Anda di halaman 1dari 12

Warta ISKI

p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Penggunaan Digital Influencer dalam Promosi Produk


(Studi Kasus Akun Instagram @bylizzieparra)
Lidya Wati Evelina¹ dan Fitrie Handayani²
1,2
Universitas Bina Nusantara
Jl. KH Syahdan No. 9 Jakarta Barat 11480
1
lidiaevelina@yahoo.com, 2Fitrique@gmail.com

Abstract
Digital influencer adalah sebuah fenomena dalam promosi produk di industri media digital. Para
Digital Influencer mengunggah beragam foto dan video pada akun media sosial dengan kegiatan
keseharian mereka, makanan yang dimakan, tempat-tempat hang-out, pendapat tentang suatu hal,
hingga berbagai tutorial dan ulasan produk. Kemampuan membangun komunitas menjadikan mereka
mampu mempromosikan produk buatan sendiri. Penelitian ini bertujuan menganalisis seorang Digital
Influencer dalam mempromosikan produk yang follower-nya dianggap sebagai beauty guru. Metode
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan
melalui observasi online pada akun IG Influencer, wawancara informan dengan pihak digital agency.
Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik komparatif konstan yang menempatkan data ke dalam
kategori, kemudian dicari hubungan antarkategori dan disederhanakan dalam struktur yang koheren.
Hasil Penelitian mengungkapkan, menggunakan digital influencer untuk promosi memiliki kelebihan
dari segi high tech dan high touch dibanding promosi melalui iklan. Digital influencer perlu
melakukan 4C dalam aktivitas digitalnya, yaitu memperhatikan context, communication,
collaboration and connection. Data juga menunjukkan jumlah follower saja tidak cukup untuk
menjadikan seseorang sebagai digital influencer. Perlu diperhatikan engagement yang terjadi antara
influencer dengan khalayaknya, kesesuaian value antara influencer dengan followers-nya dan
seberapa percaya khalayak terhadap sosok influencer tersebut.
Kata kunci: Digital Influencer, promosi , produk, 4C dalam media 71ocial

Abstract
Digital influencers are a phenomenon in the promotion of products in the digital media industry. The
Digital Influencer uploads a variety of photos and videos on social media accounts with their daily
activities, edible meals, hang-out places, opinions about things, to various tutorials and product
reviews. The ability to build communities makes them able to promote homemade products. This
study aims to analyze a Digital Influencer in promoting a product whose follower is considered as a
beauty teacher. The research method used qualitative approach and case study method. Data
collection is done through online observation on IG Influencer account, informant interview with
digital agency. The collected data was analyzed by a constant comparative technique that placed the
data into categories, then searched for relationships between categories and simplified in a coherent
structure. Research results reveal, using digital influencers for promotion has advantages in terms of
high tech and high touch than promotion through advertising. Digital influencers need to do 4C in
their digital activities, ie pay attention to context, communication, collaboration and connection. The
data also shows that the number of follower is not enough to make a person as a digital influencer. It
is important to note the engagement between influencers and their audiences, the appropriateness of
value between influencers and their followers and how trusting audiences are to the influencer.
Keywords: Digital Influencer, promotion, product, 4C in ocial media

Copyright © 2018 Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia. All rights reserved

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 71


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

I. PENDAHULUAN
Dalam kurang dari lima tahun belakangan ini media sosial terutama instagram mengambil peran penting dalam
mempromosikan produk. Pada konteks ini, bermunculan pihak ketiga yang dinamakan Digital Influencer. Para
digital influencer ini adalah pihak ketiga yang memiliki popularitas yang tinggi dan tidak selalu berasal dari
kalangan artis atau public figure tetapi memiliki akun dengan banyak follower. Senft (2008) memperkenalkan
terminologi “micro-celebrity” yang berarti sebuah cara baru dalam kegitan online dimana seseorang
melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan popularitasnya di internet dengan menggunakan
berbagai teknologi seperti video, blog, dan situs jejaring sosial. Micro-celebrity juga dapat dipahami sebagai
suatu praktik dimana seseorang dianggap sebagai basis penggemar (fanbase), yang kepopulerannya dikelola
melalui manajemen penggemar, dan presentasi diri seseorang secara hati-hati dikonstruksi sebagai bahan
konsumsi orang lain” (Marwick, 2013). Terminologi lain untuk fenomena ini antara lain: key opinion leader
(KOL), vlogger, selebgram, social media influencer atau untuk tema yang lebih spesifik seperti Beauty Gurus,
Fashion blogger/vlogger, buzzer dan lain-lain. Kesamaan diantara terminologi tersebut adalah pengunaan
platform social media/media digital dalam membangun fan base/followers.
Dalam konteks pemasaran dan promosi, para digital influencer ini menjalankan fungsi promosi dari
mulut ke mulut atau yang dikenal dengan Word of Mouth (WOM). Sebuah survey statistik dari majalah Forbes
mengungkapkan bahwa 92 persen konsumen lebih percaya kepada influencer dibandingkan iklan atau cara
endorse tradisional melalui selebriti. Maka tak aneh jika digital influencer ini dapat menjalankan fungsi
promosi lebih efektif melalui word of post.
Fenomena yang terlihat saat ini juga terjadi pada kategori kecantikan dengan beauty gurus, yaitu
mereka yang tertarik dengan dunia kecantikan dan kosmetika, lalu membuat channel untuk mengekspresikan
passion-nya tersebut melalui tutorial make-up, review produk, atau sekilas mengenai kehidupan mereka sehari-
hari.
Media sosial Instagram dijadikan salah satu platform yang dimanfaatkan beauty gurus, atau kemudian
juga disebut sebagai beauty vlogger karena sering membuat dan memposting video tentang kecantikan. Media
sosial Instagram dijadikan salah satu platform yang dimanfaatkan beauty gurus, atau kemudian juga disebut
sebagai beauty vlogger karena sering membuat dan memposting video tentang kecantikan.
Salah satu beauty gurus yang memanfaatkan hal tersebut adalah Lizzie Parra. Lizzie Parra memiliki
latar belakang sebagai seorang make-up artist professional yang terjun ke dunia beauty vlogger. Lizzie Parra
termasuk dalam enam beauty vlogger Indonesia paling populer di media sosial (Beutynesia.id). Pada
perkembangan selanjutnya, Lizzie Parra juga memproduksi lipstick matte dengan brand Lip Coat By Lizzie
Parra (BLP) Beauty dengan delapan varian warna sesuai dengan kebutuhan para konsumen dan menjadi salah
satu lipstick buatan lokal (thejakartapost.com).
Sejak pertama kali diluncurkan pada 16 Juni 2016, BLP Beauty mendapat sambutan yang sangat baik.
Lizzie Parra memanfaatkan media digital secara maksimal untuk memberikan informasi dan mempermudah
pembelian secara online. Akun Instagram @bylizzieparra sudah memiliki 145.000 pengikut dengan 3157 foto-
foto yang sudah di upload (16/2/18).
Instagram bisa disebut sebagai media sosial favorit bagi generasi millenial di Indonesia. Dari 700 juta
total pengguna aktif global Instagram saat ini, lebih dari 45 juta di antaranya berasal dari Indonesia. Angka ini
meningkat secara signifikan dari 22 juta pengguna aktif di awal 2016 lalu. Dengan demikian, Indonesia
menjadi komunitas terbesar Instagram di Asia Pasifik. "Orang Indonesia salah satu yang paling aktif
menggunakan Instagram. Sekarang mereka adalah komunitas Instagram terbesar di Asia Pasifik," kata Country
Director Facebook Indonesia, Sri Widowati, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 26 Juli 2017 lalu. Hal di
atas juga diakui oleh Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO mengumumkan bahwa ada lebih dari dua juta
pengiklan aktif di Instagram dan 25 juta akun bisnis yang terdaftar. Angka ini menunjukkan instagram banyak
dipilih pengguna sebagai media untuk berjualan (Kumparan, 1 Februari 2018).
Fenomena digital influencer semakin berkembang seiring perkembangan dunia digital, Namun kajian
tentang peran mereka, terutama dalam promosi suatu produk belum banyak ditemukan. Penelitian ini

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 72


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

diharapkan dapat menjadi rujukan bagaimana peran digital influencer ini terkait konteks promosi suatu
produk.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, maka penelitian ini: (1) berfokus mendeksripsikan digital
Inluencer; dan (2) peran digital inluencer dalam mempromosikan produk Beauty Matte Lipstick di Media
sosial.

II. KERANGKA TEORI


1. Computer Mediated Communication dan Media Sosial
Shaff, Martin dan Gay (dalam Pearson dkk, 2006: 267) mendefinisikan computer mediated
communication atau CMC sebagai interaksi antarmanusia menggunakan komputer berjaringan Internet.
Menurut Miller (2009, dalam Ean, 2011), CMC adalah saluran interaktif yang memungkinkan pengguna untuk
aktif dan terlibat dalam komunikasi dua arah. Teknologi-teknologi web baru memudahkan semua orang untuk
membuat dan menyebarluaskan konten mereka sendiri. Post di Blog, tweet, atau video di YouTube dapat
direproduksi dan dilihat oleh jutaan orang secara gratis. Pemasang iklan tidak harus membayar kepada penerbit
atau distributor untuk memasang iklannya. Sekarang pemasang iklan dapat membuat konten sendiri yang
menarik dan dilihat banyak orang (Zarrella, 2010: 2).
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi
berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang memungkinkan
penciptaan dan pertukaran user-generated content. Sedangkan menurut Nasrullah (2016), media sosial
menawarkan perangkat atau alat serta teknologi baru yang memungkinkan khalayak (konsumen) untuk
mengarsipkan, memberi keterangan, menyesuaikan, dan menyirkulasi ulang konten media (Jenkins, 2002) dan
ini membawa pada kondisi produksi media yang Do-It-Yourself (Nasrullah, 2016). Menurut Van Djik, seperti
dikutip dari (Nasrullah, 2016), media sosial adalah platformmedia yang memfokuskan pada eksistensi
pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktivitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat
dilihat sebagai fasilitator online yang menguatkan hubungan antarapengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan
sosial.
Dalam Media Sosial terdapat tiga aktivitas yang dapat dilakukan (Joeseph, 2011:27) yaitu: (1) Social
Media Maintenance: Merawat Media Sosial dengan melakukan posting secara rutin di dalam Media Sosial,
misalnya Facebook atau Twitter. Melakukan interaksi dengan membalas komentar dari anggota. Dalam hal ini
harus ada tim kecil yang bertanggung jawab dalam melakukan posting rutin dan menghapus komentar yang
kurang baik; (2) Social Media Endorsement: mencari public figure yang memiliki penggemar yang sangat
banyak dan memberikan dukungan terhadap Media Sosial yang dimiliki perusahaan. Dalam memilih endorses
harus disesuaikan bidangnya dengan produk perusahaan; (3) Social Media Activation: membuat kegiatan yang
unik, sehingga dapat menciptakan Word of Mouth (WoM). WoM akan meningkatkan perhatian terhadap
produk perusahaan secara signifikan.
Dari pendapat di atas, dapat ditarik simpulan bahwa media sosial adalah media interaksi manusia
dengan menggunakan komputer berbasis internet. Komunikasi yang terjadi dua arah dan masing-masing user
dapat membuat konten (User Generated Content). Di dalam media sosial ada 3 (tiga) hal yang dapat dilakukan,
pertama, rutin posting dan melakukan interaksi dengan anggota, kedua, aktivitas menjadi endoser untuk
produk yang memiliki kesamaan target audiens dan ketiga melakukan aktivitas Word of Mouth yang
mendistribusikan pesan termasuknya diantaranya promosi produk.

2. 4 C dalam Penggunaan Media Sosial


Menurut Chris Heuer, pendiri Social Media Club dan inovator media baru yang dimuat dalam Solis
(2010:263) bahwa terdapat 4C dalam menggunakan Media Sosial, yaitu: (1) Context adalah bagaimana
seseorang membingkai suatu cerita melalui penggunaan bahasa dan isi pesan. Hal ini dapat berupa grafik,
warna dan disain yang menarik; (2) Communication adalah yaitu cara bagaimana menyampaikan dan berbagi
(share) yang membuat seseorang mendengar, merespon, dan nyaman untuk membagikan pesan kepada

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 73


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

khalayak; (3) Collaboration adalah kerja sama antara pemberi dan penerima pesan, antara akun dengan
followers, sehingga pesan dapat tersampaikan dengan efektif dan efisien; (4) Connection adalah cara
bagaimana menjalin hubungan yang berkelanjutan.
Dari pernyataan Solis, dalam penggunaan media sosial ada konteks dalam isi pesan dan bahasa yang
digunakan misalnya foto yang di-upload dalam konteks Hari Valentine, maka pesan dan bahasa yang
digunakan berkaitan dengan kasih sayang yang dirayakan pada hari Valentine. Kemudian juga ada komunikasi
yang terjadi dalam media sosial, yaitu membaca pesan, merespon dengan memberikan komen dan me-repost
kepada pengguna lainnya. Dalam media sosial juga terjadi kerjasama dalam bentuk hastag misalnya
mempromosikan produk Lipstik. Berikutnya adalah adanya koneksi yang dapat dilanjutkan dengan chat
pribadi.

3. Instagram
Dalam penelitian ini, obyek yang diteliti adalah akun instagram dari digital influencer @bylizzieparra.
Instagram adalah aplikasi yang digunakan untuk mengunggah dan berbagi foto-foto kepada pengguna lainnya.
instagram terdiri dari kata “insta” yang berasal dari kata “instan”, seperti kamera polaroid yang pada masanya
dikenal dengan sebutan “foto instan”. Instagram juga dapat menampilkan foto-foto secara instan, seperti
tampilan polaroid. Sedangkan kata “gram” berasal dari kata “telegram”, dimana cara kerja telegram sendiri
adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain dengan cepat. Perbedaannya instagram menggunakan
jaringan internet, sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat diterima bisa realtime (Diamond, 2015).

Aplikasi instagram pertama kali dibuat pada tahun 2011. Kepopuleran Instagram tak dapat dilepaskan
darinama Kevin Systrom dan Mike Krieger yang merupakan CEO perusahaan Burbn, Inc. Kedua orang
tersebut merupakan tokoh dibalik kesuksesan Instagram yang telah mencapai ratusan juta pengguna aktif di
seluruh dunia. Tentu saja hal itu menarik bagi perusahaan lain yang lebih dahulu populer, Facebook, Inc untuk
mengambil alih kepemilikan Instagram (Kumparan.com, 19 November 2017).
Sejarah media sosial Instagram diawali 9 April 2012. Instagram adalah aplikasi yang digunakan
untuk mengunggah dan berbagi foto-foto kepada pengguna lainnya. Foto yang ingin diunggah dapat diperoleh
melalui kamera iDevice ataupun foto-foto yang ada di album foto di iDevice tersebut. Foto yang telah diambil
melalui aplikasi Instagram dapat disimpan di dalam iDevice tersebut. Penggunaan kamera melalui Instagram
juga dapat langsung menggunakan efek-efek yang ada, untuk mengatur pewarnaan dari foto yang dikehendaki
oleh sang pengguna. Ada juga efek kamera tilt-shift yang fungsinya memfokuskan sebuah foto pada satu titik
tertentu. Setelah foto diambil melalui kamera di dalam Instagram, foto tersebut pun juga dapat diputar arahnya
sesuai dengan keinginan para pengguna. Instagram merupakan salah satu media sosial paling populer untuk
aplikasi berbagi foto dimana pemilik akun dapat mengupload foto, mengedit, memberi caption, dan
membagikan foto di akun Instagram. (Atmoko, 2012). Penguna instagram diantaranya dapat dikategori
sebagai berikut Beauty, Traveler, Fashion, Food Traveling dan Anak jajan.
Foto-foto yang diunggah melalui Instagram tidak terbatas jumlahnya, namun Instagram memiliki
keterbatasan untuk ukuran foto. Ukuran yang digunakan di dalam Instagram adalah dengan rasio 3:2 atau
hanya sebatas berbentuk kotak saja. Para pengguna hanya dapat mengunggah foto dengan format itu saja, atau
harus menyunting foto tersebut dulu untuk menyesuaikan format yang ada. Setelah para pengguna memilih
sebuah foto untuk diunggah di dalam Instagram, maka pengguna akan dibawa ke halaman selanjutnya untuk
menyunting foto tersebut.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 74


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Instagram dapat digunakan di iPhone, iPad atau iPod Touch versi apapun dengan sistem operasi iOS
3.1.2 atau yang terbaru dan telepon kamera Android apapun dengan sistem operasi 2.2 (Froyo) atau yang
terbaru. Aplikasi ini tersebar melalui Apple App Store dan Google Play.
Konten yang dimiliki oleh Instagram adalah: (1) Home page: Halaman utama yang menampilkan
linimasa (timeline) foto-foto terbaru dari sesama pengguna yang telah diikuti; (2) Komentar: Sebagai layanan
jejaring sosial, Instagram tak lupa menyediakan fitur komentar. Setiap foto yang ada di Instagram bisa
dikomentari dengan cara tekan ikon bertanda balon komentar dibawah foto. Maka akan membawa ke halaman
komentar, kemudian tulis kesan – kesan mengenai foto pada kotak yang disediakan. Setelah itu tekan tombol
‘Send’; (3) Explore: di Twitter dikenal dengan istilah trending topic, yaitu topic atau pembahasan yang paling
banyak diperbincangkan oleh para pengguna. Sedangkan di Instagram, istilahnya adalah ‘Explore’ dengan
fungsi dasar yang sama yaitu menampilkan foto yang paling banyak disukai; (4) News feed: Fitur ini
menampilkan notifikasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan oleh pengguna Instagram. News feed
memiliki dua jenis tab yaitu “following” dan “news”: Tab following menampilkan aktivitas terbaru para user
yang telah kita follow, mengetahui foto-foto yang disukainya (dengan memberikan ‘like’), pengguna baru yang
di-follow, dan apa saja yang dikomentari dan Tab news menampilkan notifikasi terbaru terhadap aktivitas para
pengguna Instagram terhadap foto kita, memberikan komentar maupun follow, maka pemberitahuan tersebut
akan muncul di tab ini.
Kemudian, (5) Follow : untuk mencari teman di Instagram, terdapat menu ‘Find friends’ di halaman
‘Settings’ yang menyediakan beberapa alternatif kanal pencarian. Terdapat lima kanal yang disediakan, yaitu
‘From My Contact List’, ‘Facebook friends’, ‘Twitter friends’, ‘search names and usernames’ dan ‘suggested
friends’. Kelimanya dapat digunakan untuk memperbaiki hasil pencarian. (Atmoko, 2012); (6) Sharing setting:
Instagram memberi kemudahan kepada penggunanya untuk sharing fotonya ke jejaring sosial lain yang
populer. Saat ini ada lima jejaring sosial yang di dukung yaitu twitter, facebook, flickr, tumblr dan foursquare;
(7) Filter:: Instagram berupaya untuk mengubah dengan cara sangat sederhana untuk mentransformasikan foto
menggunakan beberapa preset filter hanya dengan satu klik. Judul: Membuat judul atau caption foto bisa
memberikan kesenangan tersendiri. Tidak ada aturan baku dalam memberikan judul foto, pada umumnya
caption lebih bersifat untuk memperkuat karakter atau pesan yang ingin disampaikan pada foto tersebut
(Atmoko, 2012); (8) Hashtag: Suatu label (tag) berupa suatu kata yang diberi awalan simbol bertanda pagar
(#). Fitur tagar ini penting karena sangat memudahkan pengguna untuk menemukan foto-foto yang tersebar di
Instagram dengan label tertentu; (9) Lokasi: Semua ponsel pintar sekarang ini telah dilengkapi dengan fitur
geotag. Instagram memaksimalkan teknologi ini dengan menyediakan fitur lokasi. Memanfaatkan fitur geotag
yang sudah built-in di ponsel, Instagram memaksimalkan teknologi ini dengan menyediakan fitur lokasi.
Sehingga setiap foto dengan fitur geotag yang diunggah akan menampilkan lokasi di mana pengambilannya;
(10) Like: Jika menyukai foto yang ada di linimasa atau timeline jangan segan-segan untuk memberikan like.
Cara pertama untuk memberikan tanda like adalah dengan menekan tombol ‘like’ dibawah bagian foto. Cara
kedua, adalah dengan mengetuk sebanyak dua kali (double tap) pada foto yang ingin diberikan tanda like.

tanda like (suka) yang berbentuk hati merah dari para pengikut sangat mempengaruhi postingan foto
tersebut untuk menjadi sebuah foto viral. Untuk mendapatkan follower di Instagram terlebih dahulu kita
following akun teman-teman kita. Following bisa di dapat dari teman-teman ang juga menggunakan Instagram
melalui jejaring sosial seperti Twitter dan dan Facebook; (11) Mentions: Jejaring sosial populer seperti
facebook, twitter, dan google plus memiliki fitur mentions yang memungkinkan untuk memanggil pengguna
lain. Begitu juga dengan Instagram, kita bisa mentions pengguna lainnya untuk saling menyapa atau
memanggil. Mentions bisa diterapkan baik di caption maupun komentar. (Atmoko, 2012). Fasiltas di Instagram
antara lain sharing insta story. Tujuan dari mengupload insta story adalah untuk laporan ke teman sesama
pengguna. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan pengakuan dan self activation (aktivitas pribadi) yang
menyatakan this is my style.
Dengan berbagai fitur yang dikemukakan di atas, media sosial Instagram sangat sesuai dengan target
audience-nya orang muda berkisar dari 18-34 tahun. Demikian juga dengan produk yang memiliki kesamaan
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 75
Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

target audience yang sama dengan target audience pengguna Instagram akan lebih mudah untuk
mempromosikan produk maupun jasa

4. Digital Influencer Instagram


Digital influence adalah kemampuan untuk mempengaruhi, merubah opini dan perilaku secara online,
umumnya melalui social networking. Secara sederhana, digital influencer adalah mereka yang memiliki
pengaruh yang besar di sosial media. Para individu berpengaruh ini telah memiliki kepercayaan dari rekan-
rekan online-nya, dan opini mereka dapat memiliki dampak luar biasa untuk reputasi online, termasuk untuk
produk/brand (Ryan & Jones, 2009).
Aspek yang dilihat dari seorang digital influencer adalah Reach, Resonance dan Relevance (Solis
2012). Jika seorang digital influencer membuat posting di media sosial, berapa banyak follower yang
melakukan engagement dengan postingan mereka melalui like, share, retweet, comment, klik terhadap link
atau URL dari iklan, atau lebih jauh melakukan tindakan seperti misalnya mengisi form/pembelian.
Engagement ini bisa terjadi jika para digital influencer dimaksud konsisten membangun komunikasi
dengan followernya dan memiliki citra/reputasi yang cocok dengan produk yang ditawarkan. Reach merujuk
pada jumlah followers dari digital influencer. Namun jumlah follower yang besar tidak selalu menjamin sukses.
Yang lebih penting adalah mengetahui fans mana yang sesuai dengan target khalayak dari brand.
Resonance adalah tingkat engagement dari follower dengan konten yang dibagikan influencer.
Resonance yang menentukan apakah khalayak akan aktif meneruskan konten dari influencer lalu
membagikannya lagi. Relevance menggambarkan level kesesuaian dan kesamaan antara nilai-nilai yang dianut
digital influencer dan brand image produk. Relevance dapat berupa konten yang dibuat influencer, dan apakah
influencer memilki value, budaya dan demografis yang sama dengan target khalayak brand.
Dari uraian mengenai digital influencer dapat ditarik kesimpulan bahwa akun digital influencer yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mengubah opini dan perilaku secara online di media sosial. Opini
mereka memiliki dampak yang luar biasa untuk reputasi produk atau brand.

5. Promosi
Menurut Tjiptono (2002), promosi adalah bentuk komunikasi pemasaran artinya aktivitas pemasaran
yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk dan atau mengingatkan pasar sasaran atas
perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan
perusahaan yang bersangkutan.
Adapun tujuan dari promosi seperti yang disampaikan Kotler (2002) adalah: (1) untuk
menyebarluaskan nformasi barang atau jasa perusahaan kepada pasar; mendapatkan konsumen baru dan
menjaga kesetiaan konsumen untuk membeli dan menggunakan; (3) produk atau jasa perusahaan; (4)
meningkatkan penjualan sehingga pendapatan perusahaan akan meningkat; (5) membedakan dan
mengunggulkan produk perusahaan dibandingkan dengan produk pesaing; (6) membentuk citra produk atau
jasa dan juga nama perusahaan dimata konsumen; (7) dan mengubah tingkah laku dan pendapat konsumen.

III. METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus untuk mendapatkan gambaran yang bersifat detail dan
komprehensif peran Digital Influencer dalam promosi produk. Studi kasus dipilih karena fenomena Digital
Influencer adalah sebuah kasus yang bersifat spesifik dan kontekstual (Cresswell, 1994) terutama dalam
industri kecantikan.
Subyek yang dijadikan penelitian adalah akun instagram Lizzie Parra yaitu @blpbeauty. Subyek
penelitian adalah sesuatu yang diteliti yaitu orang, benda, ataupun lembaga (organisasi). Subyek penelitian
pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di dalam subyek penelitian inilah
terdapat obyek penelitian.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 76


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Adapun obyek pada penelitian yang dilakukan adalah mendeskripsikan peran Digital Inluencer dalam
mempromosikan produk Beauty Matte Lipstick di Media sosial. Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari
suatu benda, orang, atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa
berupa sifat, kuantitas, dan kualitas yang bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap
pro-kontra, simpati-antipati, dan bisa berupa proses.
Pengumpulan Data dikumpulkan dari hasil observasi peneliti terhadap Akun IG @bylizzieparra dan
wawancara dengan followers serta pengelola dua digital agency, yaitu Manager Social Enggagement &
Community Kayu Api Digital Reputation, Semut api Colony dan Public & Media Relations Manager Agency
Studio one Butiq Agency.
Teknik Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara semi terstruktur
yaitu menyiapkan daftar pertanyaan tertulis dan mengembangkan pertanyaan dari jawaban para informan
yang terkait dengan bahasan penelitian. Wawancara ini dikenal dengan wawancara terarah, peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan sesuai dengan kondisi dan situasi untuk mendapatkan data yang lengkap
(Kriyantono, 2012:102).
Data-data yang sudah terkumpul dilakukan analisis dengan menggunakan teknik komparatif konstan.
Menurut Kriyantono, riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir
yang berangkat dari hal-hal khusus (fakta empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep) (Kriyantono,
2012: 196).
Teknik analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan melalui
observasi dan literatur media online. Kemudian data tersebut diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori
tertentu.
Analisis teknik komparatif konstan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) menempatkan
kejadian-kejadian (data) ke dalam kategori-kategori yang dibandingkan satu dengan lainnya; (2) memperluas
kategori sehingga kategori tidak tumpang tindih; (3) mencari hubungan antarkategori;(3) menyederhanakan
dan mengintergrasikan data ke dalam struktur teori yang koheren yang masuk akan, saling berlengketan atau
bertalian secara logis (Kriyantono, 2012: 198).

IV. HASIL PENELITIAN


BLP Beauty merupakan brand lipstick lokal yang diproduksi oleh pendiri dari BLP Beauty, yaitu
Elizabeth Christina Parameswari atau yang lebih dikenal dengan nama Lizzie Parra. BLP Beauty merupakan
singkatan dari By Lizzie Parra dengan tagline ”You should look, feel, and live at your best #BeAdored”.
Peluncuran pertama BLP Beauty diadakan pada 16 Juni 2016 di kawasan Senopati, Jakarta.
Pada awalnya, Lizzie Parra dikenal sebagai seorang make up artist professional sekaligus beauty
blogger yang saat ini disebut dengan sebutan beautypreneur karena ia seorang beauty blogger yang
memproduksi produk buatannya sendiri. Ia juga mengaku bahwa sulit membagi waktu dengan dua brand yang
dimilikinya yaitu BLP Beauty dan dirinya sendiri sebagai seorang influencer. Sampai saat ini BLP Beauty
hanya bisa didapat melalui media sosial Instagram @blpbeauty, website BLP Beauty juga di Sociolla.com
sebagai mitra resmi (Vemale.com, 2016).
Penjualan BLP Beauty melesat tajam karena forecast produksi selama enam bulan ke depan, telah
habis terjual hanya dalam waktu satu bulan. Dengan target konsumen perempuan dari kisaran umur di atas 18
tahun yang menyukai make up, BLP Beauty tengah menjadi incaran bagi para penyuka produk buatan lokal
(Marketeers.com, 2017). BLP Beauty tersedia delapan varian warna yang terdiri dari 4 warna bold dan 4 warna
everyday colour (untuk sehari-hari), yang semuanya cocok untuk jenis kulit wanita Asia. Dan tidak perlu
khawatir bibir akan menjadi kering, karena kandungan moisturizer dengan kualitas yang baik dan kandungan
pigmentation yang tinggi. Lizzie Parra menamakan lipstick nya dengan nama desserts kesukaannya.
Delapan varian warna tersebut adalah Persimmon Pie, Burnt Cinnamon, Peppermint Pink, Btter
Fudge, Lavender Cream, Bloody Mary, Red Velvet, Candy Apple. Masing–masing lip coat di jual dengan
harga Rp 129.000 (blpbeauty.com).

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 77


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Instagram bersifat User Generate Content. Aturan yang berlaku di dunia digital adalah Don’t be Fake”
dan “Be Your Self”. “Kecenderungan anak muda adalah menjadikan influencer sebagai referensi. Akun yang
paling banyak dijadikan referensi adalah akun yang memiliki social currency dan tidak lagi berdasarkan diskon
produk atau jasa,” kata Riska Noer Zaitun, Manager Social Enggagement & Community Kayu Api Digital
Reputation dan Semut Api Colony.
4.1 Indentifikasi Influencer Instagram
Digital Influencer adalah akun IG yang memiliki follower organic atau memiliki follower asli artinya
tidak membeli follower. Untuk mengidentifikasi akun IG tersebut memiliki follower asli atau bukan dapat
dilihat dari like untuk satu postingan minimal 20 % dari total follower. Kemudian juga dilihat dari postingan
di IG bukan dari endorse. Dalam memilih digital influencer kita juga melihat background dari sipemilik akun
IG tersebut. Jika ingin menggunakan Digital influencer tersebut untuk mempengaruhi calon konsumen tentang
fashion, maka misalnya kita menggunakan Olivia Lazuardi atau Anastasia Sianipar yang memang fashion
blogger.
Harga per postingan yang menggunakan digital influencer berkisar Rp.10-15 juta rupiah. Follower
yang militan umumnya hanya 2 postingan untuk endorse sebuah produk dalam sebulan. Kontennya harus
bagus tematik dan engagement-nya banyak, seperti yang diungkapkan Riska, Manager Social Enggagement &
Community Kayu Api Digital Reputation dan Semut Api Colony.
Untuk menjadi digital influencer haruslah memenuhi kriteria tertentu. Digital Influencer Instagram
dapat dilihat dari dua hal, yaitu dari segi kuantitas dan dari segi kualitas. Dari segi kuantitas dapat dilihat dari
jumlah follower-nya, jumlah like pada postingan dan berapa banyak yang re-post. Sedangkan dari segi kualitas
dilihat dari kualitas konten dan engagement yaitu interaksi dengan sesama pengguna instagram. Selain itu
juga dari komen, respon komen dari postingan.
Akun Instagram (IG) yang membuat postingan sampah (spamy) cenderung sedikit followernya. Akun
IG yang banyak followernya karena dia membuat konten yang menarik. Konten yang menarik yang dikenal
dengan Content is the King . Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar konten menarik, yaitu ada tema
khusus untuk tiap-tiap akun IG, feed instagram akan berisi foto tema tertentu misalnya traveller, kuliner, dan
seperti obyek penelitian ini beauty vlogger. Konten yang menarik haruslah diikuti dengan distribusi yang baik
pula, yaitu makin banyak yang repost semakin produk yang dipromosikan dikenal.

4.2 Peran Digital Influencer Mempromosikan Produk BLP


BLP Beauty bisa dikatakan aktif dalam penggunaan media sosial Instagram yang dimiliki. Semua
informasi yang terkait terdapat di Instagram tersebut sehingga memudahkan konsumen. Akun Instagram BLP
Beauty di dominasi oleh warna pink dan foto-foto perempuan memakai BLP Beauty yang dinamakan dengan
#BLPgirls yang menciptakan hubungan antara konsumen dengan brand. Admin akun BLP Beauty juga aktif
dalam membalas komentar para konsumen sehingga konsumen mendapatkan jawaban yang mereka inginkan
terkait dengan BLP Beauty. Berikut adalah tampilan akun Instagram BLP Beauty.
Akun IG Lizzie Parra (@bylizzieparra) merupakan akun yang secara spesifik mengangkat isu
kecantikan. Dengan latar belakang seorang make up artist, Lizzie dianggap memiliki kapasitas untuk
memberikan opini tentang kecantikan/beauty, Instagram bersifat User Generate Content. Aturan yang berlaku
di dunia digital adalah Don’t be Fake dan Be Your Self, maka akun tersebut memiliki social currency tersendiri,
sebagaimana dinyatakan Riska Noer Zaitun, Manager Social Enggagement & Community Kayu Api Digital
Reputation dan Semut Api Colony. “Kecenderungan anak muda adalah menjadikan influencer sebagai
referensi.akun yang paling banyak dijadikan referensi adalah akun yang memiliki social currency dan tidak
lagi berdasarkan diskon produk atau jasa,” kata Riska. Dari hasil observasi disebutkan, akun @bylizzieparra
telah melakukan aktivitas media social sebagaimana yang diungkapkan.
Merujuk pada konsep Joseph (2011: 27), ada beberapa aktivitas media sosial yaitu: (1) Social Media
Maintenance. Merawat Media Sosial dengan melakukan posting secara rutin di dalam Media Sosial. Lizzie
rutin melakukan posting sedikitnya satu kali dalam satu hari, dan kadang juga membalas komen dari followers.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 78


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Namun sayangnya tidak banyak komentar yang masuk, juga direspon pada akun ini. Namun dari komentar
beberapa follower juga diketahui bahwa Lizzie rajin memakai snapgram, dan ada beberapa akun media sosial
lain terutama untuk produk BLP Beauty; (2) Social Media Endorsement. Mencari public figure yang memiliki
penggemar yang banyak. Lizzie Parra telah mengendorse beberapa produk yang terkait dengan kecantikan,
seperti make-up, krim kesehatan kulit, asesoris, fashion dan tentunya produk buatannya yaity BLP Beauty.
Pilihan produsen produk untuk memakai Lizzie sebagai influencer/endorser karena Lizzie memiliki fan base
yang cukup banyak dan loyal; (3) Social Media Activation. Membuat kegiatan yang unik, sehingga dapat
menciptakan Word of Mouth (WoM). Pada akun IG @bylizzieparra kadang dilakukan teaser untuk
memancing perhatian follower. Lizzie juga memposting insta story yang menunjukkan saat ia travelling,
berkegiatan sehari-hari, atau polling singkat.
Dari bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa akun @bylizzieparra telah memenuhi segala aktivitas
yang bisa dilakukan di media sosial. Namun pada beberapa aktivitas belum maksimal, terutama dalam
merespon follower. Hal ini diindikaskan karena ada akun media sosial lain yang juga dikelola.

4.3 Kegiatan 4C dalam media sosial


Selain itu, jika ditinjau dari 4C dalam media sosial sebagaimana yang disampaikan Chris Heuer dalam
Solis (2010:263), akun @bylizzieparra mengaplikasikannya sebagai berikut: (1) Context. Foto-foto yang
diposting umumnya foto close-up memiliki tone terang/high key, kualitas baik bahkan beberapa terlihat sangat
profesional. Penggunaan high key photo memberikan kesan clean, clear dan modern. Caption pada foto seperti
curhat atau ngobrol dengan sahabat, dengan kosa kata gaul dan diselingi kata berbahasa Inggris. Secara umum
disain timeline nya rapi dan menarik; (2) Communication adalah yaitu cara bagaimana menyampaikan dan
berbagi (share) yang membuat seseorang mendengar, merespon, dan nyaman untuk membagikan pesan kepada
khalayak.
Lizzie kerap membagikan tips make up dan cara memilih warna yang cocok untuk beragam warna
kulit. Sebagai make-up artis professional, expertise yang dimiliki Lizzie dianggap mumpuni untuk dijadikan
rujukan dalam ber-make up. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Gladwell (2006) bahwa
mavens/influencers tidak hanya tentang banyaknya jumlah follower, tapi keahlian dan kredibilitas yang
dimilikinya terhadap subyek tertentu;
Selanjutnya, (3) Collaboration adalah kerja sama antara akun dengan followers, sehingga pesan dapat
tersampaikan dengan efektif dan efisien. Dalam hal ini @bylizzieparra kerap merespon komentar dari follower.
Walaupun Lizzie tidak selalu merespon komentar follower-nya, namun sesekali Lizzie menanggapi. Salah
satunya adalah saat follower yang menanyakan mengapa aplikasi lipstick BLP Beauty di bibirnya agak
bergumpal setelah beberapa saat, lalu direspon bahwa untuk hasil terbaik agar menggunakan pelembab
sebelum mengaplikasikan lipstick dari BLP. Interaksi tersebut menunjukan kerjasama yang baik antara akun
dan follower, yang tentunya memberikan impresi yang sangat baik kepada follower-nya bahwa Lizzie cukup
kooperatif untuk membantu followers nya; (4) Connection adalah cara bagaimana menjalin hubungan yang
berkelanjutan. Dalam salah satu posting, @bylizzieparra membangun interaksi dengan bertanya “Apa yang
membuatmu senyum hari ini?” yang kemudian mendapat ratusan respon dari follower-nya yang menjawab
hal-hal yang membuat mereka tersenyum. Komunikasi yang dibangun Lizzie membuat follower merasa
terhubung secara emosional, karena apa yang membuat Lizzie tersenyum adalah hal simple yang mereka pun
dapat mengalaminya juga. Beberapa aktivitas lain yang telah dilakukan Lizzie di akunnya juga dapat dikatakan
sebagai investasi dalam menjalin hubungan berkelanjutan. Dengan memberikan respon sebagaimana contoh
pada poin sebelumnya, tentunya membuat follower merasa terhubung karena merasa didengar dan diberikan
masukan bagaimana agar dapat tampil maksimal. Contoh lain misalnya saat Lizzie memberikan teaser tentang
aktivitas yang akan dia lakukan, yang membuatnya bersemangat, yang kemudian membuat penasaran
followers-nya. Aktivitas-aktivitas tersebut menjadi modal untuk hubungan berkelanjutan antara Lizzie dengan
para followers.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 79


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

4.4 Promosi Produk melalui Digital Influencer


Dari sisi promosi produk, pemanfaatan influencer adalah upaya untuk membantu menyebarkan
informasi serta mempengaruhi/membujuk agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang
ditawarkan. Hal ini senada dengan definisi promosi menurut Tjiptono (2002). Digital influencer macam Lizzie
Parra dapat membantu menyebarkan informasi dan mempengaruhi followers-nya dengan cerita yang ia
bagikan di akun instagramnya.
Tujuan memanfaatkan Lizzie untuk promosi senada dengan tujuan promosi oleh Kotler (2002) mulai
dari penyebaran informasi tentang produk tertentu, membentuk citra, meningkatkan penjualan bahkan sampai
mengubah perilaku konsumen. Tentunya ada beberapa kriteria dalam memilih influencer yang tepat untuk
promosi suatu produk.
Jumlah follower tidak semata-mata menjadi pertimbangan utama. Priska seorang praktisi digital
marketing dari Studio One Butiq menyampaikan bahwa jumlah follower yang banyak dapat mengindikasikan
bahwa konten yang diposting berkualitas baik, namun juga harus dilihat apakah foto-foto yang diunggah
sesuai dengan nilai brand atau produk. Selain itu, faktor yang menjadi pertimbangan adalah engagement dari
setiap unggahan foto. Influencer yang bagus adalah memiliki konten yang ramai diperbincangan/ mengundang
banyak komen.Salah satu indikator engagement dari suatu akun digital influencer adalah jumlah like untuk
satu postingan minimal 20 % dari total follower.
Hal yang hampir senada juga diungkapkan Riska, Manager Social Enggagement & Community dari
Kayu Api Digital. Digital Influencer Instagram dapat dilihat dari dua hal, yaitu dari segi kuantitas dan dari
segi kualitas. Dari segi kuantitas dapat dilihat dari jumlah followernya, jumlah like pada postingan. dan berapa
banyak yang re-post. Sedangkan dari segi kualitas dilihat dari kualitas konten dan engagement yaitu interaksi
dengan sesama pengguna instagram. Engagement dapat dilihat dari komen, respon komen dari postingan.
Akun IG @bylizzieparra dianggap cocok untuk dijadikan digital influencer karena kekonsistenan
Lizzie dalam mengangkat topic health and beauty sejak ia menjadi beauty blogger. Jumlah follower yang
dimiliki sebagian besar adalah follower dari blog nya, yang dapat dianggap sebagai follower yang loyal.
Sebagaimana yang disampaikan Wina, salah satu follower Lizzie yang telah setia mengikuti tips dan tutorial
Lizzie melalui blog, dan kini juga merupakan follower akun IG @bylizzieparra. Konten yang diangkat cocok
dengan expertise yang dimiliki Lizzie, juga gaya hidup nya yang dianggap asyik dan seru. Selain itu menurut
Wina, produk yang direview/endorse oleh Lizzie juga merupakan produk yang relatif terjangkau dan
bermanfaat untuk menunjang kecantikan. Jadi ketika Lizzie memberikan review/endorse tentang suatu produk
seperti memberikan saran/tips kepada teman, bukan sekedar promosi penjualan.
Kemampuan untuk mempengaruhi layaknya seorang teman adalah kredibilitas yang dicari dari
seorang digital influencer. Hal ini yang membedakannya dari promosi melalui iklan konvensional. Digital
influencer merupakan contoh nyata integrasi PR (credibility, word of mouth) dan marketing (promosi dan
informasi produk). Peran Digital Influencer dalam promosi produk dianggap lebih efektif dan efisien,
sebagaimana hasil survey dari McKinsey yang dimuat di Forbes magazine. Survey tersebut menyebutkan
kegiatan word of mouth secara digital mampu mendorong penjualan dua kali lipat lebih besar dibanding dari
iklan, serta memiliki retention rate atau proporsi konsumen yang bertahan dalam periode waktu tertentu
sebesar 37 % lebih tinggi (Wong dalam Forbes, 2014).
Digital influencer yang kini merupakan profesi yang diminati, dengan pendapatan bervariasi namun
cukup menggiurkan. Riska menyebutkan angka kisaran Rp10-15 juta untuk melakukan dua postingan untuk
endorse sebuah produk dalam sebulan. Bahkan untuk melakukan endorse di posting foto endorse di Insta
Story, harga untuk insta story sekitar Rp 6 juta dan untuk Video yang diposting dihargai sekitar Rp25-30 juta.
Harga tersebut bervariasi tergantung dari Digital Influencer yang akan dikontrak, dengan criteria yang telah
dibahas sebelumnya.
Keuntungan lain melakukan promosi melalui influencer di Instagram juga terkait dengan fitur yang
dimiliki Instagram, seperti dapat menshare ke akun media social lain, menggunakan fasilitas hashtag sehingga
posting tersebut dapat mudah dicari, juga dapat memanggil (tag) teman atau pihak-pihak lain yang relevan

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 80


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

dengan produk, atau meneruskan produk ke orang-orang tertentu. Misalnya pada salah satu posting Lizzie
tentang cairan pembersih muka, follower-nya kemudian membuat komen dengan men-tag teman-temannya
untuk ikut mencoba produk cairan pembersih tersebut.
Berdasarkan paparan di atas, melakukan promosi produk dengan memanfaatkan digital influencer
adalah suatu yang patut dipertimbangkan dalam kegiatan promosi di era digital ini, terutama untuk produk
yang memiliki khalayak sasaran para generasi milenial, yang sangat engaged dengan digital media.

V. KESIMPULAN
Temuan penelitian ini mengungkapkan, efek instan terhadap pengenalan produk dapat diperoleh jika
menggunakan influencer di media sosial Instagram. Digital Influencer dapat menyebarkan dengan cepat pesan
promosi sebuah produk di media sosial Instagram, juga memiliki kredibiitas yang tinggi dan dapat
menumbuhkan kepercayaan terhadap produk yang dipromosikan.
Kecepatan penyebaran pesan dan mudahnya menjadi viral adalah kelebihan utama komunikasi di era
digital ini. Melalui instagram yang memiliki fitur yang mendukung penyebaran informasi secara cepat, pesan
mudah menjadi viral namun secara bersamaan juga tepat sasaran (pada khalayak sasarannya).
Digital influencer merupakan salah satu aktor utama dalam membuat pesan menjadi viral. Namun
fasilitas share, tag dan hashtag, juga instastory adalah tools yang digunakan sehingga pesan menjadi cepat
tersebar. Tidak seperti iklan konvensional yang massive namun menyebar, promosi melalui influencer lebih
tepat sasaran karena profil inluencer dan followers nya dapat disesuaikan dengan khalayak sasaran produk, di-
reshare dan tag juga dengan karakteristik khalayak yang kurang lebih sama. Maka promosi melalui influencer
di Instagram dapat lebih tepat sasaran.
Hal lain yang membuat digital influencer instagram menjadi penting adalah karena sifatnya yang high
tech dan high touch. High tech merujuk pada teknologi yang mendukung komunikasi digital. High touch adalah
aspek emosional dan relasional yang dimungkinkan terjadi antara influencer dan followers.
Sosok influencer adalah mereka yang dianggap memiliki kredibilitas, dapat dipercaya dan mudah
dijangkau karena dapat terjadi interaksi (komen dan respon). Suatu hal yang tidak didapatkan dari model iklan
konvensional. Dalam memilih seorang digital influener, perlu diperhatikan kesesuaian value antara influencer
dengan followers-nya dan seberapa percaya khalayak terhadap sosok influencer tersebut
Lizzie Parra merupakan contoh sosok yang layak menjadi digital influencer, tidak hanya jumlah
follower-nya yang cukup besar, namun context, communication, collaboration dan connection yang dibangun
di akun IG @bylizzieparra. Lizzie juga selalu menjaga isi akunnya sehingga tidak semata-mata endorse atau
promosi produk, namun keseharian serta gaya hidupnya, sehingga akunnya tidak terkesan terlalu komersil. Hal
ini penting untuk menjaga kepercayaan para followers.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan, peran Digital Influencer hanya terbatas pada entry level yang
memberikan informasi tentang nama produk yang masuk ke dalam pikiran publik atau calon konsumen. Selain
itu juga mempromosikan ada hal-hal yang baru yang harus diketahui konsumen.
Saran untuk pelaku bisnis yang menggunakan Digital Influencer di Instagram (IG) adalah perlu
memikirkan strategi lainnya karena influencer hanya membantu mempromosikan tahap awal. Dibalik
pertumbuhan yang cukup tinggi dalam memanfaatkan digital influencer, tentu ada keterbatasan dari promosi
melalui influencer ini. Strategi berikutnya perlu membina komunitas virtual membuat program bersama
anggota komunitas virtual tersebut untuk bersama-sama membantu agar produk tersebut tetap eksis di pasaran
dan membangun reputasi bisnis atau perusahaan yang memproduksi produk tersebut. Komunitas virtual adalah
asset digital yang dapat membantu produk agar tetap eksis.

Daftar Pustaka
Atmoko, Bambang Dwi. 2012. Instagram Handbook. Jakarta: Mediakita.
Diamond, S. 2015. The Visual Marketing Revolution. 26 Kiat Sukses Pemasaran di Media Sosial. Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta.

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 81


Warta ISKI
p-ISSN: 0853-4470 - Vol. 01, No. 01 (2018), pp. 71-82

Gladwell, Malcolm. 2006. The Tipping Point: How Little Things Can Make A Different. New York: Little
Brown.
Hestya, Rindu (2013). Instagram 'Penguasa Bisnis' di Media Sosial. diakses pada 16 Februari 2017 dari
https://m.tempo.co/read/news/2013/12/10/072536145/instagram-penguasabisnis-di-media-sosial.
Kawula Muda. (2017, 19 November). Jualan Online di Instagram ala Kaum Milenial. Kumparan.com.Diakses
pada 10 Februari dari https://kumparan.com/kawula-muda/jualan-online-di-instagram-ala-kaum-
milenial.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Bahasa Indonesia, Jilid 2. Jakarta: PT
Prenhallindo
Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Marwick, A.E. 2013a. Status update: celebrity, publicity, and branding. New Haven: Yale University Press
Ryan, Damian and Jones, Calvin (2009). Understanding Digital Marketing. Marketing Strategis For
Engagging the digital generation. London: Kogan Page.
Solis, Brian (2012) The Rise of Digital Influence. Diakses pada 15 Februari 2018 dari
https://techcrunch.com/2012/03/21/klout-kred-peerindex-radian6/
Senft, T.M., (2013). Microcelebrity and the branded self. In: J. Hartley, J. Burgess, and A. Bruns, eds. A
companion to new media dynamics. Chichester: Wiley-Blackwell,
Thurlow, Crispin, et.al (2004). Computer Mediated Communication. Social Interaction and The Internet.
London:Sage Publication.
Tjiptono, Fandi dan Anastasia, Diana, (2000).ed 1. Prinsip & Dinamika Pemasaran, J&J learning: Yogyakarta
Wong, K. (2014). The Explosive Growth Of Influencer Marketing And What It Means For You. Diakses pada
February 16, 2018 dari http://www.forbes.com/sites/kylewong/2014/09/10/the-explosive-growth-of-
influencermarketing-and-what-it-means-for-you/#54ff3df4595f
Yordan, Jofie.(2018, 1 Februari). Instragram Kini Dipakai 25 Juta Pelaku Bisnis untuk Jualan. Kumparan.com.
Diakses pada 10 Februari 2018 dari https://kumparan.com/@kumparantech/instagram-kini-dipakai-25-
juta-pelaku-bisnis-untuk-jualan

Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Page | 82

Anda mungkin juga menyukai