan penyakit arteri perifer. Pada penelitian prospektif

di Finlandia dengan follow up selama 15 tahun, diabetes adalah faktor risiko

tunggal yang paling berperan dalam terjadinya kejadian stroke (relative risk untuk

laki-laki 3,4 dan untuk wanita 4,9). Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika

menderita diabetes dan sebanyak 37-42% dari semua stroke iskemik di Amerika

disebabkan oleh efek diabetes sendiri atau kombinasi dengan hipertensi (Rodbard,

2007).

Komponen sindroma metabolik yang berhubungan paling kuat dengan

kejadian stroke adalah hipertensi dan gangguan glukosa darah. Kenaikan kadar

glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut dan 25% diantaranya

adalah penderita diabetes dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan

kenaikan Hemoglobin A1c (HbA1c) pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu
Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 3 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke (Misbach,

1999). Penyebab kenaikan kadar glukosa darah pada kondisi stroke akut dapat

disebabkan oleh respon stres akut atau sebagai refleksi dari diabetes yang tidak

diketahui sebelumnya, walaupun demikian hal ini masih merupakan kontroversi

(Vancheri et al.,2005).

Hemoglobin glikosilat atau HbA1c merupakan ikatan antara glukosa

dengan hemoglobin yang terbentuk dalam tubuh dan disimpan dalam eritrosit dan

akan terurai secara bertahap bersama dengan berakhirnya masa hidup eritrosit

(rata-rata umur eritrosit adalah 120 hari). HbA1c menggambarkan konsentrasi

glukosa darah rata-rata selama 3 bulan. Jumlah HbA1c yang terbentuk sesuai

dengan konsentrasi glukosa darah. Nilai yang meningkat menggambarkan kontrol

glikemik jangka panjang yang buruk dengan implikasi spesifik pada struktur dan

fungsi vaskuler termasuk pembuluh darah kecil dan besar pada otak. Kenaikan

nilai HbA1c juga merupakan penanda kepatuhan yang buruk dan gaya hidup yang

tidak sehat pada pasien diabetes.

Penggunaan HbA1c untuk pemantauan derajat kontrol metabolisme

glukosa pasien diabetes pertama kali diajukan pada tahun 1976, kemudian

diadopsi ke dalam praktek klinik pada tahun 1990-an oleh Diabetes Control and

Complication Trial (DCCT) dan the United Kingdom Prospective Diabetes Study

(UKPDS) sebagai alat monitoring derajat kontrol diabetes melitus (Misra et

al.,2011). Komite ahli dari the American Diabetes Association (ADA) dan the

European Association for the Study of Diabetes (EASD) kemudian

merekomendasikan penggunaan HbA1c untuk diagnosis diabetes melitus, dan

pada tahun 2010 ADA memasukkan HbA1c ke dalam kriteria diagnosis diabetes.
Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 4 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

Pemeriksaan HbA1c memiliki variabilitas biologis yang rendah (<2% dari hari ke

hari) dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu maupun puasa

(12-15%) serta relatif tidak terpengaruh oleh keadaan akut seperti kejadian stroke

iskemik akut. Nilai normal HbA1c pada pasien bukan penderita diabetes adalah

3,5-5,5%, prediabetes 5,6-6,4% sedangkan untuk penderita diabetes, nilai kontrol

gula darah yang baik adalah di bawah 6,5% (ADA,2011).

Berbagai skala penilaian telah digunakan untuk mengukur defisit

neurologis penderita stroke, misalnya adalah National Institutes of Health Stroke

Scale (NIHSS) adalah alat ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk

mengukur derajat kecacatan stroke. NIHSS telah terbukti mempunyai reliabilitas

intra dan inter-rater dan validitas untuk memprediksi outcome stroke jangka

panjang. Variabel-variabel yang termasuk dalam NIHSS meliputi derajat

kesadaran, gerakan mata konjugat horizontal, lapang pandang pada tes

konfrontasi, kelumpuhan wajah, kekuatan motorik ekstremitas, ataksia, sensoris,

bahasa, disartria dan inatensi (Shah et al., 2014).

Beberapa penelitian telah banyak membahas mengenai diabetes sebagai

prediktor outcome pada pasien stroke iskemik akut. Penelitian yang dilakukan

Kamouchi et al.,(2011) menyebutkan adanya hubungan antara nilai HbA1c yang

diukur saat masuk rumah sakit dengan luaran klinis pasien stroke iskemik akut.

Penelitian lain yang dilakukan Jing Jing et al.,(2016) menyebutkan tidak ada

hubungan yang kuat antara nilai HbA1c yang tinggi dengan luaran klinis yang

buruk pada pasien stroke iskemik akut. Penelitian lain yang dilakukan Gofir et al.,

(2016) menyimpulkan bahwa hiperglikemia merupakan prediktor prognosis

length of stay (LOS) pasien stroke iskemik akut dan outcome fungsionalnya yang
Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 5 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

diukur dengan indeks Barthel akhir. Maka dari itu peneliti ingin mencari

bagaimana pengaruh nilai HbA1c sebagai gambaran kontrol glikemik jangka

panjang dengan outcome klinis pasien stroke iskemik akut yang diukur dengan

NIHSS baik pada pasien diabetes maupun bukan pasien diabetes.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan

beberapa masalah, yaitu;

1. Stroke memiliki manifestasi klinis dari ringan sampai berat sehingga

menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian

2. Insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes

dibandingkan pada pasien non diabetes dan 30% pasien dengan

aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes melitus

3. Nilai HbA1c yang meningkat menggambarkan kontrol glikemik

jangka panjang yang buruk dengan implikasi spesifik pada struktur

dan fungsi vaskuler termasuk pembuluh darah kecil dan besar pada

otak

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakangtersebut timbul pertanyaan penelitian, yaitu

apakah nilai HbA1cyang tinggi berpengaruh terhadap outcome klinis yang buruk

pada pasien stroke iskemik akut?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh nilai HbA1c terhadap

outcome klinis pasien stroke iskemik akut.


Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 6 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

E. Manfaat Penelitian

1) Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan mengenai

pengaruhHbA1cterhadap outcome klinis pasien stroke iskemik akut,

sehingga dapat memberikan penanganan dan edukasi yang lebih baik

kepada pasien maupun keluarganya.

2) Memberikan sumber data bagi institusi pendidikan dan penelitian mengenai

hubungannilai HbA1c terhadap outcome klinis stroke iskemik, sehingga

dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut, dan memberi

kontribusi kemajuan ilmu kedokteran, khususnya ilmu penyakit saraf.

F. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang berasal dari beberapa jurnal

didapatkan data mengenai hubungan antara nilai HbA1c dengan outcome klinis

pasien stroke iskemik.


Pengaruh Nilai HbA1C terhadap Outcome Klinis Pasien Stroke Iskemik Akut
FIDHA RAHMAYANI 7 
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
 

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Penelitian Judul Metode Hasil


Kamouchi et al., Prestroke Glycemic Retrospective Terdapat hubungan yang signifikan
2011 Control Is Associated cohort study antara kadar HbA1c yang tinggi
With the dengan outcome stroke iskemik
Functional Outcome in (p<0,002)
Acute Ischemic Stroke
Hjalmarsson et al., The Role of Prestroke Retrospective Terdapat hubungan yang signifikan
2014 Glycemic Control on cohort study antara kadar HbA1c yang tinggi
Severity and dengan outcome stroke iskemik
Outcome of Acute (p<0,042)
Ischemic Stroke
Jing Jing et al., Prognosis of Ischemic Prospective Kadar HbA1c bukan menjadi
2016 Stroke With Newly cohort study prediktor mortalitas follow-up
Diagnosed jangka panjang pada pasien stroke
Diabetes Mellitus iskemik akut (p>0,05)
According to Hemoglobin
A1c Criteria in
Chinese Population
Bong Shin et al., The Prediction of Clinical Prospective Kadar HbA1c bukan menjadi
2015 Outcome Using cohort study prediktor mortalitas follow-up
HbA1c in Acute Ischemic jangka pendek pada pasien stroke
Stroke of the iskemik akut (p=0,48)
Deep Branch of Middle
Cerebral Artery
Natuva et al., 2016 Independent Predictors of Kohort Terdapat hubungan yang signifikan
Severity and Functional prospektif antara kadar HbA1c yang tinggi
Outcome of Acute dengan outcome stroke iskemik saat
Ischemic Stroke in masuk (p<0,0001)
Patients with
Diabetes
Gofir et al.,2017 Hyperglycemia as a Kohort Terdapat hubungan yang signifikan
prognosis predictor of Prospektif antara hiperglikemia dengan Length
length of stay and of Stay (LOS) dan outcome
functional outcomes in fungsional
patients with acute
ischemic stroke.
Penelitian ini Hubungan kadar HbA1c Kohort Sedang Berlangsung
dengan outcome klinis
pada pasien stroke
iskemik akut

Anda mungkin juga menyukai