Anda di halaman 1dari 1

[ S I NG K ON G BAKAR ]

29 Juli 2017, tak tau kenapa putaran kipas di ruang seluas 4x3 berputar lebih cepat
dan bising. Secara otomatis suhu dingin menyentuh seluruh badanku dan membuatku
terbangun. Ditambah dengan alunan melodi alarm memecah keheningan. Sebuah awal
sepenggal kisah suatu pengabdian.

Ku lihat tanganku urat uratnya muncul bagaikan ukiran kaligrafi didinding Masjid
Agung Demak, sebagai pertanda usahaku untuk bangun dan bergegas. Kakiku membelah
kegelapan sehingga mencapai sebuah bilik penuh dengan ketenangan. Dengan restu dan
ijinmu bibirku berbisik meminta kekuatan dan keikhlasan kepadaMu sang agung. Merasa
orang paling lemah dengan perlahan kujatuhkan dahiku di bumi Mu.

Senja 15.00 WIB, barisan bukit menyapaku dari kejauhan, tas ¢arrier yang bertopang
dipunggungku membawa harapan kekuatan sebuah pengabdian. Pohon saling merangkai
sebuah aktivitas seakan seperti prosesi pedang pora untuk menyambut tamu kehormatan.
Sopan, santun, ramah aku temukan disana bagaikan sebuah prasasti. Ku pegang, ku pelajari,
dan ku laksanakan sebagai awal untuk menjadi manusia desa,

Matahari hampir menyelesaikan jam kerjanya hari itu dan bulan menggantikannya ditemani
pasangan pasangan bintang. Bangku kayu diteras itu menjadi perhatianku, ku ambil secarik
kertas putih dan pasangannya. Sedikit demi sedikit kurangkai cerita ini ditemani singkong
bakar dan handphone yang bersemedi tanpa dupa. Suasana malam yang belum pernah
kurasakan. Dinginnya menusuk tulang, sepinya menikam hati. Penuh dengan kedamaian dan
ketentraman kurang lebih 30 KK menjadi sebuah badan yang utuh mulai kepala sampai
dengan kaki.

Sekali lagi alarmku merusak mimpiku, embun pagi membekukan malasku dan
matahari pagi perlahan membakar semangatku. Keistimewaan yang sangat sangat istimewa
aku lahir di tanah ini. Ratusan atau ribuan batu kapur disepanjang aliran sungai tak dapat
mengalahkan jumlah dan besar rasa syukurku dapat menjadi sebuah raga yang bermanfaat
bagi saudaraku. Tak terasa pagi itu aku mengakhiri cerita ini di atas batu kapur tepi sungai
sembari kutadahkan kedua tanganku lalu berdoa “ Jagalah negeri yang kaya ini Tuhan,
maafkan aku yang hanya slalu minta dan meminta.

Anda mungkin juga menyukai