A. Pengertian Sholat
Sholat menurut ahli fiqih adalah suatu tindak ibadah disertai bacaan doa-doa yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Makna yang sebenarnya adalah
menghadapkan jiwa (hati dan pikiran) kepada Allah SWT untuk menumbuhkan rasa takut dan rasa bersalah
diri kepada-Nya, serta mengakui keagungan dan kesempurnaan-Nya.
Setiap orang yang mengaku dirinya islam, wajib mendirikan sholat. Firman Allah SWT dalam Surat Al
Baqoroh ayat 4:” dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk
(berjamaah)”. Sedangkan manfaatnya bagi orang-orang yang beriman, diterangkan dalam Surat Al Ankabut
ayat 45: ”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar”.
B. Hukum Sholat
Hukum sholat dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Fardhu (Sholat Wajib), Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Sholat
fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Fardhu „Ain: diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh
ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti sholat wajib lima waktu.
b. Fardhu Kifayah: diwajibkan kepada pihak mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya.
Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya namun akan
berdosa apabila tidak ada yang mengerjakan, seperti sholat jenazah.
2. Sholat sunnah ialah sholat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Sholat
sunnah terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Sunnah Mu‟akad adalah shalat sunnah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir
seperti wajib), seperti sholat dua hari raya (ied), sholat sunnah witir dan sholat sunnah thowaf.
b. Sunnah Ghoiru Mu‟akad adalah sholat sunnah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat,
seperti sholat sunnah rawatib dan sholat sunnah yang sifatnya insidental (tergantung waktu dan
keadaan, seperti sholat gerhana).
C. Sholat Lima Waktu
Sholat lima waktu memiliki hukum fardhu „ain dan terdiri atas:
1. Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu subuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih
yang melintang di ufuk timur. Waktu subuh berakhir ketika terbitnya matahari.
2. Dzuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu dzuhur diawali jika matahari telah tergelincir (condong ke arah
barat) dan berakhir ketika masuk waktu ashar.
3. Ashar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu ashar diawali jika bayang-bayang benda melebihi panjang benda
itu sendiri. Khusus untuk Mazhab Hanafi, waktu ashar dimulai jika panjang bayangan benda dua kali
panjang benda itu sendiri. Waktu ashar berakhir dengan terbenamnya matahari.
4. Maghrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu maghrib diawali dengan terbenamnya matahari dan berakhir
dengan masuknya waktu isya‟.
5. Isya’, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat
dan berakhir hingga terbitnya fajar shadiq keesokan harinya.
D. Syarat-Syarat Sholat
Sholat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan hal-hal yang wajib ada
padanya serta menghindarkan dari hal-hal yang membatalkannya. Syarat-syarat sholat ada 8, antara lain:
1. Muslim,
2. Berakal,
3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk),
4. Menghilangkan hadats besar maupun kecil,
5. Menghilangkan najis di badan, pakaian dan tempat,
6. Menutup aurat,
7. Masuknya waktu sholat,
8. Menghadap kiblat,
Materi III Praktik Shalat
E. Rukun Sholat
Rukun dalam sholat ada 13, antara lain:
1. Niat
Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah SWT semata, serta menguat-
kannya dalam hati. Rasulullah SAW bersabda: “Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap
orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya”. (HR. Bukhori dan lain-lain. Baca Al Irwa‟,
hadits no.22).
2. Takbiratul ihram
Takbiratul ihram yaitu takbir yang pertama ketika diucapkan oleh orang yang mengerjakan sholat se-
bagai tanda mulai mengerjakan sholat dengan lafadz (ucapan) Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
3. Berdiri bagi yang mampu
4. Membaca Surah Al Fatihah
5. Ruku‟ dengan thu‟maninah (tenang dan berhenti sejenak)
6. I‟tidal dengan thu‟maninah
7. Sujud dua kali dengan thu‟maninah
8. Duduk di antara dua sujud dengan thu‟maninah
9. Duduk dengan thu‟maninah,
10. Membaca tasyahud akhir.
11. Membaca sholawat Nabi.
12. Mengucapkan salam
13. Tertib (melakukan rukun secara berurutan). Sabda Rasulullah: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku sholat” (HR. Bukhori).
Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah
SAW, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya maka batallah shalatnya.
F. Sunnah-Sunnah Sholat
Sholat mempunyai beberapa sunnah yang dianjurkan untuk kita kerjakan sehingga menambah pahala kita
menjadi banyak, diantaranya:
1. Mengangkat kedua tangan sehingga sama tinggi ujung jari dengan telinga dan telapak tangan setinggi
bahu serta keduanya menghadap kiblat pada keadaan sebagai berikut:
a. Ketika takbiratul ihram
b. Ketika ruku‟ ketika bangkit dari ruku‟
c. Ketika berdiri setelah rakaat kedua ke rakaat ketiga
Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar r.a: “Bahwasanya Nabi SholAllahu alaihi wasallam apa-
bila beliau melaksanakan sholat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua
bahu beliau, kemudian membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku‟ beliau pun mengangkat kedua tan-
gannya seperti itu dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku‟ beliaupun mengangkat kedua tan-
gannya seperti itu dan begitu pula beliau bangkit dari sujud.” (Muttafaq‟alaih)
2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada atau di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini
berdasarkan perkataan Sahl bin Sa‟d r.a ;”Orang-orang (di masa Nabi ShollAllahu alaihi wasallam)
disuruh untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam sholat”. (HR. Bukhori secara mau-
quf. Al Hafidz ibnu Hajar berkata:”Riwayat ini dihukumi marfu”).
3. Senantiasa melihat ke tempat sujud kecuali pada waktu membaca “Asyhadu alla ilaaha illAllah” (pada
saat duduk membaca tasyahud) maka pada waktu itu melihat ke telunjuknya.
4. Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ihram sebelum membaca surah Al Fatihah.
5. Membaca isti‟adzah pada rakaat pertama dan membaca basmalah dengan suara pelan pada tiap-tiap
rakaat. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
“Maka apabila kamu membaca Al Qur‟an, maka hendaklah kamu memohon kepada Allah dari
(godaan) syaitan yang terkutuk”. (QS. An Nahl: 98).
6. Membaca “aamiin” setelah membaca surat Al Fatihah. Hal ini disunnahkan kepada setiap orang yang
sholat, baik sebagai imam maupun makmum atau sholat sendirian.
Materi III Praktik Shalat
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW: “Apabila imam membaca maka bacalah aamiin. Maka se-
sungguhnya barangsiapa yang membaca aamiin-nya berbarengan dengan aamiin-nya malaikat maka
akan diampuni segala dosa-dosanya terdahulu”. (HR. Bukhori dan Muslim)
1. Membenarkan bacaan imam. Apabila imam lupa ayat tertentu maka makmum boleh mengingatkan ayat
tersebut kepada imam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar:”Bahwa Nabi ShollAllahu „alaihi wasallam
sholat, kemudian beliau membaca suatu ayat lalu beliau salah dalam membaca ayat tersebut. Setelah se-
lesai sholat beliau bersabda kepada Ubay, ‟Apakah yang menghalangimu untuk membetulkan ba-
caanku?”. (HR. Abu Daud, Al Hakim dan Ibnu Hibban, Shohih).
2. Bertasbih atau bertepuk tangan (bagi wanita) apabila terjadi sesuatu hal, seperti ingin menegur imam yang
lupa atau membimbing orang yang buta dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
”Barangsiapa terjadi padanya sesuatu dalam sholat, maka hendaklah bertasbih, sedangkan bertepuk tan-
gan hanya untuk perempuan saja”. (Mutafaqun‟alaih).
3. Membunuh ular dan kalajengking. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Bunuhlah kedua bi-
natang yang hitam sekalipun dalam (keadaan) sholat, yaitu ular dan kalajengking“. (HR.Ahmad, Abu
Daud, At Tarmidzi dan lainnya, shohih)
4. Mendorong orang yang melintas di hadapannya ketika sholat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
“Apabila salah seorang diantara kami sholat menghadap ke arah sesuatu yang menjadi pembatas
baginya dari manusia, kemudian ada yang mau melintas di hadapannya, maka hendaklah dia men-
dorongnya dan jika memaksa maka perangilah (cegah dengan keras). Sesungguhnya (perbuatannya) itu
adalah (atas dorongan) syaitan”. (Muttafaqun‟alaih).
5. Membalas dengan isyarat apabila ada yang mengajaknya bicara atau yang memberi salam kepadanya.
Dasarnya ialah hadits Jabir bin Abdullah:
“Dari Jabir bin Abdulloh, ia berkata Rasulullah shollAllahu alaihi wasallam sedang pergi ke Bani Must-
haliq. Kemudian beliau saya temui sedang sholat di atas untanya, maka saya pun berbicara kepadanya.
Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya. Saya mendengar beliau membaca sambil memberi
isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai dari shalatnya beliau bersabda, ”Apa yang kamu kerja-
kan dengan perintahku tadi? Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk berbicara kecuali karena
aku dalam keadaan sholat”. (HR. Muslim)
6. Menggendong bayi ketika sholat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW: “Dari Abu Qotadah Al-
Anshori berkata, “Aku melihat Nabi ShollAllahu „alaihi Wasallam mengimami sholat sedangkan Um-
amah binti Abi Al‟Ash, yaitu anak Zainab putri Nabi ShollAllahu „alaihi wasallam berada dalam pundak
beliau. Apabila beliau ruku‟, beliau meletakkannya dan apabila beliau bangkit dari sujudnya beliau
kembalikan lagi Umamah itu ke pundak beliau”. (HR. Muslim)
7. Berjalan sedikit karena keperluan. Dalilnya adalah hadits Aisyah r.a: “ Dari Aisyah radhiAllahu anha, ia
berkata, “Rasulullah shollAllahu „alaihi wasallam sedang sholat di dalam rumah, sedangkan pintu tertu-
tup, kemudian aku datang dan meminta dibukakan, beliau pun berjalan menuju pintu dan membu-
kakannya untukku, kemudian beliau kembali ke tempat sholatnya. Dan terbayang bagiku bahwa pintu itu
menghadap kiblat”. (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi dan lainnya, Hadits Hasan)
Bacaan ini diriwayatkan oleh H.R Khamsah dan Al hakim serta dishahihkan oleh Tirmidzi.
Bersujud wajahku kepada Tuhan yang menciptakannya , yang membelah pendengaran dan pengli-
hatannya dengan daya dan kekuatanNya , maha suci Allah sebaik-baik pencipta.
Materi III Praktik Shalat
80
Bila sujud tilawah dilakukan di luar sholat, pembaca ayat yang ditentukan melakukan sujud tilawah, maka
pendengar (menyaksikan) dianjurkan ikut bersujud; bila mereka tidak bersujud, maka tidak akan berdosa
baginya. Bila dalam sholat berjamaah dan imam bersujud tilawah, maka makmum wajib ikut bersujud,
bila makmum tidak bersujud maka gugurlah kedudukan sebagai anggota shalat berjamaah.
4. Sholat berjamaah
Sholat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjam‟ah). Pada sholat berjama‟ah se-
seorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai imam sholat dan yang lain akan berlaku
sebagai makmum.
a. Hukum sholat berjamaah
Sholat berjama‟ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan untuk men-
inggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam islam). Hadits-hadits yang merupakan
dalil tentang hukum ini sangat banyak, diantaranya:
Dari Abu Huroiroh rodhiAllahu anhu, ia berkata, Telah datang kepada Nabi SAW seorang lelaki
buta, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke mas-
jid”, lalu dia memohon kepada Rasulullah SAW memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia ber-
paling untuk pulang, beliau memanggilnya seraya berkata, “Apakah engkau mendengar suara adzan
(panggilan) shalat?”, ia menjawab “Ya”. Beliau bersabda “Maka hendaklah engkau penuhi
(panggilan itu).” (HR. Muslim)
Dari Abu Huroiroh r.a ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “sholat yang paling berat bagi orang
munafik adalah sholat Isya dan Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua sholat
tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat me-
merintahkan sholat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami
sholat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi
orang-orang yang tidak hadir dalam sholat berjama‟ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka
itu.” (Muttafaqun‟alaih).
81
Dari Abu Darda‟ r.a, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda”, “Tidaklah berkumpul tiga
orang , baik di suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan sholat berjamaah,
terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senantiasa bersama berjamaah
(golongan yang banyak).” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa‟i dan lainnya, Hadits Hasan)
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mendengar panggilan adzan
namun tidak mendatanginya, maka tidak ada sholat baginya, terkecuali karena udzur (yang dibenarkan
dalam agama). (HR. Abu Daud, Ibnu majah dan lainnya, Hadits Shahih).
Dari Ibnu Mas‟ud r.a, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shollAllahu „alaihi wasallam mengajari
kami sunnah-sunnah tersebut adalah sholat di masjid yang dikumandangkan adzan di dalamnya.” (HR.
Muslim)
b. Keutamaan sholat berjamaah
Sholat berjamaah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits yang
menerangkan hal tersebut diantaranya adalah:
Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata,‟Bersabda Rasulullah SAW, ‟‟Sholat seseorang dengan berjamaah lebih
besar pahalanya sebanyak 25 atau 27 derajat daripada sholat di rumah atau di pasar (maksudnya sholat
sendirian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorang diantara kamu telah berwudhu dengan baik ke-
mudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin sholat, maka
tidak ada satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan dengan satu derajat
baginya dan dihapuskan satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk
masjid, maka ia terhitung sholat selama sholat menjadi penyebab baginya untuk tetap berada di dalam
masjid itu, dan malaikat pun mengucapkan sholawat kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk
di tempat sholatnya. Para malaikat berkata, “Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan
terimalah taubatnya selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan
suci”. (Muttafaq‟alaih).
c. Berjamaah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam sholat.
Berjamaah bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah seorang dian-
taranya adalah anak kecil atau perempuan.
Materi III Praktik Shalat
82
Dan semakin banyak jumlah jamaah dalam sholat semakin disukai oleh Allah SWT.
Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata, “Aku pernah bermalam di rumah bibik, Maimunah (salah satu istri Ra-
sulullahh SAW ), kemudian Rasulullah SAW bangun untuk sholat malam, maka aku pun ikut bangun untuk
sholat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku
di samping kanannya.” (Muttafaqun „alaih)
Dari Abu Sa‟d Al Khudri dan Abu Huroiroh r.a, keduanya berkata, Rosulululloh SAW bersabda,
“Barangsiapa bangun di waktu malam hari kemudian dia membangunkan istrinya, kemudian mereka ber-
dua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah”. (HR. Abu Daud dan Al hakim,
hadits shohih)
Dari Ubay bin Ka‟ab r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, „Sholat seseorang bersama orang lain
(berdua) lebih besar pahalanya dan lebih mensucikan daripada sholat sendirian, dan sholat seseorang
ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada sholat dite-
mani satu orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jamaah) semakin disukai Allah Ta‟ala‟. (HR.
Ahmad, Abu Daud dan An Nasa‟i, hadits hasan).
d. Hadirnya wanita di masjid dan keutamaan sholat wanita di rumahnya
Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan sholat berjamaah dengan syarat menghindarkan
diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menimbulkan fitnah, seperti mengenakan perhiasan,
bersolek, dan menggunakan wangi-wangian. Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian melarang
wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan tidak memakai wangi-wangian. (HR.
Ahmad dan Abu Daus, hadits shohih)
Dan beliau juga bersabda: “Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia
pergi ke masjid, maka sholatnya tidak diterima sehingga dia mandi.” (HR. Ibnu Majah, hadits shohih)
“Jika salah seorang dari kalian (wanita) menghadiri masjid janganlah menyentuh wangi-wangian.” (HR.
Muslim)
83
Beliau juga bersabda: “Janganlah kamu melarang istri-istrimu (sholat) di masjid, namun rumah mereka
sebenarnya lebih baik untuk mereka.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al Hakim, hadist shahih).
Dalam sabdanya yang lain: “Sholat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada
di bagian tengah rumahnya dan sholatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada (ruangan lain) di
rumahnya.” (HR. Abu Daud dan Al Hakim).
Beliau bersabda pula: “Sebaik-baik tempat sholat bagi kaum wanita adalah bagian paling dalam
(tersembunyi) dari rumahnya.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi, hadist shohih).
Sholat fardhu
Sholat tarawih
Sholat Jum‟at
Sholat Istisqa‟
f. Waktu shalat
Waktu sholat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan
lainnya bervariasi. Waktu sholat sangat berkaitan dengan
peristiwa peredaran semu matahari relatif terhadap bumi. Pada
dasarnya untuk menentukan waktu sholat, diperlukan
geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian.
Syuruq
Syuruq adalah terbitnya matahari. Waktu syuruq menandakan berakhirnya waktu subuh.
Materi III Praktik Shalat
84
Waktu terbit matahari dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan menggunakan alogaritma
tertentu.
Dzuhur
Waktu istiwa‟ (Zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa‟ juga dikenal dengan sebutan
“tengah hari” (Bahasa Inggris: Middway/ noon). Pada saat istiwa‟, mengerjakan ibadah sholat (baik wajib
maupun sunnah) adalah haram. Waktu dzuhur tiba sesaat setelah istiwa‟, yakni ketika matahari telah con-
dong ke arah barat. Waktu “tengah hari” dapat dilihat pada almanak astronomi atau dihitung dengan meng-
gunakan alogaritma tertentu.
Ashar
Menurut Mazhab Syafi‟i, Maliki, Hambali, waktu ashar jika diawali jika panjang bayang-bayang melebihi
penjang benda itu sendiri. Sementara Mazhab Imam Hanafi mendefinisikan waktu ashar jika panjang bayang
-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu ashar dapat dihitung dengan alogaritma
tertentu yang menggunakan trigonometri tiga dimensi.
Maghrib
Waktu maghrib diawali ketika terbenamnya matahari. Terbenam di sini berarti seluruh “piringan” matahari
telah “masuk” di bawah horizon (cakrawala).
Isya’ dan Subuh
Waktu isya‟ didefinisikan dengan ketika hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit, hingga terbitnya fajar
shadiq. Sedangkan waktu subuh diawali ketika terbitnya fajar shadiq, hingga sesaat sebelum terbitnya
matahari (syuruq).
Perlu diketahui, bahwa sesaat setelah matahari terbenam, langit kita tidak langsung gelap, karena bumi
memiliki atmosfer sehingga meskipun matahari berada di bawah horizon (ufuk barat), masih ada cahaya
matahari yang difraksikan langit.
Dari sisi astronomis, cahaya langit yang terdapat sebelum terbitnya matahari dan setelah terbenamnya
matahari dinamakan twilight, yang secara harfiah artinya “cahaya di antara dua”, yakni antara siang
85
dan malam. Dalam Bahasa Arab, “twilight” disebut syafaq. Secara astronomis terdapat tiga definisi twilight:
Twilight Sipil, yakni ketika matahari berada 60 di bawah horizon
Twilight Nautikal, yakni ketika matahari berada 120 di bawah horizon
0
Twilight Astronomis, yakni ketika matahari berada 18 di bawah horizon
Astronom menganggap “Twilight Astronomis Petang” menandakan dimulainya malam hari; namun definisi ini
adalah untuk keperluan praktis saja. Bagi penentuan jadwal waktu shalat (yakni munculnya”fajar shaddiq” dan
hilangnya syafaq di petang hari), terdapat variasi penentuan sudut “twilight” oleh berbagai organisasi. Banyak
diantara umat islam menggunakan twilight astronomis (yakni ketika matahari berada 18 0 di bawah horizon)
sebagai waktu fajar shadiq. Sebagian yang lain bahkan menggunakan kriteria penambahan 90 menit, 75 menit,
atau 60menit.
Imsak
Ketika menjalankan ibadah puasa, waktu subuh menandakan dimulainya ibadah puasa. Untuk faktor
„keamanan‟, ditetapkan waktu imsak, yang umumnya 5-10 menit menjelang waktu subuh.
5. Sholat Jum‟at
a. Pengertian Sholat Jum‟at
Sholat Jum‟at adalah ibadah sholat yang dikerjakan di hari jum‟at sebanyak dua rakaat secara berja-
maah dan dilaksanakan setelah 2 khutbah pada waktu dzuhur.
b. Hukum Sholat Jum‟at
Sholat Jum‟at memiliki hukum wajib „ain bagi laki-laki/pria dewasa beragama islam, merdeka dan
menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi, bagi para wanita/ perempuan, anak-anak, orang
sakit dan budak, shalat Jum‟at tidaklah wajib hukumnya. Sebagaimana Firman Allah Ta‟ala:
86
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum‟at. Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. (QS. Al Jumu‟ah: 9)
c. Syarat sah melaksanakan sholat jum‟at
1. Sholat Jum‟at diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk sholat jum‟at. Tidak perlu men-
gadakan pelaksanaan sholat jum‟at di tempat sementara seperti tanah kosong, ladang, kebun, dan lain-
lain.
2. Minimal jamaah peserta sholat jum‟at adalah 40 orang (kondisi ideal).
3. Sholat Jum‟at dilaksanakan pada waktu sholat dzuhur dan setelah dua khutbah dari khotib.
d. Sunnah sholat jum‟at
1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum‟at.
2. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur
kumis, dan memotong kuku.
3. Memakai pengharum/pewangi (non alcohol).
4. Menyegerakan datang ke tempat sholat jum‟at.
5. Memperbanyak do‟a dan sholawat nabi.
6. Membaca Al-Qur‟an dan dzikir sebelum khutbah jum‟at.
e. Ketentuan sholat jum‟at
Shalat jum‟at memiliki isi kegiatan sebagai berikut:
1. Mengucapkan hamdalah.Mengucapkan shalawat kepada Rasulullah SAW.
87
3. Mengucapkan dua kalimat syahadat.
4. Memberi nasehat kepada para jamaah.
5. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur‟an.
6. Membaca do‟a
f. Hikmah sholat jum‟at
1. Simbol persatuan sesama umat islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan
shaf yang rapat dan rapi.
2. Menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan sesama manusia.
3. Sebagai syi‟ar islam.
Dari Aisyah r.a. adalah “Nabi SAW sholat Dhuha 4 rakaat, tidak dipisah keduanya (tiap sholat 2 rakaat)
dengan pembicaraan.” (HR. Abu Ya‟la)
Dari Abu Huroiroh r.a. bahwasanya nabi pernah sholat dhuha dengan dua rakaat. (HR. Imam Bukhori
dan Muslim)
Dari Abu Qutadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid,
janganlah duduk sehingga sholat dua rakaat.” (HR. Jama‟ah Ahli Hadits)
6. Sholat Taubat
Nabi SAW bersabda : “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu sholat dua
rakaat dan memohon ampunan kepada Allah. Kecuali ia akan diampuni.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
dan lain-lain)
7. Sholat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata : “adalah Rasulullah SAW, mengajari kami istikhoroh dalam segala hal
… beliau SAW bersabda : “apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah
dua rakaat di luar sholat fardhu dan menyebutkan perlunya‟ …” (HR. Jama‟ah hadits kecuali Imam Mus-
lim)
8. Sholat Hajat
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada seseorang. Maka
wudhulah dan baguskanlah wudhu tersebut, kemudian sholatlah dua rakaat, setelah itu pujilah Allah, ba-
calah sholawat atas Nabi SAW, dan berdo‟a…” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
91
Waktu-Waktu Haram Mengerjakan Sholat
1. Ketika matahari terbit sampai sedikit terangkat, baik sholat fardhu, sholat sunnah, ada‟an (shalat untuk
waktu shalat itu) atau qodho. Hal tersebut berdasarkan riwayat:
Dari „Uqbah bin „Amir ra, dia berkata : “Tiga waktu yang kami dilarang oleh Rasulullah SAW mengerjakan
sholat dan menguburkan orang yang mati; Ketika tepat matahari terbit sampai terangkat, ketika tengah
hari persis (matahari persis di atas kepala), dan ketika matahari condong (hampir tenggelam) sampai
benar-benar tenggelam.” (HR. Jamaah kecuali Bukhori).
Ulama Syafi‟iyah dan Malikiyah dalam masalah ini mengecualikan sholat shubuh dan ashar. Jika seseorang
tengah mengerjakan sholat ashar dan waktu telah masuk tepat terbenamnya matahari sedang sholat yang ia
kerjakan tinggal satu rakaat lagi maka ia boleh meneruskan sholatnya dan sholatnya dinilai sah oleh se-
bagian ulama, begitu pula dengan hukum sholat shubuh. Jika ia telah mengerjakan sholat shubuh dan masuk
waktu tepat terbitnya matahari sedang sholatnya kurang satu rakaat lagi maka ia boleh meneruskannya. Hal
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan:
“Apabila salah seorang kalian mendapatkan satu sujud dari sholat ashar sebelum terbenam matahari, maka
sempurnalah sholatnya. Dan jika mendapatkan satu sujud dan pada sholat shubuh sebelum terbit matahari,
maka sempurnalah sholatnya.” Maksud kata sujud dalam hadits tersebut adalah rakaat.
2. Ketika istiwa‟, yaitu ketika matahari tepat di atas kepala pada tengah hari sampai tergelincir sedikit. Hal itu
berdasarkan hadits dari „Uqbah yang sebelumnya ditulis, kecuali hari jum‟at dan saat sholat di Masjidil
Haram, Makkah. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, dia berkata:
“Rasulullah SAW membenci sholat pada tengah hari selain hari jum‟at”, dan bersabda: “Sesungguhnya api
neraka jahannam menyala kecuali pada hari jum‟at.” (HR. Abu Dawud)
Materi III Praktik Shalat
92
Adapun dalil yang mengecualikan sholat yang dilakukan di Masjidil Haram adalah riwayat dari Jubair bin
Muth‟im ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai Bani Abdi Manaf janganlah kalian mencegah seseorang yang akan thowaf di rumah ini (Masjidil
Haram) dan (jangan pula mencegah orang yang hendak) shalat pada waktu kapanpun di malam dan siang
hari.” (HR. Ashhabus Sunnah dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi).
3. Ketika matahari berwarna kekuningan hendak terbenam sampai benar-benar tenggelam, yaitu sekira seseo-
rang mampu melihat ke arah terbenamnya matahari. Landasan haditsnya adalah hadits dari „Uqbah sebe-
lumnya dan terdapat pengecualian seperti penjelasan di atas.
7. Kemudian bangkit dari ruku‟ seraya mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua
bahu sambil membaca:
Artinya :
“Allah Maha Mendengar orang yang memujiNya” (HR. Abu Daud)
kemudian membaca do‟a:
سالَ ُم َّ ال، ِصلَ َىاتُ الطَّيِّبَاتُ ِهلل َّ الحَّ ِحيَّاتُ ا ْل ُوبَا َر َكاتُ ال
َّ َعلَ ْي َك أَيُّ َها الٌَّبِ ُّي َو َر ْح َوةُ هللاِ َوبَ َركاَجُهُ ال
سالَ ُم َعلَ ْيٌَا
ش َه ُد أَىْ َلَ إِلَهَ ِإَلَّ هللا
ْ َ أ. صالِ ِح ْي َي
َّ َو َعلَى ِعبَا ِد هللاِ ال
َّ ص ِّل َعلَى ُه َح
(HR. Muslim) .ود َ اللَّهُ َّن.س ْى ُل هللا ُ ش َه ُد أَىَّ ُه َح َّو ًدا َر
ْ ََوأ
Referensi :
Abdullah, thaha, Cara Bersuci dan Shalat Rasul, Trigenda Karya, Bandung, 1994.
Abidin, Slamet, Fiqh Ibadah, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Al Qorni, Aidh. Sifat Shalat Nabi. Wacana Ilmiah Press: Jakarta. 2006.
Ar-Rahbawi, Abdul Qadir. Fiqh Shalat Empat Mahzab. Hikam Pustaka: Jogjakarta. 2008
Kamal, Abu Malik. Fiqih Sunnah Wanita. Pena Pundi Aksara: Jakarta Pusat. 2007.