Anda di halaman 1dari 14

c.

Manfaat bagi Peneliti


Bagi peneliti sendiri, penelitian ini akan menjadi pengalaman berharga

dalam memperluas wawasan mengenai kejadian penyakit demam

tifoid dan program survailans penyakit demam tifoid.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Surveilans Epidemiologi dan Survailans Penyakit Demam Tifoid


1. Tinjauan Umum Survailans Epidemiologi
a. Pengertian Surveilans Epidemiologi
Survailens epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan yang

dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan, analisis, dan

interpretasi data kesehatan dalam proses untuk menjelaskan dan

memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. (Noor,2004).


b. Tujuan Surveilans Epidemiologi
1) Mengetahui distribusi geografis penyakit.
2) Mengetahui periodesitas atau waktu terjadinya suatu penyakit yang

diambil minimal 3 tahun sehingga dapat terlihat trend penyakit.


3) Mengetahui situasi suatu masalah kesehatan, misalnya prevalensi,

insidens, angka serangan (attack rate), dan lain-lain.


c. Komponen Surveilans Epidemiologi
1) Pengumpulan dan pencatatan kejadian atau data yang dapat

dipercaya
2) Pengolahan data untuk memperoleh keterangan yang berarti
3) Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
4) Diseminasi data dan keterangan, termasuk umpan balik
5) Hasil evaluasi terhadap sistem surveilans
d. Jenis Surveilans Epidemiologi
1) Surveilans pasif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari

laporan bulanan sarana pelayanan kesehatan yang ada di daerah.


2) Surveilans aktif, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara

langsung untuk mempelajari penyakit tertentu dalam waktu relatif

singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur untuk

mencatat ada tidaknya kasus baru penyakit tertentu.


3) Surveilans menyeluruh, yaitu pengumpulan data yang dilakukan

dalam batas waktu tertentu di berbagai bidang agar dapat mewakili

populasi yang diteliti dalam suatu negara.


4) Surveilans sentinel, yaitu pengumpulan data yang dlakukan

terbatas pada bidang-bidang tertentu.


5) Surveilans berdasarkan kondisi masyarakat, sarana dan prasarana

serta laboratorium kesehatan.


e. Sasaran Surveilans Epidemiologi
1) Individu, pengamatannya dilakukan pada individu yang terinfeksi

dan mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.


2) Populasi lokal, yaitu kelompok penduduk yang terbatas pada

orang-orang dengan risiko terkena penyakit (population at risk).


3) Populasi nasional, pengamatanya dilakukan terhadap semua

penduduk secara nasional.


4) Populasi internasional, merupakan pengamatan yang dilakukan

oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk

penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau

pendemi.

2. Tinjauan Umum Surveilans Penyakit Demam Tifoid


a. Pengertian survailans penyakit demam tifoid
Surveilans demam tifoid adalah proses pengumpulan, pengolahan,

analisis, dan interprestasi data, serta penyebarluasan informasi ke

penyelenggara program dan pihak/instansi terkait secara sistematis dan

terus menerus tentang situasi demam tifoid dan kondisi yang

mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut

agar dapat dilakuakan tindakan penanggulangan secara efektif dan

efisien.
b. Kasus demam tifoid adalah penderita demam tifoid
c. Penderita demam tifoid alah penderita penyakit yang didiagnosis sebagai
demam tifoid
d. Penegakkan diagnosis DD, demam tifoid dan sesuai kriteria
e. Kasus suspek (tersangka) yaitu penderita demam tifoid mengalami panas

lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin

meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus

terutama pada malam hari.

B. Epidemiologi Demam Tifoid


1. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman

gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut

bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan

dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006)


Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa

juga disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan

penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya

turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran

pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di

masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan

dewasa.
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang

ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang

bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal

ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002).


2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi,

s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella

yang lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cendrung untuk menjadi

lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (Ashkenazi et al,

2002).
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat

motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain

meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan

gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella

tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif.

Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh

dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140

º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan

suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama

berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen

farmakeutika an bahan tinja. (Ashkenazi et al, 2002)


3. Patogenesis
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang

tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian

lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus,

Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear,

disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi

II (Darmowandowo, 2006).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-

mediator. Lokal (patch of payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus.

Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku

darah, depresi sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006.


Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang

berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral

sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella

oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler

(Darmowandowo, 2006)
4. Gejala klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari
gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang

mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam

Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan

susunan saraf pusat.


a. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari

makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus

menerus terutama pada malam hari.


b. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,

dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi

hiperemi.
c. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor,

bahkan sampai koma.


5. Pencegahan Penyakit Demam Tifoid
Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara

perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan.

Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan (antigen Vi

Polysaccharida capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan

terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi

bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid) .


6. Pengobatan dan Pencegahan
a. Pengobatan
Antibiotik dirumah sakit akan diberikan dalam bentuk suntikan

(ceftriaxone). Asupan cairan nutrisi juga dimasukan kedalam pembuluh

darah malalui infus. Klien perlu menggunakan antibiotik hingga hasil tes

terhadap bakteri thypoid yang benar-benar bersih. Infus akan diberikan

apabila klien thypoid disertai dengan gejala-gejala seperti muntah terus

menerus serta diare parah. Infus berisi cairan yang akan diberikan

untuk mencegah kekurangan cairan tubuh (dehidrasi). Untuk perawatan

dirumah sakit sebagai tindakan pencegahan.


 Pengobatan di rumah
Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat

membantu mengatasi demam tifoid, yaitu:

 Minum banyak air

Minum air saat sakit tipes membantu mencegah dehidrasi

yang diakibatkan oleh demam dan diare yang

berkepanjangan. Jika Anda mengalami dehidrasi parah,

dokter akan memberikan cairan melalui pembuluh vena

(infus).

 Bed rest

Perlu banyak beristirahat bahkan bisa jadi melakukan

istirahat total, alias bed rest. Usahakan untuk tidak

melakukan berbagai kegiatan berat yang menguras tenaga

agar kondisi tubuh bisa segera fit dan terhindar dari

komplikasi tipes.

 Makan makanan yang mudah dicerna

Saat tipes, usus Anda mengalami gangguan. Itu sebabnya,

lebih baik Anda makan makanan yang mudah dicerna,

seperti bubur dan makanan lunak lain. Dengan begitu, kerja

usus menjadi lebih ringan. Makan makanan yang mudah

dicerna juga membuat nutrisi di dalam makanan lebih cepat

diserap oleh tubuh.


b. Pencegahan

 Menjaga kebersihan

Salah satu upaya pencegahan yang dapat Anda lakukan untuk

mencegah penyakit ini adalah mencuci tangan dengan rutin.

Bersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir. Dalam keadaan

darurat, Anda juga dapat membersihkan tangan dengan hand

sanitizer yang mengandung setidaknya 60% alkohol.


Selain itu, Anda juga perlu menjaga kebersihan diri terutama setelah

bepergian ke luar rumah apalagi pasar. Usahakan untuk tidak


menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang kotor.

Pastikan juga untuk mencuci kaki setiap habis keluar rumah.

 Hindari kontak dengan orang sakit

Bakteri sangat mudah menyebar dari satu orang ke orang lainnya.

Untuk itu, hindari kontak terlalu dekat dengan orang yang sedang

sakit. Berciuman dan menggunakan peralatan makan atau mandi

yang sama dengan orang sakit dapat meningkatkan risiko penularan

penyakit.

 Vaksin tifoid

Vaksin tifoid bisa dilakukan untuk membantu mencegah penyakit

yang satu ini. Terutama jika Anda termasuk kategori yang rentan

atau berisiko tinggi.


Ada beberapa jenis vaksin untuk demam tifoid, yaitu:
Vaksin konjugat tifoid, Ty21a dan vaksin polisakarida Vi capsular.

Vaksin ini efektif sekitar 30 sampai 70 % untuk dua tahun pertama

tergantung pada jenis vaksin yang digunakan.

 Mengonsumsi makanan dan minuman yang terjamin kebersihannya

Makanan dan minuman menjadi salah satu media penularan yang

paling sering untuk tipes. Maka dari itu, usahakan untuk selalu

makan dan minum yang telah terjaga kebersihannya. Makan

makanan yang dimasak dan disajikan panas jauh lebih baik

dibandingkan dengan makanan mentah atau setengah matang.


7. Komplikasi Penyakit Demam Tifoid
Komplikasi yang sering dijumpai pada anak penderita penyakit demam

tifoid adalah perdarahan usus karena perforasi, infeksi kantong empedu

(kolesistitis), dan hepatitis. Gangguan otak (ensefalopati) kadang ditemukan

juga pada anak.


8. Diet Penyakit Demam Tifoid
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan

haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di


konsumsi, antara lain :
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan

dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari

ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.


BAB III
METODE SURVEILANS

A. Jenis Metode
Pelaksanaan epidemiologi surveilans yang dilakukan bersifat kegiatan khusus dan

dilakukan pada satu batas waktu tertentu atau secara priodik dengan selang waktu

tertentu.
1. Pelaksanaan survei khusus untuk berbagai hal tertentu seperti status

kesehatan masyarakat melalui survei kesehatan masyarakat


2. Pengamatan khusus terhadap kejadian luar biasa. Pada penyakit TB ini

belum didapatkan kejadian luar biasa.


3. Registrasi RS/PKM.
Pada kasus TB registrasi dilakukan dengan mencatat data yang berasal dari

kartu-kartu penderita yang telah diteliti lebih dahulu, dan memberi nomor

register pada setiap kartu penderita. Dan dalam program penanggulangan TB

paru dilakukan penyuluhan langsung perorangan, penyuluhan ini ditujukan

kepada suspek, penderita, dan keluarganya supaya penderita menjalani

pengobatan secara teratur sampai sembuh.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah seluruh penderita Demam Thypoid yang berkunjung di

Puskesmas masohi dan yang terdaftar di buku suspek PKM masohi pada

tahun 2019
2. Sampel

Sampel dalam praktek surveilans ini ditarik secara Exauchtive sampling yakni

seluruh penderita Demam Thypoid yang tercatat pada buku register Demam

Thypoid di puskesmas masohi pada tahun 2019


C. Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan praktik dilaksanakan di Puskesmas masohi pada tahun 2019

D. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan praktik dalam rangka observasi lapangan yang dilaksanakan pada

hari Selasa, 22 oktober 2019 dan secara keseluruhan pelaksanaan praktik

surveilans penyakit Demam Thypoid di Puskesmas masohi dilaksanakan Selama

bulan oktober dan november tahun 2019

E. Peserta
Pelaksanaan praktik Surveilans di Puskesmas masohi diikuti oleh Mahasiswa

Kelompok 9 Mata Kuliah Praktik Surveilans Jurusan Epidemiologi di kampus prodi

keperawatan masohi

F. Jenis Data
1. Data Primer
Data yang diperlukan untuk mengetahui pelaksanaan pemecahan masalah

surveilans Demam Thypoid, meliputi pelaksanaan masalah dalam observasi,

pengumpulan,analisis, dan interpretasi data, penyebarluasan informasi serta

penggunaan data dalam rencana program penanggulangan Demam Thypoid di

wilayah Puskesmas masohi.


2. Data Sekunder
Data diperlukan untuk mengetahui distribusi penyakit Demam Thypoid di

wilayah kerja Puskesmas masohi pada tahun 2019

G. Sumber Data
Data primer diperoleh dari hasil wawancara dari petugas surveilans dan petugas

program pemberantasan penyakit Demam Thypoid serta pemeriksaan dokumen


laporan bulanan dari petugas puskesmas masohi
Data Sekunder diperoleh dari pihak Puskesmas melalui pengamatan dan

pencatatan formulir pada buku register dan buku BPJS di puskesmas masohi

H. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan kartu penderita, buku

register suspek Demam Thypoid dan dokumen laporan bulanan di Puskesmas

masohi tahun 2019

I. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan alat elektronik berupa

computer pada program word yaitu dengan metode sebagai berikut : membuat

variabel data dan diasjikan dalam bentuk narasi.

J. Analisis Data
Data yang telah diolah akan dianalisis secara diskriptif untuk mengetahui gambaran

distribusi dan permasalahan mengenai surveilans Demam Thypoid di Puskesmas

masohi pada tahun 2019

K. Desiminasi informasi
1. Desiminasi informasi diberikan kepada
a. Pemberi laporan : puskesmas masohi
b. Instansi yang lebih tinggi : rumah sakit umum masohi
c. Masyarakat
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene

buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika

serovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar

Paratyphi A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid

mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit

ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 – 10,4 %

pada pasien rawat inap.


Sedangkan Hasil Riset Dasar Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa

prevalensi demam tifoid di Indonesia sebesar 1,6% . Provinsi NAD merupakan

prevalensi demam tifoid tertinggi yaitu sebesar 2,96%. Profil kesehatan Indonesia

2008 menunjukkan prevalensi tifoid di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 1,6

persen, atau sekitar 600.000-1.500.000 kasus setiap tahun dan peringkat 15 dari

penyakit yang menyebabkan kematian di Indonesia. Tahun 2009 demam tifoid dan

paratifoid terdapat 80.850 kasus, kematian 1013 dan CFR 1,25%. (Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2007, 2008, 2009).

B.Saran
Diharapkan agar kelompok dapat menyusun makala lebih terperinci lagi agar teman

teman dan anggota kelompok yang lainnya dapat mengerti dan mengetahui lebih

jelas tentang isi dari makalah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, R. 2012. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Kampus IPB Pres Taman

Kencana Bogor: PT Penerbit IPB Press.


Azwar, A. 1993. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Bina Rupa Aksara
Budiarto, E dkk. 2003. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003

tentang Pedoman Penyelenggaran Sistem Surveilans Epidemiologi

Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003

tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit

Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.


Mukhtar, Q. 2003. Journal of Epidemiology and Community Health 2005. Global

behavioral risk factor surveillance. www. jech.bmj.com. Diunduh 04 Januari

2014.

Anda mungkin juga menyukai